Sumber: Dorong Maju , Dewan Nasional SOBSI , Jakarta, Oktober 1962. Scan PDF Brosur "Dorong Maju"
Saudara-saudara yang tercinta!
Dengan suara bulat dan secara mantap, Sidang Ke-II Dewan Nasional SOBSI di Jakarta pada akhir bulan Agustus 1961 telah mensahkan Laporan Umum Presidium tentang Aksi, Kader, dan Demokrasi.
Laporan Umum Presidium tentang “tiga soal penting” itu telah menjiwai kegiatan-kegiatan SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya dalam mempertinggi seni aksi, mengurus kader, dan memperluas demokrasi. Semua kegiatan ini telah memperkuat kemampuan organisasi dalam melaksanakan “empat tugas besar SOBSI”, yaitu tugas-tugas memperkuat persatuan kaum buruh Indonesia, memperluas organisasi SOBSI di seluruh negeri, memperteguh persatuan nasional yang berporoskan NASAKOM dan memperhebat perjuangan rakyat, menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945. Pelaksanaan tugas-tugas besar itu telah mencapai hasil-hasil besar selama setahun ini.
Dalam memperkuat persatuan kaum buruh Indonesia, pada tanggal 27 Desember 1961 telah berhasil dibentuk Sekretariat Bersama Perjuangan Buruh Pelaksanaan Tri-Komando-Rakyat yang anggota-anggotanya terdiri dari SOBSI, KBKI, SARBUMUSI, GOBSI-INDONESIA, dan GASBIINDO. Salah satu hasil penting daripada Sekretariat Bersama Vaksentral-Vaksentral adalah penyelenggaraan bersama perayaan Hari Kemenangan Kaum Buruh Sedunia, Hari 1 Mei 1962, di Istana Negara, dimana Presiden Sukarno memberikan amanat yang sangat berharga. Sekarang sedang diusahakan perluasan keanggotaan dan pembentukan Sekretariat Bersama Vaksentral-Vaksentral di daerah-daerah. Dengan tergalangnya Sekretariat Bersama Vaksentral-Vaksentral gagallah secara total usaha-usaha reaksioner yang mencoba memaksakan pembentukan OPPI untuk membubarkan SOBSI dan vaksentral-vaksentral lainnya.
Semangat persatuan juga berkembang maju di kalangan pegawai negeri. Usaha-usaha pecah-belah melalui apa yang dinamakan PSPN dan usaha-usaha reaksioner yang mencoba membubarkan serikat-serikat buruh di beberapa departemen tidak berhasil menghalang-halangi kegiatan-kegiatan RKS-Pegawai Negeri di pusat dan di daerah-daerah. RKS-Pusat Pegawai Negeri dibentuk pada tahun 1954, dengan demikian telah berhasil memelihara kerjasama serikat-serikat sekerja dan serikat-serikat buruh pegawai negeri selama 8 tahun. Sekarang RKS-Pusat Pegawai Negeri menghimpun 58 organisasi yang mewakili suara satu setengah juta pegawai dan pekerja negeri. Pada tanggal 29-31 Juli 1962, di Jakarta telah dilangsungkan Seminar RKS-Pusat Pegawai Negeri yang berakhir dengan sukses besar. Seminar tidak hanya menyatakan kebulatan tekad pegawai negeri dalam pelaksanaan Trikora, juga menuntut penyitaan semua modal Belanda, pendemokrasian pelaksanaan pembangunan, rituling organisasi dan personalia di departemen-departemen dan jawatan-jawatan, pelaksanaan Undang-Undang Pokok Kepegawaian, pelaksanaan TKS, kenaikan upah pekerja negeri, perbaikan distribusi, perluasan hak-hak demokrasi, dan pembentukan Kabinet Gotong-Royong. Keputusan-keputusan Seminar ini mencerminkan meningkatnya kesadaran politik dan organisasi dari massa pegawai negeri.
Kemajuan-kemajuan lain di bidang persatuan kaum buruh Indonesia adalah tercapainya macam-macam tuntutan-tuntutan atau konsepsi-konsepsi bersama antara vaksentral-vaksentral dan serikat-serikat buruh di pusat, daerah dan lapangan kerja mengenai soal-soal sosial-ekonomi, demokrasi, dan likuidasi sisa-sisa kolonoalisme, dalam hal mana SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI mengambil inisiatif-inisiatif secara aktif. Kerjasama antara serikat-serikat buruh dengan kaum intelektual yang banyak sangkut-pautnya dengan kaum buruh seperti pejabat-pejabat, ahli-ahli tehnik, dokter-dokter perusahaan, yuris-yuris, dan lain-lainnya nampak berkembang maju. Diskusi-diskusi untuk memperbaiki kerjasama serikat-serikat buruh dengan kaum intelektual sekarang mulai diorganisasi di lingkungan SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI.
Secara pokok dapatlah dikatakan, bahwa politik reaksioner kaum kapitalis birokrat dan komplotannya yang mencoba membubarkan SOBSI dan organisasi-organisasi buruh lainnya serta mencoba memecah-belah persatuan kaum buruh telah mengalami kekalahan-kekalahan. Tetapi kita tidak lekas puas diri. Kita tahu, bahwa kaum kapitalis birokrat dan anasir-anasir reaksioner lainnya masih belum “minggir atau dipinggirkan”, sebagaimana dinyatakan dalam RESOPIM, dari kedudukan-kedudukannya yang penting di perusahaan-perusahaan negara dan di alat-alat negara lainnya. Mereka masih sempat melakukan macam-macam pencolengan atas kekayaan dan keuangan negara. Macam-macam tindakan anti-demokrasi, anti-buruh, anti-rakyat dan anti-Manipol masih mereka lakukan. Kaum buruh perkebunan, kaum buruh gula, kaum buruh di lapangan perdagangan, dan kaum buruh di perusahaan-perusahaan negara lainnya masih mengalami macam-macam tipuan, ancaman, dan paksaan untuk masuk PTK, Perkapen, dan persatuan-persatuan “karyawan” lainnya. Apa yang dinamakan persatuan-persatuan “karyawan” ini dalam prakteknya bukan merupakan serikat-serikat buruh yang dibentuk secara sukarela oleh kaum buruh, tetapi merupakan company-unions atau “perserikatan-perserikatan majikan” yang dibentuk dari atas dan secara paksa dengan menyalahgunakan wewenang-wewenang jabatan. SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya bersama-sama dengan vaksentral-vaksentral dan serikat-serikat buruh lainnya masih harus berjuang, supaya “perserikatan-perserikatan majikan” itu tidak diperlakukan sebagai serikat-serikat buruh.
Dalam memperluas organisasi SOBSI di seluruh negeri, selama setahun ini telah tercapai kemajuan-kemajuan organisasi yang sangat penting. Dengan menempuh macam-macam kesulitan dan rintangan, jatah tahun 1961, tahun pertama pelaksanaan Plan 3 Tahun SOBSI tentang organisasi dan pendidikan, pada pokoknya dapat diselesaikan.
Selama tahun 1961, jumlah anggota SOBSI telah bertambah hampir 300.000 orang, sehingga jumlah anggota SOBSI seluruhnya sekarang adalah lebih dari 3.100.000 orang. Jumlah kelompok bagian, organisasi basis, SOBSI Cabang dan SOBSI Daerah juga bertambah banyak, dengan demikian organisasi SOBSI semakin meluas di seluruh negeri. Aktifis-aktifis di organisasi-organisasi basis yang sudah dididik berjumlah tidak kurang dari 10.000 orang, disamping itu pendidikan calon-calon guru yang diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan aktifis-aktifis organisasi basis secara besar-besaran sudah mulai dikerjakan.
Di bidang aksi, kader-kader SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI makin menguasai garis “seribu satu macam aksi”. Anggapan-anggapan, bahwa hanya “aksi-aksi total” atau “aksi-aksi frontal” saja yang bisa membawa hasil dan gejala-gejala mau “aksi habis-habisan” pada umumnya telah dapat dikikis. Prinsip-prinsip “mengutamakan kepentingan front persatuan nasional, dengan tetap membela kepentingan kaum buruh dan tanpa melepaskan kebebasan organisasi” pada pokoknya telah dijadikan pedoman umum dalam memimpin setiap aksi.
Selama setahun ini yang merupakan tahun pelaksanaan Trikora dalam perjuangan pembebasan Irian Barat tidak terjadi gelombang-gelombang pemogokan. Yang umum dilakukan adalah aksi-aksi sosial-ekonomi yang bersifat ringan, berupa desakan-desakan lewat pengiriman-pengiriman surat-surat dan delegasi-delegasi, dikombinasi dengan musyawarah-musyawarah dan dengan kegiatan-kegiatan di lembaga-lembaga demokrasi.
Aksi-aksi sosial-ekonomi itu ternyata banyak yang berhasil, karena aksi-aksi ringan itu tetap bersifat massal dan disertai dengan macam-macam usaha untuk menarik simpati umum dari berbagai golongan rakyat dan berbagai kalangan pejabat, baik sipil maupun militer, melalui penjelasan-penjelasan tentang adil dan mendesaknya tuntutan-tuntutan kaum buruh. Semua pengalaman aksi ini telah mempertinggi kemahiran badan-badan pimpinan organisasi dalam memimpin aksi-aksi kaum buruh berdasarkan prinsip-prinsip massal, kombinasi dan mencegah salah sasaran, dengan tidak terpaku pada satu cara dan satu bentuk aksi. Dapat dikatakan, bahwa kader-kader SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI makin terlatih dan terdidik serta makin mampu mengambil inisiatif dalam keadaan yang bagaimanapun. Apapun yang dihadapi, angin sejuk atau pun angin taufan, kita tidak akan kehilangan akal dalam mengatasinya bersama-sama dengan jutaan kaum buruh yang bersatu di bawah panji-panji SOBSI, yang bertambah hari bertambah meluas organisasinya di seluruh negeri, bertambah meningkat kesadaran politik massa anggotanya, bertambah tinggi seni-aksinya, bertambah banyak inisiatif-inisiatifnya, bertambah maju cara berpikir dan cara kerja kader-kadernya dan terus naik martabatnya dalam kehidupan nasional rakyat Indonesia.
Dalam memperteguh persatuan nasional dan memperhebat perjuangan rakyat untuk penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945, sejak Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta mengumumkan Tri-Komando-Rakyat untuk membebaskan Irian Barat, SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya, telah mengambil sikap dan langkah-langkah yang tepat. SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya mendukung sepenuhnya Trikora dan memajukan semboyan aksi, “gempur imperialis Belanda di Irian Barat dan atasi krisis sandang-pangan!”. Dengan semboyan aksi ini kita berhasil mendorong pemerintah mengambil alih BPM Cepu dan melawan kampanye reaksioner kaum kapitalis birokrat yang mencoba menutupi kejahatan-kejahatannya di bidang ekonomi dan keuangan negara dengan menyalahgunakan Trikora dan menyatakan bahwa selama Trikora, kaum buruh dan rakyat tidak boleh menuntut perbaikan penghidupan. Kampanye reaksioner kaum kapitalis birokrat itu akhirnya tidak dapat pasaran.
Selain memobilisasi kaum buruh untuk mendaftarkan diri sebagai sukarelawan-sukarelawan dan menuntut latihan-latihan kemiliteran di tempat-tempat kerja, pada tanggal 27-29 Maret 1962 Dewan Nasional SOBSI menyelenggarakan Konferensi Nasional SOBSI untuk mempertinggi produksi dan melancarkan distribusi pangan. Setelah menyimpulkan, bahwa keadaan pangan bagi rakyat bertambah buruk, produksinya merosot, harganya meningkat, dan sulit didapat, Konferensi berpendapat bahwa semakin memburuknya keadaan ekonomi bisa menghambat kelancaran pelaksanaan Trikora. Menghadapi keadaan-keadaan yang sedemikian, SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya tidak mungkin bersikap pasif. Konferensi menyerukan kepada segenap kaum buruh untuk melancarkan tiga gerakan, yaitu a) mengintensifkan berbagai kegiatan kongkrit serikat buruh di bidang produksi dan distribusi, b) membantu kaum tani dalam mempertinggi produksi, dan c) menggerakkan praktek produksi sendiri. Selain itu Konferensi juga mengambil sebuah resolusi yang menuntut supaya pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan, Dewan-Dewan Produksi Pertanian dan Dewan-Dewan Pengawas Distribusi dengan ikut sertanya wakil-wakil serikat-serikat buruh dan serikat-serikat tani disegerakan.
Tuntutan-tuntutan kaum buruh dan kaum tani tentang pendemokrasian pengurusan produksi dan pelaksanaan pembangunan sekarang mulai terlaksana. Musyawarah-musyawarah dengan organisasi-organisasi buruh dan tani mengenai masalah-masalah produksi dan transport mulai diselenggarakan beberapa kali oleh Pemerintah dan Front Nasional. Dewan-Dewan Perusahaan yang telah diperjuangkan pembentukannya selama 2 tahun dan selalu dihalang-halangi pelaksanaannya oleh kaum kapitalis birokrat yang takut setengah mati terhadap kontrol rakyat sekarang mulai diadakan. Hingga tanggal 31 Juli 1962, jumlah Dewan-Dewan Perusahaan di pusat dan daerah yang sudah ditetapkan oleh Panitia Menteri adalah 108 buah, sedangkan yang sudah dilantik oleh Menteri yang bersangkutan baru 56 buah.
Pada bulan April 1962 telah dibentuk Badan Pembantu Wampa Produksi yang terdiri dari wakil-wakil organisasi-organisasi buruh dan tani, termasuk wakil-wakil SOBSI. Hingga sekarang Badan Pembantu itu baru bersidang sekali.
Pada bulan April 1962 telah dibentuk Staf Komando Tertinggi Operasi Ekonomi yang diketuai sendiri oleh Presiden Sukarno. Dalam Staf Komando ini duduk serta sebagai anggota Saudara Mohamad Munir, Wakil Ketua Dewan Nasional SOBSI. Pada tanggal 18 Mei 1962 telah dikeluarkan Amanat Presiden/Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi Ekonomi Tentang Garis-Garis Besar Pimpinan Ekonomi Nasional Dalam Tahun 1962 Menjelang Pembebasan Irian Barat yang kemudian diikuti oleh instruksi-instruksi pelaksanaannya.
Duduknya wakil-wakil dan tokoh-tokoh SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI dalam badan-badan ekonomi yang resmi tersebut menunjukkan naiknya martabat organisasi SOBSI dalam kehidupan nasional yang dicapai sebagai hasil-hasil daripada aksi-aksi massa kaum buruh, pelaksanaan politik persatuan nasional yang tepat dan bertambah kuatnya kedudukan organisasi.
Untuk membebaskan Irian Barat dan mengatasi krisi sandang-pangan, SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya tiada henti-hentinya menuntut dan memperjuangkan, supaya demokrasi dan kegotongroyongan nasional yang berporoskan NASAKOM dilaksanakan di semua bidang. Hanya dengan adanya demokrasi bagi rakyat, dan tidak bagi musuh-musuh rakyat, kegotongroyongan nasional dapat lebih diperkuat dan segenap potensi nasional dapat dimobilisasi. Tuntutan pokok kaum buruh untuk membulatkan kegotongroyongan nasional adalah pembentukan Kabinet Gotong-Royong sesuai dengan Konsepsi Presiden yang diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.
Sesudah Presiden Sukarno melakukan regruping Kabinet Kerja pada tanggal 6 Maret 1962, sekarang dalam Musyawarah Pimpinan Negara duduk tokoh-tokoh partai-partai politik Nasionalis, Agama, dan Komunis sebagai Menteri. Diangkatnya tokoh-tokoh partai-partai politik menjadi Menteri menunjukkan bahwa dalam kehidupan politik dalam negeri nampak adanya kecenderungan ke arah demokratisasi sistem pemerintahan, yang membuktikan bahwa ofensif Manipol mampu membikin kocar-kacirnya benteng reaksi yang anti-Manipol di mana-mana. Kemenangan-kemenangan politik lainnya daripada ofensif Manipol ini adalah dikeluarkannya Instruksi Presiden pada tanggal 7 Juli 1962 tentang perluasan hak-hak demokrasi dalam waktu masih berlakunya keadaan bahaya dan mulai di-NASAKOM-kannya pimpinan-pimpinan DPRGR di beberapa daerah.
Dijiwai oleh Manipol dan dituntun oleh pedoman-pedoman pelaksanaannya, semangat kegotongroyongan nasional bertambah hari bertambah berkembang. Meningkatnya semangat kegotongroyongan nasional telah didemonstrasikan dalam Pernyataan Kebulatan Tekad Musyawarah P.B. Front Nasional dengan partai-partai dan organisasi-organisasi massa pada tanggal 2 Maret 1962, yang mendukung sepenuhnya pelaksanaan Trikora, memperkuat kebijaksanaan Presiden Sukarno yang hanya mau berunding dengan Pemerintah Belanda atas dasar penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menuntut penyitaan semua modal Belanda.
Kesimpangsiuran dalam membangkitkan dan memobilisasi rakyat masih sering terjadi dengan adanya BPPK. Kesimpangsiuran itu sangat memboroskan tenaga dan biaya. Karena itu selayaknya jika semua kegiatan dalam membangkitkan dan memobilisasi rakyat dipusatkan di Front Nasional yang sekarang telah berhasil menghimpun semua partai dan organisasi massa pendukung Manipol, dengan demikian adanya BPPK tidak diperlukan lagi. Front Nasional sekarang menghimpun 10 Partai dan 268 organisasi-organisasi massa. Front Nasional telah merupakan satu bentuk persatuan nasional yang penting dalam kehidupan politik di negeri kita.
Di lapangan internasional, dalam rangka memperkuat perjuangan pembebasan Irian Barat, SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya telah berusaha sekuat-kuatnya untuk menggunakan hubungan-hubungan internasionalnya guna membangkitkan solidaritas kaum buruh sedunia. Pernyataan-pernyataan bersama telah dibuat dengan berbagai organisasi kaum buruh di negeri-negeri Asia, Afrika dan Amerika Latin dan dengan organisasi-organisasi kaum buruh Uni Soviet, RRT dan negeri-negeri sosialis lainnya. SOBSI telah berhasil memasukkan masalah perjuangan pembebasan Irian Barat dalam Program Aksi Serikat-Serikat Buruh Sedunia yang disahkan dalam Kongres Ke-V Serikat Buruh Sedunia di Moskow pada bulan Desember 1961. GSS, satu gabungan serikat buruh sedunia yang menghimpun 120 juta kaum buruh di negeri-negeri kapitalis, negeri-negeri jajahan, negeri-negeri yang baru merdeka dan negeri-negeri sosialis telah mengeluarkan seruan kepada kaum buruh sedunia untuk melakukan aksi-aksi boikot dan aksi-aksi lainnya yang efektif untuk mencegah pengiriman pasukan-pasukan dan senjata-senjata imperialis Belanda ke Irian Barat.
Khusus kepada kaum buruh Nederland yang telah mengadakan demonstrasi-demonstrasi menentang pengiriman serdadu-serdadu Belanda ke Irian Barat, kepada kaum buruh Jepang yang memprotes datangnya kapal perang “Karel Doorman” ke Jepang dan menentang dipergunakannya lapangan terbang Haneda oleh KLM untuk mengangkut serdadu-serdadu Belanda ke Irian Barat dan kepada kaum buruh Australia yang dengan tegas menolak masuknya kapal perang Belanda “Karel Doorman” ke pelabuhan Freemantle, kaum buruh Indonesia menyatakan terima kasih sebesar-besarnya dan salut setinggi-tingginya.
Kaum buruh Indonesia beserta seluruh rakyat Indonesia juga menyatakan terima kasih sebesar-besarnya dan salut setinggi-tingginya atas bantuan-bantuan yang bersahabat dan tidak berpamrih yang telah diberikan oleh kaum buruh, rakyat dan Pemerintah Uni Soviet dan negeri-negeri sosialis lainnya serta GSS dan organisasi-organisasi buruh di berbagai negeri.
Salut dan hormat setinggi-tingginya patut disampaikan oleh kaum buruh beserta seluruh rakyat kepada gerilyawan-gerilyawan Republik Indonesia yang dengan gagah berani telah menyabung nyawa melakukan perang gerilya di daratan Irian Barat dan kepada sukarelawan-sukarelawan yang tiada kenal lelah memperkuat kubu-kubu pertahanan di garis depan. Solidaritas nasional selayaknya dibaktikan kepada segenap keluarga para gerilyawan dan sukarelawan.
Saudara-saudara yang tercinta!
Demikianlah hasil-hasil besar di bidang persatuan, organisasi dan aksi yang telah kita capai dalam melaksanakan “empat tugas besar SOBSI”. Keempat tugas besar ini berhasil kita laksanakan, karena kita tepat pada waktunya memecahkan “tiga soal penting”, yaitu soal-soal aksi, kader, dan demokrasi. Ketiga soal penting tersebut masih perlu terus diresapkan pengertian-pengertiannya di kalangan kader-kader dan aktifis-aktifis SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI, terutama melalui kegiatan-kegiatan pendidikan.
Jerih lelah kita dalam melaksanakan “empat tugas besar SOBSI” selama setahun ini telah sangat membantu dalam menciptakan syarat-syarat politik dan organisasi yang lebih baik untuk bersama-sama seluruh rakyat meneruskan ofensif Manipol dan membikin benteng reaksi yang anti-Manipol lebih kocar-kacir lagi. Syarat-syarat ini adalah meluapnya semangat kegotongroyongan nasional di kalangan kaum buruh dan rakyat yang tak terbendung lagi dan telah gagalnya serangan-serangan reaksi yang bertubi-tubi yang mencoba membubarkan SOBSI dan mematikan demokrasi. Dengan memiliki syarat-syarat politik dan organisasi yang lebih baik itu apa selanjutnya yang harus kita kerjakan? Kerja pokok kita adalah masih tetap melaksanakan “empat tugas besar SOBSI”, dengan tekanan kerjanya pada memperkuat lebih lanjut demokrasi dan kegotongroyongan nasional di semua bidang, ke arah pembentukan Kabinet Gotong- Royong. Hak-hak demokrasi yang lebih luas bagi rakyat dan kegotongroyongan nasional yang lebih kuat diperlukan untuk melanjutkan perjuangan pembebasan Irian Barat dan untuk memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri.
Dalam memperkuat demokrasi dan kegotongroyongan nasional, pidato Presiden Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1962 yang berjudul “Tahun Kemenangan” merupakan pedoman nasional yang sangat penting. Dalam pidato pada hari yang bersejarah, Hari 17 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Presiden Sukarno menandaskan, bahwa: “………… Dengan landasan RESOPIM itu kita dalam waktu yang telah ditetapkan dapat menyelesaikan persoalan berat Keamanan dan persoalan berat Irian Barat. Dengan landasan RESOPIM itu kita dapat mencapai tahun 1962 ini sebagai Tahun Kemenangan. Lihat berapa umur Manipol-USDEK-RESOPIM itu? Manipol-USDEK baru berumur tiga tahun! En toch kita dengan landasan Manipol-USDEK dan RESOPIM itu telah mencapai hasil yang gilang-gemilang! Satu tanda apa? Tanda bahwa Manipol-USDEK-RESOPIM adalah Landasan yang Sakti! Karena itu ayo berjalan terus!, ………… biar anjing menggonggong, ayo berjalan terus! ………… di atas Landasan Manipol-USDEK dan RESOPIM!”
SOBSI sepenuhnya mendukung seruan Presiden Sukarno itu dan menyokong Pernyataan Kebulatan Tekad Mendukung dan Melaksanakan Amanat “Tahun Kemenangan” yang diputuskan dalam Musyawarah P.B. Front Nasional dengan Partai-Partai Politik dan Organisasi-Organisasi Massa pada tanggal 23 Agustus 1962 di Jakarta. Kepada segenap anggota, aktifis dan kader SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI diserukan untuk mempelajari dengan sungguh-sungguh pidato Presiden Sukarno tentang “Tahun Kemenangan” dan menggunakannya sebagai pedoman dalam memperjuangkan pelaksanaan Manipol beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya secara konsekuen, guna mengkonsolidasi kemenangan-kemenangan nasional yang sudah dicapai dan merebut kemenangan-kemenangan baru yang lebih besar.
Dengan bantuan seluruh rakyat, pelaksanaan Triprogram Pemerintah telah mencapai kemenangan-kemenangan nasional di bidang keamanan dan perjuangan pembebasan Irian Barat. Yang masih dituntut oleh kaum buruh bersama seluruh rakyat ialah ditanggulanginya soal-soal ekonomi dengan semangat Trikora dan berpedoman kepada Manipol serta Pola Pembangunan 8 Tahun.
Bersama seluruh rakyat, kaum buruh Indonesia menyambut gembira dan menyokong sepenuhnya pernyataan Presiden Sukarno dalam Pidato “Tahun Kemenangan”, bahwa kesulitan-kesulitan ekonomi akan diatasi setelah soal keamanan dan soal Irian Barat boleh dikatakan selesai. Presiden Sukarno menandaskan, bahwa “………… Dengan selesainya soal keamanan, dengan selesainya soal Irian Barat, maka modal kita untuk memecahkan soal ekonomi akan sangat bertambah …………”
Selama setahun ini, SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya telah banyak mencapai hasil-hasil perjuangan di bidang sosial-ekonomi. Yaitu kenaikan upah sebesar rata-rata 25% di seluruh lapangan kerja untuk tahun 1961, pembayaran gratifikasi 1960 yang umumnya lebih tinggi, THR 1962 yang lebih tinggi bagi kaum buruh perusahaan-perusahaan swasta, kenaikan upah antara 25%-50% untuk tahun 1962 di sebagian perusahaan-perusahaan negara dan swasta, perbaikan distribusi beras bagi pegawai-pegawai negeri, mulai diberikannya distribusi beras bagi pekerja-pekerja negeri dan berhasilnya dicegah maksud pemerintah untuk menaikkan harga distribusi beras bagi kaum buruh sesuai dengan harga pembelian pemerintah. Tetapi semua perbaikan penghasilan itu menjadi hilang artinya dengan naiknya harga barang-barang secara luar biasa.
Berdasarkan keterangan Pemerintah sendiri, indeks biaya hidup di Jakarta pada akhir tahun 1961 telah naik menjadi 170% dan pada akhir bulan Maret 1962 telah naik menjadi 325%, bila dibandingkan dengan akhir tahun 1960. Kenaikan harga ini juga terjadi di kota-kota lain. Akibatnya daya beli kaum buruh terus merosot meskipun berhasil memperjuangkan kenaikan-kenaikan upah dan perbaikan-perbaikan penghasilan lainnya. Untuk mencegah kemerosotan daya beli, SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya telah melakukan kegiatan-kegiatan melawan setiap usaha menaikkan harga dan tarif, memperjuangkan kenaikan upah, termasuk pelaksanaan TKS bagi pegawai negeri, dan menuntut perbaikan distribusi pangan dengan harga rendah.
Kaum buruh dan seluruh rakyat tidak hanya mengalami kenaikan harga yang luar biasa, juga menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi lainnya, yaitu kemerosotan produksi, kemacetan transport dan distribusi, kemerosotan nilai rupiah dan macam-macam hambatan dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk tahun 1962 ditaksir Pemerintah hanya mampu paling tinggi mengimport 30% daripada kebutuhan barang-barang baku dan penolong yang mutlak bagi normalisasi produksi dalam negeri. Salah satu akibat sosial daripada tidak normalnya keadaan produksi adalah bertambah besarnya bahaya pengangguran. SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya tidak tinggal diam menghadapi macam-macam kesulitan ekonomi itu dan telah melakukan berbagai kegiatan kongkrit di bidang produksi dan distribusi. Semua kegiatan kongkrit ini sekarang perlu lebih diintensifkan untuk mencegah makin merosotnya daya beli dan susutnya kesempatan kerja.
Di samping macam-macam sebab ekonomis, memburuknya keadaan ekonomi dan keuangan negara adalah terutama disebabkan oleh kemerosotan produksi yang diakibatkan oleh pengurusan produksi yang tidak sehat atau mismanagement dan subversi ekonomi imperialis dan komplotannya. Karena itu jalan yang setepat-tepatnya untuk memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri adalah mempertinggi produksi, memberantas mismanagement dan melawan subversi ekonomi, bukan menaikkan harga, tarif dan pajak yang memberatkan beban penghidupan rakyat.
Masalah mempertinggi produksi merupakan masalah nasional yang harus dipecahkan dengan memobilisasi semua potensi nasional, terutama kaum buruh dan kaum tani sebagai tenaga-tenaga produktif yang pokok. Tanpa ikut sertanya kaum buruh dan kaum tani tak mungkin masalah produksi terpecahkan. Dan semua potensi nasional ini hanya dapat dimobilisasi, jika hak-hak demokrasi bagi rakyat diperluas pelaksanaannya.
Jelaslah, bahwa kita sekarang menghadapi tiga soal nasional yang kongkrit, yaitu soal-soal demokrasi, produksi, dan Irian Barat. Ketiga soal nasional yang kongkrit inilah yang selayaknya dipecahkan oleh Sidang Ke-III Dewan Nasional SOBSI sekarang ini. Maka itu Laporan Umum Presidium kepada Sidang Ke-III Dewan Nasional SOBSI dipusatkan pada pembahasan soal-soal demokrasi, produksi, dan Irian Barat.
Perkuat Kewaspadaan Nasional
Pada tanggal 15 Agustus 1962 telah ditandatangani di New York Persetujuan Indonesia-Belanda tentang penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dari tangan Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia secara bertahap melalui pemerintahan sementara, di bawah sebuah badan PBB, yaitu UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority).
Pada tanggal 1 Oktober secara resmi Bendera Belanda turun dari angkasa Irian Barat dan diganti oleh Bendera PBB. Pada tanggal 31 Desember 1962 Bendera Republik Indonesia secara resmi dikibarkan bersama-sama dengan Bendera PBB. Pada tanggal 1 Mei 1963 pemulangan semua tentara dan pegawai Belanda harus selesai, pemerintahan sementara PBB berakhir dan kekuasaan pemerintahan sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Persetujuan Indonesia-Belanda yang menetapkan penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia dan pemulangan semua tentara dan pegawai Belanda adalah merupakan kemenangan nasional rakyat Indonesia. Kemenangan nasional ini adalah hasil pelaksanaan diplomasi yang diabdikan kepada Trikora. Tetapi persetujuan itu juga mengandung pasal-pasal yang membuka lubang-lubang bagi kaum imperialis untuk melakukan pengacauan-pengacauan politik dan militer, di antaranya ketentuan-ketentuan, bahwa disamping Penguasa PBB akan mempergunakan satuan-satuan Angkatan Perang Republik Indonesia dan apa yang dinamakan “Polisi Papua” untuk menjaga keamanan dan ketertiban, juga selama pemerintahan sementara PBB akan digunakan 1.000 orang tentara asing dari Asia sebagai Pasukan-pasukan Keamanan PBB. Selain itu ditentukan, bahwa setelah Pemerintah Indonesia mengoper pemerintahan di Irian Barat, maka dengan bantuan wakil PBB beserta stafnya akan diadakan pilihan untuk menetapkan apakah rakyat Irian Barat akan tetap dalam kesatuan Indonesia ataukah memisahkan diri dari Indonesia. Mengenai soal-soal ekonomi ditentukan, bahwa UNTEA akan mengoper kewajiban-kewajiban Belanda berkenaan dengan konsesi-konsesi dan hak-hak milik. Setelah mengoper pemerintahan di Irian Barat, Pemerintah Indonesia akan menghormati kewajiban-kewajiban Belanda tersebut sepanjang hal-hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan-kepentingan dan perkembangan ekonomi dari penduduk Irian Barat dan sebuah komisi bersama Indonesia-Belanda akan dibentuk untuk mempelajari sifat daripada konsesi-konsesi dan hak-hak milik tersebut.
Adalah tepat sekali apa yang diperingatkan oleh Presiden Sukarno dalam pidato “Tahun Kemenangan”, yang menandaskan:
“Maka sementara itu kami dari pihak Indonesia terpaksa tetap waspada, tetap dalam posisi perjuangan. Tetap dalam “stelling”, tetap dalam Trikora, tetap sampai ada kenyataan-kenyataan yang nyata, bahwa ini kali persetujuan Indonesia-Belanda itu benar-benar dilaksanakan secara jujur, dan tidak ala Renville dan Linggarjati……”. Sebagaimana telah kita alami bersama persetujuan-persetujuan Linggarjati dan Renville itu digunakan oleh kaum imperialis Belanda untuk mempersiapkan agresi-agresi militernya terhadap rakyat dan Republik Indonesia.
Bukan rahasia lagi, bahwa imperialis Amerika Serikat melalui usul-Bunker dan kegiatan Presiden Kennedy turut campur tangan dalam penyelesaian masalah Irian Barat. Rakyat-rakyat sedunia telah mengenal politik agresif Presiden Kennedy yang mengancam kemerdekaan nasioal Kuba, mempertahankan pendudukan militernya di Taiwan, Jepang dan Korea Selatan, mendaratkan pasukan-pasukan Amerika Serikat di Muangthai yang mengancam kemerdekaan dan kenetralan Laos serta perdamaian di Indo-Cina, membentuk komando militer untuk menindas perjuangan kemerdekaan rakyat Vietnam Selatan, menggunakan Bendera PBB untuk melaksanakan neo-kolonialisme di Kongo, menghidupkan militerisme Jerman Barat dan mencoba menguasai negeri-negeri Eropa Barat melalui Pasaran Bersama Eropa, dan pada waktu akhir-akhir ini tanpa memperdulikan protes-protes rakyat-rakyat sedunia melanjutkan percobaan-percobaan bom nuklir. Semua kenyataan ini membuktikan bahwa kita tidak bisa mengharap-harapkan kebaikan apa-apa dari imperialis Amerika Serikat. Rakyat Indonesia sendiri tidak akan melupakan “peristiwa Pope” dan rencana pendaratan tentara Amerika Serikat di Pakan Baru dengan alasan untuk melindungi hak milik warganegara Amerika pada waktu pecahnya pemberontakan kontra-revolusioner PRRI/Permesta pada permulaan tahun 1958. Maka itu kewaspadaan nasional dalam melanjutkan perjuangan pembebasan Irian Barat harus dipertinggi terhadap bahaya neo-kolonialisme atau penjajahan imperialis dalam baju baru. Tiap hasil perjuangan pembebasan Irian Barat adalah karena pelaksanaan Trikora dan kegotongroyongan nasional yang diperkuat oleh solidaritas kaum buruh sedunia, bantuan-bantuan negeri-negeri sosialis yang dipelopori oleh Uni Soviet, dan seluruh kekuatan “the new emerging forces” di Asia, Afrika, Amerika Latin dan seluruh dunia.
Dalam pesannya kepada Kongres Perlucutan Senjata pada permulaan bulan Juli 1962 di Moskow, Presiden Sukarno telah memperingatkan tentang adanya kolonialisme klasik dan neo-kolonialisme. Gerakan serikat buruh sedunia telah menyimpulkan pengalaman-pengalamannya mengenai praktek-praktek daripada neo-kolonialisme. Program Aksi Serikat Buruh yang disahkan oleh Kongres Ke-V Serikat Buruh Sedunia menyatakan bahwa:
“Kaum kolonialis tidak akan menyerah secara sukarela. Apalagi menghadiahkan kemerdekaan kepada bangsa-bangsa dan rakyat-rakyat yang tertindas. Apa yang mereka lakukan adalah menciptakan bentuk-bentuk baru daripada kolonialisme.
Kaum buruh di negeri-negeri yang baru merdeka, tidak hanya harus menghancurkan bentuk-bentuk kolonialisme yang lama di lapangan militer, politik, dan ekonomi, juga harus mengalahkan kolonialisme yang muncul dalam bentuk-bentuk baru. Melalui campur tangan finansial, persetujuan-persetujuan dagang dan apa yang dinamakan rencana-rencana perkembangan ekonomi, kaum monopoli mencoba mengontrol ekonomi dan menguasai bahan-bahan mentah yang pokok serta pasar dalam negeri dari negara-negara yang baru merdeka itu untuk mempertahankan dominasi mereka dan terus mencengkram negara-negara itu dalam kekuasaan modal asing.”
Selanjutnya Program Aksi Serikat Buruh menandaskan, bahwa untuk melaksanakan neo-kolonialisme, kaum imperialis selalu berusaha membentuk pemerintahan-pemerintahan boneka dan menggunakan kekerasan-kekerasan reaksioner untuk menindas gerakan kemerdekaan nasional.
Dewan Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika yang berkonferensi di Bandung dalam bulan April 1961 menyatakan antara lain, bahwa “neo-kolonialisme adalah suatu bentuk baru dari imperialisme, terutama imperialisme Amerika Serikat” dan bahwa neo-kolonialisme adalah “bentuk penguasaan yang tidak langsung serta halus melalui bidang politik, ekonomi, sosial, militer, dan tehnik”.
Dalam melaksanakan neo-kolonialisme, imperialis Amerika Serikat paling gemar menggunakan PBB sebagai kedoknya sebagaimana dialami oleh rakyat-rakyat Korea dan Kongo. Telah cukup terbukti bahwa dalam prakteknya apa yang dinamakan kekuasaan PBB adalah kekuasaan imperialis Amerika Serikat. Karena itu selama pemerintahan sementara PBB, gerilyawan-gerilyawan Republik Indonesia di daratan Irian Barat tentu akan mengalami banyak kesulitan dalam menghadapi tentara Belanda yang tidak segera pergi, aparat-aparat kolonial peninggalan Belanda, tentara asing yang ditempatkan di bawah PBB dan penyelundupan-penyelundupan kekuatan-kekuatan reaksioner yang didatangkan lewat saluran-saluran PBB. Semua kesulitan itu dapat diatasi, jika Trikora berjalan terus, gerilyawan-gerilyawan kita diberi tempat yang sebaik-baiknya selama kekuasaan PBB di Irian Barat dan selanjutnya diberi prioritas dalam menempati kedudukan-kedudukan sipil atau militer di Irian Barat dan jika pejabat-pejabat Republik Indonesia yang bertugas di Irian Barat terdiri dari orang-orang revolusioner yang teguh membela kepentingan-kepentingan gerilyawan-gerilyawan kita dan kepentingan-kepentingan Republik Indonesia.
Pengalaman-pengalaman perjuangan kemerdekaan nasional rakyat-rakyat Asia, Afrika dan Amerika Latin telah cukup membuktikan, bahwa neo-kolonialisme itu bukan tanda kuatnya, tapi tanda lemah dan meruntuhnya sistem imperialis, baik secara ekonomi maupun politik. Program Aksi Serikat Buruh telah menyimpullkan, bahwa kehancuran total dari kolonialisme dalam bentuk lama ataupun baru adalah tak terhindarkan lagi dalam menghadapi gelombang kebangkitan nasional rakyat-rakyat sedunia yang tak mungkin dibendung lagi. Presiden Sukarno menyatakan dalam Pidato “Tahun Kemenangan”, bahwa “……… Tiap perjuangan menentang kolonialisme akhirnya akan dimenangkan oleh pihak pejuang Kemerdekaan, oleh karena jalannya Sejarah menghendaki kemenangan pihak kemerdekaan itu”.
Perluas Demokrasi bagi Rakyat
Pada waktu akhir-akhir ini, didorong oleh meningkatnya semangat kegotongroyongan nasional dalam melaksanakan Trikora, dalam kehidupan demokrasi di negeri kita terdapat kemajuan-kemajuan tertentu, yang menunjukkan adanya kecenderungan ke arah demokratisasi sistem pemerintahan. Sebagaimana kita ketahui bersama, kemajuan-kemajuan itu adalah dikeluarkannya Instruksi Presiden tentang perluasan demokrasi, dicabutnya kembali RUU Pemilihan Umum yang sangat memalukan, karena tidak demokratis dan dibentuknya satu Panitia Negara dengan ikut sertanya tokoh-tokoh partai dan organisasi-organisasi massa, mulai di-NASAKOM-kannya pimpinan DPR-GR di beberapa daerah dan mulai diikutsertakannya para anggota BPH dan pimpinan DPR-GR dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, mulai diikutsertakannya wakil-wakil kaum buruh dan kaum tani dalam penyelenggaraan produksi melalui Dewan-Dewan Perusahaan dan duduknya tokoh-tokoh partai-partai NASAKOM dalam Musyawarah Pimpinan Negara dan sebagai Menteri.
Kemajuan-kemajuan itu adalah pertanda baik dalam kehidupan nasional yang membuktikan bahwa situasi politik dalam negeri terus bergeser ke kiri. Tetapi kaum buruh dan rakyat Indonesia telah cukup mempunyai pengalaman-pengalaman yang pahit tentang kemacetan-kemacetan, bahkan penyelewengan-penyelewengan, tidak hanya dalam pelaksanaan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pemerintah yang baik bagi negara dan rakyat, juga dalam pelaksanaan garis-garis besar haluan negara. Salah satu pengalaman pahit adalah tidak sedikit pejabat-pejabat sipil ataupun militer di daerah-daerah yang bertindak menyimpang dari Instruksi-Instruksi Presiden dan Pemerintah. Mengenai kemacetan-kemacetan dan penyelewengan-penyelewengan ini Presiden Sukarno dalam RESOPIM telah memperingatkan, bahwa: “…… Demokrasi Terpimpin kita itu tegas-nyata mempunyai dua unsur: unsur “demokrasi” dan unsur “Terpimpin”, bahwa, ………… demokrasi tak bisa menyeleweng ke-liberalisme, terpimpin tak bisa menyeleweng ke-diktator fasis”, dan bahwa: “………… Bukan militer atau bedil yang memimpin Manipol, tetapi Manipol yang memimpin militer atau bedil”. Lebih lanjut Presiden Sukarno menandaskan dalam pidato “Tahun Kemenangan”, bahwa masih terlalu banyak instruksi-instruksi dan tindakan-tindakan Presiden yang ditujukan untuk memobilisasi, mempersatukan dan mengikutsertakan kekuatan-kekuatan rakyat yang revolusioner, tidak dengan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, atau malahan diam-diam kadang-kadang “dijegal” atau “disrimpung” oleh alat-alat negara sendiri”. Dalam surat kabar-surat kabar telah diumumkan, bahwa DPA dalam sidangnya pada tanggal 4-5 Juli 1962 telah mempertimbangkan kepada Pemerintah, agar supaya tiap Instruksi dan Amanat Presiden segera dilaksanakan oleh para pejabat baik sipil maupun militer tanpa menunggu adanya instruksi atas dasar saluran administrasi dan supaya Pemerintah menganjurkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut mengawasi pelaksanaan instruksi-instruksi dan amanat-amanat tersebut dengan mengajukan pendapat-pendapatnya melewati saluran-saluran alat negara, Front Nasional, partai-partai dan organisasi-organisasi massa lainnya.
Sumber pokok daripada kemacetan-kemacetan dan penyelewengan-penyelewengan itu adalah karena belum dilaksanakannya rituling alat-alat negara sebagaimana dinyatakan dalam Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanaannya. Rituling alat-alat negara ini diperlukan, tidak hanya untuk mendorong maju demokrasi, yang berarti mendorong maju kegotongroyongan nasional, juga untuk mendorong maju produksi, yang berarti memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri.
Rituling yang kita perjuangkan adalah rituling yang demokratis sesuai dengan Ketetapan MPRS II, Lampiran A, Bidang Pemerintahan Dan Keamanan/Pertahanan, yang menentukan tentang “rituling badan-badan eksekutif, yudikatif dan legislatif dari atas sampai ke bawah dengan jiwa dan semangat “Jalannya Revolusi Kita” untuk menciptakan Pemerintah yang a) Stabil dan berkewibawaan, b) Mencerminkan kehendak rakyat, c) Revolusioner, dan d) Gotong-royong”. Untuk menjamin pelaksanaan rituling alat-alat negara yang sesuai dengan Ketetapan MPRS, selayaknya dalam Panitia-Panitia Negara untuk rituling alat-alat negara diikutsertakan tokoh-tokoh partai-partai dan organisasi-organisasi massa dan yang mencerminkan persatuan NASAKOM. Panitia-panitia rituling hendaknya diperluas sampai ke departemen-departemen, jawatan-jawatan dan perusahaan-perusahaan negara. Mendemokratiskan komposisi keanggotaan Panitia-Panitia Rituling adalah sangat perlu untuk mencegah, jangan sampai orang-orang yang seharusnya diritul, malahan meritul.
Rintangan pokok pada waktu sekarang dalam pelaksanaan pendemokrasian pemerintahan dan penyelenggaraan pembangunan adalah karena kaum kapitalis birokrat belum “minggir atau dipinggirkan” dari kedudukan-kedudukannya yang penting di alat-alat negara. Berdasarkan pengalaman beberapa tahun ini dapat disimpulkan, bahwa kaum kapitalis birokrat, ialah mereka yang menjadi kapitalis dengan menggunakan kedudukannya dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara atau hubungannya dengan pembesar-pembesar dalam alat kekuasaan, atau perusahaan negara. Mereka menggunakan birokrasi, dan sekarang terutama menyalahgunakan UUKB untuk mendapatkan dan memperkuat posisinya sebagai kapitalis. Sama dengan kaum komprador, yaitu agen-agen modal monopoli asing, mereka adalah anti-demokrasi, anti-organisasi rakyat, dan anti-kegotongroyongan nasional yang berporoskan NASAKOM, berusaha mempererat hubungan ekonomi, politik dan militer dengan negeri-negeri imperialis serta bekerja sama dengan tuan tanah-tuan tanah untuk menindas kaum tani. Seperti halnya kaum imperialis, tuan tanah dan borjuis-komprador, kaum kapitalis birokrat merupakan kekuatan reaksioner yang anti-Manipol. Mereka adalah musuh-musuh rakyat Indonesia.
Memperjelas ciri-ciri pokok kaum kapitalis birokrat ini adalah sangat penting untuk mencegah salah sasaran dalam memperjuangkan rituling alat-alat negara. Sidang Ke-II Dewan Nasional SOBSI telah menyimpulkan, bahwa tidak semua pejabat itu reaksioner, di antara mereka ada yang tergolong kaum reaksioner yang menentang Manipol, ada yang tidak tergolong kaum reaksioner, tetapi bersifat birokratis dan ragu-ragu menjalankan Manipol dan tidak sedikit yang demokratis yang konsekuen Manipol. Yang kita perjuangkan supaya “minggir atau dipinggirkan” adalah mereka yang reaksioner, yaitu kaum kapitalis birokrat dan anasir-anasir reaksioner lainnya yang menjadi agen-agen imperialis asing dan tuan tanah-tuan tanah. Terhadap golongan-golongan yang ragu-ragu menjalankan Manipol, sikap kita adalah bersatu, mengkritik, mendidik dan mendorong maju.
Tuntutan-tuntutan pokok SOBSI dalam memperjuangkan rituling alat-alat negara adalah pendemokrasian penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pembulatan kegotongroyongan nasional melalui pembentukan Kabinet Gotong-Royong dan pencabutan keadaan bahaya serta peninjauan kembali UUKB yang berlaku sekarang. Semuanya ini adalah untuk menjamin, supaya gagasan Demokrasi Terpimpin berjalan dengan normal, tidak diselewengan “ke-liberalisme” atau “kediktator fasis” sebagaimana dicanangkan oleh Presiden Sukarno dalam Re-So-Pim.
Masalah rituling alat-alat negara adalah masalah nasional. Karena itu, tuntutan-tuntutan pokok tersebut harus diperjuangkan bersama-sama dengan semua kekuatan nasional yang pro-Manipol, dimana kaum buruh harus mengambil peranan yang aktif, tanpa mengendorkan tuntutan-tuntutan dan kegiatan-kegiatan praktis. Yaitu terus memperjuangkan pelaksanaan Instruksi Presiden tentang perluasan demokrasi, terus mengurus dan membela kaum buruh dan pemimpin-pemimpin serikat buruh yang diproses-verbal, dimasukkan tahanan atau diajukan ke muka pengadilan, terus memperbaiki pekerjaan grup-grup pembelaan, terus mengorganisasi aksi-aksi solidaritas, terus mengurus penerbitan “BENDERA BURUH” dan majalah-majalah serikat buruh, terus menggagalkan praktek-praktek anti-demokrasi dari PTK, Perkapen, dan lain-lainnya.
Pendemokrasian penyelenggaraan produksi sekarang mulai dilaksanakan melalui musyawarah-musyawarah dan Dewan-Dewan Perusahaan. Pada pokoknya pelaksanaan prinsip “ikut sertakan seluruh pekerja dalam memikul tanggung jawab dalam produksi dan alat-alat produksi” sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Sukarno mulai dapat kemenangan. Tetapi pelaksanaannya lebih lanjut masih harus diperjuangkan, tidak hanya karena kaum kapitalis birokrat akan terus pasang kuda-kuda untuk menghalang-halanginya, juga masih tidak sedikit jumlah pejabat-pejabat yang dihinggapi oleh apa yang oleh Presiden Sukarno dinamakan dalam RESOPIM sebagai “semangat routine, amtenarisme, ndoroisme, sumuhun dawuhisme”. Pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan di beberapa perusahaan negara dan sampai ke tempat-tempat kerja masih harus diperjuangkan. Di berbagai lapangan kerja pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan tidak lancar. Tepat sekali pernyataan Presiden Sukarno, bahwa pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan “jalannya seperti keong”. Juga masih harus diperjuangkan pelaksanaan Instruksi Presiden Sukarno tentang pembentukan Dewan-Dewan Pertimbangan dan Pengawas Pengumpulan Padi serta Distribusi Beras dengan ikut sertanya organisasi-organisasi massa buruh, tani dan organisasi-organisasi lainnya yang bersangkutan dengan pengumpulan padi dan distribusi beras. Dewan-Dewan Pembangunan Daerah, yang peranannya bertambah penting berhubung dengan dikeluarkannya UU No. 5/1962 tentang Perusahaan-Perusahaan Daerah, baru berhasil dibentuk di beberapa daerah dengan ikut sertanya wakil-wakil SOBSI. Sejalan dengan pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan, serikat-serikat buruh pegawai negeri sekarang sedang menuntut pembentukan Dewan-Dewan Pertimbangan di departemen-departemen dan jawatan-jawatan. Wakil-wakil serikat-serikat buruh pegawai negeri telah ikut serta dalam badan-badan pimpinan Dispri yang dibentuk di pusat dan di daerah-daerah Daswati I dan II. Setelah berhentinya Menteri P.O.R. Sudjono kedudukan Dispri sekarang tidak jelas. Tuntutan-tuntutan kaum buruh dan kaum tani tentang Dewan-Dewan Produksi Pertanian dan Dewan-Dewan Pengawas Distribusi hingga sekarang belum berhasil.
Tentang sebab-sebab yang menimbulkan kemacetan-kemacetan dan kelambatan-kelambatan dalam pelaksanaan pendemokrasian pengurusan produksi, Presiden Sukarno dalam pidato “Tahun Kemenangan” telah memberikan jawabannya, yaitu ………… Semuanya ini jika diteliti sebab-sebabnya, akan terbukti bahwa yang menjadi penghalang ialah Komunisto-phobi, kiri-phobi, rakyat-phobi, dan sebagainya! Si penderita penyakit ini takut membentuk Dewan-Dewan Perusahaan, Dewan-Dewan Produksi, demikian pula Dewan-Dewan Distribusi dan Panitia Pembelian Padi, dan lain sebagainya, karena mereka tahu bahwa jika ini dibentuk, maka akan berarti mengangkat dan mengikutsertakan wakil-wakil buruh atau tani, dan di antaranya terdapat orang-orang Komunis yang mereka takuti”. Selanjutnya Presiden Sukarno menyatakan, bahwa “Untuk lancarnya pelaksanaan program ekonomi (antara lain sandang-pangan, maka perlulah kita benar-benar menyingkirkan beberapa penyakit. Di antara penyakit-penyakit itu, yang terpokok ialah terlalu parahnya penyakit Komunisto-phobi, kiri-phobi, rakyat-phobi, buruh-phobi dan tani-phobi, yang masih ngendon di dalam hati dan kepala setengah alat-alat negara yang bersangkutan……”.
Pertinggi Produksi Dan Perkuat Sektor
Pertanian Dan Perkebunan
Mengenai Dewan-Dewan Perusahaan yang sudah dilantik dan mulai bekerja, yang pertama-tama harus diusahakan ialah mencegah usaha-usaha mengurangi hak-hak dan kewajiban-kewajiban Dewan dan Anggota Dewan. Pegangan pokok kita adalah Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanaannya yang telah digariskan oleh Presiden Sukarno dan telah menjadi Ketetapan-Ketetapan MPRS sebagai garis-garis besar haluan negara. Dalam “Jarek” ditegaskan, bahwa “……… di semua perusahaan-perusahaan negara, di semua PT-PT Negara, dibentuk dewan-dewan, yang berkewajiban membantu pimpinan perusahaan untuk mempertinggi kuantitas dan kualitas produksi, dan untuk mengawasi kaum pencolengan-pencolengan, kaum koruptor-koruptor, kaum penipu-penipu, kaum pencuri-pencuri kekayaan negara!” Dalam RESOPIM diperingatkan, bahwa “Ingat, produksi, ekonomi, adalah perutnya negara. Maka itu jamak lumrahlah kalau kaum reaksioner mengkonsentrasikan sabotase-sabotasenya kepada perut negara ini. Kecuali itu, orang-orang baru yang ditugaskan, sering kurang becus, atau tak mengerti apa-apa tentang Konsepsi, atau ada juga yang menderita penyakit “tiga si”, yaitu “cari promosi, birokrasi, korupsi” ………….” Jelaslah bahwa yang pertama-tama harus dipecahkan bersama dalam Dewan-Dewan Perusahaan adalah masalah-masalah produksi, mismanagement dan sabotase ekonomi, bukan melegalisasi kenaikan ongkos produksi, kenaikan harga dan tarif, import beras sendiri, barter sendiri, dan soal-soal lainnya yang berakibat lebih merusak lagi kedudukan perusahaan-perusahaan negara di mata rakyat dan mengurangi jaminan sosial kaum buruh.
Wakil-wakil Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI dalam Dewan-Dewan Perusahaan harus menjadi elemen yang aktif dalam mempersoalkan masalah-masalah produksi, mismanagement dan sabotase ekonomi. Wakil-wakil Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI harus menjadi wakil-wakil kaum buruh yang cakap dan revolusioner dengan jalan menguasai isi dan semangat dokumen-dokumen MPRS, Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanaannya, bekerja berdasarkan rencana kerja yang disusun secara kolektif oleh badan-badan pimpinan organisasinya masing-masing dan mengadakan penyelidikan-penyelidikan dan pemeriksaan-pemeriksaan mengenai soal-soal produksi, ekonomi dan keuangan, terutama dengan jalan berhubungan erat dan berunding dengan kaum buruh di lapangan kerjanya masing-masing serta mengusahakan kontak-kontak persatuann seluas-luasnya dengan berbagai golongan yang dipandang dapat menyumbangkan pikiran dan pengalaman, termasuk kaum intelektual yang banyak sangkut-pautnya dengan kaum buruh.
Masalah produksi merupakan masalah nasional. Karena itu rencana kerja yang harus dilaksanakan oleh wakil-wakil Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI di Dewan-Dewan Perusahaan harus didiskusikan bersama dengan badan-badan pimpinan SOBSI yang bersangkutan.
Mengapa kita harus mempersoalkan masalah produksi? Adalah tepat sekali kesimpulan Konferensi Nasional SOBSI untuk Mempertinggi Produksi Dan Melancarkan Distribusi Pangan pada akhir bulan Maret 1962 di Jakarta yang menyatakan, bahwa menghadapi keadaan ekonomi yang makin memburuk, SOBSI dan Serikat Buruh Anggotanya tidak mungkin bersikap pasif. Bersikap pasif berarti membiarkan penderitaan kaum buruh dan rakyat terus memuncak menjadi korban pencolengan-pencolengan kaum kapitalis birokrat dan komplotannya. Bersikap pasif berarti membiarkan merosotnya daya juang rakyat Indonesia yang sekarang ini di bawah pimpinan Presiden Sukarno sedang melawan imperialisme dan kolonialisme. Dan jalan yang setepat-tepatnya untuk memperbaiki keadaan ekonomi adalah mempertinggi produksi, yang oleh Presiden Sukarno disebut sebagai perutnya negara.
Pengalaman-pengalaman telah cukup membuktikan, bahwa kesulitan-kesulitan keuangan negara tidak mungkin diatasi tanpa memperbaiki keadaan produksi yang menjadi dasar perkembangan ekonomi. Menambah pemasukan keuangan negara hanya dengan menghitung-hitung, berapa “ongkos produksi, harga penjualan dan tarif dinaikkan”, dan hanya mengambil tindakan moneter semata-mata seperti “main cetak uang” dengan membiarkan inflasi terbuka, semuanya ini hanyalah lebih meruwetkan keadaan ekonomi dan menambah berat beban penghidupan rakyat. Pada dasarnya keadaan ekonominya yang menentukan keadaan keuangan, bukan tindakan moneter yang dapat mengatasi krisis keuangan sekarang. Maka itu SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya akan terus melawan setiap usaha menaikkan harga dan tarif barang-barang dan jasa-jasa yang menyangkut kebutuhan pokok rakyat sehari-hari dan hanya membenarkan deficit-spending bagi kegiatan-kegiatan produktif yang segera menghasilkan. SOBSI menyokong apa yang dinyatakan dalam Lampiran V Anggaran Pendapatan dan Belanja negara tahun 1962 yang disahkan oleh DPR-GR yang antara lain menyatakan, supaya tiap-tiap kenaikan harga dan tarif yang menyangkut penghidupan rakyat banyak supaya diatur dengan Undang-Undang, supaya penggunaan APB 1962 lebih mengutamakan/menitikberatkan pada objek-objek yang benar-benar akan menghasilkan dalam waktu singkat; supaya diadakan rituling di lingkungan perusahaan-perusahaan negara, baik di bidang organisasi dan personalia maupun mental dan lain-lainnya.
Bukan kali ini saja SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI mempersoalkan masalah produksi. Program Tuntutan SOBSI “Untuk Sandang-Pangan Dan Demokrasi” yang disahkan oleh Kongres Nasional Ke-III SOBSI pada akhir bulan Agustus 1960 memuat tuntutan-tuntutan untuk “Perluas Produksi Dalam Negeri Dan Laksanakan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Yang Menguntungkan Indonesia”. Untuk memperluas produksi dalam negeri, Program Tuntutan SOBSI tersebut menyatakan:
“Plan pembangunan supaya ditujukan untuk mengakhiri sifat ketergantungan Indonesia pada negara-negara imperialis, melikuidasi kekuasaan ekonomi Belanda, menggerowoti kekuasaan modal asing lainnya dan sisa-sisa penindasan feodal, mengembangkan ekonomi-sektor negara, melindungi industri partikelir nasional, memperluas kesempatan kerja untuk secara berangsur-angsur mengurangi jumlah pengangguran, menstabilisasi harga barang-barang kebutuhan hidup yang pokok dan memperbaiki taraf hidup rakyat Indonesia”.
Tuntutan ekonomi ini menjadi pedoman umum SOBSI dalam membantu pemerintah mempertinggi produksi. Berdasarkan tuntutan ekonomi itu, maka SOBSI menyokong sepenuhnya Pola Pembangunan 8 Tahun yang ditetapkan oleh MPRS, yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal dan ditujukan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia kepada negara-negara imperialis dengan mengusahakan swasembada sandang-pangan dan memajukan industri dalam negeri.
Pada tanggal 18 Mei 1962, Presiden Sukarno selaku Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi Ekonomi telah memberikan Amanat Tentang Garis-Garis Besar Pimpinan Ekonomi Nasional Dalam Tahun 1962 Menjelang Pembebasan Irian Barat, yang antara lain menetapkan untuk memperhebat produksi bahan makanan untuk konsumsi dalam negeri dan memperhebat produksi pertanian, hasil industri dan pertambangan untuk memperbesar eksport guna menambah devisa negara. Juga ditetapkan untuk melancarkan aparat komunikasi dan distribusi, pelaksanaan landreform dan koperasi serta penggunaan semua “funds and forces”.
SOBSI mendukung sepenuhnya Komando Ekonomi Presiden tersebut untuk memperhebat produksi bahan-bahan makanan dan produksi bahan-bahan eksport. Untuk melaksanakan Komando Ekonomi ini SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggota SOBSI akan melanjutkan tiga gerakan untuk mempertinggi produksi dan melancarkan distribusi pangan [a) mengintensifkan berbagai kegiatan kongkrit serikat buruh di bidang produksi dan distribusi, b) membantu kaum tani dalam mempertinggi produksi pangan, dan c) menggerakkan praktek produksi sendiri] dengan poros kegiatannya ditujukan untuk memperkuat produksi pertanian dan perkebunan, bersamaan dengan itu melancarkan pengangkutan dan perhubungan di darat, laut dan udara serta memajukan industri dalam negeri.
Mengapa memperkuat produksi pertanian dan perkebunan harus menjadi poros kegiatan kita? Sektor pertanian adalah yang menghasilkan bahan-bahan makanan. Bahan-bahan mentah bagi industri seperti tebu untuk pabrik-pabrik gula, kopra untuk pabrik-pabrik minyak kelapa dan sebagainya, sedangkan sektor perkebunan adalah yang menghasilkan bahan-bahan eksport yang utama, dengan demikian menjadi sumber devisa negara yang utama. Persoalan pokoknya ialah supaya devisa negara itu digunakan secara tepat dan efektif untuk melakukan pembangunan rehabilitasi, melancarkan pengangkutan dan perhubungan dan memajukan industri dalam negeri termasuk pembangunan industri-industri baru dan pengolahan sumber-sumber alam yang kaya raya seperti pertambangan dan kehutanan. Selain itu sektor pertanian perlu diperkuat adalah untuk mempertinggi daya beli kaum tani melalui pelaksanaan undang-undang perjanjian bagi hasil dan landreform. Kaum tani adalah merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia, dengan demikian merupakan pasaran yang besar bagi perkembangan industri dalam negeri. Pada pokoknya kita harus memperjuangkan supaya pertanian dan perkebunan menjadi basis daripada perkembangan ekonomi nasional dengan industri sebagai tulang punggungnya. Tanpa basis yang kuat tidak mungkin ada tulang punggung yang kuat.
Pada waktu sekarang sektor pertanian dan perkebunan hendaknya diperkuat untuk dapat memenuhi usaha-usaha swasembada pangan dan sandang serta mengembangkan pembangunan industri dalam negeri menuju kemerdekaan ekonomi nasional Indonesia. Dengan demikian kita melawan usaha-usaha kaum imperialis dan komplotannya yang mencoba menjadikan perkebunan hanya semata-mata sebagai sumber bahan-bahan mentah dan menghalang-halangi kemajuan industri dalam negeri, untuk membikin keadaan ekonomi tetap terbelakang dan tetap tergantung kepada negeri-negeri imperialis.
Semua kegiatan-kegiatan kita di dalam dan di luar Dewan-Dewan Perusahaan hendaknya disesusaikan dengan poros kegiatan kita di bidang produksi tersebut. Peranan pimpinan dari SOBSI di bidang aksi-aksi untuk produksi dan ekonomi perlu diperbaiki dengan memperkuat biro-biro dan bagian-bagian pembangunan ekonomi. Kegiatan-kegiatan pokok SOBSI adalah membantu Serikat Buruh Anggota SOBSI menyusun rencana-rencana kerja, mengontrol dan menyimpulkan pelaksanaannya secara periodik dan menyelenggarakan serta membantu kursus-kursus ekonomi bagi kader-kader dan aktifis-aktifis SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggota SOBSI. Sumber pokok pengetahuan kita adalah tetap pengalaman dan kecerdasan massa kaum buruh sendiri, karena kita tetap memegang teguh prinsip massal, prinsip “aksi-aksi dari massa, oleh massa dan untuk massa”.
Kebulatan tekad kita untuk mendorong maju produksi mencerminkan sekali lagi sikap kelas buruh yang patriotik, yaitu dalam tingkat perjuangan nasional dan demokratis sekarang ini senantiasa mengutamakan kepentingan nasional dengan tetap membela kepentingan kelas dan kebebasan organisasi. Ini berarti, bahwa dalam mendorong maju produksi, kita tetap memperjuangkan prinsip yang masuk akal yang selama ini kita ajukan, yaitu nasib buruh dalam jaman merdeka harus lebih baik dari jaman penjajahan dan nasib buruh di perusahaan-perusahaan yang diambil alih harus lebih baik daripada sebelum diambil alih. Prinsip ini adalah sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Presiden Sukarno dalam risalah “Mencapai Indonesia Merdeka”, bahwa, “Kita bergerak karena kesengsaraan kita. Kita bergerak karena ingin hidup layak dan sempurna”. Maka itu aksi-aksi sosial-ekonomi yang menguntungkan kaum buruh dan dipandang adil oleh rakyat, sekejap mata pun tidak boleh dikendorkan.
Perbaiki cara memimpin
Saudara-saudara yang tercinta!
Pekerjaan kita bertambah hari bertambah besar. Dan tidak sedikit kesulitan dan rintangan yang harus kita atasi. Karena itu kemampuan organisasi perlu terus-menerus dipertinggi. Dalam hal ini peranan perluasan pendidikan dan perbaikan cara memimpin sangat menentukan.
Kerja pokok kita di bidang organisasi adalah melaksanakan Plan 3 Tahun SOBSI yang dititikberatkan kepada 3 macam kegiatan, yaitu: 1. Perluasan anggota, 2. Perluasan pendidikan, dan 3. Perbaikan keuangan. Poros daripada kegiatan plan ini adalah perluasan pendidikan.
Plan 3 Tahun SOBSI merencanakan untuk mendidik 150.000 aktifis-aktifis organisasi basis. Plan pendidikan ini merupakan plan pendidikan politik secara massal. Makin banyak aktifis yang terdidik, makin meluap gelombang perluasan anggota dan makin lancar pemasukan keuangan karena aktifis-aktifis organisasi basis adalah pemimpin-pemimpin organisasi yang setiap hari langsung berhubungan dengan kaum buruh di tempat-tempat kerja.
Sesuai dengan perkembangan organisasi dan tingkat perjuangan nasional dewasa ini, maka tujuan pokok daripada pendidikan politik secara massal itu ialah mendidik para aktifis untuk “tahu aksi, tahu produksi, tahu organisasi dan tahu revolusi”. Semuanya ini berarti membulatkan pengertian dan menambah pengetahuan tentang garis aksi SOBSI, perlunya mempersoalkan produksi, pentingnya plan organisasi, gunanya ketentuan-ketentuan organisasi dan memahami sifat Revolusi Indonesia yang nasional dan demokratis dan berhari depan Sosialisme.
Pekerjaan SOBSI dan Serikat-Serikat Buruh Anggotanya di kalangan kaum buruh wanita sekarang berkembang maju. Kita telah mengenal keberanian dan ketangkasan aktifis-aktifis buruh wanita dalam memimpin aksi-aksi massa. Semangat mereka sekarang adalah ingin maju terus dan tidak mau ketinggalan dalam kehidupan organisasi. Mereka terus bergulat menghadapi macam-macam kesulitan sosial. Maka khusus bagi aktifis-aktifis buruh wanita, hendaknya dicarikan berbagai jalan, supaya mereka juga mendapat kesempatan mengikuti pendidikan, dimana perlu diadakan pendidikan tersendiri. Kegiatan penting lainnya yang harus dibantu adalah menyukseskan persiapan Konferensi Internasional Buruh Wanita yang untuk kedua kalinya akan diselenggarakan oleh G.S.S. pada bulan Mei 1963 yang akan datang.
Untuk tahun 1962, tugas kita adalah mencapai 60% jatah-jatah Plan 3 Tahun SOBSI. Untuk dapat memenuhi jatah plan tahun 1962, telah ditentukan tindakan-tindakan organisasi sebagai berikut:
Kunci penyelesaian Plan 3 Tahun SOBSI tetap terletak di SOBSI Cabang. Pengalaman-pengalaman telah menunjukkan, bahwa bersamaan dengan usaha-usaha memperkuat Pimpinan Cabang SOBSI, adalah sangat penting untuk terus memperkuat serikat-serikat buruh transport dan membagi kerja menggarap secara khusus beberapa serikat buruh atau lapangan kerja atau golongan kaum buruh tertentu, seperti membantu pertumbuhan serikat buruh nelayan, meneruskan perluasan keanggotaan di kalangan pekerja-pekerja becak, buruh harian lepas di lapangan agraria dan lain-lainnya.
Menyukseskan plan pendidikan di kalangan aktifis-aktifis organisasi basis merupakan langkah perbaikan organisasi dari bawah secara besar-besaran. Bersamaan dengan itu perlu diambil langkah perbaikan organisasi dari atas, yaitu memperbaiki cara memimpin. Perbaikan cara memimpin harus dilakukan dengan sekuat tenaga dan sepenuh jiwa, karena dengan pimpinan yang lebih baik, semua kegiatan organisasi akan berjalan dengan lebih lancar.
Masalah memperbaiki cara memimpin bukan merupakan masalah baru. Telah berulang kali kita melakukan usaha-usaha untuk memperkuat badan-badan pimpinan organisasi. Salah satu hasilnya yang penting adalah suksesnya Kongres-Kongres Serikat Buruh dan Konferensi-Konferensi SOBSI yang telah dilangsungkan selama setahun ini. Pada umumnya kita telah memiliki satu pengertian tentang prinsip-prinsip cara memimpin, yaitu memadukan seruan-seruan umum dengan tuntunan kongkrit serta memadukan pimpinan dengan massa. Persoalan pokoknya yang harus dipecahkan ialah bagaimana prinsip-prinsip cara memimpin itu dilaksanakan dengan lebih konsekuen, dirangkaikan dengan langgam kerja yang tepat, yaitu memadukan teori dengan praktek, berhubungan erat dengan massa dan melaksanakan self kritik.
Disamping di sana-sini masih ada kekurangan-kekurangan yang berupa kekakuan, kekurangsabaran dan kelambanan, yang secara umum perlu diperbaiki adalah melaksanakan apa yang telah disimpulkan dalam Laporan Umum Kongres Nasional Ke-III SOBSI, yaitu “memperbaiki pekerjaan, menyimpulkan pengalaman-pengalaman dan mengembalikan kesimpulan-kesimpulan itu ke massa”. Hingga sekarang masih sering terjadi hasil-hasil pelaksanaan dokumen-dokumen organisasi, seruan-seruan umum dan tuntunan-tuntunan kongkrit kurang dicatat, kurang dikontrol dan kurang disimpulkan. Sekarang sudah didapatkan cara kerja untuk mengatasi kekurangan umum itu dengan membuat program kerja triwulanan, yang disusun, dikontrol dan disimpulkan hasil-hasil pelaksanaannya secara kolektif. Cara kerja ini mengurangi semangat kerja “panas-panas tai ayam” dan mendorong pembuatan laporan-laporan periodik. Pengalaman-pengalaman aksi selama setahun ini memberikan pelajaran, bahwa banyaknya aksi-aksi yang berhasil, selain karena tepatnya garis pimpinan aksi, adalah dikarenakan objektifnya tuntutan-tuntutan mengenai soal-soal sosial-ekonomi, demokrasi dan politik yang dirumuskan dalam program kerja triwulanan, dengan demikian pelaksanaan tuntutan-tuntutan itu dapat diikuti dan disimpulkan perkembangannya. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang baik ini, maka perlu diadakan gerakan memperbaiki cara memimpin dengan membiasakan bekerja dengan program triwulanan yang memuat sekaligus pekerjaan-pekerjaan berkobar-kobar dan pekerjaan-pekerjaan tekun di bidang aksi, organisasi dan pendidikan. Berhasilnya cara kerja ini yang pertama-tama adalah terletak pada adanya kehidupan badan-badan pimpinan yang normal, yaitu adanya diskusi-diskusi kolektif secara periodik, diperkuatnya badan-badan pimpinan dan adanya tuntunan-tuntunan kongkrit dalam melaksanakan program kerja triwulanan.
Masalah lain yang perlu dipecahkan adalah masalah lebih memesrakan keakraban dalam hubungan antara kader, baik di dalam badan-badan kolektifnya masing-masing maupun antara badan-badan pimpinan atasan dan badan-badan pimpinan bawahan serta di luar kehidupan organisasi. Keakraban ini perlu dipupuk dan dikembangkan untuk lebih memperkuat tekad berjuang dengan satu pikiran, satu hati dan satu tujuan, dalam keadaan semakin banyaknya pekerjaan dan semakin beratnya beban kehidupan.
Keakraban kita adalah keakraban sejati yang bersandarkan atas memperkuat setia kawan dalam mengabdi perjuangan kaum buruh dan perjuangan nasional. Lain halnya adalah keakraban borjuis yang merupakan keakraban yang palsu yang bersandarkan atas mengejar keuntungan bagi kepentingan diri sendiri. Kebiasaan-kebiasaan borjuis yang dapat merenggangkan keakraban kita haruslah kita perangi, misalnya membiarkan kesalahan kawan untuk menutupi kekurangannya sendiri, memilih kawan menurut selera pribadinya, tidak berminat mendengarkan pendapat-pendapat yang dianggap tidak menyangkut kepentingan pribadinya, membiarkan orang lain jatuh sakit dan hidup terlantar, asalkan dirinya terjamin, dan lain-lainnya.
Untuk memesrakan keakraban itu badan-badan pimpinan dan kader-kader atasan hendaknya mengambil inisiatif-inisiatif dengan mengajak berunding kader-kader bawahan yang dipimpinnya dalam melaksanakan tugas-tugas dan putusan-putusan organisasi, bersikap tepat dalam menerima pendapat-pendapat atau kritik-kritik dari bawah, tidak mudah mengecap dan melemparkan celaan-celaan ke bawah, sabar dalam memberikan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, berminat dalam memecahkan kesulitan-kesulitan kader dan lain-lainnya.
Keakraban kita adalah keakraban yang wajar, yang mencerminkan semangat solidaritas yang tinggi, yaitu merasakan suka-dukanya kawan lain sebagai suka-dukanya sendiri. Keakraban sejati tidak bisa dibikin-bikin, tetapi bersemayam dalam hati nurani kita sebagai hasil usaha yang tiada henti-hentinya dalam mengusahakan pembulatan pikiran dan pengertian, pendidikan revolusioner dan perjuangan bersama untuk membetulkan pikiran-pikiran yang keliru dan mengatasi cara memimpin yang liberal dan subyektif. Disamping memecahkan masalah keakraban melalui diskusi-diskusi kolektif, adalah perlu untuk dilanjutkan pelaksanaan salah satu cara untuk mengakrabkan hubungan sebagaimana pernah kita tetapkan bersama, yaitu adanya usaha-usaha dari kader-kader atasan untuk menyempatkan diri “omong-omong biasa” dengan kader-kader yang dipimpinnya. Cara ini ternyata mudah menumbuhkan saling pengertian antara sesama kader dan antara kader-kader atasan dan kader-kader yang dipimpinnya. Kader-kader kita pada umumnya tinggi semangatnya. Sambil membanting tulang mengatasi kesulitan-kesulitan penghidupan sehari-hari, mereka terus bekerja dan belajar untuk kepentingan kaum buruh, kemajuan tanah air dan kemenangan Revolusi Indonesia. Mereka menyadari bahwa bantuan materiil yang dapat diberikan oleh organisasi adalah terbatas. Yang mereka harapkan adalah supaya kader-kader atasan lebih memahami isi hati dan pikiran kader-kader yang dipimpinnya dan terus ditegakkan politik kader yang tepat.
Inisiatif-inisiatif dan usaha-usaha untuk lebih memesrakan keakraban itu pasti mempertinggi semangat kader dalam mengatasi kesulitan yang bagaimanapun beratnya. Sudah barang tentu inisiatif-inisiatif itu diambil dan dilaksanakan dengan tidak melupakan usaha-usaha yang tiada henti-hentinya untuk mendidik kader-kader bawahan bersikap korek terhadap pimpinannya dan melaksanakan sebaik-baiknya segala petunjuk atasannya. Usaha-usaha ini hendaknya dipadukan dengan usaha-usaha menanamkan semangat 3-baik; yaitu bekerja baik, belajar baik dan moral baik dan dengan usaha-usaha mengembangkan kegiatan-kegiatan kolektif untuk mengatasi kesulitan-kesulitan penghidupan sehari-hari.
Jika diteliti, masih dipersoalkannya masalah keakraban adalah disebabkan karena masih adanya gejala-gejala liberalisme dalam kehidupan organisasi sehari-hari. Karena itu gerakan memperbaiki cara memimpin yang dirangkaikan dengan perbaikan langgam kerja tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan melanjutkan memerangi liberalisme.
Pekerjaan organisasi lainnya yang tidak dapat diabaikan adalah kegiatan-kegiatan kebudayaan dan olahraga yang biasa kita sebut kebora. Kegiatan-kegiatan kebora ini yang kita lakukan secara sadar dan intensif sejak Konfernas SOBSI pada tahun 1952 terus meluas dan telah meliputi beberapa cabang kesenian dan olahraga serta dilakukan di sebagian besar lapangan kerja dan daerah. Kegiatan-kegiatan kebora ternyata tidak hanya membangkitkan tuntutan-tuntutan di bidang kebora di organisasi-organisasi basis, juga telah menambah kuatnya persatuan kaum buruh, menambah eratnya perhubungan kaum buruh dengan golongan-golongan rakyat lainnya dan menambah keakraban dalam kehidupan kader sehari-hari. Untuk mengkonsolidasi hasil-hasil kebora yang telah dicapai, pada bulan Maret 1961 oleh Sekretariat Dewan Nasional SOBSI telah diselenggarakan diskusi kerja dengan PP-PP Serikat Buruh dan PD-PD SOBSI di Jawa.
Sesuai dengan Plan 3 Tahun SOBSI, maka pada waktu sekarang kegiatan-kegiatan kebora dipusatkan untuk mewujudkan adanya paduan-paduan suara atau koor-koor SOBSI, melancarkan gerakan menyanyikan 3 lagu wajib SOBSI, yaitu lagu-lagu Indonesia Raya, Internasionale, Bendera Merah dan 1 Mei, ditambah dengan lagu-lagu NASAKOM dan RESOPIM. Kegiatan-kegiatan lainnya adalah meratakan gerakan PBH dan menghidupkan kesebelasan-kesebelasan sepak bola atau salah satu cabang olahraga lainnya yang sudah mungkin dilaksanakan. Untuk berhasilnya semua pekerjaan ini sangat diperlukan adanya bagian-bagian atau petugas-petugas kebora di PP-PP Serikat Buruh, PD-PD dan PT-PT SOBSI.
Saudara-saudara yang tercinta,
Secara umum, dapatlah disimpulkan, bahwa sesudah Sidang Ke-III Dewan Nasional SOBSI sekarang ini, kegiatan-kegiatan pokok SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya diarahkan untuk menyelesaikan tiga soal nasional yang kongkrit, yaitu:
Pertama: memperluas hak-hak demokrasi bagi rakyat dengan memperjuangkan pelaksanaan Instruksi Presiden tentang perluasan demokarasi, rituling alat-alat negara dan pembentukan Kabinet Gotong-Royong serta melanjutkan tuntutan pencabutan keadaan bahaya dan peninjauan kembali UUKB yang berlaku sekarang;
Kedua: mempertinggi produksi, melawan mismanagement dan subversi ekonomi imperialis dan komplotannya untuk memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri dengan tidak mengendorkan aksi-aksi sosial-ekonomi yang adil dan masuk akal dan terus memperjuangkan pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan, Dewan-Dewan Pertimbangan di departemen-departemen dan jawatan-jawatan dan Dewan-Dewan Produksi Pertanian dan Pengawas distribusi, dengan ikut sertanya wakil-wakil serikat-serikat buruh, serikat-serikat tani dan organisasi-organisasi rakyat lainnya yang bersangkut-paut dengan produksi dan distribusi. Memusatkan kegiatan-kegiatan mempertinggi produksi untuk memperkuat sektor pertanian dan perkebunan, bersamaan dengan itu melancarkan pengangkutan dan perhubungan di darat, laut dan udara dan memajukan industri dalam negeri. Menyingkirkan beberapa penyakit yang menghambat kelancaran pelaksanaan program ekonomi, terutama penyakit Komunisto-phobi, kiri-phobi, rakyat-phobi, buruh-phobi dan tani-phobi yang masih ngendon di dalam alat-alat negara, dan
Ketiga: melanjutkan perjuangan pembebasan Irian Barat dengan memperkuat kewaspadaan nasional terhadap bahaya neo-kolonialisme dan terus menjalankan api Trikora dan memperkuat kegotongroyongan nasional yang berporoskan Nasakom.
Untuk menyelesaikan “tiga soal nasional kongkrit” itu sebaik-baiknya, SOBSI dan semua Serikat Buruh Anggotanya berkewajiban menyukseskan gerakan pendidikan aktifis-aktifis organisasi basis secara besar-besaran dan memperbaiki cara memimpin, terutama meluaskan cara kerja dengan program kerja kuartalan dan lebih memesrakan keakraban dalam kehidupan kader.
Dorong maju demokrasi dan produksi! Lanjutkan perjuangan pembebasan Irian Barat! Laksanakan seruan Presiden Sukarno pada Hari 17 Agustus 1962, yaitu “………… biar anjing menggonggong, ayo berjalan terus di atas Landasan Manipol dan RESOPIM”.