Ditulis oleh Tan Malaka di Surabaya, 28 November 1945
Sumber: Tulisan ini diambil dari buku Merdeka 100%, cetakan pertama, Oktober 2005, dengan ijin dari penerbit Marjin Kiri. Buku ini mengandung tiga tulisan Tan Malaka: Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan Muslihat.
SATU DUA PERKARA yang perlu saya sebutkan di sini sebagai kata pengantar.
Pertama sekali saya dengan ini terpaksa menyerukan “AWAS” terhadap beberapa orang yang menyamar sebagai Tan Malaka. Seorang di antara penyamar itu sudah saya jumpai di Surabaya. Menurut keterangan teman seperjuangan di sana si Penyamar ini mempunyai beribu-ribu pengikut. Menurut pengakuan si Penyamar sendiri, dia sudah lama bekerja buat Pemerintah Belanda almarhum. Berhubung dengan itu dia sudah banyak mempunyai hubungan dengan orang yang mempunyai kedudukan tinggi di bawah Belanda di antara Pangreh Praja dll. Apalagi dengan mereka dari kalangan pergerakan di berbagai tempat yang tertipu mentah- mentah.
Tak perlu disebutkan lagi bahwa Tan Malaka palsu banyak menimbulkan kekalutan di kalangan pergerakan revolusioner umumnya dan pergerakan komunis khususnya. Tiadalah susah menghubungkan aksi Tan Malaka Palsu ini dengan provokasi yang lazim dilakukan terhadap pengikut PARI di zaman Belanda terutama sejak tahun 1935-1936. Provokasi itu amat bermaharajalela dan banyak mengirimkan orang PARI ke Digul. Ini malam orang PARI didatangi oleh seorang provokator, besoknya orang itu diDigulkan. Selain daripada itu Tan Malaka Palsu “made in Batavia” (Vrijmetslaarweg) itu berhasil pula melekatkan sangkaan yang tidak- tidak terhadap Tan Malaka yang sebenarnya, berhubung dengan keributan pada tahun 1926 dan pergerakan rakyat di belakangnya.
Semua sangkaan itu satupun tak bisa dikupas dengan tiada mengupas yang berhubungan dengan aksi dan organisasi komunis di mana-mana negara. Persangkaan itu tiada akan saya kupas! Muka saya cukup tebal buat melunturkan persangkaan palsu. Hati saya sebagai revolusioner tak bisa digoncangkan oleh tuduhan palsu. Sejarah hampir belum pernah mungkir mengakui kebenaran!
Dalam hal Tan Malaka Palsu yang sudah dijumpai ini bolehlah dikata saya beruntung juga. Sekiranya Penyamar ini berjalan terus, maka akan teruslah ia membohongi para pemimpin. Di antaranya yang sudah kena dibohongi banyak pula yang terkemuka. Tak mengherankan, karena mereka masih “bayi” ketika saya meninggalkan Indonesia bulan Maret tahun 1922. Untunglah beberapa pemimpin muda bisa saya jumpai di Surabaya dan lain-lain tempat dan dengan mudah saya buktikan kesilapan mereka. Alangkah kalutnya pergerakan Indonesia seandainya saya tak menyaksikan peristiwa ini. Sudahlah tentu susah akan menyaring sejarah saya yang sebenarnya, apalagi kalau lebih mendalam.
Sebetulnya sudah amat dalam. Sudah lebih dari cukup buat melemparkan saya ke neraka para pengkhianat. Pembaca tentu tak heran kalau saya terkejut mendengarkan banyak orang bercerita pada saya bahwa Pemimpin Besar ini atau itu ketika Jepang masuk menerima “perintah” dari saya buat “bekerja bersama dengan Jepang”. Siapa yang sangsi akan adanya pemberi perintah itu, yakni saya Tan Malaka, dibawa ke Sukabumi, atau Madiun atau Cirebon atau ke lain tempat buat dijumpakan dengan Tan Malaka Palsu.
Jepang piawai dalam politik “double crossing” (menipu kedua pihak) sebagai warisan dari Belanda. Tan Malaka Palsu dipakai oleh Belanda buat memikat dan melenyapkan Tan Malaka tulen. Jepang menjalankan politik semacam itu pula. Dengan lenyapnya pemerintah serdadu Jepang, rupanya pekerjaan pemalsuan politik itu diteruskan pula oleh para murid Jepang, ialah buat mencari pengaruh dan pangkat.
Siapakah yang rugi, siapakah yang beruntung sampai sekarang, Tan Malaka atau musuhnya?
Siapakah yang akan rugi dan akan beruntung di hari depan?
Kenapakah Tan Malaka yang dipakai buat merusak partainya Tan Malaka?
Tetapi tuan-tuan yang arifin tentu juga bisa menjawabnya.
Saudara yang masih memihak kepada kebenaran saya persilahkan membaca brosur saya Naar de Republik Indonesia tahun 1924 dan Semangat Muda serta Massa Aksi in Indonesia. Semangat Muda ditulis di Manila dan dicetak di Manila, sebelum keributan permulaan tahun 1926. Massa Aksi ditulis dan dicetak di Singapura sebelum keributan tahun 1926 pula. Maksud buku itu ialah buat menjelaskan cara partai komunis mengadakan organisasi, menyaring pengikutnya, dan menjalankan aksi yang cocok dengan paham massa-aksi, yang bertentangan dengan cara aksi militer sematamata. Saya yang bertanggung jawab atas pergerakan komunis di Indonesia dan bagian lain di Asia di masa itu merasa wajib menjaga supaya Partai Komunis jangan tergelincir disebabkan provokasi, supaya Partai Komunis Indonesia khususnya terus berjalan di atas rel massa-aksi.
Tulen palsunya seorang pemimpin tiadalah bisa diukur dengan tuduhan orang lain terhadap dirinya semata-mata. Palsu tulennya itu bisa juga diukur dengan perkataan dirinya itu sendiri dahulu dan sekarang. Palsu tulennya itu juga bisa diukur dengan seberapa cocoknya perkataan si Pemimpin dengan perbuatannya sendiri. Kalau di sini didapat perbedaan atau pertentangan, maka barulah tuduhan itu mendapatkan bukti yang sah.
Saya tak akan naik perahu bermingu-minggu lamanya diombang- ambingkan gelombang menuju ke Sumatera dan Jawa, satu dua bulan sesudah Jepang masuk, kalau saya takut memimpin pergerakan revolusioner yang sebenarnya. Tak perlu saya sembunyi bekerja sebagai buruh di Bayah Kozan sampai Jepang lenyap, kalau saya percaya pada lain kemungkinan selain “Massa Aksi” di Indonesia. Saya percaya bahwa saya sekurangnya mesti dapat memasuki Gedung seperti Chuo Sangi In dan mendapat gedung besar di bawah perlindungan Hinomaru, kalau saya mau “sehidup semati” dengan serdadu kempetai Jepang, yakni tak percaya akan timbulnya "Aksi Rakyat" yang sebenarnya. Aksi Murba yang meluap mendidih inilah yang saya tunggu-tunggu.
Massa-Aksilah yang saya kehendaki lebih kurang 18 tahun yang lalu. Massa-Aksi pulalah yang saya kehendaki sekarang! Ujian buat perkataan saya itu kalau mau diuji dengan paham, bolehlah dibandingkan dengan isi lima atau enam buku yang terpaksa saya keluarkan di masa ini. Terpaksa, karena Massa-Aksi itu saya rasa belum cukup juga dimengerti, pun sekarang! Memang sekarang sudah ada Aksi Massa, ialah aksinya massa (murba), tetapi belum lagi Massa-Aksi. Kalau perbuatanlah yang mesti dijadikan batu ujian itu pula, maka saya harap sejarah akan memberi penerangan cukup, kalau kelak sejarah itu sudah sampai waktunya bersuara!
Tegasnya, bandingkanlah dasar, suara, dan semangat tulisan saya kini dengan dasar, suara, dan semangat tulisan saya 24 tahun yang lalu.
Sedikit panjang saya menulis buat membatalkan bermacammacam sangkaan yang berhubung dengan haluan dan aksi saya di luar negeri, sebenarnya terpencil dari teman dan jauh dari negeri bertahun-tahun. Keadaan sekarang membutuhkan kejelasan, seberapa bisa sudah saya berikan. Kalau ada lagi di antara teman seperjuangan yang ingin tahu, kenapa belum juga saya memajukan diri, maka sekali lagi saya ulang apa yang saya sebut dalam brosur Politik: Cukup sebab maka Tan Malaka memilih tempat, tempat, dan teman buat menyaksikan dirinya sendiri ke depan mata rakyat Indonesia.
Puluhan tahun lebih dahulu saya majukan “garis” yang saya anggap harus ditempuh oleh Rakyat Indonesia dalam perjuangan sekarang dengan semua brosur ini. Apabila “garis” ini disetujui dan yang menyetujui ikhlas takluk kepada susunan dan disiplin organisasi itu, maka kalau masih “diperlukan” pimpinan dari saya sendiri, tentulah saya akan tampil ke muka dengan tiada menghitung-hitung korban yang perlu diberikan. Tetapi tiada akan kekurangan kepuasan hati saya kalau seandainya “garis” itu disetujui oleh mereka yang lebih muda dan sendiri mau melaksanakan “garis” itu dengan jujur, ikhlas, dan tetap tabah.
Tiga paham yang sekarang berjuang bahu-membahu: paham keislaman, kebangsaan, dan sosialistis. Semuanya pada tingkat merebut KEMERDEKAAN NASIONAL ini berhak buat diakui. Marilah kita berharap supaya ketiga paham itu bisa mengadakan persatuan yang teguh-tetap.
Tetapi tak bisa disingkirkan kemungkinan bahwa kelak sesudah Kemerdekaan Nasional tercapai, boleh jadi ketiga paham itu, yang dalam garis besarnya mewakili kelas tani, borjuis-tangan, dan proletar, bercekcokan satu sama lainnya. Berhubung dengan itu maka perlulah dicari “persamaan” sebagai semen yang mempersatukan batu tembok. Persamaan itu didapat pada persamaan keperluan. Persamaan keperluan itu saya kira didapat dalam satu Rencana Ekonomi yang Sosialistis.
Inilah maksud brosur ini, yakni membentangkan paham saya tentang Rencana Ekonomi yang sekarang bisa dan perlu dijalankan oleh semua golongan yang ada di Indonesia. Juga dibentangkan rencana ekonomi yang bisa dan perlu dijalankan sesudah kemerdekaan 100% tercapai. Tiadalah perlu dilupakan kritik atas Kapitalisme, atas Rencana Ekonomi Fasis dan Demokratis.
Mudah-mudahan brosur ini bisa menambah pengetahuan warga negara Republik Indonesia tentang ekonomi.
Surabaya, 28 November 1945
Pendakwa modern kita, DENMAS, MR. APAL, TOKE, PACUL, dan GODAM sekarang duduk di beranda sebuah rumah, sedang besarnya, dilindungi oleh pohon jeruk yang rindang. Suasana tenang meliputi lima-seperjuangan ini.
Pabrik raksasa yang berdiri di seberang jalan yang tadi siang menderu-deru sekarang berhenti diam, sepert seekor gajah beristirahat sesudah melakukan pekerjaannya. Tak ada pekerja yang lalu lintas, menarik dan mengangkat barang di sekitar pabrik itu.
Di keliling pabrik terbentang sawah luas ditabur warna hijau dan kuning oleh pokok padi yang muda dan sudah masak. Di sana-sini tampak kampung yang diselimuti pohon buahbuahan. Terbelintang sepanjang cakrawala barisan gunung kehijau- hijauan, di antaranya ada yang diselimuti oleh awan putih seolah-olah kemalu-maluan. Sang bulan mengintip dari celah daun kelapa yang berdiri tegak di suatu desa.
Suasana yang aman tenang ini terganggu oleh suara salah seorang di antara lima-seperjuangan tadi.
SI PACUL : Kapan juga, Dam, kau mau membentangkan Rencana Ekonomi yang sudah kau janjikan itu?
SI TOKE : Politik perjuangan, seperti kita perundingkan tempo hari, rasanya sudah meresap betul dalam pikiranku. Tetapi rasanya belum cukup kalau kita belum mempunyai RENCANA EKONOMI. Karena tindakan ekonomilah kelak yang akan menentukan kemakmuran rakyat dan keamanan republik kita.
SI GODAM : Dari penjuru manapun juga kupandang, uraianku akan terlampau panjang. Jadi akan melewati maksudnya satu brosur. Menggampangkan mempopulerkan satu ilmu seperti Ekonomi rasanya di luar kesanggupanku. Kalau terlampau pendek tak akan cukup dimengerti atau salah dimengerti. Kalau terlampau panjang akan membosankan dan susah membulatkannya. Bukankah kita mau memberi sekadar pada Murba yang ingin tahu?
MR. APAL : Tak perlu engkau membentangkan menurut sejarah Ilmu Ekonomi. Bentangkan sajalah perkara yang terpenting dalam ilmu ekonomi dan garis besar dalam Rencana Ekonomi buat Indonesia.
DENMAS : Rencana Ekonomi yang sempurna saya pikir cuma bisa dijalankan dalam suasana aman-sentosa bagi Rakyat Indonesia. Seperti sudah pernah kau bilang, dalam suasana Merdeka 100%. Cukuplah sudah kalau kau bentangkan Rencana dalam keadaan sekarang dan bayangkan saja Rencana yang sempurna tadi.
SI PACUL : Pendeknya bentangkan saja RENCANA EKONOMI BERJUANG.
SI GODAM : Walaupun Rencana Ekonomi Berjuang yang terutama akan kubentangkan, tetapi tak boleh lupa memberi contoh tentang kapitalisme dan sedikit kritik tentang kapitalisme itu. Bukankah sistem kapitalisme yang menindas kita selama ini dan yang mendorong kita berjuang?
SI TOKE : Memang contoh yang tepat itu lekas dimengerti dan dipahamkan. Betul pula keburukan kapitalisme itu mesti dikupas habis-habis.
SI GODAM : Kuambil contoh tambang arang di Bayah Banten Selatan, di masa Jepang dan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Di sini kita berjumpa kapitalisme yang benarbenar berdasarkan perampokan telanjang bulat. Marilah kita sebutkan lebih dahulu semua syarat produksi. Terutama ialah:
l. bumi dan iklimnya; ada atau tidaknya sungai danau atau laut buat lalu lintas,
2. pabrik, bengkel, kereta, kapal, gedung dll,
3. tenaga yang tukang atau tidak, kuat dan lemah, lakilaki dan perempuan.
SI TOKE : Jadi dalam garis besarnya: l) alam, 2) tenaga, 3) perkakas atau mesin.
SI GODAM : Benar, marilah kita periksa bagaimana berjalannya produksi itu sesudah tiga syarat itu ada. Si penghasil sesudah mengadakan hasil pertama menghitung harga hasil yang didapatnya, yakni hasil bulat. Kemudian dia hitung ongkos yang keluar. Harga hasil bulat dikurangi ongkos itulah untungnya. Seperti seorang berdagang, dia juga hitung kelebihan jualan dari pokok.
SI TOKE : Cobalah kita hitung dahulu harga hasil sehari.
SI GODAM : Sehari bisa dihasilkan pukul rata sedikitnya (menurut taksiran kasar) 100 ton arang. Harganya ditaksir murah sekali, ialah f 100,- satu ton (Nilai rupiah di masa itu lebih kurang cuma 1/10 harga rupiah sebelum Jepang). Jadi harga 100 ton arang itu ialah 100 x f 100,- = f 10.000,-
SI TOKE : Ongkos keluar berapa?
Sewa tanah = f 0.00,- (Tanah-logam di Bayah umumnya tanah gedoran).
Kelunturan mesin = f 0.00,- (Semua mesin ialah mesin gedoran).
Bahan dipakai = f 0.00,- (Bahan di Bayah sebenamya tak ada. Kain mempunyai bahan berupa benang. Tetapi arang tak ada bahannya).
Gaji = f 0.000,-
Romusha 10.000 x f 0,40 = f 4.000,-
JUMLAH ONGKOS = f 4.000,-
Jadi untung bersih saban hari f 10.000 - f 4.000 = f 6.000,- Dipandang begitu untung Jepang satu hari adalah 1,5x dari pokok. Kalau dihitung menurut aturan biasa, yaitu untung satu tahun, maka untung kongsi Jepang di Bayah itu 365 x 150% = 54.750%. Ini bukan lagi untung, melainkan curian! Kongsi Jepang, BAJAH KOZAN SUMITOMO KABUSHIKI KAISHA itu bukan perusahaan lagi, melainkan perampokan.
SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Aku cuma memberi gambaran saja. Perhitunganmu masih belum beres. Gaji yang f 4.000,- sehari tadi ialah kertas koran yang digedor oleh Tentara Tenno Heika di KOLF, Jakarta. Jadi harganya uang Jepang itu ialah harga kertas itu saja. Belum f 40,- lagi kalau diukur dengan mas umpamanya. Cuma harga mencapkan saja yang mesti dihitung. Yang dinamai dekking (penutup kertas) itu, seperti bank biasa memang tak ada. Tetapi ongkos pencapnya pun dibayar dengan kertas pula. Beras yang dijualkan kepada romusha itupun beras gedoran.
SI TOKE : Kalau semuanya itu digedor, bagaimana menghitungnya? Tenaga sendiripun tenaga gedoran.
SI GODAM : Ringkasnya yang 100 ton arang itu diperoleh dengan makian “bagero” saja. Tanah digedor, mesin digedor, dan tenaga romusha pun digedor.
SI PACUL : Benar katamu, kapitalisme yang dijalankan oleh Tentara Jepang dalam 3 tahun di Indonesia ialah Kapitalisme MERAMPOK melulu! Perhitungan untung 54.750% itu masih rendah sekali! Tak ada ukuran yang sebenarnya boleh dipakai, kalau semua syarat menghasilkan itu barang rampasan. Kalau pokok f 0.00 dan jumlahnya sehari f 10.000,-, dalam ilmu hitung persenannya boleh dikatakan tak berhingga. Boleh 1.000.000% atau lebih karena jualan mesti dibandingkan dengan pokok Jepang yang f 0.00 dan tenaganya si kapitalis Jepang yang keluar cuma tenaga menyemburkan "bagero" saja.
SI TOKE : Sering juga dia bertenaga banyak!
SI PACUL : Kapan umpamanya?
SI TOKE : Umpamanya kalau dia sudah main tampar, atau asyik menyiksa seperti kucing menyiksa tikus. Si Kempetai sibuk mencari api pembakar mangsanya atau membanting dan menendang mangsanya sepuas-puasnya .
MR. APAL : Betul sekali anak Dewa Turunan Ameterasu Omikami itu di sini merusak dan memusnahkan tenaga Indonesia. Jepang itu mau lekas kaya dengan tiada mempedulikan sumber kekayaan di Indonesia. Kita ingat pada cerita di sekolah rendah, cerita ayam bertelur emas. Si empunya ayam yang tak mempunyai kesabaran dan bodoh itu potong ayamnya supaya sekali lalu dia dapat semua emasnya. Tentulah akhirnya dia tak mendapatkan apa-apa.
DENMAS : Dalam ekonomi yang betul-betul dijalankan buat kemakmuran Rakyat Murba, sudahlah tentu “tenaga” itu mesti dipelihara baik-baik. Sebisa mungkin ditambah nilainya dengan menambah kodrat dan sifat-baiknya. Dipelihara makan minumnya si pekerja, dipelihara rumah dan kesehatannya serta digembleng otak dan tenaganya. Dengan begitu tenaga itu naik banyak (quantiteit) dan sifatnya. Inilah yang memakmurkan Negara.
SI TOKE : Tentulah sumber hasil yang lain-lain mestinya dipelihara pula. Bagaimana si Jepang membikin kurus sawah dan merusak mesin kereta dan auto tak perlu pula kita bicarakan di sini. Umur mesin yang sepatutnya sisa 10 tahun di tangan si Jepang tak sampai 5 tahun.
SI PACUL : Semua mesin “bagus” yang bisa berumur panjang habis diangkut Jepang ke negerinya. Benarlah, dia menjalankan EKONOMI MERAMPOK.
SI TOKE : Saya juga sudah pernah baca, bahwa “untung” itu ialah “pencurian”.
MR. APAL : Kalau saya tak salah lebih cari satu abad lampau Weitling, pujangga Jerman sudah menyatakan bahwa “untung” itu ialah bagian hasil yang dicuri si kapitalis dari buruhnya.
DENMAS : Saya pun punya teman seorang jurnalis Tionghoa yang bilang bahwa pujangga Tionghoa Guru Kung, muridnya Guru Ming, katakan bahwa “untung” itu memang “pencurian”.
MR. APAL : Yang mengupas kapitalisme dan “untung” itu sebagai pencurian ialah seorang pujangga, ahli filsafat Jerman bernama Karl Marx. Orang bilang Marx mempelajari Ekonomi itu dalam tempo lebih kurang 20 tahun, di negara yang semasa hidupnya paling terkemuka dalam perindustrian, yakni Inggris. Marxlah yang mengupas kapitalisme itu secara ilmu selama ia hidup sebagai pelarian politik di Inggris itu.
SI TOKE : Kami persilahkan Mr. Apal memberi penerangan tentang kupasan Karl Marx itu secara populer.
MR. APAL : Secara populer, terus terang kubilang aku kurang sanggup. Biarlah Godam saja menerangkan.
SI PACUL : Memang Godamlah yang sehari-harinya bergaul dengan Pekerja Murba dan guru kursus buat mereka. Lebih pada tempatnyalah kalau Godam yang memberikan kupasan itu.
SI GODAM : Tetapi saudara sekalian di sini bukan pekerja murba!
SI TOKE : Benar, tetapi kami juga sanggup, dan di masa pekerja murba masih serba kekurangan tenaga seperti sekarang, kami wajib memberi penerangan pula pada pekerja murba. Isi yang patut diterangkan dan caranya menerangkan, tentulah kau lebih paham, Dam!
SI GODAM : Karl Marx ialah bapak dari satu teori, satu paham yang masyhur di dunia ekonomi dengan nama “Nilai-Lebih”. Dalam bahasa Jermannya ialah Mehrwert; Inggrisnya Surplus-Value. Maafkan saja kalau saya terjemahkan dengan “Nilai-Lebih”, Marx mengupas timbul, ada, dan tumbangnya “Nilai-Lebih” tadi dalam tiga buku tebal yang masyhur di dunia bernama Das Kapital. Benar tidak semuanya Marx yang menulisnya, karena dia meninggal dunia sebelum Das Kapital itu rampung. Teman sepembangunnyalah, bernama Frederich Engels yang meneruskan pekerjaan raksasa itu. Tentulah Engels meneruskannya dalam semangat teman sepembangunnya itu pula.
SI PACUL : Jadi kepada dua Bapak Proletar inilah sebenarnya dunia-proletar seharusnya berterima kasih. Marilah kita mengheningkan cipta buat arwah dua Maha Guru itu!
SI TOKE : Engkau masih ketinggalan semangatnya Pemuda Tenno pemuja arwah di Cureido Jakarta dan Kuil Ise di Tok dan Kuil Yasukuni Jinja tempat arwah serdadu Tenno Heika bersemayam, bersuka-ria!
SI GODAM : Memang Marx Engels tak meminta, malah tak mengizinkan kita sesama manusia memuja mereka. Mereka lebih berbesar hati kalau teori mereka diterjemahkan dengan sebaiknya, ialah menurut tempat dan menurut tempo. Mereka menghendaki supaya teori mereka menjadi pahamnya Pekerja Murba di seluruh dunia !
SI PACUL : Sesungguhnyalah rasa menghormati dan cinta itu ada pada saya. Saya pikir juga ada pada kebanyakan orang. Tetapi kalau tak baik caranya menghormat seperti yang saya majukan di atas bagaimana; kita menunjukkan rasa hormat, penghargaan dan cinta kita kepada pemimpin proletar yang mempergunakan semua tempo, tenaga, dan jiwanya buat kelas proletar itu, puluhan tahun lamanya?
SI GODAM : Ada jalan, Cul! Pertama sesudah kelak teori Marx diuji dan dipahamkan, laksanakanlah paham itu serajin-rajinnya dan sejujur-jujurnya terutama di antara kelasmu sendiri, kelas proletar tanah. Kedua, buat menerangkan “Nilai- Lebih” tadi akan kuambil contoh yang diberikan oleh Marx sendiri dalam bukunya Das Kapital tadi. Contoh itu masih bisa dimengerti dan dipakai. Dengan begitu kita panggil kembali Karl Marx di depan pikiran kita!
SI PACUL : Ya, benar, itulah cara yang sebaik-baiknya buat menghormati guru itu. Mulailah, Dam! Terangkan dari mana asalnya “Nilai-Lebih” yang oleh Weitling dan Guru Kung tadi dinamai pencurian.
MR. APAL : Sekarang juga sering dinamai “tenaga yang tidak dibayar”. Inggrisnya, unpaid labour.
SI GODAM : Sekarang marilah kita masuki satu pabrik pemintal benang. Di depan si pemintal ada mesin. Di kanannya ada kapas sebagai bahan. Di kirinya ada benang sebagai hasil tenaganya dan kekuatan mesin. Kita timbang benang hasilnya tadi, adalah 10 kg, ialah hasil sehari bekerja umpamanya 6 jam.
SI TOKE : Berapakah harga 10 kg benang itu?
SI GODAM : Marilah kita hitung dengan harga yang diberikan oleh Marx. Sekarang, karena harga uang Indonesia tak keruan turun naiknya ini, harga di masa Marx baik terus kita pakai saja. Tetapi uang Inggris kita tukar dengan uang yang kita kenal saja, dengan tak begitu mempedulikan harga tukarannya itu. Maksud kita cuma buat memberi contoh supaya paham, “bagaimana timbulnya Nilai-Lebih” tadi bisa kita mengerti.
SI TOKE : Silahkan!
SI GODAM :
Harga 10 kg kapas sebagai bahan benang tadi ialah 10 x 25 sen | 250 sen |
Harga kelunturan mesin dalam 6 jam kerjanya | 50 sen |
Harga tenaga kerja dalam 6 jam kerja itu (upah sehari) | 75 sen |
JUMLAH | 375 sen |
Jadi pokok 1 kg benang = | 37½ sen |
SI TOKE : Kalau dia jual umpamanya 75 sen 1 kg benang, jadi untungnya 100%.
SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Jangan terlalu cepat. Kita mesti anggap kaum kapitalis seluruhnya. Bukan kapitalis benang ini saja. Kita mesti menganggap kapitalis kain yang membeli benang umpamanya, seperti kaumnya kapitalis benang tadi juga, bahkan seperti dirinya sendiri. Dia sendiri biasa jadi kapitalis kain yang memakai benang sebagai bahan. Kalau dia ambil untung lebih dari dirinya sendiri itu, pada satu pihak, maka ini berarti ia merugikan dirinya sendiri pada lain pihak. Ini mesti dimengerti, Kek!
SI TOKE : Aku belum mengerti, Dam!
SI GODAM : Umpamanya si Kapitalis Benang kita tadi mempunyai dua kas. Kas yang kesatu berisi 37½ sen saja. Kas kedua 75 sen. Jumlah uangnya 112½ sen. Sekarang kas kesatu bukan berisi uang 37½ sen lagi, melainkan diisi dengan benang senilai 37½ sen. Yang 37½ sen tadi menjelma menjadi benang 1 kg. Jumlah nilainya kedua kas tadi bukanlah tetap 112½ sen? Seandainya benang 1 kg dari kas kesatu tadi dia tukarkan dengan kas kedua ialah 75 sen tadi. Jadi sekarang benang senilai 37½ sen bertukar tempat. Benang itu sekarang berada di kas kedua yang dahulu berisi uang 75 sen. Dan uang 75 sen sekarang pindah ke kas kesatu. Jumlah nilainya benang dan uang bukanlah tetap 112½ sen?
SI TOKE : Memang jumlah nilainya tetap 112 sen. Cuma tempatnya benang 1 kg dan uang 75 sen yang bertukar.
SI GODAM : Andaikan sekarang kas kedua berisi 75 sen bukan kepunyaan satu orang. Dia kepunyaan kapitalis lain, tetapi kapitalis juga. Jadi jumlah nilai pada dua orang kapitalis itu bukanlah tetap 112½ sen juga? Jadi kalau nilai 37½ sen itu dilipat dua bukankah ini berarti dia merugikan diri sendiri atau kelasnya sendiri? Di sinilah terselipnya peraturan (kesolideran) para kapitalis sebagai kelas. Merugikan seorang kapitalis lain berarti merugikan dirinya sendiri sebagai seseorang dari kelas kapitalis pula.
SI TOKE : Terlampau panjang aku mengambil tempo. Tetapi hal ini mesti terang betul buat kami. Sekarang barulah terang betul buat saya, bahwa dengan jalan menukar kapas memakai tenaga dan mesin begitu saja tak menimbulkan “untung”. Jadi dari mana mestinya timbul untung itu?
SI GODAM : Sekarang begini Kek! Si Buruh yang karena tak berpabrik, bermesin, atau berpacul itu, pendeknya Si Proletar, Si Tak Berpunya itu bukankah terpaksa menyerahkan, mempersekotkan, tenaganya kepada si kapitalis yang punya mesin?
SI TOKE : Benar, karena dia tak punya perkakas lagi seperti di zaman lampau. Dia sudah di-“merdeka”-kan oleh Pemberontakan Borjuis dari perkakasnya. Yang ada padanya sekarang hanyalah “tenaganya” saja yang dia peroleh dari Alam dari ibu-bapaknya.
SI GODAM : Benar, dengan harga 75 sen inilah yang dinamai upah Kek! Sekarang dia akan dibeli buat kerja sehari ialah 24 jam. Tadi kita andaikan dia bekerja cuma 6 jam saja sehari. 18 jam dia bebas! Sekarang si kapitalis merasa keberatan melihat dia bebas selama itu. Si kapitalis kerjakan si buruh, yang sudah mempersekotkan tenaganya, mengkontrakkan tenaganya itu, bukan 6 jam, melainkan umpamanya 12 jam! Apakah hasilnya?
SI TOKE : Ingin juga aku mau tahu, hasil 12 jam kerja itu dengan bayaran 75 sen sehari, karena dia dibayar buat satu hari.
SI GODAM : Perhatikan sulapan kapitalis, Kek! Tenaga itu sekarang bukan seperti mesin lagi melainkan menjelma menjadi barang yang bisa menyulapkan hasil yang dikehendaki si kapitalis.
SI PACUL : Sekarang engkau Dam, yang berlaku seperti tukang sulap yang membikin kami bingung! Cobalah beri perhitungan bagaimana si kapitalis menimbulkan Nilai-Lebih tadi!
SI GODAM : Bukankah tadi kita andaikan si pemintal benang bekerja 12 jam?
SI TOKE : Benar!
SI GODAM : Dalam 6 jam tadi dia pintal 10 kg artinya itu kapas dia sulap menjadi benang! Inilah keajaiban pertama dari tenaga manusia. Dia bisa tukar bentuknya barang. Bentuk kapas bertukar menjadi benang. Dalam 12 jam berapa kilogramkah benang yang bisa dipintal?
SI TOKE : Tentulah 2 x 10 kg = 20 kg.
SI GODAM : Berapakah harganya 20 kg benang, penjelmaan 20 kg kapas tadi?
SI TOKE : Sekarang aku sendiri bisa hitung, 20 kg harganya 2 x 375 sen tadi, ialah 750 sen.
SI GODAM : Tetapi berapa “pokok” si Kapitalis?
SI PACUL : Aku saja, Dam! Aku sudah mengerti.
Harga 20 kg kapas 20 x 25 sen | 500 sen |
Harga kelunturan mesin 2 x 50 sen | 100 sen |
Harga tenaga tetap | 15 sen |
JUMLAH | 675 sen |
Jadi “untung” 750 sen - 675 sen = 75 sen. Dan “untung” ini terang didapatnya dari tenaga. Inilah yang tiada dibayar, inilah yang secara ilmu oleh Marx dinamai “Nilai-Lebih”.
SI GODAM : Inilah sulapan kedua yakni sulapan yang menimbulkan Nilai-Lebih dengan jalan memakai tenaga buruh, lebih dari harga tenaga yang dipersekotkannya oleh Buruh. Dari “tenaga”-lah timbulnya Nilai-Lebih itu. Hitung sajalah persen untungnya, kalau 12 jam kerja itu diperpanjang sampai 15 jam, sampai 16 jam, seperti sungguh terjadi di Inggris semasa Marx!
SI TOKE : Bagaimana mesin? Bukankah mesin mengambil bagian pula dalam Nilai-Lebih tadi. Apakah artinya kelunturan mesin yang masuk perhitungan di atas?
SI GODAM : Mesin itu asalnya bermula dari “tenaga” juga bukan? Tenaga yang menukar besi jadi baja dan baja menjadi mesin. pikiran cerdas, pikiran si penemu (inventor), yang mesti dianggap sebagai tenaga istimewa, seperti kata Marx tenaga berlipat, sudah masuk pula ke dalam mesin tadi. Bagaimana juga mesin itu bukannya barang gaib.
SI TOKE : Kelunturan mesin itu apa pula?
SI GODAM : Seandainya mesin itu bisa dipakai 10 tahun. Pokoknya mesin itu umpamanya f 1.000,00. Jadi umurnya sang mesin itu ialah 10 tahun. Jadi tiap-tiap tahun dipakai umurnya berkurang satu tahun, dan harganya berkurang f 1000,00 : 10 = f 100,00. Yang f 100,00 itulah yang saya namakan kelunturan. Yang f 100,00 itulah yang dihitung oleh kapitalis sebagai ongkos. Di sini hal itu kupopulerkan saja. Biarpun mesin itu bisa hidup terus 10 tahun, tetapi kalau sesudah 5 tahun umpamanya didapati mesin yang lebih kuat, maka mesin yang tadi biasanya dilemparkan saja. Tak dipakai 5 tahun lagi! Tetapi hal ini di sini agak sedikit menyimpang. Yang penting buat diketahui ialah: si kapitalis yang mempunyai mesin dan uang pergi ke pasar tenaga. Di sini dia berjumpakan tenaga yang tak bisa dipakai oleh si empunya, karena tak ada kapital. Tenaga itu amat murah, karena persaingan satu penjual dengan yang lain. Karena yang empunya tenaga mesti makan, membayar sewa rumah buat diri dan keluarganya, tenaga murah itu dibeli murah. Ajaibnya tenaga itu bisa menukar bentuk barang dari kapas ke benang dan dari benang ke kain. Tenaga itu boleh dipakai lebih lama dari nilai upahnya, seandainya upahnya bisa dibayar dengan 6 jam pekerjaannya. Tetapi karena dia berkontrak buat sehari, maka dia bisa dipekerjakan lebih dari 6 jam itu. KERJA LEBIH itulah yang menimbulkan Nilai-Lebih, ialah tenaga yang tak dibayar.
SI PACUL : Kalau begitu masyarakat kita ini berdasarkan kedustaan belaka. Kata si kapitalis, dialah yang memberi kehidupan pada si buruh. Sebenarnya bukankah si buruh yang senantiasa menambah kekayaan si kapitalis? Bukankah pula si buruh yang mempersekoti si kapitalis? Bukan sebaliknya si kapitalis yang mempersekoti si buruh!!
SI GODAM : Memang begitu Cul! Si buruh baru menerima upahnya sesudah membanting tulang dan mengeluarkan peluh keringat sekurangnya seminggu. Baru biasanya dia menerima upah. Jadi tenaganyalah yang keluar dahulu. Di belakang baru mendapat upahnya.
SI TOKE : Kalau begitu makin lama si buruh dipekerjakan makin besar pula “Nilai-Lebih” si kapitalis. Bukankah tak lebih untung buat si kapitalis, kalau dipekerjakan 24 jam sehari.
SI GODAM : Ada batasnya Kek! Nantilah kuterangkan.
SI GODAM : Engkau Kek, tadi sudah bilang, bahwa makin lama si buruh bekerja makin besar untung si kapitalis. Umpamanya upahnya sehari bisa ditebusnya dengan kerja 6 jam hari itu, maka seandainya ia kerja terus sampai 10 jam, maka 4 jam tempo lebih itu ialah buat si kapitalis. Empat jam tempo lebih itu menimbulkan 4 jam “Nilai-Lebih” pula. Kau sangka bahwa si kapitalis akan lebih beruntung kalau buruhnya bisa dipekerjakan 24 jam sehari.
SI TOKE : Logisnya memang begitu, bukan?
SI GODAM : Si Jepang juga pernah menjalankan begitu, atau serupa itu. Dengan mataku sendiri kusaksikan ribuan romusha dikerjakan di hujan dan panas berhari-hari buat membikin lapangan kapal terbang. Di Inggris di abad yang lampau, di zaman Revolusi Industri, hal itu memang hampir umum terjadi. Tetapi lambat- laun, karena akibat kelamaan kerja itu amat menyedihkan dan terutama disebabkan perlawanan kaum buruh sendiri, maka cara mempertinggi “Nilai-Lebih” dengan jalan memperpanjang lamanya kerja semau-maunya kapitalis itu tiada bisa dilakukan. Bukankah manusia perlu tidur selama 7 atau 8 jam sehari? Bukankah si buruh perlu mengaso, makan, membersihkan diri dan melayani anak istri, walaupun dalam sedikit tempo saja? Bukankah si buruh perlu menambah kebudayaannya buat menambah hasil pekerjaannya pula?
SI PACUL : Lagipula hasil kerja 8 jam sehari belum tentu kurang dari hasil 12 jam sehari. Boleh jadi pada permulaan satu atau dua hari bekerja, hasil 8 jam bekerja kurang dari bekerja 12 jam sehari. Tetapi kalau sudah berhari-hari dilakukan, maka semangat bekerja dan tenaganya sendiri pasti akan berkurang. Jadi akhirnya hasil pekerjaannya kurang dari si pekerja 8 jam sehari. Si pekerja 8 jam, kesehatannya, kalau terjaga, tentu lebih kuat dan lebih bersemangat.
SI GODAM : Tuntutan kaum buruh dunia yang sudah diorganisir, tuntutan 8 jam kerja sehari, memang cocok dengan ilmu dan kemanusiaan. Jadi lama kerja itu memang ada batasnya. Pertama sebab tenaga manusia memang terbatas. Kedua sebab organisasi proletar di mana-mana memaksa majikan mengurangi lama kerja.
SI PACUL : Si kapitalis itu bukankah selalu mencari akal buat memperbesar untungnya?
SI GODAM : Memangnya begitu, jalan yang lain buat si kapitalis ialah menambah kuatnya bekerja (lebih intensif). Seandainya ia mesti memukul 100 x 1 jam, maka sekarang dia disuruh memukul 200 x dalam 1 jam. Seandainya dia mesti berjalan 6 km satu jam, sekarang dia disuruh berjalan 8 km dalam satu jam. Ada pula jalan lain!
SI PACUL : Jalan apa pula, Dam?
SI GODAM : Seandainya ukuran hidupnya yang cocok dengan hidupnya dalam kesosialan adalah hasil pukul rata 8 jam bekerja, maka dia sekarang diupah dengan 6 jam kerja saja, Tetapi marilah kita andaikan muslihat ini tak dijalankan oleh si kapitalis. Ada lagi muslihat lain yang tak begitu kentara di mata kaum buruh.
SI PACUL : Ada-ada saja akal si kapitalis ini. Sungguh pintar ia memikirkan jalan yang menguntungkan dirinya sendiri.
SI GODAM : Seandainya seorang buruh kerja 10 jam sehari. Buat penebus upahnya umpamanya perlu ia kerja di hari itu 6 jam lamanya. Sekarang ia dan ahli pembantunya si penemu (inventor) memikirkan jalan menurunkan kerja 6 jam itu sampai 5 jam umpamanya. Kalau bisa begitu maka kini buat menebus upahnya sendiri, dia perlu bekerja 5 jam sehari. Sisanya yang 5 jam lagi dipakainya buat majikannya. Jadi dengan tetap jumlah kerja 10 jam sehari si kapitalis sekarang bisa menaikkan “Nilai-Lebih” sebanyak kerja satu jam sehari, jadi 25% tambahnya dari hasil 4 jam kerja lebih dahulunya.
MR. APAL : Buat ini perlu perubahan kemesinan dan sosial. Buat itulah seorang insinyur atau penemu selalu ada di samping si kapitalis. Mereka ini selalu memutar otak buat mempertinggi kekuatan “efisiensinya” mesin.
SI PACUL : Celaka 13 kalau begitu mesin itu! Mesin yang bisa menguntungkan masyarakat seluruhnya sekarang dipakai buat mempertinggi “Nilai-Lebih”-nya si kapitalis saja!
MR. APAL : Mesin itu mencoba memurahkan harga kain, makanan dan keperluan sehari-harinya si Buruh. Mesin tenun yang lebih kuat, cepat, banyak dan traktor yang lebih efisien bisa melipatgandakan hasil seperti pakaian dan makanan. Hasil yang berlipat ganda banyaknya itu tentulah turun pula harganya. Karena hasil yang turun harga itu merendahkan takaran hidup (standar hidup) buruh. Maka dia sekarang bisa kurang lama kerja menebus upahnya sehari-hari. Seandainya dulu perlu kerja 6 jam sehari, sekarang dengan 5 jam sehari atau kurang, bisalah ditebus upahnya itu. Sisanya yang 5 jam masuk ke kantong majikannya.
SI GODAM : Begitulah maka si kapitalis berlomba-lomba mendapatkan mesin baru, setahun demi setahun modal yang terkandung oleh mesin bertambah naik dan modal yang terkandung oleh upah sehari demi sehari bertambah turun.
SI TOKE : Ada saja paham yang berlainan dengan paham ahli ekonomi-borjuis, Dam! Jadi kalau begitu menambah modal yang ditanam dalam mesin itu memang sudah terbawa oleh kemajuan kapitalisme.
SI GODAM : Begitulah yang sebenarnya. Selalu saja modal mesin naik!
SI PACUL : Coba kasih contoh, Dam!
SI GODAM : Camkanlah contoh dari Guru Marx juga, Cul! Tapi saya kutip dari ingatan saja. Maafkan kalau ada berbeda angkanya! Andaikan 5 Modal
Modal | Rupiah Modal dalam Mesin | Modal Gaji Buruh | Jumlah Modal | Nilai Lebih 50% Gaji | Untung Nilai Lebih |
---|---|---|---|---|---|
1 |
50 |
50 |
100 |
25 |
25 |
2 |
70 |
30 |
100 |
15 |
15 |
3 |
80 |
20 |
100 |
10 |
10 |
4 |
84 |
16 |
100 |
8 |
8 |
5 |
90 |
10 |
100 |
5 |
5 |
JUMLAH |
374 |
126 |
500 |
63 |
63 |
Andaikan 5 modal tadi kepunyaan seorang kapitalis. Yang ke 1 ialah modal kebun kapas. Yang ke 2 modal buat membersihkan biji kapas. Yang ke 3 modal buat memintal benang. Yang ke 4 buat menenun kain. Yang ke 5 buat mencat atau mencelup. Jumlah modal itu adalah f 500,00. Jumlah untungnya f 63,00. Jadi untungnya dipukul rata adalah f 12,60. Kalau begitu, maka ada modal yang untungnya mesti diturunkan ke untung pukul rata, yaitu untung yang lebih tinggi dari untung pukul rata. Ada pula modal yang boleh dinaikkan sampai setinggi untung pukul rata. Modal ke 1, yang mesinnya berharga f 50,00 kekurangan untung f 12, 40 (f 25,00 - f 12,60). Modal ke 2, yang mesinnya berharga f 70,00 kekurangan untung f 2,40 (f 15,00 - f 12,60). Modal ke 3, yang mesinnya berharga f 80,00 kelebihan untung f 2,60 (f 12,60 - f 10, 00). Modal ke 4, yang mesinnya berharga f 84,00 kelebihan untung f 4,60 (f 12,60 - f 8,00). Modal ke 5, yang mesinnya berharga f 90,00 kelebihan untung f 7,60 (f 12,60 - f 5,00). Modal ke 1 dan ke 2 kekurangan sejumlah f 12,40 + f 2,40 = f l4,80. Modal ke 3, ke 4, dan ke 5 kelebihan sejumlah f 2,60 + f 4,60 + f 7,60 = f 14,80, dengan kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 dan ke 90, maka naik pula kelebihan untung dari untung pukul rata f 2,60 ke f 4,60 dan ke f 7,60.
SI TOKE : Kalau begitu akan terus menerus modal dipendamkan ke dalam mesin akhirnya tak ada lagi kapitalis yang mau memendamkan modalnya ke gaji buruh, ke tenaga buruh. Tegasnya penghasilan kelak akan ditimbulkan oleh mesin semata-mata. Tenaga manusia tak akan berguna lagi.
SI GODAM : Jangan terlampau cepat berlari, Kek. Dalam teorinya memang begitu. Tetapi pemakaian mesin tentulah pula ada batasnya. Modal yang ditanam di mesin tak bisa sampai ke f 100,-, ialah kesemuanya pokok f 100,-. Buruh akan tetap perlu buat mengawasi mesin. Tak semua pekerjaan bisa dikuasai oleh mesin saja. Tetapi dalam kenaikan terus menerus dalam lingkungan terbatas itu sebenarnyalah kenaikan modal-mesin itu berarti kenaikan kelebihan untung dari “untung pukul rata”.
SI PACUL : Herannya pula “untung pukul rata” itulah yang penting buat masyarakat kapitalis. Bukan keuntungan seorang kapitalis, tetapi untung pukul ratalah yang menjadi pedoman.
SI GODAM : Tepat, Cul! Lihatlah saja modal ke 1, sebetulnya buat diri sendiri ialah buat kebun kapas untung itu f 25,- Tetapi karena pukul ratanya cuma f 12,60, jadi kebun kapas itu sebenarnya kehilangan f 12,40. Awas, Cul, Marx membedakan “Nilai-Lebih” dengan “Untung” seorang kapitalis! Dan “untung pukul rata” kaum kapitalis seluruhnya! Di atas tadi dimisalkan 5 modal itu kepunyaan seorang kapitalis saja. Akibatnya sama juga kalau lima modal itu dipunyai oleh lima orang kapitalis. Yang lima kapitalis ini pun kalau dipandang dari penjuru kepentingan kelas, adalah satu kamus, satu kelas.
SI TOKE : Jadi rupanya seorang kapitalis pada satu pihak bersatu kalau menghadapi buruh. Sama-sama mereka itu menghisap buruh. Sama-sama pula mereka itu diukur oleh untung pukul rata, ialah hasil persaingan satu sama lainnya kapitalis. Yang tinggi buat diri sendiri turun kalau diukur dengan untung pukul rata dan yang rendah naik menerima sisa sampai ke untung pukul rata. Inilah pula sebabnya tiaptiap kapitalis berlomba-lomba menaikkan modal yang ditanam dalam mesin. Nah, sekarang mesin memperbanyak hasil. Kalau hasil itu kebanyakan, maka harganya turun sampai merosot sama sekali. Kalau sampai merosot begitu rendah, bukankah kapitalis tak bisa dapat untung lagi? Akhirnya pabrik ditutup! Kaum pekerja dilepas berduyun- duyun. Ini namanya krisis bukan?
SI GODAM : Baiklah kita bicarakan pula perkara krisis itu di lain tempat!
SI GODAM : Marx mempunyai perhitungan yang pasti pula tentang krisis itu. Dia jalankan aliran KRISIS itu dengan angka. Tetapi aku sangsi apakah perhitungan itu bisa diperlihatkan di sini.
SI TOKE : Kenapa pula tiada bisa, Dam?
SI GODAM : Sebelum Marx mengeluarkan itu sudahlah tentu ia lebih dahulu memberikan bermacam-macam penerangan. Lagipula mempunyai bahasa sendiri dan cara memeriksa sendiri. Kalau kita belum memahami filsafatnya Hegel, ialah Gurunya Marx, susah kita mengikuti uraian Marx. Akhirnya saya sangsi, apakah saya masih ingat seluruh perhitungan Marx tadi, karena sudah lama betul saya pelajari hal itu. Celakanya lagi saya tak mempunyai buku karangan Marx sudah bertahun-tahun.
SI PACUL : Asal aliran pikirannya benar, Dam! Selama ini kami bisa mengikuti aliran pikiran Marx yang kau bentangkan.
SI GODAM : Maaf kalau salah! Sebenarnyalah, di tengah-tengah perjuangan Surabaya ini, di antara api, terbakar di kampung ini dan kampung itu, di antara tembakan dari pihak musuh dan pihak kita, manakah kita bisa mencari, apalagi mempelajari teori krisisnya Karl Marx.
SI PACUL : Seadanya saja, Dam!
SI GODAM : Marilah kita mulai. Semua yang berhubungan dengan perkakas menghasilkan, ringkasnya mesin, ditaruh oleh Marx pada garis atas. Semua yang berhubungan dengan pemakaian (konsumsi) dibubuhnya di garis bawah.
Mesin | Modal mesin f 4.000,- | Modal gaji buruh mesin f 1.000,- | Nilai-Lebih (modal mesin) f 1.000,- |
Pemakaian | Modal (mesin) pemakaian f 2.000,- | Modal Buruh (pemakaian) f 500,- | Nilai-Lebih (modal pemakaian) f 500,- |
Oleh Marx modal yang ditanam dalam “mesin” itu, baik buat pembikin mesin ataupun pembikin barang pakai, dinamainya “kapital tetap atau constant capital”. Karena mesin itu tak berubah nilainya selama dipekerjakan, selama menghasilkan. Modal yang ditanam dalam tenaga itu dinamainya “kapital-berubah” atau variable capital. Karena seperti sudah diterangkan di atas memang nilainya berubah selama dipekerjakan. Ingatlah kapas yang dilayani “tenaga” itu yang mulanya berharga f 675,- menjadi benang yang berharga f 750,-.
SI TOKE : Tetapi sudah kau bilang lebih dahulu, mesin itu luntur juga.
SI GODAM : Memang begitu, tetapi kalau dibandingkan dengan tempo bertahun-tahun. Bukan kalau dibandingkan dengan masanya mesin bekerja.
SI PACUL : Terangkanlah perhitungan di atas!
SI GODAM : Lihatlah dahulu angka di baris kedua! Yang f 500,- buat tenaga, atau gaji itu mesti seimbang dengan “Nilai-Lebih” f 500,- yang berupa kain, dan lainlain barang yang dipakai. Itulah pertukaran antara buruh dan kapitalis. Mulanya si kapitalis memindahkan modalnya kepada buruh berupa gaji. Tenaga buruh menukar modal tadi menjadi barang-pakai. Kemudian barang-pakai itu dibeli pula oleh buruh buat dipakai.
SI TOKE : Pendeknya jumlah gaji buruh mesti cocok dengan jumlah harga barang. Kalau barangnya berlebihan menjadi tertumpuk tak bisa dijual. Kalau kekurangan, maka kaum buruh kekurangan pula, tak ada barang buat dibeli.
SI GODAM : Begitulah dalam garis besarnya. Diandaikan di sini dalam masyarakat itu cuma ada dua golongan saja, ialah golongan buruh yang terbanyak dan golongan kapitalis yang sedikit itu. Sekarang yang amat penting pula! Lihat f 2000,- di garis bawah f 2000,- ini. Ialah modal yang ditanam pada mesin buat barang-pakai manusia (kain dan lain-lain). Lihat pula di garis atas f 1000,- ialah modal buat gaji buruh mesin yang akan bertukar rupa menjadi mesin dan “Nilai-Lebih” berupa mesin pula seharga f 1000,- Jumlahnya f 2000,- Sekarang mesin seharga f 2000,- di garis bawah mesti sama dengan jumlah gaji dan “Nilai-Lebih”, jadinya f 1000,- + f 1000,- = f 2000,- (Gaji f 1000,- dan “Nilai-Lebih” f 1000, itu keduanya menjadi berupa mesin). Seperti sudah dibilangkan lebih dahulu, garis atas berhubungan dengan pembikinan mesin. Garis bawah berhubungan dengan pembikinan barang-pakai. Mesin yang dibikin di atas mesti cocok harganya dengan mesin yang dipakai buat pemakaian. Jika mesin itu dibikin terlampau banyak, maka mesin itu kelebihan, menjadi bertumpuk-tumpuk, tak bisa dijual lagi. Mesin tambahan itu menambah pula banyaknya hasil buat dipakai, kain dan lain-lain. Tertumpuk pulalah kain dan sebagainya itu.
SI PACUL : Inilah namanya krisis. Si kapitalis terlampau banyak menanam modalnya di mesin yang membikin mesin. Untung terlampau banyak mengalir ke kantong si kapitalis. Dan untung yang berupa uang itu ditanam di pabrik ini dan pabrik itu, sampai hasil melimpah. Timbullah krisis, banjirlah hasil.
SI GODAM : Tepat, Cul! Tetapi sebaliknya kalau modal mesin buat pemakaian, jadi jumlah f 2000,- di atas kurang dari f 2000,00 maka hasil kurang. Rakyat pembeli kehausan barang!
SI TOKE : Pendeknya harga mesin yang dibikin oleh Kapitalis- Mesin mesti sama dengan banyaknya mesin yang perlu dipakai oleh Kapitalis-Barang-Pakai. Karena barang-pakai ini terutama dibeli oleh kaum buruh maka hasil barang-pakai mesti cocok dengan jumlah gaji, yakni jumlah uang pembeli barang-pakai tadi.
SI GODAM : Begitulah sebenarnya, Kek! Tetapi aku insyaf bahwa penerangan di atas belum cukup. Memang seluk beluk uraian Marx tentang kapitalis itu tiadalah bisa dimengerti begitu saja. Malah banyak orang terpelajar yang tak mengerti Das Kapital itu. Barangkali penerangan yang lebih populer akan bisa menambah yang kurang. Janganlah putus asa!
SI PACUL : Kasihlah juga penerangan yang populer, kalau penerangan di atas amat susah dimengerti atau belum cukup, maka pada sesuatu kursus kami bisa memakai penerangan yang populer itu.
SI GODAM : Paul Memberts, nama seorang ahli ekonomi, berkata: Hasil dan pemakaian atau produksi dan konsumsi mesti seimbang. Memberts ini adalah seorang ahli ekonomi borjuis. Tetapi dalam hakikatnya dia sama pahamnya dengan Marx, ahli ekonomi proletar, yakni terhadap perkara krisis tadi.
SI TOKE : Cobalah beri satu simpulan tentangan wataknya KRISIS, Dam! Si godam : Benar pula, Kek! Selama ini kita belum sampai ke sana. Memang perlu satu simpulan yang pendek dan jitu. Aku ingat akan simpulan yang pendek jitu itu.
SI TOKE : Keluarkan, Dam!
SI GODAM : Krisis ialah keadaan yang merupakan serba kekurangan di satu kutub dan serta kelebihan di kutub yang lain.
SI TOKE : Memang di pihak yang banyak orangnya serba kekurangan. Sedangkan di pihak yang sedikit orangnya serba kelebihan. Ialah kelebihan mesin, auto, pakaian, makanan dan lain-lain.
SI GODAM : Ada pula beberapa simpulan dari pihak sosialis yang terkemuka di Jerman yakni Hilferding. Sosialis ini menulis satu buku yang masyhur sekali di kalangan kaum sosialis. Nama buku itu ialah Finanz Kapital. Hilferding pernah menjadi menteri di Jerman.
SI PACUL : Manakah simpulan Hilferding itu?
SI GODAM : Barangkali Denmas atau Mr. Apal bisa memberikannya. Aku bisa mengaso sebentar.
MR. APAL : Kalau saya tak salah Hilferding memberikan tiga simpulan penting berhubungan dengan krisis tadi. Saya terpaksa mengutip di luar kepala. Maksudnya kira-kira begini :
l. Lebih besar dan lebih cepat mesin itu dibutuhkan demi lebih besarnya permintaan (demand). Yang bertambah besar buat baja umpamanya, membutuhkan mesin penimpa baja yang lebih kuat dan lebih cepat. Tetapi mesin yang senantiasa bertambah besar itu lebih susah mencocokkan dirinya dengan permintaan dari pabrik di zaman manufaktur, pertukangan. Artinya itu hasil baja lebih besar daripada permintaan baja. Demikianlah baja melimpah! Ingatlah apa yang diterangkan oleh Godam tadi perkara harus seimbang jumlah harga f 2000,- di garis bawah.
2. Jurang di antara apa yang seharusnya dipakai oleh kaum buruh dengan apa yang mereka bisa pakai, semakin hari semakin bertambah besar. Karena jumlah gaji buruh yang sebenarnya sehari demi sehari berkurang- kurang dan hasil barang sehari demi sehari bertambah- tambah, maka kekuatan buruh itu membeli tiadalah seimbang dengan naiknya banyak barang. Ingatlah apa yang diuraikan oleh Godam perkara usaha kaum kapitalis mengurangkan jam kerja buat menebus upahnya! Dalam contoh yang diberikan tadi ialah dari 6 jam ke 5 jam.
3. Produksi itu tidak saja senantiasa bertambah maju kuatnya, efisiensinya, tetapi juga bertambah sulit. Paman kita di Kalimantan umpamanya kalau perlu makanan, dia menengok saja ke sana-sini. Kalau terlihat ular, dengan tangan saja dia tangkap ular itu masukan ke mulut. Tetapi sebelumnya roti sampai ke mulut banyak tingkat yang mesti dilalui. Supaya jangan ada krisis, tiap-tiap tingkat itu mesti memenuhi syarat. Tidak saja si tukang roti mesti mengadakan roti tak kelebihan dan tak kekurangan buat para pemakan. Tetapi juga pabrik batu tembok tak boleh mengurangi atau melebihi batu temboknya buat pabrik roti. Tak pula boleh melebihi atau mengurangi perkakas dan mesin buat pabrik roti tadi.
Jadinya hasil tambang tanah liat dan tanah besi mesti tak lebih dan tak kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik batu tembok dan pabrik besi atau baja. Hasil pabrik besibaja tak pula boleh lebih atau kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik pembikin perkakas memasak roti. Hasil pabrik batu tembok dan pabrik pembikin perkakas memasak roti tak pula boleh lebih atau kurang dari kebutuhan pabrik roti sendiri. Pabrik roti akhirnya mesti mencukupi tak boleh mengurangi atau melebihi keperluan pemakan roti.
SI PACUL : Mana seimbangan itu bisa diperoleh, kalau begitu banyak kapitalis tambang tanah liat dan tanah besi. Begitu banyak pula majikan pabrik batu tembok dan pabrik besi dan baja. 1001 pula banyaknya dan perhitungannya kapitalis pabrik membikin perkakas memasak roti. Akhirnya berapa pula persaingan, konkurensi di antara pabrik roti di tiap-tiap kota. Satu sama lain para kapitalis pada bermacam- macam tingkat dari tambang tanah liat atau besi sampai ke roti sebagai hasil akhirnya tak berunding atau menghitung hasil dan pemakaian lebih dahulu. Mereka berlomba- lomba mendapatkan dan memakai perkakas yang sebaik- baiknya, supaya bisa menjual semurah-murahnya dan mendapat untung sebesar-besarnya!
SI GODAM : Tepat, Cul! Itu namanya anarkisme dalam produksi, Cul. Memang engkau ahli mamah dan tukang sekali dalam hal melaksanakan suatu paham! Tetapi engkau sekarang agak terlampau lewat melompat. Tiga simpulan Hilferding yang dimajukan oleh Mr. Apal tadi memang cukup buat penjelasan perhitungan Marx. Tetapi barangkali Denmas, yang selama ini diam-diam saja barangkali ada pula punya pelor buat ditembakkan menuju penghasilan secara kapitalis itu.
DENMAS : Memang aku sudah sediakan pelor itu. Sebenarnya pelor itu datangnya dari pihak kaum borjuis pula. Sudahkah saudara sekalian mendengar satu aliran di Amerika bernama “teknokrasi”?
SI TOKE : Sudah! Seorang terkemuka sekali dalam aliran itu ialah seorang profesor dari Columbia University bernama Hesley. Aliran itu timbul di masa krisis yang hebat sekali di Amerika, negara kapitalisme terbesar dan katanya paling makmur itu. Kaum “teknokrat” tak percaya pada sistem parlementer. Mereka berpendapat bahwa kaum tekniklah yang berhak mengurus Negara. Karena kaum tekniklah yang menyelenggarakan produksi. Sebab itulah aliran itu mereka namai “teknokrasi”. Almarhum Presiden Roosvelt ialah seorang penganut teknokrasi yang mencoba melaksanakan aliran itu. Tetapi, Denmas, apakah paham kaum teknokrasi tentang krisis?
DENMAS : Dalam hakikatnya mereka membenarkan simpulan Marx dalam garis besarnya. Mereka mengakui penuh bahwa mesin dan hasil barang-pakai pada pihak kapitalis dari hari ke hari bertambah-tambah saja. Tetapi kemajuan hasil tak berbanding dengan kekuatan si pembeli. Kata mereka kaum teknokrat tadi, kalau dibandingkan dengan majunya hasil, maka kurang kian berkuranglah banyaknya kaum buruh yang menerima gaji sepadan dengan takaran hidup dalam masyarakat Amerika. Maksud mereka adalah hasil bertambah banyak tetapi pembeli bertambah kurang. Si kaya bertambah kaya, si miskin bertambah miskin.
SI GODAM : Rasanya sudah cukup penjelasan KRISIS itu dari segala pihak: dari pihak Marxis ialah dari Marx sendiri, pihak sosialis, dan pihak borjuis. Semuanya mufakat mengatakan bahwa krisis timbul disebabkan oleh gangguan seimbangnya produksi dan konsumsi, penghasilan dan pemakaian. Keuanganpun bisa menimbulkan atau memperhebat krisis, tetapi akan terlampau panjang kalau perkara ini diusik-usik pula. Baiklah saya tanya, apakah saudara sekalian ingin mendengarkan beberapa simpulan dari Maha Guru, sahabat dan teman sepembangunan Marx sendiri? Dari Frederich Engels, yang selalu setia dengan teman seperjuangannya, Marx, selalu tepat-jitu dalam simpulannya dan gampang pula dimengerti.
SI PACUL : Tentu, Dam! Otakku masih kuat menerimanya! Aku tak akan meminta saudara sekalian mengheningkan cipta buat menghormat Maha-Guru kita Engels. Aku cuma minta beberapa simpulan Engels yang berhubungan dengan krisis.
SI GODAM : Dalam Dasar Komunisme Engels kira-kira:
l. Alat menghasilkan yang luar biasa (mesin) kita peroleh dari kapitalisme. Tetapi kapitalisme pulalah yang menimbulkan pertentangan di antara produksi dan konsumsi, di antara penghasilan dan pemakaian.
2. Untuk kemajuan alat (mesin) menghasilkan perlulah pula dinaikkan hasil. Kenaikan hasil ini tidak mempedulikan para penghasil dan para pemakai hasil itu. (Jadi maksud Engels, kalau ada seorang kapitalis mendapatkan mesin baru, maka dia naikkan saja hasilnya dengan mesin baru itu. Dia tiada mempedulikan apakah hasilnya sendiri ditambah hasil para kapitalis lain melebihi keperluan pemakai. Juga tiada dia pikirkan apakah hasilnya yang banyak dan murah itu membunuh perusahaan para kapitalis temannya).
3. Entah dapat atau tidaknya pasar, mesin raksasa zaman sekarang mesti meneruskan produksi buat menghindarkan kelunturan mesin (Di masa sekarang, memang diakui sungguh ahli ahli ekonomi dan teknik, bahwa mesin yang telantar itu amat merugikan kalau dipandang dari pihak kelunturan saja).
SI PACUL : Habislah pembicaraan kita ini tentang krisis kalau Mr. Apal mau membentangkan bagaimana lakonnya Krisis itu.
MR. APAL : Baik saya pendekan saja.
l. Barang melimpah, sebab itu harganya turun dan untung merosot.
2. Pabrik terpaksa ditutup sebab tak menguntungkan lagi. Penganggur memuncak.
3. Kaum saudagar juga memperhentikan berdagang.
4. Para pemegang saham, yang sudah merosot kurs sahamnya berebut-rebut menjual sahamnya, dari industri berat dan ringan.
5. Para bankir menuntut piutangnya.
SI GODAM : Krisis itu dahulu terjadi sekali 10 tahun. Tetapi sekarang bertambah cepat dan bertambah hebat lagi. Bukankah pula mesin itu setahun demi setahun bertambah kuatcepat? Sepadan dengan itu putaran (cycle) KRISIS itu bertambah cepat pula.
DENMAS : Kalau kulihat sepintas lalu, mesin itu “celaka 13” buat masyarakat manusia. Kuakui penuh bahwa mesin itu banyak membawa kemajuan. Banyak sekali, tak perlu kusebutkan semuanya. Ingatlah saja kelaparan di satu daerah terpencil dan kurus tanahnya bisa ditolong dengan cepat. Karena kapal atau kereta api dengan segera bisa mengangkut makanan dan obat ke tempat yang ditimpa marabahaya. Persatuan dari beberapa bangsa yang dulunya tak kenal- mengenal satu sama lain atau bermusuh-musuhan bisa ditimbulkan atau ditambah-tambah. Tetapi bukankah pula majunya mesin mempercepat datangnya dan memperdalam hebatnya KRISIS? Selain dari itu memperbanyak korban manusia dalam peperangan? Perhatikan sajalah akibat bom atom dan mortir, bom dan peluru Inggris di kota Surabaya kita ini. Tidakkah lebih aman masyarakat berdasarkan tenaga belaka? Bukankah pula menurut angka-angka Marx tadi modal f 50,00 ditaruhkan pada modal-tetap untungnya lebih besar daripada modal f 90,00 modal tetapnya? Yang pertama mendapat untung f 25,00, yang kedua cuma f 5,00 kalau persennya sama-sama 50% dan jumlah modal f 100,00.
MR. APAL : Sekarang Denmas, baiklah saya yang menjawab. Tak kusangka engkau makan dalam begitu! Memang “tenang itu menghancurkan” kata pepatah Indonesia. Rupanya, Denmas, engkau masih terpaut oleh feodalisme!
DENMAS : Oh, jangan begitu, Pal!
MR. APAL : Kalau sebelum David Ricardo, ahli ekonomi Inggris itu, engkau berkata begitu, memang cocok dengan zaman seperti Ningrat. Engkau akan pertahankan mati-matian sistem memakai tenaga di bidang pertanian, karena persen untungmu sebagai kapitalis-tanah-perseorangan yang memakai tenaga memang lebih tinggi dari persen kaum industrialis yang memakai mesin, maka engkau akan meminta perlindungan dan hak luar-biasa pada Negara. Engkau akan menjadi orang yang berhak luar biasa! Dalam bahasa awak namanya ini Ningrat!
DENMAS : Ke mana aku kau bawa, Pal?
MR. APAL : Lihatlah kembali perhitungan Marx! Bukankah keuntungan bertinggi berendah itu di pasar persaingan dipukul rata? Yang tinggi direndahkan dan yang rendah ditinggikan? Di pasar “merdeka” (pasar bebas) —yakni merdeka buat kaum borjuis—persaingan itu mesti berlaku atas semua modal. Baikpun untungnya modal pabrik si industrialis ataupun untungnya modal Ningrat, yang ditanamnya di tanah itu mesti “dipukul” sampai rata. Yang lari ke parlemen itu ialah mereka yang tak mau dipukul-ratakan. Mereka memakai undang-undang istimewa buat melindungi dirinya. Dalam politik itu namanya kekolotan, konservatif.
DENMAS : Kekolotan?
MR. APAL : Memang kaum ningrat tulen itu kolot, mau memegang yang lama. Dalam dunia politik itu berarti meminta perlindungan, meminta hak istimewa. Dalam pertanian, itu berarti memakai tenaga saja atau perkakas yang dijalankan oleh tenaga saja, pacul umpamanya, oleh budak atau setengah budak.
DENMAS : Lho! Kenapa sampai begitu, Pal!
SI PACUL : Memang pacul itu —bukan aku, lho!—lebih murah harganya dari traktor! Jadi bukankah nyata modal yang ditanam pada perkakas (pacul) itu lebih rendah persennya dari yang ditanam pada traktor?
DENMAS : Ya, tetapi.............
SI TOKE : Tetapi apalagi, Denmas? Aku pun sudah mengerti betul bahwa negara berdasarkan perkakas dijalankan dengan tenaga itu kolot, kaum ningratnya takut sama mesin. Tetapi bukankah itu mengenai pahammu yang pertama?
DENMAS : Paham yang mana pula, Kek?
SI TOKE : Engkau memuji mesin, karena mesin bisa menolong bahaya kelaparan dengan cepat. Tetapi bisakah kelaparan di Bojonegoro umpamanya ditolong kalau seperti di zaman Ken Arok padi itu mesti dipikul dari Indramayu oleh manusia atau oleh kerbau? Apakah kerisnya Ken Arok saja bisa melawan tank baja atau kapal terbangnya Inggris?
DENMAS : Dalam semua hal ini aku mengalah. Tetapi aku tidak kolot, lho! Dan aku mau tanya, apa baiknya mesin yang membawa penyakit krisis tiap-tiap 10 tahun malah kurang dari itu?
SI GODAM : Rupanya Denmas mau memegang terus pendiriannya walaupun sudah ke pinggir jurang.
DENMAS : Wah, ini hari rupanya panas sekali buat aku. Mulanya Mr. Apal, kemudian Toke, sekarang engkau Dam yang mendorong aku. Baiklah, kalau kau bisa kalahkan aku dalam perkara terakhir ini, aku akan bertekuk lutut. Kuulang lagi: apa baiknya mesin yang membawa krisis tiap-tiap 10 tahun, malah kurang dari waktu yang sebegitu?
SI GODAM : Ini pertanyaan memang tak bisa dijawab dengan satu atau dua kalimat saja. Aku mesti sedikit memberi penerangan.
DENMAS : Itulah yang saya kehendaki, Dam.
SI GODAM : Sendirinya mesin itu adalah satu BAHAGIA buat masyarakat manusia. Tetapi ditaruh dan dipakai dalam suasana kapitalisme, maka mesin itu memperlihatkan keburukannya. Ditilik dari penjuru politik dan sosial, maka dasarnya masyarakat borjuis, yang sedemokratis-demokratisnya pun ialah perseorangan, “individualisme”. Dihubungkan dengan perekonomian, maka ini berarti “hak milik perseorangan”. Seterusnya penghasilan perseorangan. Kalau dihubungkan pula dengan kemerdekaan, maka dalam perekonomian, si borjuis menuntut “kemerdekaan” buruh menjual tenaga, kemerdekaan seseorang majikan mengatur gaji, kemerdekaan memilih membeli barang di pasar yang merdeka pula.
SI PACUL : Memang dunia demokratis borjuis itu penuh, penuh dengan suara kemerdekaan di samping perseorangan. Kalau begitu tiap-tiap kapitalis berlomba-lomba pula-mencari “untung” semau-maunya dengan tiada mempedulikan nasib si buruh atau kebutuhan ramai atas hasil. Mereka itu berlomba-lomba masing-masing menghasilkan dengan tiada menghitung keperluan masyarakat seluruhnya dan berhubung dengan ini tidak berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya.
SI GODAM : Paling tepat, Cul. Yang kaubilang paling belakang ini namanya Produksi Anarkis. Anehnya pula Sang Borjuis mempunyai kaum cerdas, ada yang namanya profesor dalam ekonomi yang mempertahankan sistem yang lapuk menyolok mata itu. Akan terlampau panjang kalau di sini saya mesti membentangkan dan membantah semua “dalil” ilmu ekonomi mereka itu.
SI PACUL : Coba sebutkan tiangnya saja ilmu ekonomi mereka itu!
SI GODAM : Menurut mereka, hasrat mencari untung itu (profit motive) menghasilkan dengan merdeka secara anarkis-persaingan, kemerdekaan dan biar-membiarkan (laissez-faire istilahnya). Semua inilah yang sebenarnya menimbulkan yang dituju, yakni kemakmuran bersama.
SI PACUL : Apa yang dimaksudkan dengan kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : “Hasil banyak dan harga murah.”
SI PACUL : Adakah bahagia lain selain kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : Ada! Pertama kemenangan mereka yang cakap. Dalam bahasa Charles Darwin ialah “the survival of the fittest”. Kedua, penemuan baru (invention). Ketiga bahwa kemakmuran tiap-tiap orang menjamin kemakmuran bersama. Maksudnya, kalau tiap-tiap orang menjaga kemakmurannya sendiri, maka masyarakat seluruhnya akan sendirinya terjaga kemakmurannya.
SI PACUL : Tetapi apa gunanya “barang banyak dan murah” kalau kaum buruh itu tak bisa beli lagi? Bukankah kalau barang kelak terlampau banyak dan terlampau murah, si majikan tak beruntung lagi dan pabriknya ditutup? Dengan begitu kaum buruh menganggur, tak cakap membeli apaapa lagi? Akibatnya ialah barang banyak tadi dibuang saja. Masihkah ingat gandum di Amerika yang dibutuhkan oleh kaum buruh miskin itu dibuang ke laut atau dibakar dalam ketel lokomotif karena melimpah? Apakah yang terjadi dengan minyak tanah di Indonesia di zaman krisis?
SI GODAM : Katanya pula “hasrat” keuntungan itu memberi kemenangan pada yang cakap. Tetapi yang sebenarnya cakap itu cuma satu dua orang saja. Biasanya yang digelari cakap itu ialah anak orang kaya yang mempusakai harta bapaknya atau tamat sekolah tinggi karena bapaknya mampu membayar. Banyak pula di antara yang tak cakap namanya atau buta huruf itu ialah karena tak mempunyai apa-apa dan tak mampu membayar ongkos sekolah.
SI PACUL : Perkara bahagianya kapitalisme, yaitu kemakmuran tiap-tiap orang itu menjamin kemakmuran bersama aku sudah lihat kebohongannya. Ini memang benar dalam suasana kapitalisnie. Yaitu kalau tiap-tiap orang mendapat kesempatan buat maju. Dalam hal ini memang kemakmuran tiap-tiap orang akan menjamin kemakmuran bersama, yaitu kalau tiap-tiap anak diberi kesempatan masuk sekolah yang cocok dengan wataknya. Dan tiap-tiap orang boleh mengerjakan pekerjaan yang cocok dengan kecakapannya dan keperluan masyarakat seluruhnya. Dengan begitu memang hasil akan berlipat ganda dan bermanfaat buat tiap-tiap orang yang kerja.
MR. APAL : Sang Profesor Borjuis juga pintar. Ditaruhnya kesalahan itu di pihak buruh. Katanya kalau Pakbon (serikat buruh) tidak menuntut tambah gaji, maka undang-undang alam akan berjalan sendirinya dalam ekonomi, kemakmuran tiap-tiap orang akan terjaga.
SI GODAM : Kalau dibiarkan si kapitalis bertindak semau-maunya hidup buruh akan terdesak kembali ke hidup hewan atau setengah hewan seperti di masa Revolusi Industri Inggris. Baca sajalah Das Kapital karangan Marx dan buku karangan Engels tentang keadaan buruh di Inggris di masa itu. Pakbon itu adalah senjata buruh buat membela nasibnya terhadap para majikan yang bersatu dan dilindungi pula oleh undang-undang, polisi, dan kehakiman Negara, dan yang selalu berniat merendahkan gaji buruh dan menambah lamanya kerja.
MR. APAL : Kata profesor itu pula: Apa salahnya terus-menerus si kapitalis menghasilkan mesin buat membikin barang-pakai. Dengan begitu harga barang itu senantiasa turun. Semua orang bisa membeli.
SI GODAM : Pembagian hasil itu tak seimbang. Kebanyakan hasil pergi ke kaum kapitalis. Kalau terlampau banyak pergi ke si kapitalis dan sedikit pergi ke kaum buruh, dengan apakah kaum buruh beli hasil yang melimpah itu? Bukankah ini asalnya krisis? Ialah disebabkan pembagian hasil tak seimbang. Bagian si kapitalis yang berupa untung itu ditanam pada modal membikin barang-pakai dan ditanam terus-menerus. Tetapi dengan apa dibeli kalau bagian kaum buruh cuma sedikit, kian sedikit?
MR. APAL : Akhirnya kata si profesor: Kalau gaji buruh itu rendah, ongkos rendah pula. Dengan begitu jualan rendah pula!
SI GODAM : Rupanya begitu! Tetapi jualan itu tiada semata-mata bergantung kepada ongkos saja. Bagaimanakah kalau kaum kapitalis kumpulan, monopoli namanya? Dengan monopoli itu dia bisa tetapkan jualan semau-maunya saja!
SI PACUL : Umpamanya kita monopoli kina atau timah di dunia ini, kalau seandainya kita tawarkan timah f 1000,00 sepikul, atau kina f 100,00 sebiji bagaimana! Saya pikir bangsa Indonesia tak mempunyai darah monopolis itu!
DENMAS : Kalau kita kuat di laut, di darat, dan di udara, tentu negara lain mesti beli!
SI GODAM : Itulah dia! Karena monopoli itu tahu bahwa dia menguasai produksi suatu barang, maka dia kuasai pula harga barang itu. Dia coba mencari untung yang sebesar-besarnya. Untung itu paling besar kalau banyak barang disusutkan, jadi harganya bisa dinaikkan.
SI PACUL : Terangkan dulu, Dam!
SI GODAM : Oleh karena intan dan mas itu sedikit sekali ada di dunia ini dan susah pula mengerjakannya, maka harganya tinggi sekali. Selama air itu mengalir dari sumbernya terusmenerus, maka air itu di tempat itu hampir tak ada harganya. Tetapi alangkah tingginya harga air di gurun pasir. Ringkasnya politik monopoli ialah “hasil sedikit harga mahal”. Bertentangan dengan dalil profesornya yang mengatakan, bahwa cara penghasilan kapitalisme itu, dengan tujuan “mencari untung” ialah: “hasil banyak dan harga murah”.
SI PACUL : Sekarang rasanya kita sudah cukup jauh membicarakan apa yang kau sebutkan “Produksi Anarkis” itu, yakni: menghasilkan semau-maunya saja dengan tak ada perundingan dan perhitungan lebih dahulu satu sama lainnya. Jadi kulihat akibatnya “Produksi Anarkis” itu ialah PERSAINGAN hebat antara kapitalis dan kapitalis dalam satu negara.
MR. APAL : Selanjutnya ialah persaingan satu negara kapitalis dengan negara kapitalis yang lain. Tiap-tiap negara kapitalis berlomba-lomba menanam modal di negara yang lemah, memonopoli bahan di negeri lemah itu buat perindustrian Negara Induk dan monopoli pasar negara lemah buat penjualan barang industri Negara Induk.
SI GODAM : Perlombaan itulah yang dinamai imperialisme. Perlombaan imperialisme ini berakhir pada perang imperialisme, peperangan merebut jajahan buat dijadikan pasar bahan dan barang pabrik serta buat menanam modal.
SI PACUL : Memang kalau begitu produksi anarkis itu berakhir pada peperangan imperialisme. Tetapi dengan majunya monopoli, bukanlah perseorangan itu atau menghasilkan dan menjual semau-maunya seseorang anggota monopoli itu sendirinya terhenti? Bukankah aturan yang diikut oleh seseorang anggota monopoli itu: satu buat semua dan semua buat satu?
SI GODAM : Tepat, Cul! Pintar lu Cul! Memang dalam dirinya sendiri satu monopoli itu, anggotanya kerja bersama satu dengan yang lain. Tetapi perjuangan yang lebih hebat terjadi pula di antara satu monopoli dengan monopoli lain. Dalam satu negara seperti Amerika, satu monopoli yang berbentuk trust berjuang dengan trust lain dalam negara itu buat merebut pasar dalam negeri. Di antara negara dan negara berjuang pula satu Trust Raksasa lain. Begitulah kita kenal di sini perjuangan Kongsi Minyak Amerika Standard Oil dengan Gabungan Kongsi Minyak Belanda-Inggris, yakni Royal Dutch atau B.P.M. buat monopoli pasar di Indonesia ini.
SI PACUL : Kalau begitu produksi anarkisme itu berlaku dalam suasana yang lebih hebat lagi. Ringkasnya pada Kapitalisme itu melekat perseorangan, penghasilan anarkis, imperialisme, dan perang ...... buat mencari keuntungan.
SI GODAM : Sebenarnya aku mau pakai sebagai pokok perkara ini istilah Ekonomi Terkendali, bukan Rencana Ekonomi.
SI TOKE : Apa bedanya, Dam?
SI GODAM : Istilah Terkendali itu mau kupertentangkan dengan Anarkis yang berarti semau-maunya, jadi “tidak” terkendali. Tetapi sebab istilah Rencana Ekonomi ini sekarang sudah lazim dipakai, maka akupun turut memakainya. Tetapi janganlah dilupakan bahwa yang kumaksudkan dengan Rencana Ekonomi itu ialah Ekonomi yang dijalankan menurut rencana.
SI PACUL : Baik juga lebih dahulu kau jelaskan, Dam, apakah maknanya Ekonomi. Sampai sekarang buat aku perkataan Ekonomi masih kabur. Seboleh-bolehnya kau pakai sedikit perkataan saja.
SI GODAM : Ekonomi itu berurusan dengan produksi dan distribusi.
SI TOKE : Jitu, tepat, Dam, itulah yang terutama.
MR. APAL : Buku profesor borjuis menarik-narik lain perkataan lagi, seperti pengangkutan dan keuangan. Tetapi memang yang menjadi pokok perkaranya produksi dan distribusi itulah!
SI PACUL : Jadi tegasnya Rencana Ekonomi ialah usaha mengatur produksi dan distribusi. Atau dalam bahasa awak ialah: Usaha mengatur penghasilan dan pembagian hasil buat Negara. Dalam dunia Kapitalisme Ekonomi itu, penghasilan dan pembagian itu tak diatur, liar. Dalam masyarakat kapitalisme maka manusia itulah yang dikendalikan oleh ekonomi. Bukannya ekonomi itu yang dikendalikan oleh manusia.
DENMAS : Engkau ini rupa-rupanya darah ahli filsafat pula, Cul!
SI GODAM : Aku sudah bilang, pikirannya Pacul segar bugar seperti buah jeruk di desanya.
SI PACUL : Wah, bukan main!
SI TOKE : Sebelum melanjutkan percakapan kita ini, saya mau bertanya apakah yang mengacaukan perhitungan para kapitalis pada suatu KRISIS? Tentulah si kapitalis juga tidak sama sekali menerima pasif saja dalam usaha mencocokan hasil dengan pemakaian, produksi dengan konsumsi.
MR. APAL : Memang, Kek, mereka para kapitalis ada memakai perhitungan juga. Tetapi celaka 13, karena yang punya perusahaan itu banyak sekali orangnya dan berlain-lain pula kemauannya. Kata pepatah: Kepalanya saja sama berambut, tetapi pendapatnya berlain-lain. Lagipula menurut paham Sang Profesor tiap-tiap pembeli itu adalah satu mahluk yang “ekonomis”. Makna kasarnya ialah satu makhluk yang selalu bisa memilih apa yang patut dibeli menurut kekuatan membelinya dan apa yang tidak. Selalu si pembeli itu katanya bisa menghitung berapa dia bisa membelanjakan buat makanan atau barang yang terpenting itu. Buat pakaian dan lain-lain barang yang kurang penting itu. Buat kaus kaki ialah kemewahan sederhana. Buat palmbeach ialah kemewahan sedang. Buat auto sedan ialah kemewahan tuan besar. Dalam hal makanan pun beberapa tingkatnya pula keinginan itu. Bandingkan sajalah keinginan dan pembelanjaan uang buat nasi sama lombok, nasi sama perkedel, nasi sama corned-beef atau sardin. Nah, menurut Sang Profesor, si pembeli, sebagai mahluk yang ekonomis tahu benar menyelenggarakan belanjanya. Dengan begitu konsumsi itu bisa diketahui lebih dahulu. Tetapi dalam praktiknya si pembelanja itu sama anarkisnya dalam berbelanja dengan si kapitalis yang menghasilkan. Si pembelanja tak berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya. Begitu pula si kapitalis mengurus hasil menurut perhitungan sendiri-sendiri saja.
SI PACUL : Jadi kalau begitu aku sekarang bisa menyimpulkan maksudnya Ekonomi Teratur atau Rencana Ekonomi itu.
DENMAS : Tampillah ke muka, Cul!
SI PACUL : Rencana Ekonomi ialah usaha merencanakan penghasilan, pembagian hasil, dan gaji. Kalau gaji tak direncanakan lebih dahulu bagaimana ahli rencana mencocokan dengan hasil. Lebih dahulu jumlah gaji sekalian buruh mestinya dicocokan dengan jumlah hasil. Satu liter beras hasil diadukan dehgan 5 sen gaji. Satu kilo kain hasil dicocokan pula dengan 15 sen, dsb. Kalau jumlah hasil dan jumlah gaji sudah cocok dalam perhitungan dalam rencana, barulah rencana tadi dipraktikkan.
SI TOKE : Bukankah perkara Hak-Milik dipecahkan lebih dahulu? Bagaimana bisa diadakan rencana sebelum semua pabrik, bengkel, tambang, kebun dan sebagainya lebih dahulu dikumpulkan?
SI GODAM : Memangnya semua mata pencaharian lebih dahulu seharusnya dijadikan harta bersama. Bolehkah saya pakai istilah saya sendiri buat menggambarkan usaha semacam itu?
MR. APAL : Kalau memang tepat-pendek, apa salahnya, Dam! Apakah istilah yang hendak kau pakai itu?
SI GODAM : Menyita dan memakai mata-pencaharian itu buat masyarakat, saya mau pendekan saja dengan istilah: memasyarakatkan.
DENMAS : Kalau begitu bukan saja mata-pencaharian, atau alatpenghasil yang mesti dimasyarakatkan lagi. Kehidupan sosial sendiri, bukankah mesti dimasyarakatkan pula. Bagaimana bisa diadakan rencana kalau tiap-tiap pembeli dan penghasil masih berdiri atas perseorangan?
SI GODAM : Tepat, Denmas. Jadi simpulan Sang Pacul tadi baik kita sempurnakan saja begini...
SI PACUL : Kenapa pula “Sang”, Dam? Bukankah Pacul saja sudah cukup? Tetapi aku tak akan ambil pusing sama gelaran yang dalam wayang diberikan pada Arjuna itu. Berilah saja simpulan yang sempurna buat Rencana Ekonomi itu.
SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah daya-upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.
SI TOKE : Jadi lima perkara ada terkandung di dalamnya.
DENMAS : Tepatlah kurasa penetapan Godam tentang Rencana Ekonomi itu! Tetapi aku mau tahu pula, bagaimanakah hubungan Negara dengan suatu Rencana itu.
MR. APAL : Memang Rencana Ekonomi itu sudah dijalankan di negara komunis, ialah Rusland. Kemudian di negara fasis, ialah Jerman dan Italia, pun di negara demokratis, seperti Amerika. Ekonomi Anarkis itu dicoba ditukar dengar Ekonomi (sedikit) Teratur, ialah dengan NEW DEAL-nya Roosevelt. Berhubung dengan derajat pemusatan kekuasaan di negara yang demokratis dan tidak demokratis, maka pemusatan kekuasaan buat mengukur ekonomi adalah bertinggi rendah pula. Di negara komunis semua mata pencaharian disita oleh Negara. Di Amerika dan negara fasis hak milik diakui terus.
SI PACUL : Terangkan bagaimana tinggi rendahnya kekuasaan mengatur Rencana itu?
MR. APAL : Di Negara Amerika Serikat itu pada lahirnya, ialah menurut undang-undang, maka hak dan kekuasaan itu memang dibagi-bagi: Pertama antara rakyat dan pemerintah, kedua antara tiga badan pemerintah, ialah kekuasaan membikin Undang-undang, menjalankan Undang-undang dan Pengawasan Undang-undang. Ketiga di antara masing-masing Staat (negara bagian) dan Amerika Serikat.
SI TOKE : Jadi di Amerika, kekuasaan itu tidak begitu terpusat pada pemerintah. Sebagian juga ada di tangan rakyat, terutama di tangan para hartawan.
MR. APAL : Begitulah dia! Itulah sebabnya maka di Amerika, pemerintah itu tak berani campur tangan langsung ke dalan urusan Rencana Ekonomi di sana. Para Kapitalis menerima usul Pemerintah Roosevelt, tetapi mereka kapitalislah yang mempraktikkan ekonomi itu. Simpulan Godam di atas tak berlaku buat Amerika. Di masyarakat fasis, kekuasaan itu terpaut pada pemerintahnya borjuis kecil. Pemerintah fasis memaksa kaum kapitalis menjalankan rencana yang dibikin oleh Pemerintah secara fasis. Di masyarakat fasis simpulan Godam di atas sedikit lebih berlaku daripada di Amerika. Di masyarakat sosialis, ialah Rusia, pemasyarakatan Alat Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial memang cocok dengan yang dimaksudkan oleh Godam tadi.
SI TOKE : Baik juga Dam, kau uraikan serba sedikit Rencana Ekonomi di Negara Demokratis, Negara Fasis, dan Negara Komunis tadi.
SI GODAM : Baik kita tentukan lebih dahulu dalam suasana mana lahirnya NEW DEAL itu.
MR. APAL : Pada tahun 1929 Kapitalisme Dunia sampai pula ke puncak musim BAHAGIA-nya. Kita masih ingat bahwa dari masa penghabisan Perang Dunia ke I sampai kira-kira tahun 1923 Kapitalis Dunia menarik-narik napas. Dari tahun 1923 roda kapitalisme mulai berputar kencang kian kencang sampai ke tahun 1929. Sesudahnya tahun 1929 timbul lagi musim kemarau ialah KRISIS yang paling hebat buat Kapitalisme Dunia. Amerika Negara yang memiliki hampir 100% mas dunia, menghasilkan barang penting seperti besi baja mesin, minyak tanah, auto, gandum, rata-rata lebih dari 60% jumlah produksi seluruh dunia dan berpiutang kepada seluruh dunia tiadalah luput dari krisis. Sebelas juta buruh berkeliaran di jalan raya Amerika. Kalau seandainya tiap-tiap buruh mempunyai satu istri dan satu anak saja, maka lebih kurang 33 juta manusia terlantar. Artinya 25% dari seluruh penduduk. Di mana letaknya kemakmuran Amerika itu!
SI GODAM : Dalam keadaan semacam itu Amerika tak mempunyai partai Sosialis yang membahayakan. Persoalan dalam negeri ialah New Deal atau Old Deal. Kapitalisme didorong atau Kapitalisme lama dibiarkan.
DENMAS : Baru buat saya terjemahan semacam itu, Dam! Didorong bagaimana dan dibiarkan bagaimana? Bukankah New Deal itu satu Rencana Ekonomi?
SI GODAM : Memang satu rencana, tetapi rencana secara Amerika. Kapitalisme di sana memang tak bisa jalan. Tetapi belum lagi remuk. Seperti oto, mesinnya yang penting masih baik. Cuma bensinnya kebanyakan atau di sana-sini bagian yang rusak. Dia tidak bisa “start” sendirinya. Mesti didorong lebih dahulu, baru mesinnya kerja lagi ...
SI PACUL : Kalau kubiarkan, Dam, engkau terus menerus mengukir gambaranmu itu, aku nanti menjadi pusing. Kembalilah engkau kepada contoh yang nyata.
SI GODAM : Kita sudah rundingkan keadaan kapital dalam krisis. Semuanya hasil melimpah! Mesin pembikin mesin kebanyakan. Mesin pembikin barang-pakai kelebihan. Barangpakai melimpah. Dalam hal semua barang berlebih itu kaum buruh dalam kelaparan dan kebutuhan. Sebab dalam keadaan semua berlebih itu, harga barang turun, si majikan rugi, pabrik ditutup jadi kaum buruh diusir. “Seandainya” kalau 11.000.000 itu dulu menerima gaji pukul rata 5 dolar saja atau f 12,50 sehari, berapakah merosotnya jumlah gaji yang diterima kaum buruh Amerika dalam sehari?
SI PACUL : f 137.500.000,- Barangkali lebih dari itu.
SI GODAM : Hitunglah banyak barang yang dibeli dengan f 137.500.000,- sehari saja! Dengan begitu timbullah pertanyaan dalam pikirannya Presiden Roosevelt & Co.
l. Apakah mesti dibiarkan saja barang yang melimpah itu rusak sendirinya?
2. Atau apakah tidak baik dimasukkan uang kembali ke kantong kaum buruh sebanyak f 137.500,000,- sehari?
Kalau jalan pertama yang diturut, maka itu namanya “old deal”, jalan lama, peraturan lama. Biarkan saja mesin berlebih itu rusak atau lemparkan. Biarkan saja gandum, kain, kromofon rusak atau dirusakkan saja. Biarkan saja toko yang tak tahan lagi bangkrut. Carilah akhirnya barang baru yang bisa membangunkan pabrik baru, permintaan baru dan pembeli baru, seperti “lipstik”, “karet dimamah” dan sebagainya. Dengan adanya permintaan baru atas barang baru itu, satu atau dua pabrik baru bisa dibangun dan digerakkan. Roda ekonomi yang berhenti itu siapa tahu bisa bergerak lagi, bisa “start” lagi seperti oto kita tadi. Akhirnya diharap supaya roda ekonomi bisa berjalan seperti biasa.
SI PACUL : Itu Old Deal. Itu jalan lama. Kalau jalan baru, New Deal, bagaimana?
SI GODAM : Kalau jalan baru? Seperti dibilang di atas. Masukkan kembali uang ke dalam kantong perusahaan yang menarik napas karena setengah bangkrut, dan persenkan uang pada kaum buruh.
SI PACUL : Benar persenkan uang begitu saja?
SI GODAM : Engkau tak dengar berapa uang dicetak, ketika Roosevelt baru diangkat jadi Presiden? Uang dikasihkan sama bankir yang hampir bangkrut, kepada industri yang berutang menarik-narik napas. Jadi si bankir yang hampir bangkrut dan industrialis yang setengah mati bisa hidup kembali. Aku lupa apakah dikasihkan dengan percuma atau dipinjamkan dengan tak pakai bunga. Tetapi sama saja, Roosevelt isi kantongnya bankir dan industrialis. Juga dia isi kantongnya tuan tanah yang berutang. Pula isi kantongnya proletar mesin dan tanah. Aku benar tak bisa tahu apakah semuanya dikasihkan dengan percuma. Tetapi aku tahu baik juga kalau dikasihkan dengan percuma. Yang aku pasti tahu, ialah Roosevelt membuka perusahaan baru, ada yang berupa industri buat barang-pakai. Tetapi terutama dia membuka bangunan baru. Presiden Roosevelt asyik membangun gedung ini dan gedung itu buat umum, jalan raya, terusan air, taman (tempat) buat ngaso dsb.
SI TOKE : Kalau begitu tiadakah, pertama, industri lama akan mendapat persaingan hebat dari industri baru, industri bikinan Roosevelt? Kedua, tiadakah nanti akan terlampau banyak gedung ini dan gedung itu, taman ini dan taman itu?
SI GODAM : Memang begitu, Kek! Sebentar saja sesudah Roosevelt bertindak, industrialis lama menjerit-jerit dan memprotes terhadap industri baru yang didirikan oleh Roosevelt. Bukankah perseorangan dan persaingan terus tetap walaupun Amerika sekarang mempunyai New Deal? Didesak oleh protes itu, sebagai “demokrat” dan dalam hakikatnya penganut kapitalisme maka Roosevelt mesti indahkan protes kaum industrialis itu. Aku tak tahu benar pada bagian industrialis mana sebenarnya Roosevelt memihak. Tetapi bagaimana juga ia tak mau bersaing terus dengan para industrialis yang terjepit oleh New Dealnya tadi! Dia makin lama makin lari kepada caranya uang, kepada bangunan ini bangunan itu, sampai gedung, jalan dan kebun yang dibikin itu akhirnya kebanyakan pula.
MR. APAL : Tetapi kapitalis tanah menyusutkan hasil dan meninggikan harga hasil. Pun industrialis mengadakan politik restriksi seperti sudah kita kenal juga di Indonesia dan semua negara yang ada monopoli. Jadi banyaknya kaum buruh direstriki, dibatasi pula. Dengan begitu maka jumlah gaji dan daya beli terbatas pula.
SI TOKE : Tetapi umumnya roda industri mulai bergerak lagi.
SI GODAM : Memang begitu! Tidak saja “start” tetapi terus jalan. Sesudah jalan maka si tukang dorong otoindustri tadi, yakni Roosevelt, berhenti. Bukankah ia cuma mendorong saja. Dorongannya tadi tak perlu diulang lagi karena ketika Perang Dunia Kedua ini pecah di tahun 1939 maka Perang Dunia itulah yang terus mendorong Kapitalisme Amerika itu.
SI PACUL : Nah, Dam! Sekarang engkau yang mendorong aku bertanya: “Dengan apa pula Perang Dunia Kedua itu mendorong industri Amerika?”
SI GODAM : Permintaan Amerika sendiri dan Negara Serikat seperti Inggris, Perancis, Tiongkok dan Rusia atas bahan makanan dan mesin seperti kapal terbang, oto, kapal perang, tank, meriam dsb, sekarang luar biasa besarnya. Permintaan sebesar itu buat perang disertai pula oleh keluarnya rakyat dewasa Amerika buat berperang di sekalian medan perang. Kaum menganggur sekarang semuanya dipakai. Malah mereka tiada lagi mencukupi. Industri Amerika terpaksa membawa perempuan ke dalam pabrik lebih dari yang sudah-sudah, didorong oleh besarnya permintaan dari semua penjuru.
SI PACUL : Rupanya engkau Dam, terus didorong oleh “Kapitalisme Didorong” atau New Deal itu! Hentikanlah menguraikan “Kapitalisme Didorong” itu! Baiklah engkau berikan pemandangan tentang Rencana Ekonomi fasis.
SI PACUL : Sebelum kudengarkan uraiannya Godam tentang Rencana Ekonomi fasis itu, aku sudah bisa terka perkara apa yang hendak diselidikinya lebih dahulu.
SI TOKE : Coba tuliskan di atas kertas saja! Gulung saja dahulu kertas itu! Nanti kita baca bersama-sama, Cul! Kalau-betul terkaanmu itu aku akan kasih gelar engkau ini “pawang”. Sekarang Dam, tuliskan apa perkara yang hendak kauselidiki lebih dahulu itu! Nanti kita bandingkan dengan apa yang dituliskan oleh Pacul!
DENMAS : Mari kubuka kedua kertas itu. Lho, sama sama tertulis: SUASANA.
SI TOKE : Cul, Pawang Pacul, engkau betul jempol!
SI PACUL : Cuma perkataan “pawang” itu tak sedap di telinga aku. Aku bukan menerka, lho. Aku selama ini mempelajari cara Godam berpikir.
MR. APAL : Perkara “suasana” di Jerman sesudah kalah di masa Perang Dunia Pertama dan sebelum Partai Fasis tahun 1932 naik memegang kendali pemerintah, kita semua masih ingat. Perkara kemelaratan Rakyat Jerman, tak perlu dikemukakan lagi kekacauan politik. Pernah malah partai komunis dan sosialis kalau digabungkan bisa mendapat suara lebih dalam parlemen Jerman. Bencana yang menimpa Jerman, terutama sekali menurut pahamku ialah karena kedua partai proletar itu tak bisa mengadakan persatuan yang kuat-jujur buat menentang musuh yang mengancam, yaitu kaum fasis. Partai Fasis di bawah Adolf Hitler akhirnya mendapat kesempatan buat memegang tampuk pemerintah Jerman pada tahun 1932. Tetapi baiklah Godam saja meneruskan uraian tentang Rencana Ekonomi Jerman Fasis, yaitu Jerman - Nazi.
DENMAS : Sebelum partai Nazi menjalankan rencananya, apakah “kesukaran” yang dihadapinya? Cobalah susun dalam satu atau dua kalimat saja, Dam!
SI GODAM : Kesukaran itu ialah “serba salah”, atau alternatif.
DENMAS : Memang di masa sebelum Pemerintah Nazi, pembayaran utang perang kepada Sekutu “serba-salah” buat Sekutu sendiri. Kalau Jerman tak dipaksa membayar utang, maka tentulah Jerman yang ditakuti itu bisa lekas bangun kerabali. Kalau Jerman dipaksa membayar, maka dijumpai perkara “serba-salah” pula.
SI TOKE : Apa pula serba-salahnya, kalau Jerman dipaksa membayar?
DENMAS : Apabila Jerman hendak membayar utangnya dengan uang, maka semua negara Sekutu menolak uang kertasnya Jerman yang merosot itu. Kalau Jerman membayar utangnya dengan hasil pabriknya maka Sekutu berteriak-teriak setinggi langit lantaran pagarnya dibanjiri barang Jerman yang lebih baik tetapi lebih murah dari barangnya Negara Sekutu sendiri.
SI PACUL : Celaka 13 buat Sekutu! Tetapi yang ditanyakan oleh Denmas tadi ialah apakah serba-salahnya kedudukan pemerintah Nazi sebelumnya partai Nazi naik memerintah?
SI GODAM : Perundingan kita memang sedikit menyimpang. Tetapi tiada merugikan sekali. Bahkan memberikan penerangan lebih baik tentang suasana Jerman, seperti negara yang kalah perang. Memang Jerman ketika mau merencanakan ekonomi dalam keadaan “serba-salah”. Kalau dia naikkan gaji kaum buruh Jerman, maka harga barangnya buat keluar (ekspor) menjadi mahal, akan kalah bersaing di pasar asing. Tetapi kalau dia turunkan gajinya, maka kekuatan beli rakyat Jerman di pasar dalam negeri akan merosot. Barang akan bertumpuk- tumpuk, pembeli menjadi kurang.
SI TOKE : Memang gaji kaum buruh itu perkara yang amat penting. Kita masih ingat perundingan kita yang sudah-sudah, bahwa jumlah gaji mestinya sama dengan jumlah harga barang bukan? Jadi, Dam, apa siasat yang dijalankan oleh Nazi? Ingin pula aku mengetahuinya.
SI GODAM : Terka saja, Kek! Partai Nazi itu terdiri dari chauvinis, orang mabuk kebangaaan, congkak terhadap bangsa lain. Mereka digenggam oleh kaum kapitalis seperti Tiesen & Co dan kaum Ningrat Maha Chauvinis seperti Herman Guring & Co. Mereka sudah terlampau banyak berdosa terhadap buruh Jerman. Mereka sudah bubarkan semua kumpulan dan rapat kaum buruh dengan senjata. Mereka berdendam kesumat terhadap Negara Menang, negara berjajahan.
SI PACUL : Dalam hal memilih, apakah gaji kaum buruh akan diturunkan atau dinaikan tentulah si Nazi takkan banyak ambil pusing. Tentulah gaji kaum buruh yang dalam politik itu dimusuhi, diturunkan..
SI GODAM : Memang diturunkan sampai rendah sekali.
SI TOKE : Tetapi kalau begitu kan kekuatan membeli kaum buruh Jerman merosot pula. Jadinya jumlah harganya barang kelebihan, karena jumlah gaji kekurangan.
SI GODAM : Itulah kecelakaan Rencana Nazi. Tetapi mereka mendapat jalan. Rupanya jalan itu pendek dan bertaburan intan pula. Tetapi jalan itu berujung di Neraka peperangan.
SI PACUL : Wah, Dam, gambaran lagi! Buka isi saja Dam, jangan dibungkus-bungkus begitu dong!
SI GODAM : Begini! Sebab naik atau turunnya gaji tadi serba-salah, maka ekonom Sang Nazi bikin barang banyak-banyak. Tetapi barang itu bukanlah buat dimakan atau dipakai, seperti kain, jarum, gunting, mesin jahit dll. Bahkan banyaknya barang semacam ini disusutkan. Jadi jumlah gaji yang disusutkan itu cocok dengan jumlah harga barang-pakai yang disusutkan itu pula.
DENMAS : Pintar sekali Nazi itu. Gampang, seperti “telur Columbus”, bukan?
SI TOKE : Tetapi kalau barang dipakai disusutkan membikinnya, bukankah banyak pabrik yang terpaksa ditutup pula? Kalau begitu partai Nazi itu tak akan mengurangi kaum penganggur yang berjuta-juta itu, melainkan menambah.
SI GODAM : Penganggur yang berjuta-juta itu dibawa masuk pabrik baru, pabrik membikin kapal terbang baru, seperti Stuka, pabrik pembikin tank baru, senapan baru, meriam baru, bom baru, pendeknya senjata baru buat memusnahkan sesama manusia.
SI PACUL : Saya mencium-cium Jawa “Baru” di sini, Jawa Jepang! Rupanya dan namanya juga semua baru, tetapi isinya kolot dan kontra-revolusioner, semuanya tindakan bersifat kemunduran. Bukankah pembikinan senjata itu menggemparkan dunia, menimbulkan kecurigaan di dunia lain dan mempertinggi hawa perang?
SI TOKE : Undang-undang ekonomi memang tak terlanggar. Karena jumlah gaji kaum buruh sama dengan jumlah harga barang dipakai.
SI PACUL : Memangnya meriam raksasa, tank raksasa, stuka dan bom raksasa itu tidak akan dipakai? Aku lihat Rencana Ekonomi fasis itu kontra-revolusioner terhadap kaum buruh di dalam negeri dan imperialis terhadap negara luar. Jerman Nazi pasti akan menerkam negara lain. Yang belum diketahui cuma siapa yang akan diterkamnya lebih dahulu!
SI GODAM : Itulah yang kumaksudkan dengan jalannya Rencana Nazi! Rupanya pendek dan bagus. Tetapi membawa ke medan peperangan.
MR. APAL : Bagaimana juga, perlulah kau terangkan, Dam, apa lagi dasar dan tindakan yang diambil oleh Jerman Nazi. Bukankah pertama pemerintah Nazi lebih banyak campur tangan dalam hal membereskan perekonomian terhadap kaum kapitalis Jerman daripada Roosevelt terhadap kaum kapitalis Amerika? Bukankah pula rakyat Jerman selama membikin alat senjata perang itu masih perlu makanan dan pakaian? Bukankah pula mereka perlu beli makanan dan pakaian lebih mahal kalau mereka mesti beli makanan dan pakaian yang dimasukkan dari luar negeri?
SI GODAM : Perkara pertama campur tangan terhadap kaum kapitalis, boleh jadi Hitler secara lahirnya, kelihatan saja lebih berkuasa daripada Roosevelt. Tetapi lahirnya saja juga Hitler terikat oleh kaum kapitalis walaupun kaum kapitalis itu dipaksa menanam modalnya dalam perindustrian perang. Bagaimana juga perekonomian Jerman tetap tinggal kapitalis. Tetapi tentang barang-pakai yang disebut Mr. Apal itu memang adalah salah satu kunci terpenting pula buat membuka rahasianya Rencana Nazi. Barang-pakai itu tidak bisa terbatas pada barang pembunuh sesama manusia saja. Barang-pakai seperti makanan dan pakaian terus perlu buat 70 juta rakyat Jerman itu. Kalau barang itu tak dibikin, maka rakyat Jerman terpaksa mendatangkan barang itu dari luar. Inilah yang mereka tak setujui. Politik Nazi kita kenal sebagai autarki, ialah menghasilkan barang atas dasar kekuatan (bahan dan tenaga) diri sendiri. Sebab tak ada getah tumbuh di Jerman, maka mereka carilah rumput yang zatnya bisa disaring dan dicampur dengan zat lain supaya menjadi karet. Karena Jerman amat kekurangan minyak, maka mereka saringlah minyak itu dari batu arang yang banyak didapat di Jerman. Kalau tak ada ulat sutera, maka mereka carilah pula tumbuhan yang bisa disaring dan dicampur zatnya dengan menjadikan sutera. Memang Jerman sudah terkenal sebagai Negara Jempol dalam hal membikin ERSATZ, ialah barang gantian itu. Rencana ekonomi Nazi memang dipusatkan ke Ersatz ini. Kalau Jerman Nazi bisa mengadakan barang-pakai itu, berupa ERSATZ, lebih murah dari barang luar yang dimasukkan, maka akan jayalah siasat Jerman Nazi.
SI TOKE : Jadi Rencana Ekonomi Nazi dipandang dari penjuru politik bersifat kontra-revolusioner ke dalam dan imperialistis ke luar. Inilah yang sudah dikatakan oleh Pacul tadi, bukan? Dari penjuru ekonomi, maka siasat Nazi rupanya berdasarkan penghasilan “senjata” dan Ersatz.
SI GODAM : Tepat, Kek, semuanya membawa Nazi ke medan perang, bukan?
DENMAS : Terang begitu, Dam! Rencana Nazi rupanya rencana perang! Rencana ini memang cocok dengan semangat JUNKER alias Ningrat Jerman. Rencana Nazi itu dalam garis besarnya memang jaya, bukan? Dunia hampir takluk pada Jerman Nazi. Kalau negara yang sudah rusak ekonominya di masa Perang Dunia 1914-1918 seperti Jerman, dan diremukkan pula selama 14 tahun sesudah perang itu oleh gencatan Sekutu, kalau Negara yang kurus kering macam itu, dalam lebih kurang 7 tahun saja bisa bangun dan mengancam seluruh dunia lainnya yang lebih kurang 30 kali besar penduduk Jerman, bukankah ini berarti Rencana Nazi itu jaya?
SI PACUL : Engkau ini bersabda seperti Zarathustra sendiri, Denmas! Friedrich Nietzsche akan senyum menerima engkau seperti “übermensch” di Indonesia. Dan Von Berhardi sendiri akan bangkit dari kuburnya memberi selamat kepada engkau! Bukankah begitu Raden Mas Panji Singodimedjo? Tetapi untung pula di atas meja saja! Saingannya sudah tak ada lagi dan kukunya sudah tumpul pula! Ditumpulkan imperialisme Belanda selama 350 tahun...... Paling banyak juga bisa menangkap cerutunya Van Mock saja!!
DENMAS : Bukan bermaksud Indonesia hendaknya kumau berperang, Cul...... Jangan bicara begitu, Cul ..... !
SI TOKE : Tetapi Rencana Nazi memang berdasarkan kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar! Akibatnya ialah peperangan. Sesungguhnya peperangan tak bisa dihindarkan oleh Rencana yang semacam itu ...... Tetapi bagaimana Rencana Ekonomi fasis Italia?
SI GODAM : Rencana fasis Italia yang dipastikan buat sekian tahun (5 atau 3 tahun) seperti di Rusia dan Jerman tak kukenal. Tetapi pasti Mussolini, bapanya aliran fasisme dunia campur tangan dalam urusan dalamnya kaum kapitalis Italia. Lagipula perekonomian Italia juga berupa kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar. Ingatlah saja semua kumpulan dan rapat buruh yang dibubarkan oleh Mussolini dengan senjata. Betul perindustrian perang Italia tak mengejutkan dan menakutkan dunia seperti perindustrian Jerman. Tetapi Mussolini juga memusatkan perhatiannya kepada alat perang seperti kapal terbang yang lebih cepat dan lebih tangkas berjuang. Tampaknya pula kaum kapitalis Italia dan kaum ningrat Italia lebih terkendali oleh Mussolini daripada kaum kapitalis dan ningrat Jerman oleh Hitler. Tetapi politik dan perekonomian Italia, ber- atau tak berencana menuju dan tiba pada Perang Dunia juga. Demikianlah politik ekonominya Jerman Nazi, seperti juga politik ekonominya Italia, yang didasarkan atas kontra- revolusioner ke dalam dan imperialisme ke luar itu berakhir dengan keruntuhan!
SI PACUL : Sekarang kita sampai kepada Rencana Ekonomi Sosialis!
SI GODAM : Baiklah dibicarakan dalam pasal khusus.
DENMAS : Sudah sampai kita sekarang ke Rencana Ekonomi berdasarkan Sosialisme.
MR. APAL : Seperti biasa tentulah lebih dahulu kita mesti selidiki dalam suasana bagaimana Rencana Sosialis itu dijalankan. Pada suasana itulah tergantungnya KEKUASAAN dan CARA menjalankan rencana itu.
SI PACUL : Suasana itu tentulah berhubungan dengan keadaan ekonomi dan politik, bukan?
MR. APAL : Benar keadaan sosial dan lain-lain tentulah terbawa oleh keadaan ekonomi dan politik itu pula. Di Inggris sekarang keadaan politik-ekonomi itu berlainan daripada di Rusia tahun 1927, ketika Pemerintah Soviet hendak menjalankan rencana ekonomi itu. Inggris mempunyai Parlemen yang tertua di dunia. Sedangkan Soviet Rusia tahun 1927 itu belum mengenal pemerintahan secara parlementer itu. Baru saja 10 tahun Rusia lepas dari pemerintah Tsar yang sewenang-wenang itu. Inggris mempunyai kelas-tengah yang sadar dan akan menghalang-halangi suatu tindakan sosialis. Rusia tak mempunyai kelas-tengah yang kuat seperti di Inggris itu. Inggris mempunyai Industri Berat dan Mesin-Induk, yakni mesin pembikin mesin yang sempurna buat abad ke 20 ini. Rusia tahun 1927 mesti mulai mengadakan Industri Berat dan Mesin-Induk itu.
SI PACUL : Ringkasnya Inggris sekarang mempunyai Parlemen, Rusia tahun 1927 tak mengenal Parlemen. Inggris sekarang punya kelas-tengah, ialah kontra-revolusioner tersembunyi. Rusia tidak atau sedikit mempunyai, kalau dibandingkan dengan Inggris. Inggris punya Mesin-Induk yang sempurna, Rusia tahun 1927 sama sekali tidak.
SI TOKE : Ya, kalau begitu Inggris tak bisa menyusun Rencana Ekonomi itu secara langsung, terpusat dan menjalankan rencana itu dengan cepat, yakni kalau kaum borjuis Inggris yang insaf dan kuat itu mengizinkan rencana sosialistis itu. Rusia (1927) bisa menyusun dan menjalankan rencana itu dengan tersusun, terpusat pada satu kekuasaan, ialah kekuasaan Proletar.
MR. APAL : Inggris mesti membagi-bagi kekuasaan itu di antara borjuis-ningrat atau ningrat-borjuis dengan kaum-tengah dan kaum-buruh. Jadi di sana “seandainya” Rencana itu disetujui rakyat, maka Parlemen mesti mempunyai sebagian kekuasaan. Kementerian sebagian pula, Pakbon sebagian lagi. Serikat-tani, para-pembeli (konsumen) dan serikat kapitalis tak pula boleh ketinggalan. Maklumlah di negara demokratis itu semua golongan dan sekalian yang berkepentingan tak boleh dilampaui. Semuanya mesti dirembukkan lebih dahulu dan dimufakati lebih dahulu. Di Soviet Rusia tahun 1927 kaum modal dan ningrat itu sudah lenyap sama sekali. Kaum-tengah, ahli dalam mengomong dan mengkritik itu sudah tak ada pula kekuasaannya. Partai Komunis yang memeluk semua kekuasaan dan kekayaan negara dengan lekas dan secara praktis bisa menyusun rencana sosialistis, menjalankan dengan cepat dan mengawasi serta memperbaiki jalannya itu menurut kepentingan satu kelas saja, ialah kelas pekerja.
SI TOKE : Kalau Inggris sudah melakukan revolusi-sosialnya, apakah kelak KEKUASAAN dan CARA menjalankan Rencana Ekonomi tak akan sama dengan di Rusia tahun 1927?
SI GODAM : Juga tidak! Sejarah yang sudah dilalui rakyat dari suatu negara itu terus mempengaruhi jiwa dan tindakannya rakyat itu. Sejarah politik Inggris akan terus mempengaruhinya. Tiadalah orang Inggris akan sama sekali lepas dari pengaruh sejarahnya yang berhubungan dengan iklim negaranya, suasana politik, ekonomi, sosial dan kebudayaannya di zaman lampau. Memang sejarah dan suasana itu mengubah pula jiwa dan lakunya rakyat itu. Tetapi karena suasana pada suatu tempat akan terus berlawanan dari tempat lain, umpamanya karena berlainan iklim saja, maka jiwa dan lakunya manusia di lain-lain tempat itu akan tetap mempunyai corak sendirinya pula. Dalam garis besarnya Jiwa dan Lakunya atau watak manusia itu memang sama di seluruh muka bumi ini. Tetapi dalam garis kecilnya ada berlainan. Perhatikan sajalah Jiwa dan Lakunya turunan berlainan bangsa itu bersamaan atau hampir bersamaan hak dan kewajibannya.
SI PACUL : Wah, Dam, rupanya engkau ini lari kencang lagi menurun ke lembah filsafat. Aku mesti tangkap lengan bajumu dan bawa kembali engkau ke perbandingan Inggris dan Amerika dalam ekonomi dan politik. Engkau sudah majukan perbedaan dalam hal bentuknya kekuasaan yang akan menjalankan rencana itu di Inggris dan Rusia. Tetapi kekuasaan tetap kekuasaan, bukan? Jadi mesti ada pula persamaan isinya pada ke dua Negara tadi, maka keduanya bisa dinamakan kekuasaan.
SI GODAM : Memang ada! Kekuasaan atas Rencana Ekonomi Sosialis di kedua negara tersebut sama-sama mengandung tiga kewajiban atau jabatan.
SI PACUL : Apakah jabatan yang tiga itu?
SI GODAM : Pertama, jabatan menyusun rencana. Kedua, mengadakan rencana. Ketiga, mengawasi rencana.
SI TOKE : Di negara demokratis sudahlah tentu tiga jabatan itu dipisah-pisahkan pula.
SI GODAM : Memang begitu. Di negara sosialis seperti Rusia yang diperintahi oleh satu partai saja betul tiga jabatan itu dibedakan, tetapi tiada dipisah-pisah seperti di negara demokratis kapitalis itu.
DENMAS : Jadi yang membikin, menjalankan, dan mengawasi orang itu juga. Jadi umpamanya kalau si A, B, C, D yang menyusun maka si A, B. C, D pulalah yang menjalankan dan mengawasinya? Akibatnya tiadakah seperti di zaman yang selalu dicela itu, di mana kekuasaan menangkap, memeriksa perkara, menghukum, dan menjatuhkan hukuman di tangan satu orang itu juga, atau beberapa biji orang “sekonco”?
SI GODAM : Dalam partai Komunis itu bukannya ada 1 atau 4 orang saja, Denmas. Di dalam partai itu semua orang tentulah sama-sama berpaham komunis. Tetapi tidak satu saja pikiran, kemauan, dan perasaan ribuan komunis dalam partai sebesar itu! Lagipula kalau saya tak salah maka di Rusia pun dipisahkan jabatan menyusun rencana itu dengan jabatan menjalankan dan mengawasi.
SI PACUL : Bagaimana memisahkannya?
SI GODAM : Saya kurang mendapat keterangan dan banyak kelupaan. Tetapi saya pikir rencana itu disusun di pusat. Tetapi pengawasan di daerah. Walaupun dipisahkan, bukanlah pemisahan berlaku seperti di negara kapitalis. Baik di pusat ataupun daerah yang berkuasa itu ialah satu kelas ialah kelas proletar. Kepentingan mereka adalah satu, ialah kepentingan kaum proletar. Paham yang dijunjung pun cuma satu saja ialah komunisme atau sosialisme. Jadi kepentingan sama dan tujuan sama.
SI TOKE : Sekarang sudah sedikit terang bagiku apa badan kekuasaan dan jabatan (fungsi) masing-masing kekuasaan. Kalau aku tak salah maka jabatan menyusun rencana itu berbentuk satu Panitia atau Komisi. Jabatan menjalankan rencana itu berbentuk satu Kementerian. Akhirnya jabatan mengawasi rencana itu berbentuk satu penyelidikan.
SI GODAM : Benarlah begitu!
DENMAS : Kalau jabatan menyusun itu berbentuk satu Panitia, maka Panitia semacam ini mesti diberi kekuasaan penuh buat mencari keterangan yang berhubungan, bukan? Terutama pula yang berhubungan dengan Ekonomi. Pekerjaan menyusun atau lebih tegas, pekerjaan menakar ini mestinya pekerjaan ahli.
SI PACUL : Tetapi kalau Jabatan atau Panitia Penyusun sudah membikin suatu Rencana, siapakah yang mesti memutuskan betul atau tidaknya taksiran Panitia itu?
DENMAS : Tentulah para ahli tadi bersama-sama dengan pengurus industri.
MR. APAL : Pemerintah dan Dewan Perwakilan bukankah mesti ikut pula merundingkan dan memutuskan benar atau tidaknya Panitia itu?
SI GODAM : Para ahli, para pengurus industri, Kementerian beserta Dewan Perwakilan Rakyat memang mesti ikut berunding dan memutuskan. Tetapi juga tak boleh lupa wakil kaum pekerja yang tersusun dalam berbagai Pakbon. Apalagi wakil kaum pemakai (konsumen) yang jutaan itu tak boleh pula ditinggalkan. Kebanyakan mereka yang disebut di belakangan ini sudah tersusun dalam koperasi. Ajaklah pula wakil koperasi itu berunding dan memutus! Ingat bahwa Rencana itu ialah buat masyarakat seluruhnya. Bukanlah buat satu golongan saja, berapapun besarnya golongan itu.
MR. APAL : Akhirnya Jabatan Pengawas itu mestilah mempunyai penyelidik yang bepergian ke sana-sini.
SI GODAM : Mestinya begitu.
DENMAS : Sekarang sudahlah terang bagiku Kekuasaan atas Rencana Ekonomi itu. Nanti akan dirundingkan pula Cara menjalankan rencana itu. Tetapi sebelum itu baik juga kau berikan sekali lagi ketetapan (definisi) Rencana itu.
MR. APAL : Dulu sudah ditetapkan bahwa Rencana Ekonomi ialah daya upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.
SI GODAM : Benar, definisi ini memang sudah cukup. Tetapi ada definisi yang lebih penuh dan lebih cocok dipakai menaksir.
SI PACUL : Cobalah sebutkan!
SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah urusan perekonomian yang teratur dengan maksud supaya produksi cocok dengan konsumsi, serta berdasarkan hidup sama-rata dan tolong bertolong.
SI PACUL : Betul, ekonomi itu mestinya teratur, bukan lagi anarkis seperti di zaman kapitalisme. Produksi mesti diimbangkan dengan konsumsi. Dengan begitu maka krisis itu terhindar. Dasarnya ialah sama-rata dan tolong bertolong. Memang ini dasar sosialisme.
MR. APAL : Kurasa definisi di belakang ini memang lebih praktis, lebih enteng kalau dipakai buat menaksir! Bukankah yang terutama sekali ialah hasil mesti lebih dahulu disamakan dengan pemakaian?
SI TOKE : Terang semuanya buat aku. Sekarang CARANYA hitung menghitung dalam pekerjaan mencocokkan hasil dan pemakaian itu.
SI GODAM : Cara yang gampang dan pasti tentulah tak ada. Rencana yang berarti juga satu taksiran itu mengandung kesilapan. Sedangkan menaksir banyak telur yang akan menetas saja bukan satu perkara yang selalu bisa dilakukan dengan tepat. Apalagi menaksir banyaknya hasil yang mesti tak lebih dan tak kurang dari pemakaian dalam suatu negara. Menaksir dalam hal ini selalu berarti mencoba menghitung lebih dahulu.
SI PACUL : Teruskan Dam! Tetapi hendaknya lebih mengenai bukti yang nyata.
SI GODAM : Belum bisa aku berbicara nyata-pasti, Cul. Ada lagi satu perkara yang mesti kukemukakan sebagai petunjuk buat suatu Rencana, Cul.
SI PACUL : Petunjuk apapula lagi, Dam?
SI GODAM : Lebih gampang pekerjaan taksir-menaksir buat satu negara yang agak kecil tetapi mempunyai bahan lengkap, daripada satu negara besar yang penduduknya rapat dan takaran hidupnya rendah. Gajinya rendah, persaingan antara tenaga dan tenaga amat hebat.
SI PACUL : Belum kulihat seluruhnya arti kalimat itu. Tetapi sudah kurasa. Bukankah gaji itu perlu buat membeli hasil? Jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji. Makin tinggi gaji makin bisa ditinggikan hasil, makin rendah gaji makin susah meninggikan hasil, bukan?
SI GODAM : Sampai sekian benar, Cul. Simpulan ini boleh kita pakai sebagai pedoman. Simpulan yang kedua: Sebelum cukup banyaknya industri enteng, susahlah kita menimbulkan industri berat, Industri-Induk.
SI TOKE : Ini aku bisa tangkap artinya. Sebelum cukup banyak pabrik (pabrik kina, pabrik kain, obat-obatan, minum dsb), sebelum itu, tentu susah buat mengadakan Mesin-Induk yang mesti bikin mesin buat pabrik teh, kina, kain, obatobatan, minuman dan lain-lain itu. Bukankah pula hasil Pabrik-Induk mesti seimbang dengan hasil yang berupa mesin buat industri ringan?
SI GODAM : Tepat, Kek! Petunjuk yang ketiga ialah industrialisasi, atau rencana menukar Negara-Pertanian menjadi Negara- Perindustrian. Lambat jalannya pada permulaan, tetapi semakin lama semakin cepat.
SI TOKE : Mestinya begitu Dam. Tak bisa dilakukan sekali jalan saja. Apa lagi petunjuk yang perlu diperhatikan? Cobalah sebutkan.
SI GODAM : Penting pula artinya buat Indonesia ialah: negara kecil tak bisa mengadakan rencana yang sempurna, terpisah dari negara besar. Jadi buat negara kecil susahlah kalau tak mustahil mengadakan Ekonomi Teratur itu.
SI TOKE : Gampang dimengerti Dam! Bagaimana negara kecil bisa memakai Mesin Raksasa, mesin modern yang hasilnya melambung cepat dan tinggi, kalau rakyatnya sedikit! Bukankah rakyatnya yang pertama mesti jadi pembeli? Negara asing tak selalu bisa diharapkan. Negara asing berhak dan mungkin menutup pintu pagarnya sewaktu-waktu. Satu Rencana Penghasilan yang pasti mesti didasarkan pula atas pembelian, ialah pemakaian yang pasti. Terlampau kurang pembeli kalutlah Rencana yang semolekmoleknya di atas kertas itu.
SI PACUL : Kulihat dalam hal jual beli memang engkau jempol juga, Kek. Tidak percuma rupanya engkau ini bekas-toke!
SI TOKE : Perkara dulu tinggal dulu, Cul! Bukankah aku bangkrut sebab ikut-ikut Godam pula dalam pergerakan?
SI PACUL : Tak apa bangkrut itu, Kek. Nanti kuusulkan engkau jadi Menteri Rencana Ekonomi!
SI TOKE : Memangnya aku ini bergerak buat cari pangkat, Cul! Jangan begitu Cul!
MR. APAL : Semua petunjuk itu memang perlu. Sekarang cobalah bentangkan teknik MENAKSIR itu, yakni menyusun rencana itu.
SI GODAM : Berat rasanya, Pal. Terlampau banyak yang mesti dirundingkan!
SI PACUL : Ambil sari perkara saja, atau perkara sari saja.
SI TOKE : La! Lihat, si Pacul jadi ahli filsafat pula.
SI GODAM : Karena sari Rencana itu ialah menaksir hasil yang cocok dengan pemakaian, maka perlulah direncanakan:
l. Industri umumnya;
2. Mesin khususnya. Keduanya mesti dicocokkan dengan:
3. Gaji, dan
4. Perdagangan masuk dan keluar Negara.
SI TOKE : Mudah kumengerti kalau kau susun begitu, Dam! Mestinyalah yang l) yaitu industri itu (termasuk juga pertanian), yang tentunya bergantung pada kekuatan 2) mesin itu, diimbangkan, dicocokan dengan 3) yakni gaji. Bukankah jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji? Dalam hal kekurangan mesin maka hendaklah kita periksa hasil atau barang bahan yang bisa dijual di luar negara (ekspor), buat memasukkan barang-mesin yang kurang buat dibeli (impor). Ringkasnya kita cocokan dengan 4).
SI PACUL : Sekarang laksanakanlah penaksiran itu, Dam!
SI GODAM : Pertama, periksalah industri yang ada, pun periksalah lebih dahulu apakah suatu pabrik bisa ditukar menghasilkan barang yang lain. Bukankah pabrik oto itu kalau sedikit ditukar bisa menjadi pabrik mesin kapal terbang? Periksalah lagi apakah satu cabang industri awak menghasilkan lebih atau kurang buat keperluan Negara. Apakah harga itu yang dijual dalam negeri. Kalau hasil itu memang lebih murah dan melebihi keperluan Negara, maka hasil lebih itu boleh dijual di luar negeri buat membeli barang yang kurang.
SI TOKE : Pendeknya ukurlah kekuatan industri awak. Kalau hasilnya bisa lebih dari keperluan dan harganya cukup murah, maka keluarkanlah hasil lebih itu buat pembeli yang kurang, mesin atau barang-pakai. Kalau perlu buat dipakai sendiri atau dijual di luar negeri tukarlah kalau bisa satu pabrik buat barang ini menjadi pabrik buat menghasilkan barang lain.
SI GODAM : Sesudah ditinjau kekuatan industri awak ini, cocokkanlah jumlah pekerja dengan jumlah industri yang ada atau akan diadakan. Kemudian periksalah pula apakah ada pabrik lapuk. Yang saya maksudkan dengan pabrik lapuk itu ialah pabrik yang lebih banyak memakan ongkos kalau dipakai daripada merusakkan pabrik itu sama sekali. Yang lapuk itu baik diruntuhkan saja. Anggaran ongkos pabrik lapuk itu buat mengadakan hasil baik dipakai saja buat mendirikan pabrik baru.
DENMAS : Sebutkanlah juga semua industri yang terutama, Dam, supaya kita sedikit mendapat pemandangan.
SI GODAM : Aku susun saja begini: Pabrik buat bangunan rumah, gedung, jembatan dll. Pabrik buat perhiasan rumah, tikar, cat dinding dsb, jam, makanan, minuman dsb. Pabrik buat kain, benang, pencelupan dll. Pabrik buat pengangkutan, kereta, oto, kapal air dan udara, baja, besi dll. Tambang arang, minyak, besi, timah, tembaga, bauksit dsb. Pabrik obat-obatan dll. Di Indonesia juga pabrik teh, kina, kopi, gula, karet dll.
SI TOKE : Cukuplah rasanya kita meninjau kekuatan industri awak. Jadi pabrik yang kurang ditambah dan pabrik yang menghasilkan lebih dijual hasil lebihnya itu buat pembeli pabrik yang kurang. Sekarang tinjaulah permintaan (demand) berhubung. Dengan keperluan pembeli.
SI GODAM : Ingatlah bahwa keperluan itu bertukar kalau takaran hidup itu bertukar pula.
SI PACUL : Pastikan Dam!
SI GODAM : Kalau seandainya gaji seseorang cuma f 0,50 sehari, bukankah yang dipikirkannya cuma makanan saja? Kalau gajinya menjadi f 2 barulah dipikirkannya membeli kain. Kalau takaran hidupnya bertambah pula barulah dia memikirkan membeli vulpen, sepeda, radio oto dsb. Sepadan dengan naiknya takaran hidup setingkat demi setingkat bertukarlah pula keinginan dan keperluan si pembeli.
SI TOKE : Memang, bermula sekali dipikirkan oleh si pembeli ialah barang yang paling dibutuhi. Kemudian baru dipikirkan membeli barang buat setengah kemewahan. Akhirnya barang buat kemewahan semata-mata.
SI GODAM : Cuma ada satu lagi peninjauan ialah meninjau apakah barang yang dihasilkan industri awak itu cukup ataukah tidak buat kita?
SI TOKE : Kalau tak cukup bagaimana?
SI GODAM : Jika perbedaan ongkos suatu barang yang awak bikin dengan harga pasar barang itu tetapi dimasukkan dari luar lebih besar dari perbedaan ongkos awak dengan harga barang itu di pasar awak, maka baiklah barang itu dibikin di negara awak, walaupun ongkos pada permulaan membikinnya sedikit besar.
SI PACUL : Tegaskan dengan angka, Dam! Amat tinggi tergantung kalau kau susun begitu!
SI GODAM : Kalau ongkos barang awak umpamanya 18 sen dan jualan barang asing semacam itu juga di pasar awak 25 sen, jadi perbedaannya adalah 7 sen. Kalau ongkos barang awak itu 18 sen juga, tetapi jualan di pasar awak cuma 20 sen, jadi bedanya cuma 2 sen, walaupun sudah membikinnya dan ongkos awalnya lebih mahal.
SI TOKE : Semua permulaan itu susah sekali. Lambat betul membikin sesuatu pada semua permulaan itu. Lagipula banyak barang bahan dibuang-buang. “Waste”, istilah yang dipakai dalam ekonomi! Sebab itulah ongkosnya tinggi pula. Dengan bertambah lama pengalaman berkuranglah barang terbuang-buang (waste) tadi. Jadi kalau diteruskan membikin barang semacam itu besarlah pengharapan kita lambat laun akan mendapatkan cabang industri nasional, baru, yang baik dan murah hasilnya. Tetapi bagaimana kalau perbedaan harga tadi sebaliknya?
SI GODAM : Ya, baik kau jawab sendiri, Kek!
SI TOKE : Kalau sebaliknya, bukankah ini berarti barang-barang itu, lantaran bermacam-macam sebab, tak mengandung harapan akan bisa kita bikin lebih murah dari barang asing, walaupun pengalaman diperbanyak. Barangkali lantaran bahannya susah didapat, atau lain-lain sebab. Dalam hal ini, aku pikir baiklah barang semacam itu kita datangkan dari luar negeri saja! Toh tak ada salahnya bertindak begitu asal saja cocok dengan undang-undang ekonomi?
SI GODAM : Memang begitu, Kek. Manfaatnya juga banyak buat hubungan baik antara satu negara dengan negara lain. Perdagangan itu adalah satu perkara yang merapatkan bangsa dengan bangsa, negara dengan negara. Tak perlu semua barang itu kita sendiri yang membikin. Asal Industri-Induk sempurna di tangan kita, tak ada salahnya kalau hasil barang industri enteng kita datangkan dari luar. Yaitu kalau ongkos membikinnya sendiri akan terlampau tinggi dibanding dengan ongkos luar negeri. Tetapi baiklah jangan kita lanjutkan persoalan ini. Baiklah kita rundingkan sekarang perkara CARA membagikan gaji. Penting bukan?
SI PACUL : Tentulah penting sekali!
SI GODAM : Awalnya pembagian gaji itu boleh dijalankan atas dua macam. Pertama pada tingkat sosialisme yang sudah sampai ke tingkat komunisme. Kedua pada tingkat sosialisme itu sendiri. Pada tingkat komunisme tiap-tiap orang itu bekerja menurut kecakapannya dan mengambil hasil usahanya. Inilah tingkat tertinggi dan belum tampak kapan akan tercapainya tingkat ini. Tetapi sebagai pedoman hidup, maka ideal atau idaman pembagian secara komunis itu perlu senantiasa dipercermin.
SI PACUL : Apakah cara pembagian di tingkat kedua?
SI GODAM : Tingkat ini kita capai apabila kita sampai ke tingkat sosialisme, ialah apabila semua alat penghasilan dalam kapitalisme sudah dimiliki oleh masyarakat. Pada tingkat ini mungkin dipakai uang, dan gaji dibayar “menurut kecakapan si Pekerja”. Jadi si Pekerja masih menerima gaji. Tetapi mungkin pula pemberian itu sebagian berupa gaji menurut kecakapan, dan sebagian lagi berupa “bagian-sosial”. Yang terakhir ini berarti bahwa pembagian itu rata buat orang dewasa serta rata pula buat kanak-kanak. Bagian ini ialah bagian tiap-tiap anggota masyarakat yang kerja. Ini misalnya saja! Tiap-tiap negara sosialis dalam keadaan istimewa boleh pula mengambil tindakan istimewa. Asal saja kita jangan lupa akan pedoman komunisme di atas.
SI TOKE : Kita andaikan saja kita memakai sistem kembar, yakni sebagian dibayar sebagai gaji dan sebagian “bagiansosial”. Barangkali ini cocok dengan tingkat pertengahan (kompromis). Tetapi bagaimana menaksirnya?
SI GODAM : Agak susah sedikit menerangkannya dengan pendek. Tetapi perlu juga diberikan garis kasarnya pembagian hartapencaharian Negara berdasarkan sosialisme pada tingkat pertengahan itu. Misalkan satu negara! Andaikan dalam Negara itu ada 25.000.000 keluarga, terdiri dari ibu-bapak dan 2 anak belum baligh.
Andaikan jumlah pencaharian Negara itu setahun 4.500.000.000
Andaikan “bagian-sosial” jumlahnya seharga 2.000.000.000
Andaikan buat kelunturan mesin setahun 500.000.000
Andaikan bunga uang dan sewa dihapuskan jadi 0
Untung yang dibagikan pada kapitalis sudah dihapuskan pula 0
JADI SISA BUAT GAJI 2000.000.000
Yang 2000.000.000 itulah yang akan dibagikan kepada pekerja menurut kecakapan, kepada 25.000.000 keluarga tadi.
SI TOKE : Jadi gaji itu masih bertinggi berendah menurut kecakapan, bukan? Memang kalau tak begitu yang rajin jadi malas, sebab manusia sekarang masih mempunyai semangat perseorangan. Tetapi kalau hasil sudah melambung dan didikan sosialisme sudah lebih mendalam, maka sistem gaji ini bisa dihapuskan sama sekali. Jadi nanti tiap-tiap pekerja akan menerima “bagian sosial”-nya. Bukan begitu, Dam? Tetapi bagaimana rupanya bagian sosial itu?
SI GODAM : Apabila tiap-tiap orang sudah menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat,
maka ibu-bapak mendapat umpamanya 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-
anaknya 2 orang mendapat 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-
bapaknya kerja istimewa f 4,- = f 4,-
JUMLAH(seminggu) = f 20,-
Jadi satu bulan 1 keluarga tadi mendapat f 80,- misalnya saja. Bagian setiap keluarga tentunya mesti berhubungan dengan banyaknya penduduk pula, jumlah hasil negara, takaran hidup dsb. Ini garis besarnya saja, sebagai contoh. Ada banyak perkara lain yang bersangkutan. Tetapi bukankah aku menulis brosur lagi kalau kuteruskan?
SI TOKE : Jadi sebagai cermin saja! Bagaimanakah keadaannya Rencana Ekonomi Indonesia?
SI PACUL : Tunggu dulu, Kek! Engkau ini pada perundingan ini kulihat terlampau giat. Kalah kegiatan Mr. Apal, Denmas, dan aku dikumpul menjadi satu. Rupanya engkau tertarik betul oleh Rencana Ekonomi ini. Tetapi mesin sekalipun membutuhkan bensin. Apalagi Godam, yang tak berhentinya diserang oleh pertanyaan dari kanan kiri.
SI PACUL : Sekarang kita sudah sampai ke langkah penghabisan. Tibalah waktuaya buat kita memeriksa semua kemungkinan untuk melaksanakan Rencana Ekonomi itu di kepulauan Indonesia ini. Baiklah Mr. Apal saja membentangkan suasana politik, ekonomi dan sosial di Negara ini.
SI TOKE : Cul! Tadi aku kau tuduh aku terlampau giat! Memang kuakui bahwa semangatku masih meluap. Semua syarat buat menceraikan suasana itu masih segar-bugar dalam ingatanku. Izinkanlah aku mencoba membentangkannya.
SI PACUL : Benarlah pula usulmu itu, Kek. Bukankah kita ini calon guru kaum proletar yang sebagian besar itu belum lagi sadar?
SI TOKE : Tentang suasana itu banyak kulihat persamaan Indonesia ini dengan Rusia. Pertama Rusia tak mempusakai sistem parlementer. Indonesia juga tidak. Kedua, Rusia tidak mempunyai kelas-tengah yang kuat buat menghalanghalangi tindakan sosialistis. Pun Indonesia tidak mempunyai. Rusia boleh dikatakan tak mempunyai Mesin-Induk, demikian juga Indonesia.
MR. APAL : Memang semua persamaan yang kau sebutkan itu benar. Tetapi ada perbedaan besar yang juga berhubungan dengan suasana itu. Pada tahun 1928 (?) ketika Rusia menjalankan rencana 5 tahun, dia sudah lebih kurang 10 tahun mempunyai Pemerintah Komunis. Semua kekuasaan ada di tangan kaum proletar. Bagaimana Indonesia sekarang (27 November '45)? Surabaya, kota perindustrian terbesar di Indonesia sedang dihancurkan Inggris-Nica dengan pelor dan bom, dari darat, laut dan udara. Kita sedang membela kemerdekaan kita dengan senjata yang belum sampai 1% dari senjata musuh banyaknya dan kualitetnya. Bagaimana bisa kita menyusun dan menjalankan Rencana Ekonomi yang sempurna buat kita?
MR. APAL : Mulanya aku sendiri mau mengusulkan Rencana waktu kita diserang dengan hebat itu. Tetapi di belakangnya aku mengerti bahwa aku terlampau banyak dipengaruhi “buku”. Sesudah kucoba berhubungan dengan keadaan yang sebenarnya, maka barulah aku insyaf bahwa aku terlampau tinggi melayang di awang-awang.
SI PACUL : Kalau kuingat perundingan lampau tentang dasar dan tekniknya Rencana itu, sebenarnyalah suatu maksud mengadakan Rencana yang sempurna atau setengah sempurna adalah impian belaka. Kalau ada Rencana dan memang mestinya ada Rencana, maka rencana itu mestinya tak kurang dan tak lebih dari Rencana Ekonomi Berjuang.
SI TOKE : Tepat, Cul! Sebutkan lagi sarinya dasar dan teknik Rencana itu!
SI PACUL : Dasar Rencana itu ialah mencocokkan produksi dengan konsumsi. Tehniknya ialah meninjau keadaan : l) industri, 2) kemesinan, 3) gaji dan 4) perdagangan luar negeri. Baik dalam hal industri berat mauupun industri ringan kita banyak sekali kekurangan mesin. Barang bahan kita benar pula lebih dari cukup buat dijual di luar negeri. Jualan itu bisa dibelikan ke mesin yang kurang. Tetapi perdagangan dengan luar negeri sama sekali terputus. Lagipula perindustrian Indonesia, sebagai pusaka imperialisme Belanda, amat pincang. Pabrik buat barang-pakai seperti kain dan lain-lain baru pada tingkat permulaan, tetapi tambang, pabrik dan kebun buat menghasilkan barang yang dijual di luar negeri, seperti teh, kopi, gula, minyak, timah, mas dll lebih daripada cukup. Di bawah telapak serdadu Jepang banyak pula mesin yang dirusak atau diangkut ke luar Indonesia. Indonesia dan dunia luar seolah-olah dipisahkan oleh jurang yang dalam dan lebar. Indonesia kekurangan mesin dan kain, tetapi kebanyakan barang bahan. Dunia luar sanggup menjual mesin pada kita dan membutuhkan bahan dari kita, tetapi perniagaan sama sekali terhenti. Jurang tadi tak bisa atau belum bisa dijembatani, selama Inggris-Nica menyerang Indonesia dan menghancurleburkan kota Indonesia.
DENMAS : Nah, sekarang “Jeruk Bali” yang kau hidangkan, Cul! Segar bugar! Sudah pandai pula engkau memakai perkataan seolah-olah dan gambaran. Tetapi engkau jangan memikirkan Rencana Ekonomi yang modern, yang sempurna saja, Cul! Bukankah di masa perang ini pun kita mesti mengadakan rencana? Istimewanya dalam suasana perang inilah kita mesti mengadakan rencana.
SI GODAM : Benarlah begitu. Kita mesti tunda rencana besarbesaran dan rencana bertujuan jauh. Rencana yang akan membawa kita ke zaman sentausa ialah apabila kita sudah mempunyai Industri Berat, Industri Induk. Apabila kita sudah mempunyai Mesin Membikin Mesin, yakni mesin pembikin lokomotif, pembikin mesin oto, kapal air dan kapal terbang, barulah boleh kita tidur dengan perasaan lebih aman dan meninggalkan anak cucu dan negara kita dengan hati aman tenteram. Sebelum keadaan itu tercapai, belumlah berapa artinya suatu kemerdekaan, walaupun kita memperoleh kemerdekaan 100% yang kita tuntut itu.
SI PACUL : Tetapi kemerdekaan 100% itu pulalah yang sanggup memberi kesempatan kepada negara kita buat mendirikan Mesin-Induk dan Industri Berat Nasional bukan?
SI GODAM : Benar Cul. Sebab itu rencana kita sekarang ialah Rencana Ekonomi Berjuang buat mencapai kemerdekaan 100% itu lebih dahulu. Bermula baiklah diingatkan suasana sekarang ini, tegasnya ialah suasana dalam perjuangan.
DENMAS : Apa perkara penting yang tampak di matamu dalam suasana berjuang ini, Dam?
SI GODAM : Banyak perkara yang bisa menjadi sebab kemenangan atau kekalahan kita dalam perjuangan yang mahadahsyat ini. Mahadahsyat dalam hubungannya dengan banyak kekurangan kita dalam perjuangan. Kekurangan ini kelak akan kuuraikan lebih jelas dalam brosur bernama Muslihat. Di sini kukemukakan beberapa perkara yang menguntungkan kita saja. Karena perkara ini langsung bersangkutan dengan pasal Rencana Ekonomi Berjuang.
SI PACUL : Jadi berhubung dengan Rencana Ekonomi Berjuang ini menurut pikiranmu ada beberapa perkara yang menguntungkan kita. Cobalah sebutkan atau uraikan pula perkara itu panjang lebar.
SI GODAM : Belumlah sampai temponya buat menguraikan perkara itu panjang lebar. Baiklah disebutkan saja semuanya itu. Kalau perlu di sana-sini kutambah ssdikit penerangan.
SI TOKE : Mulailah, Dam!
SI GODAM : Semuanya ada empat perkara yang nyata menguntungkan kita. Makin tahan lama kita berjuang, makin nyata pula keuntungannya. Perkara itu:
l. Iklim. Lantaran tak ada musim dingin di Indonesia, tanaman tumbuh 12 bulan setahun, sedangkan di negara dingin cuma 6 bulan. Makanan mudah disiapkan, direncanakan, dan pakaian cuma sedikit yang kita perlukan. Di pinggir-pinggir atau pinggang gunung kita bisa hidup dalam pondok kecil meneruskan perjuangan, menghindarkan pesawat udara.
2. Penduduk Indonesia amat banyak. Buat di belakang dan di depan medan peperangan lebih dari cukup banyaknya prajurit. Kalau dari rakyat yang 70 juta itu diambil 10% orang terkuat saja, kita bisa mendapatkan 7 juta prajurit buat garis depan. Yang 7 juta lagi buat garis belakang. Belum lagi terhitung kaum wanita yang amat penting buat perjuangan ini.
3. Moral prajurit amat menggembirakan. Semangat buat membela kemerdekaan dan keikhlasan berkorban buat kemerdekaan belum pernah ternyata dan umum seperti sekarang. Lebih susah buat seseorang pemimpin perang menahan prajuritnya bertarung daripada menyuruhnya bertarung. Berebut-rebut prajurit yang mau maju ke garis depan, walaupun senjatanya serba kekurangan.
4. Keadaan internasional amat memuaskan. Belum pernah dunia internasional menaruh begitu banyak perhatian kepada persoalan kemerdekaan Indonesia daripada sekarang ini. Secara umum sehari demi sehari terdengar keras kian keras. Sebagian besar kaum buruh dan sebagian dari kaum liberal dunia semakin menentang imperialisme Inggris-Belanda dengan perkataan dan perbuatan. Semakin lama rakyat Indonesia berjuang semakin besar kemungkinan secara umum akan memaksa imperialis Inggris- Belanda menghentikan penyembelihan besar-besaran di Indonesia.
SI TOKE : Jadi berhubung dengan 4 perkara itu muslihat apakah yang mesti dijalankan dan Rencana Ekonomi Berjuang manakah yang baik dipakai?
SI GODAM : Terang muslihat berjuang yang baik ialah mundur maju, muslihat gerilya. Mundur kalau berjumpa dengan yang amat kuat. Maju dan terkam kalau musuh lengah dan kurang kuat. Ekonomi Berjuang ialah menghasilkan dan mengatur hasil buat perang lama. Ingatlah makin tahan lama perjuangan ini, makin baik buat kita. Buat musuh makin silau matanya menentang obor kebenaran, makin lemah urat syarafnya mendengarkan protes umum di dunia dan makin kosong kasnya buat melanjutkan penyerangan biadab ini. Akhirnya pemerintah ceroboh imperialis itu akan dijatuhkan oleh protes dan aksi umum yang ingin damai di dunia ini!
SI TOKE : Apakah perkara ekonomi yang penting buat perang lama?
SI GODAM : Buat rencana yang lebih lanjut periksalah semua syaratnya rencana ekonomi dalam pasal yang baru kita uraikan, yaitu Rencana Ekonomi Sosialis! Perkara yang menyolok mata di masa berjuang ini, ialah: l. Menambah makanan dan pembagian makanan. 2. Mendirikan perusahaan tenun dan membagikan hasilnya. 3. Mendirikan pondok di tempat aman sebagai persiapan buat penduduk kota. 4. Mengatur pertukaran barang. 5. Mempersiapkan hubungan dengan luar negeri.
SI TOKE : Apakah tindakan yang pertama mesti diambil?
SI PACUL : Saya pikir mengadakan l) Panitia menaksir, 2) Jabatan menjalankan taksiran atau Rencana, dan 3) Badan Penyelidik.
SI GODAM : Tepat, Cul! Sebenarnya tak perlu saya uraikan lagi apa tindakan sesudah mengadakan Badan itu yang mesti diambil. Semuanya itu sudah terkandung dalam pasal rencana ekonomi sosialis tadi. Cukuplah di sini kalau disebutkan bahwa sesudah Badan Kekuasaan tadi dibentuk, maka hendaklah diadakan penaksiran itu selekas mungkin.
SI TOKE : Sebenarnyalah mesti dicocokan semua hasil makanan, pakaian dan perkakas perumahan (di luar kota) serta keperluan buat Jawa seluruhnya dengan keperluan dan permintaan. Kalau ada kekurangan cobalah cari akal buat menambahnya. Barangkali kebun ini mesti ditanami ini dan pabrik ini mesti ditukar dengan pabrik itu. Sesudahnya adakanlah pendaftaran buat semua jenis pekerjaan, seperti pekerja besi, kain, kereta, tambang dll. Tiap-tiap jenis pekerja itu mesti dibagi pula menurut kepandaiannya. Di antara pekerja besi umpamanya berapa banyak tukang lebur, tukang las dsb. Baru kita mendapat pandangan tentang banyak dan kesanggupannya kaum pekerja kita. Apabila kita sudah mempunyai daftar yang sempurna, baru pula kita bisa mengerahkan prajurit pekerja kita yang perlu, kalau kita sudah mempunyai pendaftaran yang sempurna itu.
SI GODAM : Kalau tindakan tersebut di atas sudah dijalankan di Jawa, sudah tentu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara akan mengikut. Sebab itu semua tindakan di Jawa itu mestinya tepat cepat.
SI TOKE : Memang begitu, Dam! Indonesia ini bukan Jawa saja. Memang hubungan kita dengan seberang kini amat terganggu. Tetapi kalau maksud dan tujuan itu sama, persatuan dalam mengambil tindakan bisa didapat. Seberang seperti biasa siap setia akan mengikuti Jawa.
DENMAS : Kalau kita dari awal Republik didirikan bisa sedikit saja memandang ke depan dan memegang teguh makna dan akibat kemerdekaan itu, maka kita tentu sudah mempunyai Rencana Ekonomi Berjuang itu. Dengan itu kita akan jaya menangkis serangan Inggris-Nica yang mesti datang menyerang kita. Saya bilang mesti, karena mengingat kebutuhan imperialisme Inggris-Belanda sesudah Perang Dunia ini dan mengingat pula sejarah imperialisme Inggris-Belanda dalam 350 tahun di belakang ini, di seluruh pelosok dunia..
SI PACUL : Memang pengharapan kosong itu terlampau banyak terselit dalam hati sanubari para pemimpin kita. Tak perlulah nama si pemimpin itu kita sebut. Kita cukup mengerti artinya persatuan di masa perang ini. Tetapi ingatlah saja perjanjian Inggris dengan para pemimpin kita di Surabaya dan Magelang. Berapa banyak korban mesti diberikan sesudah perjanjian itu, karena kita percaya pada suara merdu dan janji muluk para pejabat yang terdesak itu.
MR. APAL : Memang aku setuju penuh dengan perkataanmu. Tetapi engkau sedikit sesat kepada simpang diplomasi. Baiklah kita kembali ke bagian ekonomi Rencana Ekonomi Berjuang itu. Tiadalah akan begitu besar penderitaan mereka yang mesti meninggalkan rumahnya di kota-kota dan lari tergesa-gesa ke desa-desa. Mereka akan bisa disambut dengan persediaan makanan dan pomondokan, walaupun amat sederhana sekali. Rakyat tak akan begitu kacau, kalut, dan prajurit kita tak akan begitu terganggu hatinya melihat rakyat dalam kesusahan itu. Lagipula jika ada persiapan di luar kota, maka rakyat dalam kota tak akan begitu berat hatinya meninggalkan rumah tangganya, tempatnya bernaung berbulan-bulan barangkali sudah bertahun-tahun.
DENMAS : Tak pula kurang pentingnya perkara rencana pakaian. Aku menyaksikan sendiri seorang pemuda remaja yang mendesak mengikut rombongan pergi menyerang. Pertama kusaksikan di Banten. Di sana kulihat seorang pemuda pergi menyerang ke Kebayoran. Kedua, pemuda lain yang “menyerbu” ke Surabaya. Mereka berangkat dengan tombak bambu dan golok saja. Tak pula mereka tadi memakai pakaian militer. Bahkan bajupun tak ada dipakainya. Tetapi mereka kembali ke desanya membawa beberapa pistol di pinggangnya dan tommy-gun di bahunya!
SI PACUL : Bagaimana perasaan Denmas melihat pemuda semacam itu? Mereka itu satria unggul, bukan?
DENMAS : Tetapi aku suka dan sedih! Suka karena belum pernah aku seumur hidup menyaksikan bakti kesatriaan bangsa Indonesia seperti sekarang. Sedih, melihat prajurit muda, gagah perkasa itu cuma memakai celana buntung tak bersepatu dan berbaju. Alangkah baiknya kalau diberi uniform, pakaian militer. Alangkah senang dan girang hatinya sendiri. Alangkah pula besarnya minat dan keinginan bertarung di antara teman sedesanya mereka itu, apalagi sesudah melihat temannya pulang membawa oleh-oleh perang, tanda kemenangan. Rasanya brosur ini sudah terlampau jauh melebihi brosur yang lain-lain.
SI PACUL : Sebagai penutup ucapkanlah beberapa kalimat, Dam, sebagai simpulan yang penting.
SI GODAM : Kita di masa penyerangan musuh sekarang dan di hari depan perlu mengadakan rencana. Bukan buat mengadakan perekonomian yang kuat-kokoh. Buat ini kita tak diberi kesempatan. Rencana Ekonomi kita ialah buat berjuang semata-mata. Berjuang mati-matian, karena maksud musuh sudah terang seperti cahaya matahari. Hendaknyalah dengan cepat tangkas kita mengadakan badan buat mengatur penghasilan dan pemakaian buat berjuang. Hasil itu mesti dicocokan dengan permintaan. Dalam pembagian hasil itu, sekarang uang Jepang itu masih dipakai. Tetapi cetakan uang itu sudah direbut Nica. Uang Jepang itu sangat mengalutkan perekonomian rakyat. Sudah sampai temponya sekarang buat Pemerintah Republik mengambil tindakan mencegah merosotnya uang Jepang yang menaikkan harga barang itu dan memutusasakan Rakyat Jelata. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil. Pertama Pemerintah Republik bisa mencetak uang baru. Kedua, prajurit pekerja dan perang bisa dikasih karcis sesudah menjalankan kewajibannya. Karcis itu dibolehkan dipakai di pasar dan di toko. Ketiga, pakai sistem rakyat jelata di zaman Jepang. Karena uang Jepang amat merosot, maka banyak rakyat di desa yang tak mau lagi menerima uang. Mereka tukarkan telur, ayam, atau kerbaunya dengan kain. Salah satu, dua, atau ketiganya sistem itu boleh dipakai. Tetapi boleh atau tidaknya dipakai, perkara sepenting itu, karena mengenai seluruh rakyat tak bisa diputuskan begitu saja. Lebih dahulu mesti diadakan perundingan yang masak di antara para wakil rakyat jelata. Di sini cuma bisa dimajukan dasar tindakan itu saja seperti di atas. Tetapi tindakan keuangan itu mesti lekas diambil supaya semua penceroboh itu mati kutu. Perlulah pula selekas mungkin diadakan hubungan dengan luar negeri! Maklumlah saudara artinya tindakan ini, andaikan kita sudah siap dengan rencana ekonomi berjuang. Makanan cukup buat rakyat dan prajurit, pakaian pun sudah mulai ditenun.Wanita sudah ikhlas mengerahkan tenaganya buat mengurus dapur umum dan palang merah. Perkakas tenun dengan tak berhentinya berputar oleh tangan wanita yang ingin menang, ingin merdeka. Pembagian makanan dan pakaian berlaku dengan tetap teratur diselenggarakan oleh laki-laki/perempuan tua dan muda dalam negeri. Di kaki dan pinggang gunung, ratusan malah ribuan pondok siap sedia buat menerima penduduk kota yang terpaksa menyingkirkan diri. Biarlah kaum imperialis membabi buta. Di udara dan laut mereka bisa menang. Semua kota besar mungkin mereka bisa duduki. Tetapi selama lembah, dataran, dan lereng gunung terus ditanami menurut rencana ekonomi yang teratur rapi, selama semangat rakyat seluruhnya masih bulat percaya pada Hak Kemerdekaannya, selama Tentara Rakyat masih pegang semangatnya yang menyala-nyala itu, Saudara sekalian, akhirnya musuh mesti akan bertekuk lutut dengan tiada perjanjian suatu apa. Sebelum imperialis itu meninggalkan pesisir kita belumlah akan kita sarungkan belati kita ke sarungnya. Kembali kita ke alam kita, ke penghidupan yang sederhana. Kita bisa dan kita terpaksa berlaku begitu! Dengan hidup sederhana dan senjata sederhana kita bisa bertahan bertahuntahun. Camkanlah bahwa kekayaan Indonesia yang istimewa itu mengizinkan kita bertarung lama dengan hidup miskin. Semua kekayaan dan kemegahan Indonesia itu kelak akan jatuh kembali ke tangan kita apabila kita sudah menang! Semboyan kita: RENCANA EKONOMI BERJUANG! KEMERDEKAAN 100%! RENCANA EKONOMI SOSIALISTIS!