Sumber: Menudju Indonesia Baru , D.N. Aidit. Djakarta: Jajasan "Pembaruan", 1953. Scan PDF Brosur "Menudju Indonesia Baru"
Pidato untuk memperingati ulang tahun PKI yang ke-33. Diucapkan pada malam tanggal 22 Mei 1953 di Gedung Kesenian, Jakarta
Dengan gembira kami terbitkan brosur “Menuju Indonesia Baru" ini, yaitu pidato pertama yang diucapkan D. N. Aidit sekembalinya di tanah air dari peninjauan yang setengah tahun lamanya ke luar negeri. Pidato yang merupakan puncak dari pidato-pidato yang beratus-ratus banyaknya diucapkan di seluruh Indonesia untuk menyambut ulang tahun PKI yang ke-33 ini kami anggap penting sekali, karena pidato ini dengan jelas menunjukkan kepada kita tonggak-tonggak yang pokok dalam sejarah perjuangan pembebasan bangsa Indonesia, yang selama ini kabur dan tidak jelas. Pidato ini akan sangat membantu mereka yang hendak mempelajari secara dalam sejarah bangsa kita. Njoto, ketika berpidato menyambut ulang tahun PKI pada hari 24 Mei yang lalu di –depan kaum buruh Tanjung Priok menyatakan tentang pidato Aidit ini sbb :
Kawan-kawan dan para saudara tentu tidak mau terus hidup dalam Indonesia seperti sekarang ini, Indonesia yang dikacaukan oleh KMB, Indonesia yang — maafkanlah saya — yang rongsokan. Kawan-kawan dan para saudara tentu ingin hidup dalam Indonesia yang lain, Indonesia yang bebas, yang aman, yang sejahtera. Saya ingin menyatakan kepada kawan-kawan dan para saudara, bahwa pidato pemimpin kita Kawan Aidit itu adalah penting sekali, karena pidato itu menunjukkan jalan yang benar bagi kita bagaimana mengubur segala yang kacau dan yang rongsokan sekarang ini dan bagaimana mendatangkan keamanan dan kesejahteraan, pendeknya, ia menunjukkan jalan yang benar bagaimana meninggalkan Indonesia yang kawak ini dan bagaimana mencapai Indonesia Baru, suatu Indonesia dimana Rakyat berkuasa atas rumah dan nasibnya sendiri. Saya harap, kawan-kawan dan para saudara mempelajari pidato Kawan Aidit itu, membacanya berulang-ulang, mendiskusikannya, sebab ia akan menolong kawan-kawan dan para saudara dalam jalan perjuangan kawan-kawan yang sungguh tidak mudah itu.
Mengingat pentingnya isi pidato inilah maka pidato ini kami terbitkan, dengan penuh harapan dan kepercayaan bahwa ia akan diterima dengan gembira oleh seluruh Rakyat pekerja dan akan berguna benar bagi perjuangan mereka.
Penerbit
Jakarta, Juni 1953.
-------------------------------------------------------------------
Hadirin yang terhormat!
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan!
Pertama-tama, atas nama Partai Komunis Indonesia, saya mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara dan Kawan-Kawan yang sudah sudi datang pada malam peringatan ulang tahun PKI yang ke-33 ini.
Kepada wakil-wakil kaum buruh, wakil-wakil kaum tani, kaum terpelajar dan orang terkemuka yang revolusioner dan progresif, PKI menyampaikan salutnya, berhubung dengan keuletan dan keperwiraan dari golongan-golongan rakyat yang saudara-saudara wakili dalam perjuangan kita sekarang, dalam perjuangan untuk demokrasi, untuk perdamaian dunia, pendeknya untuk Indonesia Baru dan Dunia Baru. Karena perjuangan saudara-saudara, karena perjuangan seluruh Rakyat yang ulet dan perwira, fajar kemenangan kita makin lama bertambah dekat.
Pada peringatan ulang tahun ke-33 ini saya diwajibkan oleh Politbiro Central Comite PKI menyampaikan sebuah uraian yang berisi beberapa kesimpulan mengenai perjuangan Rakyat Indonesia dalam menuju kemerdekaan nasional yang penuh. Uraian saya ini diberi nama “Rakyat Indonesia Berjuang Untuk Kemerdekaan Nasional yang Penuh" atau dengan singkat “Menuju Indonesia Baru".
Pendahuluan
Negeri kita adalah salah satu negeri di Asia yang luas dan banyak penduduknya. Indonesia terdiri dari banyak pulau-pulau besar dan kecil, luasnya 1.904.000 km2 dan sekarang berpenduduk kira-kira 80 juta. Indonesia menghubungkan daratan Asia dan Australia, dan menghubungkan Samudera India dengan Samudera Pasifik. Dengan demikian, Indonesia mempunyai kedudukan yang penting dalam hubungan dunia yang besar.
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan maskapai dagang yang diberi nama VOC. VOC inilah yang sejak itu memonopoli perdagangan di Indonesia. Kolonisasi dan eksploitasi Indonesia yang dimulai oleh VOC ini kemudian, pada akhir abad ke-18, dengan resmi diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Di bawah penjajahan Belanda Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang sangat berat dari dua macam tindasan, tindasan kapitalis-kapitalis asing dari luar dan tindasan tuan tanah dalam negeri. Tuan tanah dalam negeri menjadi pembantu yang setia daripada kapitalis-kapitalis asing. Belanda dan kapitalis-kapitalis asing lainnya telah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah, sumber tenaga murah, sebagai pasar hasil industri negeri-negeri kapitalis dan sebagai tempat investasi modal asing. Tuan-tuan tanah besar mempunyai hak monopoli atas tanah sehingga kaum tani yang membasahi tanah dengan keringatnya, yang merupakan bagian terbesar dari Rakyat, kekurangan tanah atau tidak mempunyai tanah sama sekali. Keadaan ini menempatkan kaum tani dalam kedudukan budak terhadap tuan tanah.
Indonesia ambil bagian yang besar dalam produksi dunia. Angka-angka sebelum perang dunia kedua menunjukkan 8 bagian Indonesia dalam produksi dunia sbb. : merica 92%, kina 91%, kapuk 77%, karet 40%, kopra 31%, kakao 29%, agave 25%, palm-oil 25%, gula 25%, teh 19%, tembakau 5%, minyak 10%, bauksit 8%, kopi 5%, timah 18%.
Walaupun Indonesia kaya dalam hasil bumi dan basil pertambangan, dan Rakyat Indonesia bekerja sangat keras, tetapi Rakyat Indonesia, sebagai Rakyat koloni dan setengah koloni lainnya, termasuk Rakyat yang melarat.
Menurut angka statistik pemerintah kolonial Belanda tahun 1941, pembagian penghasilan nasional (national income) adalah sbb. : orang Eropa di Indonesia yang hanya merupakan 0,4% dari seluruh penduduk memiliki lebih dari 65% daripada penghasilan nasional; orang Asia bukan-Indonesia yang merupakan 2,2% daripada seluruh penduduk memiliki kira2 20% daripada penghasilan nasional; sedangkan orang Indonesia yang merupakan lebih dari 97% memiliki tidak lebih dari 15% daripada seluruh penghasilan nasional.
Rakyat Indonesia terus-menerus menderita kelaparan, oleh karena itu sangat mudah diserang oleh segala macam penyakit seperti malaria, TBC, kolera, disentri, typhus, dsb. Malaria adalah penyakit Rakyat Indonesia yang pertama, walaupun Indonesia menghasilkan kina 91% daripada produksi dunia.
Di lapangan, pendidikan Rakyat Indonesia sangat terbelakang. Sebelum perang dunia kedua di Indonesia hanya terdapat lebih kurang 1.000 siswa dari semua fakultas, dan kira2 hanya 50% siswa bangsa Indonesia, sedangkan lainnya adalah bangsa Eropa dan Asia bukan-Indonesia. Murid-murid sekolah Rakyat kira-kira hanya 2 juta, padahal jumlah anak-anak yang semestinya bersekolah kira-kira 10 juta. Yang bisa membaca dan menulis hanya 7% dari seluruh penduduk.
Kebangunan Rakyat Indonesia melawan kaum penjajah
Tindasan yang berat, yang tidak kenal perikemanusiaan, telah menimbulkan perlawanan Rakyat Indonesia yang sengit terhadap penjajah Belanda.
Di antara perlawanan-perlawanan yang sengit dan banyak itu termasuk pemberontakan Ambon dalam tahun 1817 di bawah pimpinan pahlawan Pattimura, Perang Jawa tahun 1817 yang dipimpin oleh Diponegoro, Perang Paderi di X Sumatera tahun 1830-1839 yang dipimpin oleh Imam Bonjol, pemberontakan-pemberontakan di tanah Batak, di pulau-pulau Bali, Lombok, Sulawesi, dll. Sedang Aceh baru dapat dikuasai oleh Belanda setelah berperang lebih dari 40 tahun, yaitu dari tahun 1873 sampai 1915. Semuanya ini membuktikan betapa teguh dan militannya Rakyat Indonesia berjuang untuk kemerdekaannya dan betapa tingginya mutu patriotisme Rakyat Indonesia. Kekalahan-kekalahan yang diderita oleh Rakyat Indonesia dalam peperangan patriotik melawan Belanda bukanlah karena kurang sengitnya perlawanan, bukanlah karena kurang keberanian Rakyat atau kurang ketangkasan pemimpin-pemimpin dan panglima-panglima, tetapi adalah karena Rakyat Indonesia belum dipimpin oleh suatu kelas yang revolusioner dan persenjataan Belanda lebih banyak dan modern.
Dalam tahun 1905 di Rusia terjadi Revolusi di bawah pimpinan Lenin dan Stalin. Revolusi ini mengalami kekalahan, tetapi ia telah membangunkan Rakyat tertindas dan telah memberikan pelajaran yang tidak sedikit, tidak hanya pada proletariat Rusia, tetapi juga pada proletariat dan Rakyat tertindas di seluruh dunia. Berhubung dengan revolusi ini Lenin berkata : “Kapitalisme dunia dan Revolusi Rusia (1905) telah membangunkan bangsa-bangsa Asia".
Juga kelas-kelas yang tertindas dan terhina di Indonesia pada bangun, pada mengorganisasi diri dan berjuang.
Dalam tahun 1905 berdiri serikat buruh yang pertama di kalangan buruh kereta-api dengan nama SS-Bond. Dalam tahun 1908 kaum intelektual Indonesia mulai mengorganisasi diri dalam organisasi “Budi Utomo", yang mula-mula semata-mata sebagai organisasi kebudayaan, tetapi kemudian menjadi organisasi politik yang menuntut perbaikan syarat-syarat hidup bagi orang Jawa. Pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda mengorganisasi diri dalam “Indische Vereniging" yang dalam tahun 1913 diganti dengan nama “Perhimpunan Indonesia" yang mempunyai karakter politik yang tegas, yang menuntut kemerdekaan bagi Indonesia.
Dalam tahun 1911 kaum pedagang mengorganisasi diri dalam Serikat Dagang Islam, yang dalam tahun 1912 berganti nama “Serikat Islam", yaitu organisasi yang memperjuangkan kepentingan pedagang-dagang Indonesia terhadap pedagang asing. “Serikat Islam" kemudian menjadi organisasi massa yang besar, dimana di dalamnya tidak hanya tergabung kaum pedagang, tetapi juga beratus-ratus ribu kaum buruh, kaum tani dan kaum miskin kota, dan politiknya langsung ditujukan melawan kekuasaan kolonial.
Pada bulan Desember 1914 didirikan ISDV (Indonesische Social-Democratisehe Vereniging), dimana bersatu intelektual Belanda dan Indonesia yang mempunyai pikiran-pikiran revolusioner, dan mereka mulai mempelajari dan menyebarkan Marxisme di Indonesia. ISDV mempunyai pengaruh yang besar atas “Serikat Islam" dan atas usaha ISDV berdirilah serikat-serikat buruh.
Revolusi Besar Oktober 1917 mempunyai pengaruh yang sangat besar atas gerakan kemerdekaan di Indonesia. Terutama pengaruhnya sangat besar atas ISDV, dan dengan melewati anggota-anggota ISDV pengaruhnya masuk ke serikat-serikat buruh, ke kalangan intelektual dan juga masuk ke kalangan ratusan ribu kaum buruh dan kaum tani yang tergabung dalam “Serikat Islam". Bahkan yang revolusioner dari “Serikat Islam" kemudian menamakan dirinya “Serikat Islam Merah".
Atas inisiatif pemimpin-pemimpin ISDV yang revolusioner, pada tanggal 23 Mei 1920 digantilah nama ISDV menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), yaitu nama yang sesuai dengan nama Partai Lenin dan Stalin. Jadi, tanggal 23 Mei adalah hari kelahiran PKI. Pada bulan Desember 1920 PKI menggabungkan diri pada Komintern. PKI didirikan dalam waktu ketika keuntungan kapital kolonial terus meningkat tinggi, tetapi sebaliknya penghidupan kaum buruh terus merosot dengan cepat. Di bawah panji-panji PKI perjuangan melawan eksploitasi kolonial dan melawan penjajahan Belanda pada umumnya maju dengan cepat.
Kemajuan yang cepat daripada gerakan revolusioner di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran pihak imperialis dan telah menimbulkan kegiatan yang besar di kalangan pemerintah kolonial untuk membendung dan menghancurkan gerakan revolusioner. Pemerintah kolonial Belanda mengadakan pengejaran, penangkapan, pembuangan dan pengusiran ke luar negeri terhadap pemimpin-pemimpin yang revolusioner. Agen-agen provokator dimasukkan oleh reaksi ke dalam organisasi-organisasi Rakyat untuk menimbulkan perpecahan dari dalam organisasi. Sensor yang keras dilakukan terhadap penerbitan-penerbitan revolusioner. Organisasi-organisasi Rakyat berulang-ulang dilarang dan teror dilakukan terhadap pemimpin-pemimpinnya. Tetapi sekian kali organisasi-organisasi Rakyat dilarang, sekian kali pula ia didirikan kembali. Polisi rahasia kolonial terus menerus mengadakan provokasi-provokasi untuk menggulingkan organisasi-organisasi Rakyat jika organisasi-organisasi tersebut sudah agak berpengaruh. Provokasi-provokasi reaksi berhasil karena PKI ketika itu kena penyakit kekiri-kirian. Penyakit kekiri-kirian dari PKI ini telah mendapat kritik dari Kawan Stalin dalam pidatonya di muka pelajar-pelajar Universitas Rakyat Timur tanggal 18 Mei 1925. Kritik Kawan Stalin antara lain sbb.: Kaum Komunis di Jawa, yang baru-baru ini secara salah memakai semboyan kekuasaan Soviet bagi negerinya rupanya terjangkit penyelewengan ini. Ini adalah penyelewengan ke kiri, yang mengandung bahaya mengisolasi Partai Komunis dari massa dan mengubahnya menjadi sekte. Perjuangan yang teguh melawan penyelewengan ini adalah syarat yang penting untuk melatih kader-kader yang sungguh-sungguh revolusioner bagi tanah-tanah koloni dan negeri-negeri tergantung di Timur". Kritik Kawan Stalin ini sampai sekarang masih sangat besar artinya dan dianggap sangat berharga oleh kaum Komunis Indonesia.
Puncak daripada teror pemerintah kolonial terjadi dalam tahun 1926-27, yaitu dengan menindas pemberontakan Rakyat yang terjadi dalam tahun-tahun itu. Penderitaan Rakyat yang terlalu berat dan provokasi-provokasi dari pihak penjajah telah menimbulkan pemberontakan ini secara spontan. Setelah pemberontakan terjadi PKI berusaha memberikan pimpinan padanya. Dalam beberapa bulan pemberontakan ini ditindas sama sekali oleh pemerintah penjajah. 13.000 orang ditangkap dan 4.500 daripadanya dijatuhi hukuman, dipenjara atau dibunuh. Sedangkan 1.300 dibuang ke konsentrasi kamp Boven Digul di Irian, yaitu daerah pembuangan yang sangat terkenal akan penyakit malarianya. Sebagian besar dari mereka yang pulang dari pembuangan sesudah perang dunia tidak bisa ambil bagian dalam aktivitas politik, karena kesehatannya sudah sangat rusak. Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa nama PKI telah menjadi harum di kalangan Rakyat, karena kaum Komunis dengan gagah berani memberikan pimpinan dalam perlawanan bersenjata terhadap imperialis Belanda.
Sesudah terjadi pemberontakan tahun 1926-27 PKI dinyatakan dilarang oleh pemerintah kolonial. Karena banyak kehilangan kader, PKI tidak segera dapat mengumpulkan tenaganya kembali dalam ilegalitas. Pukulan terhadap PKI ini adalah satu permulaan untuk menghancurkan seluruh gerakan kemerdekaan nasional. Walaupun dalam tahun 1927 didirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang juga mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, tetapi sejak kekalahan pemberontakan tahun 1926-27 mulailah masa menurun dalam gerakan kemerdekaan nasional di Indonesia. Ini dapat dilihat dari kenyataan, bahwa juga PNI yang mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, digulung oleh pemerintah kolonial.
Tetapi masa menurun dalam gerakan kemerdekaan hanya sebentar. Laksana pecutan halilintar di panas terik, demikianlah pemberontakan anak-buah kapal “Zeven Provincien" yang perwira pada malam tanggal 4-5 Februari 1933 memberi isyarat bahwa masa menaik dalam gerakan kemerdekaan nasional sudah mulai lagi.
Dalam tahun 1935, atas inisiatif Kawan Musso, yang secara rahasia kembali ke Indonesia dari luar negeri, PKI dapat menghimpun tenaganya kembali secara ilegal. Atas inisiatif dan pimpinan kaum Komunis yang sudah terhimpun kembali ini didirikan organisasi Rakyat yang legal dengan nama “Gerakan Rakyat Indonesia" (GERINDO). Tujuan pokok dan GERINDO adalah terang, yaitu melawan bahaya fasis Jepang yang mengancam dunia dan mengancam Rakyat Indonesia ketika itu.
Berdirinya GERINDO telah memberikan kekuatan baru kepada gerakan kemerdekaan nasional. Dalam bulan Mei 1939, atas inisiatif GERINDO dan beberapa Partai demokratis lainnya, telah dapat dibentuk “Gabungan Politik Indonesia" (GAPI), yaitu front persatuan dan partai-partai politik guna menuntut parlemen bagi Indonesia. GAPI berhasil mengorganisasi semua partai-partai politik yang penting di Indonesia. Atas inisiatif GAPI, bulan Desember 1939 dapat diadakan Kongres Rakyat Indonesia, dan bulan September 1941 dapat dibentuk Majelis Rakyat Indonesia, yaitu badan perwakilan yang dibentuk atas inisiatif Rakyat sendiri dan bertujuan mencapai kesentosaan dan kemuliaan Rakyat berdasarkan demokrasi. GAPI maupun Majelis Rakyat Indonesia terang2an menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengan pemerintah Belanda dalam melawan fasisme Jepang. Tetapi pihak Belanda tidak menyambut dengan baik kesediaan Rakyat Indonesia sampai saat penyerahannya kepada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942. Demikianlah, dengan tiada bersenjata sama sekali imperialis Belanda menyerahkan Rakyat Indonesia pada fasisme Jepang.
Revolusi Agustus 1945 dan peran kaum pengkhianat nasional
Dalam pendudukan Jepang kesempatan bergerak lebih terbatas lagi. Beratus-ratus kaum Komunis ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara oleh Jepang, dan tidak sedikit yang dibunuh, termasuk kader-kader pimpinan. Usaha-usaha Jepang untuk mendirikan berbagai organisasi sipil dengan menggunakan kolaborator-kolaborator, dapat disabotase sehingga tidak bisa berjalan sebagai yang diinginkan oleh Jepang.
Organisasi militer dan setengah-militer didirikan oleh Jepang untuk menghimpun tenaga pemuda Indonesia guna kepentingan perangnya. Tidak sedikit pemuda-pemuda Indonesia yang dikirim ke front dan mati di front. Tetapi juga tidak sedikit elemen patriotik yang menggunakan kesempatan dalam tentara bikinan Jepang untuk melatih diri dalam kemiliteran dan merebut senjata dari Jepang, agar kemudian sesudah datang saatnya dapat mengadakan pemberontakan bersenjata terhadap Jepang.
Karena menderita kekalahan-kekalahan besar dalam peperangan, Jepang bertindak lebih kejam lagi terhadap Rakyat. Pengerahan Rakyat menjadi romusha (kuli paksa) menjadi lebih intensif dan paksaan terhadap kaum tani untuk menyerahkan padi dan ternaknya menurut harga yang ditentukan oleh Jepang dilakukan dengan ancaman senjata. Hampir 2 juta orang Indonesia mati di luar negeri sebagai romusha. Dalam hubungan dengan kematian romusha di luar negeri ini tidak bisa dilupakan sebuah kantor yang dikepalai oleh Drs. Mohammad Hatta (kantor BP3), karena kantor ini giat mendorong pengerahan romusha ke luar negeri. Semuanya ini telah menimbulkan kemarahan besar pada Rakyat, dan di berbagai tempat timbul pemboikotan dan perlawanan-perlawanan bersenjata dari pihak kaum tani dan romusha sendiri.
Korban Rakyat Indonesia yang berupa jiwa, yang mati karena terpaksa bertempur di front sebagai pembantu tentara Jepang atau mati karena disiksa sebagai romusha yang dikerjakan di Indonesia maupun di luar negeri, ada lebih kurang 5 juta orang. Ini merupakan pelajaran yang sangat pahit bagi Rakyat Indonesia, dan menanamkan kebencian yang tidak terhingga dari Rakyat Indonesia terhadap perang, dan terhadap fasisme Jepang.
Penderitaan dan penghinaan yang merata, yang menimpa seluruh lapisan Rakyat, menimpa kaum buruh, kaum tani, kaum inteligensia, pemuda dan pelajar, kaum pengusaha kerajinan tangan dan pedagang-pedagang, telah mempererat persatuan seluruh Rakyat dalam perlawanan terhadap fasisme Jepang.
Ketika fasisme Jepang mendapat pukulan sengit dari tentara Soviet yang jaya, yaitu dengan dihancurkannya tulang punggung kekuatan fasisme Jepang di Manchuria, yang menjadi sebab pokok daripada penyerahan Jepang, Rakyat Indonesia mengerti bahwa sudah tiba saatnya untuk membebaskan diri. Rakyat Indonesia menarik pelajaran yang baik dari contoh yang diberikan oleh negeri-negeri di Eropa yang membebaskan diri dengan bantuan yang bersifat menentukan dan tentara Soviet, dan dari contoh yang diberikan oleh Rakyat Tiongkok yang jaya. Demikianlah, Rakyat Indonesia, terutama kaum buruh dan kaum tani yang dipimpin oleh kaum Komunis, dengan pemuda-pemudanya sebagai elemen yang paling aktif dan yang sudah agak terlatih dalam pekerjaan revolusioner selama pendudukan Jepang, telah berhasil memaksa Sukarno dan Hata memproklamasikan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sesudah Republik Indonesia diproklamasikan, admiral Inggris Lord Mountbatten memerintahkan kepada tentara Jepang yang ada di Indonesia untuk menjaga “ketertiban dan keamanan" (“rust en orde") di Indonesia. Ini sama artinya bahwa tentara Jepang diperintah untuk melikuidasi Republik Indonesia, untuk menindas gerakan kemerdekaan nasional dan membela kepentingan imperialis dimana masih mungkin dibela. Kaum buruh dan kaum tani, yang dipelopori oleh kaum Komunis, membela mati-matian Republik Indonesia yang muda dengan senjata yang dapat dirampasnya dari Jepang, mula-mula terhadap tentara Jepang, kemudian terhadap tentara imperialis Inggris dan Belanda. PKI mengerahkan anggota-anggotanya yang masih muda terutama untuk memasuki organisasi-organisasi pemuda yang pada permulaan revolusi tumbuh dimana-mana dengan sangat suburnya.
Dengan gagah berani tentara dan Rakyat Indonesia mengadakan serangan-serangan terhadap tentara penjajah. Dengan meninggalkan korban yang tidak sedikit dan dengan moral yang rusak, di banyak tempat tentara penjajah terpaksa mengundurkan diri. Kekuatan Republik muda makin lama makin bertambah, tidak hanya dari kebangunan Rakyat dalam negeri yang bertambah besar tetapi juga karena kaum buruh Indonesia yang ada di luar negeri serta kaum buruh negeri2 lain, seperti kaum buruh Australia, India, Mesir, Belanda dllnya memberikan bantuan yang aktif dengan jalan memboikot kapal-kapal Belanda. Teranglah, bahwa dengan jalan militer kaum imperialis tidak berhasil menghancurkan Republik Indonesia.
Atas inisiatif wakil Republik Sosialis Soviet Ukraina, Manuilsky, dalam bulan Januari 1946 untuk pertama kali soal Indonesia dibicarakan dalam Dewan Keamanan PBB. Hal ini oleh pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia tidak akan dilupakan.
Imperialis Belanda, dengan dibantu oleh imperialis Amerika dan Inggris mencari jalan lain untuk merebut kembali kedudukannya di Indonesia yang sudah hilang itu. Mereka menggunakan metode lama yang sudah biasa mereka pakai dengan berhasil, yaitu dengan ancaman senjata dan dengan bantuan kakitangannya bangsa bumiputera sendiri mengadakan “perundingan-perundingan secara damai", mengadakan intrik-intrik dan provokasi-provokasi untuk mendapatkan “persetujuan-persetujuan" yang menguntungkan mereka. Dalam usahanya ini kaum imperialis Belanda mendapatkan orang yang tepat, yaitu Sutan Sjahrir yang ketika itu menjabat Perdana Menteri, seorang sosialis kanan yang melayani kepentingan imperialis Inggris dan Belanda.
Sjahrir adalah inspirator daripada politik kapitulasi yang celaka. la adalah seorang tukang ngomong dan tukang memberi konsesi kepada imperialisme. Ia berlaku pura-pura “kiri" dan “progresif”. la menamakan dirinya pelopor kekuatan ketiga dan ia memimpikan “blok netral" antara Soviet Uni dan Amerika, yang pada hakekatnya tidak lain daripada politik membantu imperialisme.
Dalam suasana kompromi dan perundingan sebagai diciptakan oleh Sjahrir, pekerjaan mengorganisasi dan memobilisasi kekuatan revolusi menjadi terlantar. Perpecahan timbul dalam kekuatan revolusi, yaitu antara yang menyetujui politik berunding Sjahrir dengan yang menentangnya. Juga di kalangan kekuatan bersenjata timbul perpecahan. Dengan demikian Republik Indonesia menjadi makin lama makin lemah, sedangkan pihak imperialis sambil berunding mempersiapkan serangan militer. Secara besar-besaran tentara dikirim dari negeri Belanda ke Indonesia dan ditempatkan terutama di Jakarta, Surabaya dan Semarang, yaitu tempat-tempat dimana Belanda mempersiapkan serangannya secara besar-besaran.
Setelah lama berunding antara delegasi Belanda dan Indonesia, yang dipimpin oleh van Mook dan Max van Poll di satu pihak dan Sjahrir di pihak lain, pada tanggal 15 November 1946 tercapai suatu persetujuan, yang diberi nama sesuai dengan tempat dimana persetujuan dibuat, yaitu Linggarjati. Persetujuan ini dibikin atas inisiatif dan di bawah pengawasan Lord Killeam, wakil imperialis Inggris. Persetujuan Linggarjati antara lain menyatakan bahwa kekuasaan pemerintah Republik Indonesia hanya diakui de facto atas Jawa, Madura dan Sumatera. Dengan ini Belanda mempunyai basis yang kuat untuk menggunakan bagian-bagian lain dari Indonesia, seperti pulau-pulau Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, dllnya untuk kepentingan agresinya, untuk kepentingan politiknya maupun militernya. Dengan giat Belanda mendirikan negara-negara boneka di luar daerah de facto Republik dengan menggunakan pengkhianat-pengkhianat nasional untuk dipakai guna melawan Republik Indonesia. Dalam hal ini PKI telah membikin kesalahan besar karena ikut menyetujui persetujuan Linggarjati yang ditandatangani oleh Sjahrir.
Di samping mengadakan persiapan-persiapan politik dan militer, imperialis Belanda terus mencari alasan untuk mengadakan peperangan yang terang-terangan terhadap Republik Indonesia. Imperialis Belanda mendapat “alasan" ketika Republik Indonesia menolak tuntutan Belanda untuk mengadakan patroli di daerah kekuasaan Republik. Tuntutan Belanda ini disetujui oleh Sjahrir, tetapi ia ditentang keras oleh Rakyat Indonesia. Kerasnya tentangan Rakyat terhadap keinginan berkapitulasi dari Sjahrir, berakibat dengan jatuhnya kabinet Sjahrir, dan dibentuk kabinet yang dipimpin oleh kaum Komunis dalam bulan Juli 1947 dengan Kawan Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri.
Di bawah pimpinan pemerintah Amir Sjarifuddin dilakukan perjuangan terhadap tentara Belanda selama perang kolonial pertama, yaitu perang yang dimulai pada 20 Juli 1947 atas perintah pemerintah Belanda Beel-Drees. Sebagaimana sudah kita ketahui, Drees adalah seorang pemimpin sosialis kanan Belanda.
Penjajah Belanda mengira bahwa dengan mengadakan perang kolonial akan lebih mudah menghancurkan Republik. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Tentara Belanda menemui perlawanan-perlawanan yang sengit dari Rakyat dan tentara Republik, dan tentara Belanda hanya mungkin menduduki kota-kota besar. Sedangkan di-desa-desa dan gunung-gunung berkuasa tentara Republik Indonesia dan pasukan-pasukan gerilya, sehingga kedudukan tentara Belanda boleh dikatakan terisolasi. Kaum buruh seluruh dunia menentang dengan keras perang kolonial yang dilakukan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia. Ini dinyatakan oleh sikap Gabungan Serikatburuh Sedunia (GSS-WFTU) dan oleh instruksi GSS kepada seluruh anggotanya untuk solider dengan Rakyat Indonesia. Solidaritet internasional dari kaum buruh seluruh dunia ini serta kegiatan-kegiatan dari wakil Soviet Uni di Dewan Keamanan PBB, telah memaksa Dewan Keamanan memerintahkan imperialis Belanda untuk menghentikan perang kolonialnya Sikap imperialis Amerika dengan begundalnya yang memusuhi Rakyat Indonesia dan berdiri di pihak imperialis Belanda, kelihatan dari sikapnya yang tidak menyetujui usul wakil Soviet Uni untuk menarik kembali tentara Belanda sampai ke garis sebelum perang kolonial.
Dewan Keamanan PBB memutuskan membentuk Komisi Jasa-Jasa Baik (KDB), yang kemudian ternyata sama sekali tidak baik. Sejak ada komisi ini Amerika dengan terang-terangan campur tangan mengenai soal-soal dalam negeri Indonesia. Dengan jalan perundingan imperialis Amerika berusaha memaksakan keinginannya pada gerakan kemerdekaan Rakyat Indonesia, dan berusaha menyingkirkan pengaruh Inggris serta merebut tempat yang pertama dalam perundingan Indonesia-Belanda. Amerika memerlukan Indonesia untuk persiapan perangnya yang jahat.
Dalam bulan November 1947 Amerika menyediakan kapal perang “Renville" untuk perundingan Indonesia-Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1948 Persetujuan Renville ditandatangani. Ini berarti bahwa pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin melanjutkan politik kapitulasi yang dimulai oleh Sutan Sjahrir. Berdasarkan persetujuan Renville, Republik Indonesia menarik kira-kira 35.000 prajurit dari daerah-daerah kantong, sebagian besar dari Jawa Barat. Dengan demikian tentara Belanda mendapat kesempatan mengaso guna mempersiapkan serangan-serangan baru. Sedangkan dari negeri Belanda terus mengalir tentara ke Indonesia.
Imperialis Amerika terang-terangan mencampuri soal-soal intern Republik Indonesia. Mereka mengirimkan agen-agen seperti G. Hopkins, Campbell, dll. juga berkewajiban menghancurkan gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh kaum Komunis. Mereka mengadakan intrik-intrik supaya Persetujuan Renville diterima, tetapi bersamaan dengan itu mereka mengorganisasi semacam “perlawanan" dari pemimpin-pemimpin Masyumi dalam kabinet Amir Sjarifuddin; pemimpin-pemimpin Masyumi kemudian diperintah oleh agen-agen Amerika untuk menyatakan “tidak setuju" pada Persetujuan Renville dan selanjutnya menolak untuk terus ambil bagian dalam pemerintah Amir Sjarifuddin. Dengan perbuatan busuk ini mereka mau membubarkan pemerintah Amir Sjarifuddin dan membentuk suatu pemerintah sonder Komunis. Mereka mengadakan intimidasi-intimidasi. Karena kurangnya kewaspadaan dan karena tidak mengertinya bahwa soal Revolusi adalah soal kekuasaan negara, Kawan Amir Sjarifuddin telah menyerahkan kekuasaan yang ada dalam tangannya dengan sukarela dalam bulan Januari 1948. Sebagai pengganti pemerintah Amir Sjarifuddin dibentuk pemerintah Hatta, dimana pemimpin-pemimpin Masyumi ambil bagian yang terpenting dan pemerintah ini menerima serta menjalankan Persetujuan Renville dengan patuh. Untuk melaksanakan Persetujuan Renville dibentuk suatu delegasi Baru dibawa pimpinan Mohamad Roem dari Masyumi guna meneruskan perundingan dengan Belanda. Demikianlah pemimpin-pemimpin Masyumi menjalankan perannya sebagai borjuis komprador, sebagai pengkhianat revolusi dan sebagai agen dari imperialis asing.
Jadi, di satu pihak pemerintah Amir Sjarifuddin berani mengadakan perang kemerdekaan terhadap imperialis Belanda, dan juga mengadakan undang-undang perburuhan yang progresif, tetapi di pihak lain, karena tekanan yang keras dan intrik-intrik dari imperialis Belanda dan Amerika ia telah meneruskan politik kapitulasi Sutan Sjahrir dan telah menyerahkan dengan sukarela pemerintah yang dipegangnya kepada reaksi.
Dengan kekuasaan pemerintah di dalam tangannya kaum reaksioner meneruskan pengkhianatannya terhadap revolusi dan terhadap tanah air. Pada tanggal 21 Juli 1948 di Sarangan (Madiun) diselenggarakan konferensi rahasia antara G. Hopkins (penasihat politik luar negeri Truman) dan M. Cochran (wakil Amerika dalam Komisi Jasa-Jasa Baik) di satu pihak dengan pihak pemerintah Indonesia yang dikepalai oleh Hatta, yang pada waktu itu sebagai Perdana Menteri. Hadir dalam konferensi ini pemimpin-pemimpin Masyumi seperti Sukiman, Natsir dan Mohamad Roam. Konferensi serangan yang rahasia ini telah menelurkan putusan jahat yang keji, yang diberi nama “Red Drive Proposals" (“Usul-usul Pembasmian Kaum Merah"). Aktivitas Amerika menghancurkan gerakan kemerdekaan di Indonesia hanyalah satu bagian daripada aktivitet Amerika di seluruh dunia, karena bersamaan dengan penghancuran gerakan kemerdekaan di Indonesia, juga di negeri-negeri lain seperti di India, Birma, dsb. diadakan penghancuran-penghancuran yang hampir sama dengan apa yang kejadian di Indonesia.
Dalam keadaan dimana tekanan imperialisme Amerika makin keras terhadap Republik Indonesia, dalam bulan Agustus 1948 kembalilah Kawan Musso dari luar negeri. Kawan Musso segera mengadakan koreksi terhadap politik yang dijalankan oleh PKI dan terhadap kesalahan-kesalahan PKI di lapangan organisasi. la menunjukkan betapa besarnya bahaya bagi Revolusi Indonesia jika tidak mengambil sikap yang tegas terhadap imperialisme. Kedatangan Kawan Musso telah menimbulkan semangat perjuangan yang baru.
Di bawah pimpinan Kawan Musso diadakan selfkritik di dalam pimpinan PKI. Dalam selfkritik ini diakui, bahwa PKI telah membikin kesalahan-kesalahan di lapangan organisasi dan politik, karena PKI tidak memahamkan adanya perubahan keadaan politik di dalam negeri sesudah proklamasi kemerdekaan dan karena PK1 tidak memahamkan keadaan internasional yang penting sesudah perang. Akibatnya PKI telah terlalu membesar-besarkan kekuatan imperialisme dan mengecilkan kekuatan anti-imperialisme. Selanjutnya diputuskan, bahwa PKI mengakui kesalahannya karena sudah menyetujui Persetujuan Linggarjati dan PKI berjuang untuk membatalkan Persetujuan Renville dan semua persetujuan yang dibikin dalam perundingan, yang tidak didasarkan atas kedudukan yang sama. Seterusnya, yang merupakan pokok koreksi di lapangan organisasi, semua Partai yang berdasarkan Marxisme-Leninisme, yaitu PKI, Partai Sosialis dan Partai Buruh Indonesia harus dipersatukan, sehingga di Indonesia hanya ada satu Partai Marxis-Leninis, yaitu PKI. Untuk mendapat sokongan kaum tani dalam revolusi, yaitu sokongan yang sangat penting dari lebih-kurang 70% Rakyat Indonesia, PKI harus menjalankan perubahan tanah. Atas dasar persekutuan buruh dan tani, PKI harus membentuk front persatuan nasional. Pekerjaan kaum Komunis di kalangan angkatan bersenjata harus diperbaiki. Penghidupan Rakyat, terutama kaum buruh dan kaum tani, harus ditingkatkan. Semuanya ini dicantumkan dalam sebuah resolusi yang diambil dalam konferensi Partai bulan Agustus 1948, yang terkenal dengan nama Resolusi “Jalan Baru". Demikianlah PKI mengadakan selfkritik atas kesalahan-kesalahannya di lapangan politik dan organisasi dan, dengan demikian PKI memberikan perspektif yang baru dan jelas kepada massa yang sudah begitu lama dibawa tenggelam dalam politik berunding dan memberi konsesi yang banyak pada imperialis sehingga bersifat kapitulasi.
Jalan baru yang ditempuh oleh PKI mendapat sambutan dari massa. Rapat-rapat umum yang diadakan oleh PKI mendapat kunjungan puluhan sampai ratusan ribu orang. Di dalam rapat-rapat umum ini dikemukakan secara terang-terangan selfkritik PM, dijelaskan program baru dari PKI, dan selanjutnya PM mengajak massa: untuk meneruskan peperangan kemerdekaan melawan imperialis Belanda. Kedok pemerintah Hatta dan kedok partai Masyumi mulai terbuka bagi massa. Massa mulai memahamkan bahwa jalan baru yang ditunjukkan oleh PKI adalah satu-satunya jalan untuk memenangkan revolusi.
Melihat gerakan kemerdekaan Rakyat yang makin maju di bawah panji-panji PKI dan melihat pemerintah Hatta segera akan terisolasi, imperialis Belanda dan Amerika menjadi sangat khawatir. Mereka menetapkan tindakan-tindakannya untuk menghancurkan PKI dan menghancurkan gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh PKI, sesuai dengan putusan konferensi Sarangan.
Akhir bulan Agustus 1948 mulai provokasi-provokasi di Solo dan kemudian di beberapa tempat lain yang dibikin oleh “diplomat" luar negeri dengan bantuan Partai Masyumi, kaum trotskis dan kaum sosialis kanan. Opsir-opsir tentara yang revolusioner dibunuh secara pengecut. Kantor-kantor serikat buruh dan kantor-kantor Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO) diduduki dengan paksa oleh golongan tentara yang tertentu. Kaum sosialis kanan dengan PSI-nya dan kaum trotskis dengan apa yang dinamakannya Gerakan Revolusi Rakyat menjadi aparat yang penting dalam tangan imperialis dan kaum reaksioner.
Dalam pertengahan September 1948 terjadi insiden kecil di Madiun di dalam tentara, antara golongan yang menyetujui politik reaksioner dan provokatif dari pemerintah Hatta dengan golongan yang di bawah pengaruh kaum revolusioner. Kejadian kecil ini disebut oleh pemerintah Hatta dan dengan berdusta pihak pemerintah mengatakan, bahwa di Madiun terjadi perebutan kekuasaan oleh kaum Komunis dan kaum Komunis mendirikan negara sendiri. Dengan alasan dusta ini pihak pemerintah Hatta menyerukan kepada semua aparatnya untuk mengejar, menangkap dan membunuh kaum Komunis dan anggota-anggota Front Demokrasi Rakyat, yaitu front persatuan yang dipimpin oleh kaum Komunis. Juga anggota Masyumi dimobilisasi untuk mengejar, menangkap dan membunuh Komunis. Dalam keadaan demikian ini tidak ada jalan lain bagi kaum Komunis dan bagi kaum revolusioner lainnya kecuali membela diri terhadap teror pemerintah. Kira-kira 10.000 kaum buruh dan kaum tani serta golongan Rakyat lainnya, dengan pemimpin-pemimpinnya, Komunis dan bukan-Komunis, dibunuh dalam kejadian Madiun ini. Juga pemimpin-pemimpin PKI yang terkemuka dan pemimpin-pemimpin kaum buruh yang terkemuka, seperti Kawan Musso, Amir Sjarifuddin, Suripno, Dr. Wiroreno, Harjono, Sarjono dan banyak lagi lainnya mati dibunuh dalam kejadian Madiun ini.
Tujuan daripada Provokasi Madiun ini ialah untuk menghancurkan gerakan buruh dengan PKI sebagai pelopornya, dan dengan demikian memisahkan gerakan kemerdekaan nasional daripada pimpinannya yang revolusioner untuk selanjutnya sama sekali melumpuhkannya. Dan terbukti pula kemudian bahwa Provokasi Madiun adalah satu persiapan untuk mengadakan perang kolonial kedua yang terjadi dalam bulan Desember 1948. Perang kolonial adalah sebagai tekanan untuk memaksa Rakyat Indonesia menerima persetujuan yang khianat, yaitu persetujuan KMB yang pada tanggal 2 November 1949 ditandatangani di Nederland oleh Hatta dan Sultan Abdul Hamid dari pihak Indonesia dan Maarseveen dari pihak kerajaan Belanda, dengan diawasi oleh Merle Cochran, wakil imperialis Amerika. Demikianlah kaum reaksioner Indonesia mengkhianati kepentingan nasional. Bagi mereka lebih baik menyerahkan Indonesia kepada imperialis Belanda dan Amerika dan menjadikan dirinya budak yang setia daripada bersatu dengan kaum Komunis dan Rakyat melawan imperialisme.
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Agak panjang saya menguraikan beberapa pengalaman yang penting dalam perjuangan kita yang lampau, perjuangan sebelum perang dunia kedua, perjuangan melawan penjajah Jepang dan perjuangan kita selama Revolusi Rakyat tahun 1945-48. Ini saya anggap perlu karena salah satu kekurangan yang serius daripada kader-kader gerakan buruh dan gerakan Rakyat, ialah kurang mengerti sejarah perjuangan kelasnya dan sejarah perjuangan bangsanya. Karena kekurangan pengetahuan ini, kecintaan dan kesetiaan mereka terhadap perjuangan kurang mempunyai dasar yang kuat, mereka seolah-olah terlepas daripada perjuangan-perjuangan yang lampau, mereka tidak melihat hubungan-hubungan gerakan kita sebagai suatu gerakan yang berkembang makin lama makin maju, makin luas dan makin tinggi. Oleh karena itu Partai senantiasa menekankan kepada kader-kader dan anggota-anggotanya supaya mempelajari sejarah bangsa kita dan sejarah perjuangannya dengan cara yang teratur dan mendalam.
Indonesia sekarang negeri setengah jajahan
Atas dasar persetujuan KMB pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan apa yang dinamakan “penyerahan kedaulatan" oleh Nederland kepada Indonesia. Persetujuan KMB ini, sebagaimana juga persetujuan Linggarjati dan Renville adalah persetujuan kolonial, tidak dibikin dalam perundingan atas dasar kedudukan yang sama. Ini kelihatan dari isi persetujuan KMB yang hina itu.
Dengan diterimanya persetujuan KMB oleh pemerintah Indonesia kaum imperialis Belanda berhasil mempertahankan pengawasannya atas Indonesia. lndonesia menjadi anggota dari apa yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda di bawah naungan Ratu Belanda.
Politik luar negeri dan perdagangan luar negeri Indonesia dikontrol oleh pemerintah Belanda.
Republik Indonesia diwajibkan membayar hutang Hindia Belanda kepada negeri Belanda dan negeri-negeri imperialis lainnya seperti Amerika, Inggris dll. Sebanyak lebih dari 5 miliar rupiah. Ini berarti, bahwa ongkos-ongkos perang kolonial yang dikeluarkan oleh Belanda dan ongkos-ongkos lainnya untuk menindas Rakyat Indonesia harus dibajar oleh Rakyat Indonesia.
Menurut persetujuan KMB pemerintah Indonesia tidak berhak mengadakan persetujuan-persetujuan dagang dan perjanjian-perjanjian dengan negara-negara lain secara bebas. Semua usaha di lapangan industri, perdagangan dan keuangan seperti: bank, pabrik, tambang, sentral listrik, pengangkutan, perkebunan, dsb. yang dimiliki oleh kaum penjajah di Indonesia, dinyatakan oleh persetujuan itu sebagai tak boleh diganggu-gugat dan kenyataannya dibela dengan setia oleh pemerintah reaksioner Indonesia. Persetujuan itu mewajibkan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan perusahaan-perusahaan dan konsesi- konsesi kepada semua orang asing (kecuali Jepang dan Jerman), untuk mengembalikan hak2 istimewa orang asing dan untuk mengakui berlakunya hak- hak ini di hari kemudian.
Pegawai- Pegawai Belanda masih tetap ada di Indonesia. Demikian juga di Indonesia ditetapkan adanya Misi Militer, Belanda (MMB). Pengeluaran untuk memeliharanya ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Gaji pegawai-pegawai Belanda jauh lebih tinggi daripada gaji pegawai-pegawai Indonesia. Pegawai-pegawai sipil dan militer Belanda masih tetap mengontrol alat- alat negara dan mengontrol tentara Indonesia. Selain daripada itu, pegawai- pegawai Belanda merupakan tenaga- tenaga spion dan tukang-sabot yang berada di dalam aparat Republik Indonesia.
Untuk mengabui mata Rakyat Indonesia, Hatta mengatakan, bahwa dengan KMB berarti “lenyapnya kekuasaan kolonial atas Indonesia". Kenyataan- Kenyataan sebagaimana tercantum dalam persetujuan KMB dan sebagaimana yang dialami oleh Rakyat Indonesia selama beberapa tahun sesudah persetujuan KMB adalah tidak demikian.
Yang benar ialah, bahwa di negeri-negeri koloni kaum imperialis sudah tidak bisa lagi berkuasa secara lama, cara yang kasar. Mengingat kebangunan Rakyat negeri-negeri jajahan, mereka terpaksa memakai metode yang tidak langsung. Penjajahan secara kasar seperti sebelum perang dunia kedua termasuk metode yang sudah kuno dan membahayakan kedudukan imperialis sendiri. Oleh karena itu mereka terpaksa memberi apa yang mereka namakan “hak memerintah diri sendiri" pada koloni-koloni mereka, seperti yang terjadi dengan India, Birma, Indonesia, dll.
Dengan persetujuan KMB, imperialis Belanda dan pengkhianat-pengkhianat nasional di bawah pengawasan imperialis Amerika, menetapkan kedudukan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan. Artinya, Indonesia mempunyai apa yang mereka namakan “hak memerintah diri sendiri", tetapi dalam kenyataannya kekuasaan yang sesungguhnya di lapangan politik, ekonomi dan militer masih tetap di tangan imperialis Belanda, dan pintu Indonesia dibukakan seluas-luasnya oleh persetujuan KMB untuk penetrasi- penetrasi politik, ekonomi, dan militer bagi imperialis Amerika dan negeri- negeri imperialis lainnya.
Oleh karena itu tidak mengherankan, jika di Indonesia sekarang keadaan kaum buruh dan keadaan Rakyat umumnya masih tetap jelek seperti sebelum perang dunia kedua, dan dalam beberapa hal lebih jelek lagi. Sebelum perang orang sering menggambarkan kemelaratan Rakyat Indonesia dengan kalimat, bahwa Rakyat Indonesia adalah “Bangsa yang terdiri dan kuli-kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa". Keadaan sebagai digambarkan oleh kalimat ini sampai sekarang masih berlaku.
Di samping kekuasaan Belanda yang masih bercokol, imperialis Amerika berusaha keras untuk merebut tempat yang pertama dalam mengeksploitasi alam dan Rakyat Indonesia dan untuk mendapatkan pangkalan-pangkalan perang di Indonesia. Amerika berhasil mempengaruhi pemerintah Hatta, dan kemudian pemerintah Natsir dan Sukiman, yang kedua-duanya dari partai Masyumi. Dengan pemerintah- pemerintah ini sebagai alatnya, imperialis Amerika memaksakan kepada Rakyat Indonesia apa yang mereka namakan pinjaman Eximbank, Embargo terhadap RRT, perjanjian San Fransisco dan MSA. Dengan pinjaman dan perjanjian-perjanjian ini Amerika berusaha menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentahnya, sebagai pasar barang industrinya, sebagai tempat investasi modalnya, sebagai pangkalan perangnya dan akhirnya sebagai tempat untuk mendapatkan serdadu- serdadu yang murah.
Amerika telah menetapkan seenaknya sendiri harga karet dan timah Indonesia dan juga menetapkan apa yang mesti dibeli oleh Indonesia dari Amerika, yang dengan sendirinya hanya barang- barang yang dapat melancarkan eksploitasi dan persiapan perang Amerika. Amerika telah menarik pemerintah Indonesia ke pihaknya untuk ambil bagian dalam menghidupkan kembali militerisme Jepang berdasarkan perjanjian San Fransisco.
Dalam pertengahan tahun 1951 imperialis Amerika telah memerintahkan pada pemerintah Sukiman untuk mengadakan pengejaran terhadap kaum Komunis dan memfasiskan sistem pemerintahan. Perintah Amerika ini dengan patuh dijalankan oleh pemerintah Sukiman, dan berdasarkan perintah inilah dalam bulan Agustus 1951 lebih dari 2.000 kaum patriot dan pejuang perdamaian ditangkap, terdiri dari pemimpin-pemimpin Komunis, pemimpin-pemimpin serikatburuh, serikat tani, organisasi pemuda dan pelajar, organisasi wanita, pemimpin-pemimpin komite perdamaian, dan lain-lain.
Politik Amerika di Indonesia tidak hanya telah mempertajam pertentangan dalam blok imperialis sendiri, tetapi juga telah menimbulkan semangat anti-Amerika. Perlawanan Rakyat terhadap politik Amerika telah memaksa pemerintah Sukiman turun panggung dan sebagai penggantinya dibentuk pemerintah Wilopo yang tidak mengakui perjanjian MSA yang sudah ditandatangani oleh pemerintah Sukiman. Pemerintah Wilopo juga telah membebaskan semua tahanan Razzia Agustus Sukiman.
Setelah gagal dengan MSA, Amerika berusaha mengikat Indonesia dengan apa yang dinamakan TCA, yang pada hakikatnya adalah juga untuk memperbudak dan merampok negeri-negeri terbelakang. Amerika juga berusaha menarik Indonesia ke dalam Pakta Pasifik yang agresif, tetapi perlawanan Rakyat Indonesia telah menggagalkan usaha Amerika.
Irian Barat, yaitu bagian yang sah dari Republik Indonesia, sampai sekarang masih langsung dikuasai oleh imperialis Belanda. Irian Barat adalah daerah yang luasnya 375.000 km2 dan kaya dengan barang pelikan seperti minyak, batubara, tembaga, osmiridium, platina, sink, nikel, chroom, mas, perak, besi, asbest, marmer, dll. Dan yang sangat penting ialah bahwa di Irian Barat terdapat uranium. Walaupun tuntutan Rakyat Indonesia keras supaya Irian Barat dikembalikan kepada Indonesia, tetapi imperialis Belanda tidak mau menyerahkannya, karena Irian Barat memberi harapan- harapan baik untuk keuntungan- keuntungan besar bagi kapital-kapital besar Belanda dan karena pulau besar ini adalah sangat diperlukan Amerika untuk kepentingan pakta-paktanya yang agresif, antara lain Pakta Pasifik.
Teranglah apa yang dinamakan “penyerahan kedaulatan" yang terjadi pada tanggal 27 Desember 1949, sesuai dengan persetujuan KMB, adalah untuk menimbulkan lamunan di kalangan Rakyat Indonesia bahwa Indonesia telah mendapatkan kemerdekaannya yang penuh dan bahwa “penyerahan kedaulatan" adalah “nyata, komplit dan tak bersyarat". Kenyataan-kenyataan yang pahit selama tiga tahun “merdeka" di bawah kontrol Belanda dan Amerika, memaksa Presiden Sukarno, dalam pidatonya pada hari ulang tahun ke-VII proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1952, mengakui bahwa penyerahan kedaulatan adalah tidak nyata, tidak komplit dan bukannya tidak bersyarat. Selanjutnya Sukarno berkata : “Sehingga dengan demikian, perjuangan kita melawan penjajahan di tanah air kita sendiri, belumlah boleh dikatakan habis". Satu ucapan yang terang bersifat menentang persetujuan KMB yang khianat. Kenyataan terlalu kuat untuk tidak mengakui palsunya “penyerahan kedaulatan" menurut persetujuan KMB.
Cengkeraman krisis ekonomi dan kemelaratan rakyat Indonesia yang setengah jajahan
Telah banyak dibicarakan oleh golongan yang berkuasa tentang rencana untuk pembangunan, industrialisasi dan kesejahteraan ekonomi. Tetapi sesungguhnya, Indonesia sekarang berada dalam cengkeraman krisis ekonomi yang terus-menerus dan sudah dekat pada keruntuhannya.
Jumlah produksi Indonesia dalam tahun 1952 merosot menjadi 65% sampai 85% jika dibandingkan dengan tahun 1938. Menurut Kantor Pusat Statistik Indonesia, dalam sepuluh bulan pertama dari tahun 1952 Indonesia mempunyai surplus import 1.360 juta rupiah, sedangkan tahun 1951 telah ada balans yang menguntungkan sebanyak 1.077 juta rupiah. Ini terutama disebabkan karena sangat merosotnya harga barang-barang ekspor Indonesia yang 70 sampai 80% terdiri dari bahan-bahan karet, timah dan kopra. Ini terutama disebabkan oleh politik Embargo dan blokade dari imperialis Amerika.
Menurut nota keuangan menteri keuangan Sumitro, penghasilan negara tahun 1953 kira-kira 7,5 miliar; 73% dari penghasilan ini didapat dari pajak-pajak, 24,5% dari penghasilan lain yang pada hakikatnya juga pajak, dan hanya 2,5% didapat dari keuntungan perusahaan negara.
Tetapi di samping krisis ekonomi yang terus menerus mencengkeram Indonesia, keuntungan kapital Belanda dalam tahun 1951 berjumlah lebih dari 1,5 miliar rupiah, yaitu jumlah yang belum pernah dicapai sejak tahun 1926, tahun keemasan bagi modal asing di Indonesia.
Cengkrraman krisis ekonomi yang terus menerus dengan sendirinya membikin tingkat hidup sangat merosot dan makin lama makin merosot lagi. Juga kemajuan Rakyat di lapangan pendidikan dan kebudayaan menjadi sangat terhalang.
Upah kaum buruh Indonesia sangat rendah, sedang upah riilnya terus merosot berhubung dengan harga barang-barang terus meningkat. Menurut Kantor Pusat Statistik pada bulan Desember tahun 1951, untuk makanan satu orang dibutuhkan 155,49 rupiah tiap2 bulan. Sedangkan menurut angka-angka resmi juga, upah terendah tahun 1951 ialah 117,— rupiah sebulan atau 5,20 rupiah sehari buat buruh pertambangan, pabrik, bangunan dan transport. Jadi, upah seorang buruh untuk memenuhi kebutuhan makan satu orang saja tidak cukup. Belum lagi ongkos makan untuk anak dan istrinya serta kebutuhan-kebutuhan lain yang juga menjadi kebutuhan pokok seperti pakaian dan perumahan. Upah 5,20 rupiah sehari ini baru berlaku bagi buruh pertambangan, pabrik, bangunan dan transport, sedangkan di perusahaan-perusahaan rokok, batik, tekstil, kulit, percetakan, bahan makanan, pertanian, dll., upah masih berada di antara 3 dan 4 rupiah sehari, dan buruh ini merupakan jumlah yang terbanyak. Ketetapan upah minimum bagi kaum buruh tidak ada sehingga upah buruh yang paling rendah ditentukan dengan sewenang-wenang oleh pihak majikan. Dibanding dengan tahun-tahun sebelum perang kebutuhan sehari-hari naik 30 sampai 40 kali, sedangkan upah rata-rata hanya naik 10 kali.
Menurut keterangan pihak pemerintah, jumlah penganggur dan setengah penganggur dari seluruh Rakyat Indonesia ada 15 juta, dan bagian terbesar, yaitu kira-kira 10 juta terdiri dari kaum tani miskin dan tani tak-bertanah. Sedangkan lainnya terdiri dari kaum buruh dan kaum miskin kota. Pengangguran kaum buruh yang tercatat dalam tahun 1950 ada 179.546 orang sedang tahun 1951 ada 252.671 orang, artinya dalam satu tahun bertambah dengan lebih dari 40%. Bagian terbesar dari kaum buruh yang menganggur tidak mendaftarkan diri karena kecilnya kemungkinan untuk mendapat bantuan dari pemerintah, yang berupa pekerjaan maupun sokongan uang. Kantor Pendaftar Kaum Penganggur termasuk salah satu kantor yang sangat tidak populer.
Kedudukan kaum tani, yang merupakan kira-kira 70% dari seluruh Rakyat Indonesia, tidaklah lebih baik daripada waktu-waktu yang lampau. Di Indonesia masih berkuasa sisa-sisa feodalisme yang penting dan berat, yaitu: hak tuan tanah besar untuk memonopoli milik tanah yang dikerjakan oleh kaum tani yang bagian terbesar tidak mungkin memiliki tanah dan karena itu terpaksa menyewa tanah dari dari pemilik-pemilik tanah menurut syarat apa saja; pembayaran sewa tanah dalam ujud barang kepada tuantanah-tuantanah yang merupakan bagian sangat terbesar dari hasil panen kaum tani dan yang mengakibatkan kemelaratan daripada bagian terbesar kaum tani; Sistem sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah tuantanah-tuantanah, yang menempatkan bagan terbesar dari kaum tani dalam kedudukan hamba; yang terakhir ialah tumpukan hutang-hutang yang menjerat batang leher bagian terbesar kaum tani dan yang menempatkan mereka dalam kedudukan budak terhadap pemilik-pemilik tanah. Akibat daripada sisa-sisa feodalisme ini adalah terang: terbelakangnya teknik pertanian, kemelaratan bagian terbesar dari kaum tani, susutnya pasar dalam negeri, tidak mungkinnya mengindustrialisasi negeri.
Pembicaraan tentang mengindustrialisasi Indonesia adalah pembicaraan yang kosong belaka, selama pembicaraan tentang ini tidak dihubungkan dengan soal pemberian tanah dengan cuma-cuma kepada kaum tani untuk dikerjakannya sendiri. Bukankah negeri yang berindustri menghendaki Rakyat yang kuat membeli hasil industri? Selama kaum tani, artinya 70% dari Rakyat Indonesia, masih hidup melarat, maka kaum tani tidak mempunyai kekuatan untuk membeli hasil industri. Jelaslah, bahwa industri tidak mungkin berkembang di negeri dimana Rakyatnya masih berada dalam kedudukan budak atau hamba.
Dalam Indonesia setengah jajahan, kaum inteligensia Indonesia tidak mempunyai hari depan yang baik. Keinginan untuk menuntut pelajaran di Indonesia adalah sangat besar. Ini dapat dilihat dari angka-angka sbb : sebelum perang jumlah siswa dari semua fakultet kira-kira 1.000 orang, sedangkan dalam tahun 1953 jumlah pelajar sekolah tinggi ada 10.000 orang. Kurangnya alat-alat dan sukarnya penghidupan para siswa tidak memungkinkan hasil studi yang baik. 80% daripada siswa terpaksa belajar sambil bekerja untuk mencari nafkah. Pada permulaan tahun 1953 harga buku pelajaran dari luar negeri naik dengan 300%. Beberapa angka lagi mengenai pendidikan: pada permulaan 1951 murid sekolah Rakyat berjumlah 6 juta, jumlah ini tiga kali daripada jumlah sebelum perang, dan jumlah ini baru memenuhi 40% daripada anak-anak Rakyat yang mau sekolah. Sedangkan yang 60% walaupun sudah cukup umurnya dan mau bersekolah, terpaksa tidak bersekolah karena kekurangan sekolah. Jumlah buta huruf masih tetap besar, yaitu kira-kira 80% dari seluruh penduduk. Teranglah, bahwa di lapangan pendidikan dan kebudayaan, Indonesia masih tetap terbelakang.
Pemerintah Indonesia yang terikat oleh persetujuan KMB tidak membela kepentingan perdagangan dan industri nasional yang perkembangannya sangat lambat itu, Borjuasi nasional tidak hanya tidak mungkin meluaskan usaha-usahanya dan mendirikan perusahaan-perusahaan industri yang baru, tetapi ia juga tidak mampu mempertahankan kedudukannya yang ada terhadap serangan-serangan modal asing, serangan-serangan kapitalis Belanda, Amerika dan Jepang. Lemahnya kekuatan membeli dari Rakyat juga merupakan faktor yang penting yang menyebabkan hancurnya perdagangan dan industri nasional. Hampir saban hari dalam suratkabar-suratkabar Indonesia dimuat keluhan daripada pedagang dan pengusaha perindustrian nasional tentang kesulitan-kesulitan mereka dan tentang penutupan perusahaan-perusahaan mereka. Penutupan perusahaan-perusahaan nasional ini lebih memperbanyak jumlah kaum penganggur.
Demikianlah keadaan Indonesia sekarang, Indonesia setengah jajahan dan setengah feodal. Selama keadaan di Indonesia masih tetap tidak berubah, artinya selama kekuasaan imperialisme belum digulingkan dan sisa-sisa feodalisme belum dihapuskan, Rakyat Indonesia takkan mungkin bebas dari keadaan melarat, terbelakang dan pincang. Kekuasaan imperialisme dan dan sisa-sisa feodalisme tidak akan hapus selama kekuasaan negara di Indonesia ada di tangan tuan-tuan feodal dan komprador yang kepentingannya berhubungan erat dengan kapital asing, karena kekuasaan negara yang demikian mempertahankan penindasan imperialis dan sisa-sisa feodal di Indonesia.
Dengan front persatuan nasional menuju kemerdekaan nasional yang penuh
Dengan menarik pelajaran dari pengalaman pemberontakan tahun 1926-27 yang kalah, dengan menarik pelajaran dari Revolusi Rakyat 1945-48 yang gagal dan dari Provokasi Madiun bulan September 1948 yang kejam, Rakyat Indonesia di bawah pimpinan kelas buruh Indonesia berjuang dengan militan untuk keluar dari keadaan setengah jajahan dan setengah feodal. Rakyat Indonesia, sebagaimana juga Rakyat negeri2 lain, mempunyai tradisi dan semangat revolusioner yang gemilang.
Kaum buruh Indonesia yang berjumlah kira-kira 6 juta yang sejak permulaan abad ke-XX sudah memelopori perjuangan kemerdekaan nasional, sekarang dalam keaadaan yang lebih terorganisasi dan lebih berdisiplin, berdiri di barisan paling depan daripada perjuangan untuk demokrasi, kemerdekaan nasional yang penuh dan perdamaian.
Kira-kira 50% dari seluruh kaum buruh Indonesia, yaitu sejumlah 3 juta, sudah terorganisasi. Menurut laporan dalam Konferensi Nasional SOBSI bulan Oktober 1952, 2,5 juta atau 85% dari kaum buruh yang sudah terorganisasi tergabung dalam SOBSI, terutama buruh perusahaan-perusahaan vital seperti kereta api, minyak, transport bermotor, kapal dan pelabuhan, perkebunan, pabrik gula, dsb. Sedangkan 15% dari buruh yang terorganisasi, yaitu sejumlah 0.5 juta terorganisasi dalam serikatburuh yang didirikan oleh kaum sosialis kanan, kaum nasionalis, kaum Masyumi, kaum Katolik reaksioner dan kaum trotskis. Front persatuan buruh, yaitu front yang lahir berdasarkan aksi-aksi bersama antara buruh anggota SOP dan bukan-SOBSI makin lama makin erat. Kaum sosialis, kanan, kaum trotskis, kaum Masyumi dan kaum Katolik reaksioner giat berusaha untuk menimbulkan perpecahan di kalangan kaum buruh dan di dalam serikatburuh yang progresif; tetapi ternyata bahwa keinginan bersatu dari kaum buruh jauh lebih kuat daripada usaha memecah yang jahat dari musuh-musuh kelas buruh dan musuh-musuh Rakyat.
Dalam tahun 1950 di samping pemogokan-pemogokan kecil yang banyak, telah terjadi pemogokan-pemogokan besar, antara lain pemogokan buruh perkebunan sebanyak 700.000 orang selama 50 hari yang berakhir dengan kemenangan pihak buruh. Menurut keterangan pihak pemerintah, selama tahun 1951 pemogokan yang tercatat berjumlah 541 dan meliputi 319.030 buruh. Dengan pemogokan-pemogokan ini kaum modal ditaksir telah menderita kerugian dengan kehilangan 3.719.914 hari kerja. Jumlah ini adalah sangat besar jika dibanding dengan pemogokan-pemogokan dalam tahun 1940, dimana hanya terjadi 42 pemogokan, hanya diikuti oleh 2.115 buruh dan hanya merugikan kaum modal dengan hilangnya 32 hari kerja. Umumnya pemogokan-pemogokan terjadi berhubung dengan tuntutan-tuntutan kenaikan upah, menentang massa ontslag dan menentang peraturan larangan mogok yang jahat.
Aksi-aksi kaum buruh yang makin hari makin banyak dan makin meluas telah mengancam eksploitasi kolonial dan mengancam persiapan perang Amerika. Keadaan ini telah menyebabkan pemerintah Sukiman, penjaga yang setia daripada eksploitasi kolonial dan aparat daripada mesin perang Amerika, dalam bulan Agustus 1951 memerintahkan mengadakan penangkapan besar-besaran terhadap kaum Komunis dan kaum progresif pada umumnya.
Pemogokan-pemogokan terjadi sekalipun ada peraturan larangan mogok, yaitu peraturan kekuasaan militer tahun 1951 yang dibuat berdasarkan undang-undang “Staat van Oorlog en Beleg" (SOB) daripada pemerintah kolonial Belanda. Kemudian peraturan kekuasaan militer diganti dengan Undang-Undang Darurat yang diciptakan oleh menteri perburuhan Tejasukmana. Menurut “Undang-Undang Tejasukmana" ini, kaum buruh yang mau beraksi 21 hari sebelumnya harus memberitahukan lebih dulu kepada pemerintah. Pihak pemerintah berhak memperpanjang batas waktu 21 hari dan pemerintah mempunyai hak veto dalam menyelesaikan perselisihan-perselisihan antara buruh dengan majikan. Untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan antara buruh dengan majikan pemerintah membentuk Panitia Arbitrase. Dengan sendirinya putusan Panitia Arbitrase dari pemerintah reaksioner menguntungkan majikan dan merugikan kaum buruh. Oleh karena itulah kaum buruh Indonesia mengadakan protes-protes, demonstrasi-demonstrasi dan pemogokan-pemogokan menuntut hapusnya undang-undang ini. Juga massa Rakyat lainnya menyokong tuntutan kaum buruh. Dalam parlemenpun sudah diajukan gugatan-gugatan tentang “Undang-undang Tejasukmana" ini dan tentang pemimpin-pemimpin buruh yang ditangkap karena dianggap melanggar undang-undang ini.
Di samping mengadakan peraturan-peraturan dan undang-undang yang membatasi hak-hak kaum buruh, kaum reaksioner melemparkan fitnahan-fitnahan kepada kaum buruh dengan maksud mengisolasi kaum buruh yang beraksi dari golongan Rakyat lainnya, agar dengan demikian gerakan buruh menjadi lemah dan persatuan nasional lepas dari pimpinan kelas buruh. Kaum reaksioner antara lain memfitnah bahwa aksi-aksi kaum buruh berarti menghalangi pembangunan nasional, mengakibatkan meningkatnya harga barang dan inflasi. Dalam memfitnah ini pemimpin-pemimpin Masyumi, kaum sosialis kanan, kaum trotskis dan kantor propaganda Amerika USIS ambil bagian yang terpenting.
Untuk melawan tuan tanah, melawan kaum reaksioner dan kaum imperialis, ber-juta-juta kaum tani sudah menyusun diri dalam berbagai organisasi. Organisasi-organisasi kaum tani yang terpenting menggabungkan diri dalam Front Persatuan Tani (FPT), yaitu organisasi federasi dari kaum tani yang mengadakan kerja sama yang baik dengan SOBSI dan dengan organisasi-organisasi progresif lainnya.
Ratusan ribu kaum tani yang tergabung dalam Front Persatuan Tani, dan yang dimana mungkin mengadakan kesatuan aksi dengan organisasi tani di luar front ini, telah memelopori perjuangan yang sengit daripada berjuta-juta kaum tani untuk turunnya sewa tanah, untuk hapusnya pajak-pajak yang sangat berat, untuk hapusnya kerja paksa, untuk menentang perampasan tanah oleh tuantanah-tuantanah Indonesia dan perkebunan asing dan untuk mendapatkan tanah dengan cuma-cuma sebagai milik perseorangan mereka. Di samping itu kaum tani Indonesia berjuang dengan sengit melawan gerombolan2 teror yang diorganisasi oleh kaum penjajah dan tuantanah-tuantanah Indonesia.
Di-kota-kota, di samping gerakan buruh yang makin hari bertambah maju, kaum inteligensia juga ambil bagian dalam memperkuat gerakan progresif dan perdamaian. Mereka memperkuat organisasi-organisasi yang sesuai dengan vaknya masing-masing atau menceburkan diri ke dalam gerakan perdamaian dan gerakan kebudayaan Rakyat. Keadaan Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feodal, tidak memungkinkan kaum inteligensia yang jujur untuk tidak berpikir dan tidak berbuat guna mendapatkan jalan keluar, jalan kemerdekaan dan kebebasan.
Kaum pemuda dan pelajar, terorganisasi dalam organisasinya masing-masing, sesuai dengan tradisinya yang revolusioner sejak permulaan abad ke-XX dan terutama selama revolusi tahun 1945-48, merupakan elemen yang aktif dalam perjuangan untuk kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian. Demikian juga gerakan kaum wanita makin lama makin nampak kemajuannya dalam melawan adat: feodal, melawan eksploitasi kolonial dan dalam perjuangan untuk perdamaian. Gerakan pemuda, pelajar dan wanita terus mempererat hubungannya dengan pemuda, pelajar dan wanita demokratis sedunia.
Keadaan yang pincang di lapangan perdagangan dan industri telah menimbulkan protes2 keras dari kalangan pengusaha-pengusaha perkebunan Rakyat, dari kalangan perdagangan dan perindustrian bangsa Indonesia. Tuntutan-tuntutan makin lama makin keras untuk tidak mengakui embargo terhadap RRT yang dipaksakan oleh imperialis Amerika, dan supaya ada hubungan dagang yang normal dengan semua negeri, termasuk negeri-negeri Demokrasi Rakyat dan Soviet Uni. Terutama berhubung dengan Indonesia saban tahun harus mengimpor beras sebanyak 800.000 sampai 900.000 ton dan berhubung harga karet sangat merosot karena ditekan oleh Amerika, timbullah tuntutan yang sangat keras supaya ada pertukaran langsung antara karet Indonesia dengan beras Tiongkok. Keinginan untuk mendapatkan mesin-mesin dari Soviet Uni dan negeri-negeri Demokrasi Rakyat adalah sangat besar dari kalangan pengusaha industri bangsa Indonesia.
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan!
Kemajuan gerakan buruh telah menjadi inspirator bagi kelas-kelas dan golongan-golongan lain untuk juga mengorganisasi diri dan berjuang guna demokrasi, perdamaian, kemerdekaan dan kebebasan. Kaum buruh Indonesia di samping berjuang untuk memperbaiki tingkat hidupnya sendiri juga memperluas dan mempertinggi tugas-tugasnya. Ia membantu perjuangan kelas-kelas lain. Kaum buruh membantu perjuangan kaum tani untuk mendapatkan tanah, perjuangan kaum inteligensia, pemuda dan wanita untuk mendapatkan hak-haknya yang pokok, perjuangan borjuasi nasional melawan persaingan asing, perjuangan seluruh Rakyat Indonesia untuk kemerdekaan nasional yang penuh, untuk demokrasi dan perdamaian.
Takut akan kekuatan kelas buruh yang makin berkembang, dan dengan ini berkembang pula kekuatan persatuan nasional, takut akan pemogokan-pemogokan dan yakin bahwa dengan tindakan kekerasan saja serta dengan undang-undang yang berbau fasis tidak akan dapat menghancurkan kelas buruh, kaum reaksioner mendirikan serikatburuh-buruh kuning sebagai persiapan menuju front buruh secara Hitler. Pelopor daripada serikatburuh-serikatburuh kuning ini terutama terdiri dari pemimpin-pemimpin Masyumi, sosialis kanan, trotskis, dan agen USIS dan FBI. Mereka ini memegang peran penting dalam tindakan-tindakan fasis seperti Razzia Agustus 1951, mereka mengadakan kerja sama yang erat dengan kepolisian dan mereka bertindak sebagai spion dalam gerakan buruh.
Kaum buruh Indonesia berjuang dengan sengit terhadap aksi-aksi memecah dari orang Sjahrir dalam serikatburuh perkebunan, serikatburuh textil dan lain-lain serta aksi-aksi memecah dari kaum trotskis dalam serikatburuh pabrik gula, serikatburuh listrik dan lain-lain, terhadap aksi-aksi memecah dari Serikat Buruh Islam Indonesia yang dipimpin oleh pemimpin-pemimpin Masyumi dan serikatburuh Katolik yang dipimpin oleh agen-agen USIS dan FBI. Kaum buruh Indonesia yang revolusioner memandang semuanya ini sebagai pekerjaan musuh-musuhnya yang menyelundup ke dalam barisan kaum buruh.
Dalam keadaan sekarang adalah satu kenyataan, bahwa aksi-aksi kaum buruh Indonesia dalam membela kepentingan-kepentingan sehari-hari di lapangan ekonomi dan sosial makin lama makin erat terjalin dengan perjuangan untuk perdamaian. Persiapan perang kaum imperialis telah menyebabkan lebih intensifnya eksploitasi atas kaum buruh, lebih hebatnya serangan-serangan terhadap tingkat hidup kaum buruh, makin meningkatnya harga kebutuhan hidup, makin tingginya pajak-pajak dan makin banyaknya kaum penganggur. Organisasi-organisasi kaum buruh Indonesia yang progresif yang tergabung maupun yang tidak tergabung dalam SOBSI, mengerti akan keadaan ini dan oleh karena itu senantiasa menghubungkan perjuangan untuk kepentingan sehari-hari dengan kewajiban yang kardinal (pokok) dari zaman kita sekarang, yaitu perjuangan untuk perdamaian dan melawan militerisasi, perjuangan untuk menggagalkan rencana perang dunia baru yang sedang disiapkan di bawah arsitektur Amerika.
Dalam tahun-tahun belakangan ini dua kali bencana besar menyerang gerakan buruh dan gerakan demokratis lainnya di Indonesia. Pertama, tindakan ultra reaksioner dari pemerintah Sukiman dalam bulan Agustus 1951, dan yang kedua bencana percobaan coup d'etat kaum sosialis kanan dalam bulan Oktober 1952. Kedua-duanya bermaksud memfasiskan sistem pemerintahan Indonesia, bermaksud mendirikan diktator militer, dimana hak-hak serikatburuh dan organisasi Rakyat lainnya tidak diakui. Tetapi kedua bencana ini telah dapat digagalkan oleh kekuatan persatuan Rakyat dan kekuatan gerakan demokratis. Kemenangan Rakyat Indonesia atas tindakan-tindakan ultra reaksioner ini telah memberi keyakinan kepada Rakyat Indonesia, terutama kepada kaum buruh Indonesia, bahwa bahaya fasisme dapat dikalahkan asal kaum buruh waspada dan berjuang dengan militan, asal kaum buruh dapat menarik golongan Rakyat lainnya dalam perjuangan menjunjung hak-hak demokrasi. Pengalaman-pengalaman ini sangat penting untuk perjuangan kelas buruh dan seluruh Rakyat Indonesia dalam waktu-waktu yang akan datang.
Demikianlah, bersamaan dengan berjuang untuk kenaikan upah, untuk melawan pengangguran, melawan ras-diskriminasi, untuk hak-hak serikatburuh dan untuk jaminan sosial, kaum buruh Indonesia juga berjuang dengan militan untuk kepentingan seluruh Rakyat Indonesia. Kelas buruh Indonesia berjuang untuk menggalang persekutuan yang erat dengan kaum tani, yaitu golongan Rakyat yang terbesar dan juga sangat tertindas. Kelas buruh Indonesia terus mendidik diri agar dapat menjadi pemimpin dan organisator dalam perjuangan untuk membatalkan persetujuan KMB, untuk membatalkan Uni Indonesia-Belanda, untuk mengusir Misi Militer Belanda (MMB) dari Indonesia, untuk melenyapkan embargo dan blokade terhadap negeri-negeri demokrasi, untuk melepaskan Indonesia dari ikatan perjanjian San Fransisco, untuk mengadakan hubungan dagang dan hubungan diplomatik yang normal dan saling menguntungkan, untuk menolak TCA dan menentang Pakta Pasifik, yang agresif yang mau dipaksakan oleh imperialis Amerika. Dengan demikian, kelas buruh Indonesia berjuang untuk memenuhi tugas sejarahnya, tugas memberi pimpinan kepada seluruh kekuatan nasional di Indonesia dalam menuju kemerdekaan nasional yang penuh, dalam menuju demokrasi, kesejahteraan dan perdamaian.
Teguhnya perjuangan kelas buruh Indonesia dan PKI dalam membela kebebasan-kebebasan demokrasi, ketika kebebasan-kebebasan yang hanya sedikit ini mau dilenyapkan oleh klik Sukiman atas perintah Amerika dan kemudian oleh klik Sjahrir atas perintah Inggris dan Belanda, telah memungkinkan PKI menghimpun massa yang lebih luas d isekitarnya. Dimana-mana di seluruh negeri terbentuk kerja sama yang baik antara PKI dengan elemen demokratis, termasuk orang progresif dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai-partai lain, dalam melawan bahaya fasisme yang mau dipaksakan oleh imperialis Amerika, Belanda dan Inggris.
Kejadian-kejadian ini semua membuktikan kebenaran ucapan kawan Stalin pada penutupan Kongres ke-XIX Partai Komunis Soviet Uni, yaitu bahwa Partai-partai Komunis dan Partai-partai Demokratis hanya bisa menghimpun massa di sekitarnya jika Partai menjunjung panji-panji kebebasan demokrasi borjuis yang sudah dibuang oleh kaum borjuis. “Tidak ada orang lain yang bisa menjunjung panji-panji ini", demikian kata kawan Stalin, dan dengan ini ditekankannya bahwa hanya Partai-Partai Komunis dan Partai-partai Demokratislah yang bisa menjunjung panji-panji kebebasan demokrasi borjuis.
Kejadian ini semua menanamkan keyakinan yang lebih dalam pada Rakyat Indonesia, terutama pada kelas buruh Indonesia, bahwa hanya persatuanlah, persatuan daripada semua kekuatan anti-imperialisme dan anti-feodalisme yang dapat memenangkan perjuangan Rakyat.
Front Persatuan Nasional yang dibentuk atas dasar persekutuan buruh dan tani, yang dipimpin oleh kelas buruh, dan diciptakan sebagai hasil gerakan Rakyat yang seluas-luasnya dan perjuangan revolusioner daripada massa. Inilah jaminan bagi Rakyat Indonesia untuk membebaskan diri sama sekali dari penjajahan imperialisme Belanda dan untuk menggagalkan politik agresi Anglo-Amerika di Indonesia. Inilah jaminan bagi Rakyat Indonesia untuk membangun Indonesia Baru, Indonesia yang merdeka penuh. Inilah jaminan yang memungkinkan Rakyat Indonesia untuk mendirikan suatu pemerintah Demokrasi Rakyat yang akan menjalankan program Demokrasi Rakyat dan memimpin Rakyat menuju kemenangan. Oleh karena itu adalah kewajiban Rakyat Indonesia untuk senantiasa memperluas dan memperkuat Front Persatuan ini, memperluas dan memperkuatnya dengan melalui aksi-aksi sehari-hari untuk tuntutan ekonomi dan politik daripada Rakyat.
Saudara-saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Belum lengkap uraian ini jika tidak disertai keterangan mengenai politik PKI menyokong pemerintah Wilopo. Sokongan PM terhadap pemerintah Wilopo adalah sokongan yang pertama kali diberikan oleh PKI pada pemerintah Indonesia sejak permulaan tahun 1948, yaitu sesudah bubarnya pemerintah front persatuan yang dipimpin oleh Kawan Amir Sjarifuddin. Sebagaimana sudah dijelaskan dalam pernyataan-pernyataan dan keterangan-keterangan PKI, politik PKI menyokong pemerintah Wilopo adalah satu-satunya politik yang tepat. Dengan ini sama sekali tidak berarti bahwa PKI menganggap pemerintah Wilopo sebagai pemerintah yang benar-benar demokratis atau benar-benar progresif, dan sebaliknya, PKI juga tidak mungkin menyamakan pemerintah Wilopo dengan pemerintah-pemerintah Hatta, Sukiman dan Natsir yang sangat reaksioner itu.
Dalam menentukan sikap politiknya PKI senantiasa berpedoman pada Marxisme-Leninisme dan berdasarkan perimbangan kekuatan sosial yang ada. PM wajib senantiasa memperhitungkan keadaan perimbangan kekuatan sosial yang tidak stabil di Indonesia. Berdasarkan inilah PKI bisa mempunyai tiga macam sikap terhadap pemerintah-pemerintah sebelum pemerintah Demokrasi Rakyat. Pertama, jika pemerintah itu sangat reaksioner seperti pemerintah Hatta, Natsir dan Sukiman, PKI memobilisasi seluruh Rakyat untuk menjatuhkan pemerintah reaksioner itu dan untuk mendirikan pemerintah yang maju atau agak maju. Kedua, jika pemerintah itu agak maju seperti pemerintah Wilopo dalam waktu-waktu ketika ia baru dibentuk, PKI bisa memberikan sokongannya sampai batas-batas yang tertentu, walaupun PKI sendiri tidak ikut di dalamnya. Ketiga, jika pemerintah itu adalah pemerintah front persatuan, artinya pemerintah yang terdiri dari elemen-elemen demokratis termasuk Partai Komunis, seperti pemerintah-pemerintah Republik Indonesia selama Revolusi Rakyat 1945-1948, dengan sendirinya PKI memberikan sokongannya.
Karena tekanan-tekanan menteri-menteri reaksioner, terutama tekanan-tekanan dari menteri-menteri Masyumi dan PSI, pemerintah Wilopo dalam waktu-waktu belakangan ini sudah tidak lagi memperlihatkan sifat-sifatnya yang agak maju. Untuk mendorong elemen-elemen demokratis dalam pemerintah Wilopo agar mereka tidak berkapitulasi lebih jauh pada elemen-elemen reaksioner, pada tanggal 9 Mei 1953 PKI mengeluarkan pernyataan, bahwa PKI hanya bersedia menyokong pemerintah Wilopo jika ia memenuhi syarat-syarat minimum yang diajukan oleh PKI, yang menjamin adanya keamanan Rakyat, hak-hak demokrasi, perkembangan ekonomi nasional dan politik luar negeri yang menuju perdamaian dunia yang abadi.
Hadirin yang terhormat
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Sebagaimana juga pada peringatan tahun yang lampau, pada peringatan ulang tahun PKI yang ke-33 ini, kami dari Partai Komunis Indonesia menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, pada semua golongan dan partai-partai yang demokratis, untuk mempererat dan meluaskan persatuan nasional kita. Marilah kita meneruskan tradisi persatuan nasional kita, tradisi “Radicale Concentratie", tradisi PPPKI, GAPI, “Konsentrasi Nasional", BPP dll. Marilah kita menciptakan persatuan yang lebih kuat daripada persatuan-persatuan yang sudah pernah dicapai oleh bangsa kita. Marilah kita melanjutkan tradisi perwira daripada Rakyat kita dan daripada pahlawan-pahlawan nasional kita. Marilah melanjutkan tradisi perwira, tradisi persatuan dan tradisi revolusioner daripada Revolusi Agustus 1945.
Rakyat Indonesia yang sudah melalui perjuangan yang lama dan sulit, yang sudah melalui jalan perjuangan yang berliku-liku, dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia yang berpedoman pada ajaran-ajaran Marx, Engels, Lenin dan Stalin, tidak diragukan lagi pasti akan mencapai kemenangannya yang terakhir.
Hidup Rakyat Indonesia yang perwira!
Hidup persatuan nasional Rakyat Indonesia!
Hidup demokrasi dan perdamaian!
Hidup Indonesia, tanah airku!
--------------------------------------------------
Keterangan tentang beberapa nama
“Radicale Concentratie": front persatuan nasional yang didirikan pada pertengahan bulan November 1918 dan di dalamnya antara lain tergabung Serikat Islam, Budi Utomo, Insulinde, Pasundan dan ISDV.
PPPKI: Permufakatan Perhimpunan2 Politik Kebangsaan Indonesia, yaitu front persatuan nasional yang didirikan pada 17 Desember 1927 dan di dalamnya tergabung antara lain Partai Nasional Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Serikat Sumatera, Kaum Betawi, Indonesische Studie-club. Pemuka PPPKI antara lain Ir. Sukarno, Kusumo Utojo dan Thamrin.
GAPI : Gabungan Politik Indonesia, yaitu front persatuan nasional didirikan bulan Mei 1939 dan didalamnya antara lain tergabung Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII, Partai Islam Indonesia, Persatuan Politik Katolik Indonesia. Sekretariat GAPI pada permulaan didirikan terdiri dari Abikusno (PSII), Thamrin (Parindra) dan Mr. Amir Sjarifuddin (Gerindo).
Konsentrasi Nasional : front persatuan nasional yang didirikan di Yogyakarta untuk menghimpun segenap kekuatan nasional guna membela Republik Indonesia terhadap serangan-serangan imperialis Belanda. Pertentangan2 antara partai2 dan organisasi2 massa yang tergabung dalam front ini menyebabkan front ini sangat lemah. yang menjadi Ketua front ini jalah PKI (Sarjono) dan Penulisnya PNI (Mangunsarkoro).
BPP: Badan Permusjawaratan Partai2, yaitu front persatuan nasional yang didirikan di Jakarta oleh 11 partai-partai. Piagam Persetujuannya ditandatangani pada tanggal 31 Maret 1951 antara lain oleh Abikusno Cokrosujoso (PS II), D. N. Aidit (PKI), Dr. Rustamaji (Partai Rakyat Indonesia), Haji Sirajuddin Abbas (Partai Islam Perti). Selain daripada partai2, di dalam front ini diterima juga organisasi2 massa sebagai anggota luarbiasa. BPP mempunyai Program Bersama.