Kata Pengantar dari Penerbit tahun 1987
Sehubung banyaknya permintaan dari Keluarga Besar Murba untuk buku Parlemen atau Soviet karya Tan Malaka tahun 1921 maka kami terbitkan kembali dalam bentuk foto copy dimana ejaan kata-kata lama telah dirubah dengan ejaan baru.
Perlu kami catatkan bahwa almarhum Tan Malaka pada tahun 1927 telah mendirikan PARI (Partai Republik Indonesia) yang dengan sendirinya telah keluar dari PKI (Partai Komunis Indonesia) dan seterusnya tulisan-tulisan almarhum Tan malaka sesudah tahun 1927 berkembang ke arah Nasional Revolusioner. Demikianlah para pembaca yang arif dan budiman mengetahui dan memahami! Terima kasih!
Jakarta, 20 Mei 1987
Pimpinan Yayasan Massa.
--------------------------------------------------------------------------------
PENDAHULUAN UNTUK PENJELASAN
Pertama-tama perlu dicatat dan diingat bahwa karya “Parlemen Atau Soviet” ini dituliskan Tan Malaka di Semarang, Oktober 1921. Artinya: 66 tahun lalu (1921-1987) atau lebih dari setengah abad. Dalam edisi ini istilah sengaja tidak dirubah, untuk menunjukkan keasliannya.
Namun demikian diberikan kata pengantar “Beberapa Catatan” (pada halaman I) oleh seketariat Departemen Pendidikan Kader Dewan Partai Murba, pada penerbitannya tanggal 15 September 1961, tepat 25 tahun atau seperempat abad yang lalu. Disamping itu dilengkapi dengan KOSAKATA, pada halaman 171 - 181 untuk memberi keterangan mengenai kata, istilah atau ungkapan dalam buku ini, agar dapat membantu para pembaca - terutama dari generasi-generasi muda - untuk dapat memahami isi buku ini lebih baik.
Berpangkal tolak dari penjelasan di atas pembaca diharap menempatkan isi buku ini sesuai dengan zaman ketika karya ini ditulis. Pembaca juga jangan melupakan pada usia berapa Tan Malaka menghasilkan karyanya ini. Ialah pada usia muda, baru 24 tahun, karena dia dilahirkan di Suliki, Sumatara Barat, tahun 1897.
Buku ini ditulis setelah Tan Malaka baru saja dua tahun sebelumnya, ialah tahun 1919, kembali dari Negeri Belanda belajar di Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) di Haarlem untuk menjadi guru mengajar anak-anak buruh perkebunan Senebah Mij, Deli Serdang, Sumatera Timur, dan kemudian pindah ke Semarang tahun 1921, bergerak dalam bidang pendidikan rakyat sebagai guru sekolah yang didirikan oleh Sarekat Islam Semarang dan VSTP (Sarekat Buruh Kereta Api), yang dipimpin oleh Semaun.
Sesuai dengan masa penulisannya dan usia penulisnya, maka isi dan sifat buku ini berlaku sebagai pengenalan sejarah badan legislatif, pendalaman hakekat masalahnya dan perkembangannya, serta perbandingan dan peneracaan untuk Indonesia dalam kerangka sejarah politik dan kepartaian yang ada, dengan kacamata penglihatan 1921.
Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal di atas ini, pembaca akan dapat memahami isi buku ini sesuai dengan keadaan zamannya dan proporsi tingkat pertumbuhan pikiran penulisnya.
Karena keadaan berkembang terus sesuai dengan kodrat dan hukum sejarah. Dan pikiran Tan Malaka juga tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan menjadi makin matang dan makin kaya sejalan dengan pertumbuhan pengalamannya dan keadaan sekelilingnya, di dalam maupun di luar Indonesia. Hindia Belanda tidak memberi kesempatan Tan Malaka mengembangkan diri di tanah airnya sendiri.
Tahun 1921 itu juga Tan Malaka juga aktif dalam perjuangan buruh. Dia pernah menjadi wakil ketua Serikat Buruh.Pelikan (tambang) Cepu, yang didirikan Semaun. Dalam tahun ini pula Kongres PKI memilihnya menjadi ketua mewakili Semaun yang sedang berada di luar negeri. Karena kegiatannya yang terus meningkat, hingga melibatkan diri dalam pemogokan buruh, maka tanggal 2 Maret 1922, Tan Malaka akhirnya ditangkap dan dibuang ke Kupang (Timor); tapi kemudian dalam bulan ini juga keputusan dirubah menjad “externering” atau pengasingan ke Negeri Belanda.
Baru hanya sekitar satu tahun saja Tan Malaka mulai bergerak kiprah secara terbuka di tanah airnya sendiri, sudah terus dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda. Maka tamatlah perjuangan Tan Malaka di Indonesia waktu itu.
Dalam Perang Dunia II, ketika Hindia Belanda diduduki Balatentara Dai Nippon maka Tan Malaka berhasil menyelundup masuk kembali ke Indonesia, mulai 1936 menyusup dari Cina melalui Burma masuk Singapura – sebelum pecah perang – dan setelah pecah perang meninggalkan Singapura tahun 1942, melalui Penang berlayar ke Medan, terus ke Padang dan akhirnya tiba di Jakarta, tahun 1943 menyamar bekerja sebagai buruh (romusah) pada tambang batubara di Bayah, Banten, dengan nama Husein.
Tan Malaka menolak pemberontakan 1926 yang dicetuskan oleh pimpinan PKI. Sejak itu bersama dengan beberapa teman sepahamnya, dia memisahkan diri keluar dari PKI.
Sejak karyanya “Naar de Republik Indonesia” (Menuju Republik Indonesia) yang ditulisnya di Kanton, tahun 1925, Tan Malaka mulai lebih jauh menunjukkan ketersendiriannya, “keaseliannya” yang kemudian menjadi ciri khas haluan perjuangannya.
Akhirnya Tan Malaka dkk bukan hanya keluar secara formal dari PKI. Mereka malahan mendirikan partai tandingan menghadapi PKI, yang telah hancur lebur dan kacau balau akibat pemberontakan 1926. Di Bangkok tahun 1927 Tan Malaka dkk memproklamasikan pendirian PARTAI REPUBLIK INDONESIA, PARI, berdasarkan Manifesto Bangkok yang menjelaskan pembentukan partai politik baru yang bergerak secara ilegal itu.
Jadi, pada usia 30 tahun (1897-1927) Tan Malaka mulai mempertegas dan mengkongkritkan pandangan, pendirian dan sikapnya, secara ideologis, politis dan organisatoris.
Dalam perjuangan kemerdekaan sejak 1945 pertentangan PKI cs dan Tan Malaka dkk mewarnai masa sejarah permulaan revolusi. PKI bersatu dengan PSI dengan Sayap Kirinya, menyetujui dan mendukung Persetujuan Linggarjati 1947. Tan Malaka dkk menolak dan menentangnya. PKI melalui gembongnya Mr. Amir Syarifuddin yang menjadi Perdana Menteri RI waktu itu menandatangani Perjanjian Renville 1 Januari 1948. Sedangkan Tan Malaka bersama GRR menolak dan menentangnya.
Pokoknya PKI dan kawan-kawan mempelopori politik kompromi dengan imperialisme Belanda dengan mendukung Maklumat 1 dan 3 November 1946 Wakil Presiden Muhammad Hatta, yang dengan landasan itu membuka kompromi tidak berprinsip dengan Belanda. Sedangkan Tan Malaka dengan Persatuan Perjuangan menolak dan menentang haluan seperti itu dan memperjuangkan prinsip berunding dengan Belanda, setelah Belanda terlebih dahulu mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan tentara mereka meninggalkan wilayah Indonesia. Untuk mewarisi haluan Persatuan Perjuangan dan meneruskan tujuan perjuangannya pada tanggal 7 November 1948, Tan Malaka mempelopori pendirian Partai Murba di Yogyakarta, yang merupakan fusi tiga partai, ialah Partai Rakyat, Partai Buruh Merdeka, dan Partai Rakyat Jelata.
Pendirian Partai Murba ini merupakan perkembangan pikiran Tan Malaka secara ideologis, politis dan organisatoris. Bagaimana isi dan bentuk kulminasi ini? Untuk mudah dan tegasnya kita kutip pidato Presiden Soekarno kepada Kongres ke-V Partai Murba tanggal 15-17 Desember 1960 di Bandung sbb:
“Saya kenal almarhum Tan Malaka. Saya baca semua ia punya tulisan-tulisan. Saya berbicara dengan beliau berjam-jam. Dan selalu di dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan almarhum Tan Malaka ini, kecuali tampak bahwa Tan Malaka adalah pecinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia, ia adalah Sosialis yang sepenuh-penuhnya.”
Dan siapa tidak kenal Pahlawan Proklamator Sukarno yang menilai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Tan Malaka dengan rumusan yang ilmiah dan populer seperti ini?
Karenanya kiranya rumusan Bung Karno di atas tidak perlu komentar lagi. Dengan karyanya “Madilog” Tan Malaka memperkenalkan cara berpikir Ilmiah kepada rakyat Indonesia. “Thesis” menunjukkan jalan sosialisme sebagai dasar dan pokok pemecahan masalah Indonesia. Kedua karya inilah yang mencerminkan puncak pertumbuhan dan perkembangan pikiran Tan Malaka, yang bersifat filsafat dan berisi idiologi. Sementara itu “Dari Penjara ke Penjara”, karya otobiografi Pahlawan Kemerdekaan ini mencerminkan pandangan dan perjalanan hidup Tan Malaka sebagai konsekuensi filsafat dan ideologinya sendiri.
Dr. Harry Albert Poeze memerincikan dan melengkapi riwayat hidup dan perjuangan Tan Malaka dalam karya ilmiah dengan judul:
“TAN MALAKA, PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA, RIWAYAT HIDUP DARI 1897 SAMPAI 1945”.
Suatu desertasi akademis untuk memperoleh gelar doktor dalam ilmu sosial pada Universitas Amsterdam tahun 1976, yang aslinya ditulis dalam bahasa Belanda.
Kelanjutan karya Dr. Poeze ini akan dilengkapkan dengan periode 1945-1949 sampai Tan Malaka mati tak tentu kuburnya dan hilang tak tentu rimbanya jsutru di tanah airnya sendiri, yang belum menyadari kebenaran pemikir dan pejuang rakyat Indonesia, dengan kedalaman dan kejauhan pandangan yang jauh mendahului zamannya ini.
Untuk melengkapkan “Thesisnya” Tan Malaka merumuskan gagasan “Gabungan Aslia” - Asia-Australia - sebagai konsepsi untuk penyusunan tata politik dunia baru; makin lama makin jelas perdamaian dunia tidak mungkin dipertahankan dalam konfigurasi dan susunannya yang ada sampai menjelang tibanya Abad ke-XXI dewasa ini.
Dalam mencari dan mendapatkan alternatif untuk perbaikan dan kemajuan pengisian dan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia, kiranya karya-karya Tan Malaka penting untuk dipelajari dan dikaji kembali, sekurang-kurangnya sebagai bahan bandingan, baik segi nasional maupun segi internasionalnya. Dan kemudian dikembangkan.
Yang jelas cara berpikir dan cara bekerja – ilmiah yang memenuhi prinsip, norma, nilai dan metode ilmiah – sangat mendesak diperlukan selama ini. Disamping watak dan iman pemikir dan pemimpin serta pejuang Tanah Air dan Rakyat Indonesia tercinta, yang taat dan konsekuen sepenuhnya dengan cara berpikir dan cara bekerja ilmiah tersebut.
Jakarta, 3 April 1987.
W. Suwarto, ex-ketua umum
Partai Murba, kongres ke-V
1960, Bandung, ex-anggota
DPA RI.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
BEBERAPA CATATAN
Buku “Parlemen atau Soviet” ini ditulis Tan Malaka 40 tahun yang lalu, tahun 1921 di Semarang, yakni masa tahun-tahun pertama masuknya ajaran Marxisme ke Indonesia. Walaupun umurnya sudah tua, ditulis 40 tahun yang lalu, tetapi isi buku ini (seperti juga isi semua buku-buku Tan Malaka yang lain) selalu segar dan hangat dan merangsang buat masa sekarang inipun.
Khususnya buat masa sekarang di waktu bangsa dan rakyat Indonesia tengah menjari tiang-tiang baru yang kokoh dan tepat sesuai dengan kepentingan rakyat di lapangan ketata-negaraan dengan mengadakan lembaga-lembaga negara, maka buku “Parlemen atau Soviet” ini merupakan buku yang tidak boleh ditinggalkan untuk dipelajari dengan seksama, merupakan buku yang memberi pedoman tegas kepada wakil-wakil rakyat yang hendak ikut menentukan haluan negara.
Itulah sebabnya buku ini kai terbitkan, walaupun sementara baru stensilan.
Sebagai partai yang didirikan oleh Tan Malaka, maka Partai kita bukan saja mempunyai hak tetapi-pun mempunyai kewajiban untuk mengumpulkan semua tulisan-tulisan Tan Malaka dalam berbagai bentuk dan ukuran, kemudian memilihnya dan menerbitkannya supaya terbaca luas oleh massa Murba.
Sudah tentu masuk kewajiban kita pula melengkapi tulisan-tulisan tersebut dalam segi-segi teknis supaya sesuai dengan zaman sekarang.
Panitia Pengumpulan tulisan-tulisan Tan Malaka yang dibentuk oleh Partai kita itu sedang melangkah bekerja.
Walaupun buku “Parlemen atau Soviet” ini ditulis Tan Malaka yang kita kenal tidak saja sebagai penulis revolusioner yang memiliki gaya-bahasa istimewa, tetapipun terkemuka dalam hal bahasa, akan tetapi karena perkembangan bahasa Indonesia amat cepat dalam tahun-tahun Perang Dunia II ini, maka bahasa dalam buku ini sudah banyak yang ketinggalan zaman.
Dan karena terburu-burunya percetakan (stensil) buku ini, maka penerbitan buku ini tanpa mengubah istilah-istilah yang sudah kuno yang seharusnya diganti, tetapi tidak, hanya ejaannya saja diganti menurut sistem sekarang. Sehingga dengan demikian pembaca akan membaca buku ini persis seperti buku aslinya. Memang di antara kita pasti merasa lebih puas jika membaca buku ini seperti aslinya, tetapi dibalik itu pasti menjumpai kesulitan-kesulitan, pembacaan tidak akan lancar.
Perkasa tertegun-tegun, sebentar-sebentar berhenti untuk merenungkan kata, ungkapan atau kalimat yang agak sukar dimengerti.
Buat menolong kelancaran pembacaan, mulai halaman 171 sampai dengan 182 kita muatkan KOSAKATA (Vocabulary), tidak menurut abjad tetapi tidak pula menurut urutan halaman buku.
Jakarta, 15 September 1961.
Sekretariat DEPENKA
DEWAN PARTAI “PARTAI MURBA”