Sumber: Peranan Koperasi Dewasa Ini, D.N. Aidit. Djakarta: Depagitprop CC PKI, 1963. Scan PDF Brosur "Peranan Koperasi Dewasa Ini
Peranan Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Sekarang
I. Tentang susunan ekonomi Indonesia yang hendak kita bangun sekarang
II. Tentang peranan, lapangan kegiatan, dan perkembangan gerakan koperasi
III. Tentang peranan pemerintah dalam mengembangkan gerakan koperasi dan beberapa persoalan Undang-Undang Koperasi
1. Mengenai definisi
2. Mengenai prinsip demokrasi daripada koperasi
3. Lapangan usaha koperasi
4. Mengenai peranan pemerintah dalam gerakan koperasi
5. Daerah kerja koperasi
---------------------
Pada tanggal 28 Februari yang lalu, atas undangan Kepala Jawatan Koperasi Pusat, Menteri/Wakil Ketua MPRS/Ketua CC PKI, Kawan D. N. Aidit telah memberikan ceramah yang berjudul Peranan Koperasi dalam pembangunan Ekonomi Indonesia Sekarang di depan para pejabat Departemen Koperasi dan Jawatan Koperasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, para dosen Akademi Koperasi dan Fakultas Ekonomi serta aktivis-aktivis berbagai jenis gerakan koperasi. Sebelum itu, yaitu pada tanggal 13 November 1962, Kawan Aidit atas nama Pimpinan MPRS telah pula menghadiri Musyawarah Pembiayaan Koperasi di Cipayung dan menyampaikan sambutan tertulis.
Pada kedua kesempatan itu Kawan D. N. Aidit membahas soal-soal yang bukan hanya penting bagi para aktivis koperasi saja, tetapi juga bagi para anggota koperasi dan gerakan revolusioner umumnya, yaitu soal-soal yang menyangkut antara lain kedudukan koperasi, tugas-tugas koperasi, dan pembiayaan koperasi dalam tingkat pembangunan ekonomi nasional-demokratis serta prinsip-prinsip demokrasi di dalam koperasi. Mengingat pentingnya soal-soal yang diajukan itu untuk mendorong lebih maju dan untuk mengkonsolidasi gerakan koperasi sebagai salah satu alat perjuangan di bidang ekonomi maupun politik dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas revolusi pada tahap sekarang ini, maka kedua bahan itu kami bukukan sebagai Seri Kursus Rakyat No. 4 dengan judul Peranan Koperasi Dewasa Ini.
Jakarta, Juni 1963
---------------------------------
Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada Saudara Kepala Jawatan Koperasi Pusat yang telah meminta saya untuk memberikan ceramah kepada Saudara-saudara hari ini. Permintaan itu saya terima dengan gembira.
Ini adalah untuk kedua kalinya saya berkesempatan berhadapan dengan Saudara-saudara yang berkecimpung dengan masalah dan di dalam gerakan koperasi. Pertama pada pertengahan November 1962 yang lalu pada Musyawarah Pembiayaan Koperasi di Cipayung dimana saya ikut hadir, tetapi hanya berkesempatan memberikan sambutan tertulis, dan kali ini saya berhadapan dengan Saudara-saudara pejabat-pejabat pada Departemen Koperasi dan Jawatan Koperasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Dosen-dosen pada Akademi Koperasi dan Fakultas Ekonomi, serta terutama sekali Saudara-saudara aktivis dari berbagai jenis gerakan koperasi.
Uraian ini saya beri judul “Peranan Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Sekarang” dengan pengertian bahwa bukan maksud saya untuk memperkecil peranan koperasi dalam masyarakat Indonesia di masa datang, yaitu Indonesia yang sosialis, melainkan ingin memberikan tekanan kepada peranan sekarang daripada gerakan koperasi kita.
Atas permintaan Saudara Kepala Jawatan Koperasi Pusat, saya juga akan menguraikan persoalan Peranan Pemerintah terhadap gerakan koperasi.
Sudah tentu berbicara tentang peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi negeri kita, tidak mungkin kita hanya meninjau dan menelaah “kotak gerakan koperasi” saja, melainkan harus meninjau dan menelaah keseluruhannya dalam hubungannya dengan masalah ekonomi negeri, bahkan dalam hubungannya dengan masalah revolusi kita. Karena itu persoalan ini hendak saya kemukakan dengan pokok-pokok sebagai berikut:
Saya akan merasa lebih bergembira lagi jika ceramah saya ini bisa menjadi sumbangan, walaupun tidak besar, dalam mendorong dan melancarkan serta mengembangkan gerakan koperasi, sebagai satu lapangan kegiatan dan perjuangan dalam menyelesaikan tuntutan-tuntutan revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya.
I. TENTANG SUSUNAN EKONOMI INDONESIA YANG HENDAK KITA BANGUN SEKARANG
Dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan nasional yang penuh dan demokratis rakyat Indonesia telah memperoleh kemenangan-kemenangan. Akan tetapi perjuangan itu belum selesai. Selama hampir 18 tahun Indonesia Merdeka cukup melukiskan bahwa perjuangan menyempurnakan dan mengisi kemerdekaan itu masih berjalan terus.
Berturut-turut setelah terikat oleh persetujuan KMB yang merugikan itu, rakyat Indonesia berjuang untuk mengusir misi militer Belanda, membatalkan perjanjian KMB secara menyeluruh, mengambil alih dan menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan sekarang sedang berjalan taraf terakhir daripada perjuangan pembebasan Irian Barat.
Tidak hanya perjuangan melawan imperialisme Belanda saja yang kita lancarkan yang pada ketika itu merupakan musuh nomor satu daripada rakyat Indonesia, tetapi juga melawan imperialisme lainnya yang mau menjerat Indonesia ke dalam jebakan neo-kolonialisme dan perjuangan melawan musuh-musuh revolusi dalam negeri, khususnya menghancurkan kontra-revolusi yang didalangi kaum imperialis. Perjuangan ini terwujud dalam bentuk perlawanan terhadap usaha-usaha menyeret Indonesia ke dalam SEATO, perlawanan terhadap penanaman modal imperialis yang baru di samping perjuangan untuk menggerogoti yang masih ada di negeri kita, perjuangan menghancurkan pemberontakan kontra-revolusioner seperti pemberontakan “Darul Islam Kartosuwiryo”, “RMS”, “PRRI” dan “Permesta”, perjuangan melawan pengisapan tuan tanah dan lintah darat di desa-desa karena masih bercokolnya sisa-sisa feodalisme dan perjuangan melawan kaum komprador imperialis dan kapitalis-kapitalis birokrat yang menurut istilah Presiden Sukarno pencoleng-pencoleng kekayaan negara.
Dengan hal-hal yang baru saya uraikan ini jelas bahwa tugas-tugas revolusi nasional dan demokratis seperti yang digariskan oleh Manipol sudah dimulai dan sedang berjalan di negeri kita, yaitu tugas-tugas menghancurkan rintangan-rintangan strategis yang berupa imperialisme dan sisa-sisa feodalisme sebagai syarat mutlak untuk menuju kepada suatu masyarakat Indonesia yang sosialis di masa depan.
Dengan keterangan ini saya hendak menekankan tentang pentingnya kita tepat dalam pengertian serta setia melaksanakan dalam praktek apa yang digariskan oleh Presiden Sukarno dalam pidato Jarek, bahwa “ada dua tujuan dan dua tahap Revolusi Indonesia”: Pertama, tahap mencapai Indonesia yang merdeka penuh, bersih dari imperialisme – dan yang demokratis – bersih dari sisa-sisa feodalisme. Tahap ini masih harus diselesaikan dan disempurnakan ……; Kedua, tahap mencapai Indonesia bersih dari kapitalisme dan dari l’exploitation de l’homme par l’homme. Tahap ini hanya bisa dilaksanakan dengan sempurna setelah tahap pertama sudah diselesaikan dengan sempurna”.
Tidak mengerti tentang adanya dua tujuan dan dua tahap revolusi Indonesia, sama halnya dengan tidak mengerti sama sekali revolusi Indonesia. Justru inilah, menurut Manipol, yang membedakan revolusi Indonesia sekarang dengan revolusi borjuis Perancis tahun 1789 dan dengan revolusi proletar sosialis Rusia tahun 1917.
Dalam perjuangan untuk mencapai Indonesia bersih dari imperialisme, perkembangan perjuangan rakyat Indonesia telah sampai kepada suatu taraf yang baru. Selama belum ada kepastian penyelesaian mengenai masalah Irian Barat, imperialisme Belanda adalah musuh rakyat Indonesia yang nomor satu, di samping tidak meremehkan bahaya imperialisme Amerika Serikat dan imperialisme lain-lainnya. Sekarang sudah ada kepastian bahwa imperialisme Belanda akan tamat riwayatnya di Irian Barat, oleh karena itu tidaklah ada artinya lagi menetapkan imperialisme Belanda sebagai musuh pertama. Kekuasaan UNTEA yang masih ada di Irian Barat sekarang adalah lebih mengabdi kepada kepentingan imperialisme Amerika Serikat daripada kepentingan imperialisme Belanda. Oleh karena itu, musuh rakyat Indonesia yang nomor satu dan yang paling berbahaya pada waktu sekarang adalah imperialisme Amerika Serikat. Dilihat dari pengaruh politiknya di Indonesia, dilihat dari segi penanaman modal, dari segi penetrasi militer dan kebudayaan, imperialisme Amerika Serikat mengungguli imperialisme yang lain-lain. Walaupun demikian kewaspadaan harus masih ada terhadap imperialisme Belanda yang masih merupakan musuh rakyat Indonesia yang berbahaya, karena ia masih mempunyai investasi modal yang agak besar, masih akan memajukan tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal mengenai perusahaan-perusahaannya yang sudah diambil-alih dan dinasionalisasi, masih mempunyai hubungan-hubungan politik lama yang akan diusahakan untuk diperbarui kembali.
Perjuangan untuk Indonesia yang demokratis, bersih dari sisa-sisa feodalisme, berarti perjuangan untuk membebaskan kaum tani dari pengisapan tuan tanah dan lintah darat. Dalam pidato Jarek dijelaskan bahwa “melupakan tugas melawan keterbelakangan feodal, berrati tidak membebaskan kaum tani dari pengisapan lintah darat dan tuan tanah, berarti tidak menarik sebagian besar dari rakyat Indonesia ke dalam gerakan revolusi. Jalan ini adalah jalan yang salah, ibarat “orang bertarung memakai satu tangan”. Kebangkitan perjuangan kaum tani Indonesia untuk menuntut tanah garapan, untuk turun sewa tanah dan turun bunga pinjaman adalah kebangkitan menuju penghapusan sisa-sisa feodalisme.
Pengalaman menunjukkan bahwa pelaksanaan daripada landreform terbatas berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria dan pelaksanaan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil, tidak selancar yang kita harapkan. Lagi pula pelaksanaan UUPA belum berarti melaksanakan penghapusan sama sekali pengisapan feodal terhadap kaum tani, belum berarti melaksanakan landreform yang radikal dan konsekuen dengan menghapuskan sama sekali sistem tuan tanah. Menurut pengalaman-pengalaman belakangan ini, justru ketidakradikalan dan ketidakkonsekuenan inilah yang menjadi sumber daripada kemacetan pelaksanaan landreform terbatas berdasarkan UUPA. Kaum tani hanya mau menyambut dengan gairah landreform yang radikal, dan landreform demikian hanya dapat dilaksanakan dimana gerakan tani sudah kuat. Dimana gerakan tani belum kuat, tuan tanah mempunyai 1001 akal untuk menyelamatkan diri. Di daerah-daerah dimana gerakan tani belum kuat, cukup ditekankan pelaksanaan yang konsekuen daripada UU Perjanjian Bagi Hasil.
Karena yang harus kita bangun sekarang bukan atau belum sistem ekonomi sosialis, maka adalah keliru anggapan bahwa kaum kapitalis nasional (pengusaha nasional), apalagi pedagang kecil adalah musuh revolusi yang harus dihancurkan dan menganggapnya lebih berbahaya daripada imperialisme.
Susunan ekonomi yang hendak kita bangun dalam tahap pertama revolusi kita adalah suatu ekonomi nasional yang demokratis, ekonomi anti-imperialis dan anti-feodal, ekonomi terpimpin dan gotong-royong dimana isinya telah digariskan oleh Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden serta ketetapan MPRS, yaitu ekonomi sektor negara yang harus semakin dikembangkan dan semakin memegang peranan memimpin seluruh ekonomi negeri, sedangkan ekonomi swasta dari kaum kapitalis nasional (pengusaha nasional) dan ekonomi perseorangan daripada kaum tani (pemilik-pemilik tanah) berperanan membantu dan memperkuat ekonomi sektor negara.
Saudara-saudara tentu akan bertanya, dimana kedudukan daripada koperasi dalam ekonomi nasional demokratis yang hendak kita bangun itu. Koperasi memainkan peranan mengorganisasi pemilik-pemilik alat produksi kecil seperti nelayan, tukang kerajinan tangan dan terutama kaum tani yang telah memiliki tanah-tanah garapan, baik yang dimiliki sebelum dilaksanakan landreform yang radikal, maupun sebagai hasil dari pembagian tanah yang disita dari tuan tanah. Koperasi kaum tani, koperasi pertanian akan merupakan organisasi ekonomi yang membantu meningkatkan taraf hidup kaum tani dan mendorong peningkatan produksi serta memajukan pertanian.
Perkembangan revolusi kita dewasa ini menetapkan tugas-tugas urgen yang harus kita laksanakan. Beruntunglah bahwa dalam perjuangan menyelesaikan tugas revolusi itu rakyat Indonesia telah memiliki aparat revolusi yaitu negara Republik Indonesia dan partai-partai serta organisasi-organisasi massa rakyat yang telah bergabung dalam Front Nasional. Tugas urgen rakyat Indonesia telah dengan tepat disimpulkan dalam Panca Program Front Nasional, yaitu:
Saya berpendapat bahwa poros daripada tugas-tugas urgen ini adalah masalah menanggulangi kesulitan ekonomi yang hanya dapat dilakukan oleh suatu kekuasaan politik yang mampu mengubah sistem masyarakat dalam negeri, dengan mengutamakan kepentingan mayoritas, yaitu rakyat pekerja, dan mengorbankan kepentingan minoritas, yaitu tuan tanah, kapitalis birokrat dan komprador, dengan mengakhiri kekuasaan kaum pengisap besar baik di kota maupun di desa.
II. TENTANG PERANAN, LAPANGAN KEGIATAN DAN PERKEMBANGAN GERAKAN KOPERASI
Di waktu yang lampau rakyat kita dijejali oleh demagogi tentang koperasi yang dilakukan kaum reaksioner. Kita harus menentang propaganda yang menyesatkan dari Dr. M. Hatta yang menyatakan, bahwa “koperasi adalah satu-satunya jalan untuk mencapai kemakmuran bagi bangsa kita yang masih lemah ekonominya”. Jika dituruti keterangan ini, maka maksud Hatta akan berhasil memindahkan perhatian agar perjuangan rakyat tidak ditujukan kepada melikuidasi kekuasaan kapitalis monopoli imperialis dan sisa-sisa feodalisme di Indonesia.
Pendapat Dr. M. Hatta ini bertentangan linea rekta (langsung) dengan ketegasan daripada Amanat Presiden Sukarno pada Hari Koperasi, 12 Juli 1962 yang antara lain menyatakan bahwa:
“Kita punya tujuan bukan sekedar masyarakat kapitalis dengan koperasi, koperasi kaum buruh atau kaum tani di dalamnya”,
“Kita bukan Soska dan oleh karenanya menolak pandangan Hendrik de Man dalam ‘De psychologie van het socialisme’, yang menyatakan: Een lief tuintje voor het huis van een arbeider is meer waard dan al dat gebrul over socialisme en anti-kapitalisme!”,
“Kita tegas-tegas menuju kepada sosialisme, tegas-tegas hendak menjungkir-balikkan dan menghancur-leburkan kapitalisme, kita dengan tegas hendak menyusun satu masyarakat yang adil dan makmur, tiada di dalamnya exploitation de l’homme par l’homme”, dan
“Kita tidak mau ‘ons nestelen in het kapitalisme!’”
Ada pula pendapat bahwa koperasi tidak diperlukan sekarang, karena koperasi di bawah sistem masyarakat sekarang toch tidak akan membawa hasil apa-apa bagi rakyat. Pendapat ini mengatakan bahwa sebelum selesai revolusi nasional-demokratis yang secara definitif menghapuskan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, tidak mungkin penghidupan rakyat diperbaiki dan oleh karena itu pekerjaan mengorganisasi koperasi-koperasi rakyat tidak ada gunanya.
Pendapat dan sikap ini adalah tidak tepat, karena rakyat Indonesia sekarang pun sudah menghendaki perbaikan tingkat hidupnya dan karenanya membutuhkan koperasi sebagai salah satu alat untuk mencapai perbaikan itu. Walaupun demikian kita tidak boleh berilusi, mengira bahwa koperasi di bawah sistem masyarakat sekarang akan dapat mengatasi krisis ekonomi yang terutama menimpa rakyat pekerja.
Koperasi mempunyai dua segi positif yang harus kita kembangkan. Pertama, koperasi dapat mempersatukan rakyat pekerja menurut lapangan penghidupannya masing-masing dan dapat menghambat proses diferensiasi atau terpecah-pecahnya produsen-produsen kecil; jadi koperasi mempunyai unsur mempersatukan, yaitu mempersatukan rakyat yang lemah ekonominya. Dengan persatuan dan kerja sama rakyat pekerja dapat berusaha mengurangi pengisapan tuan tanah, lintah darat, tukang ijon, tengkulak, dan kapitalis-kapitalis atas diri mereka. Kemampuan koperasi di bawah sistem masyarakat dan syarat-syarat kapitalisme memang terbatas pada mengurangi pengisapan-pengisapan bukan pada menghapuskannya, karena penghapusan pengisapan itu adalah tugas dari revolusi kita pada tahap yang kedua yang bertujuan “mencapai Indonesia bersih dari kapitalisme dan dari l’exploitation de l’homme par l’homme” (Jarek). Kedua, koperasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan produksi, yang berarti dapat menambah penghasilan atau pendapatan terutama bagi para anggotanya. Dan yang merupakan segi yang penting lagi adalah bahwa pengalaman-pengalaman rakyat dalam hidup berkoperasi sekarang akan sangat berguna bagi kehidupan koperasi-koperasi tingkat tinggi, yaitu koperasi-koperasi yang bersifat sosialis di masa yang akan datang.
Antara koperasi di bawah kapitalisme dan koperasi yang bersifat sosialis terdapat perbedaan yang besar. Perbedaan itu antara lain terlihat dalam hubungan hak milik. Dalam koperasi yang bersifat sosialis, misalnya koperasi produksi pertanian, tanah dan alat-alat produksi lainnya yang pokok adalah milik kolektif, milik dari koperasi yang bersangkutan, keadaan mana tidak mungkin terdapat dalam koperasi di bawah kapitalisme. Pengkoperasian serupa itu hanya mungkin terjadi sesudah perubahan tanah (landreform) selesai seluruhnya. Usaha ini pun perlu dilakukan bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat kesadaran kaum tani, dan harus atas dasar suka rela, tidak boleh dipaksakan. Tingkat pertama, misalnya, dibentuk di kalangan kaum tani organisasi saling membantu dalam produksi pertanian. Organisasi ini sudah mengandung bibit-bibit Sosialisme. Tingkat kedua, di organisasi koperasi produksi pertanian yang bersifat setengah sosialis, yaitu koperasi pertanian tingkat rendah, tanah dimasukkan sebagai saham, karena tanah dan alat-alat produksi lainnya masih merupakan milik perseorangan. Tingkat ketiga, ialah dibentuknya koperasi tingkat tinggi yang bersifat sosialis, dimana tanah dan alat-alat produksi lainnya yang pokok sudah diubah dari milik perseorangan menjadi milik kolektif.
Sesuai dengan ketetapan MPRS No. II/1960, watak atau sifat pembangunan ekonomi yang disusun dalam pola pembangunan nasional semesta, adalah merupakan pembangunan masa peralihan. Ada yang menafsirkan bahwa peralihan yang dimaksud di sini adalah peralihan ke Sosialisme. Sudah tentu penafsiran ini tidak tepat. Bagaimana kita mungkin melakukan pembangunan masa peralihan ke Sosialisme, sedangkan ekonomi imperialis dan ekonomi feodal masih bercokol di negeri kita, artinya revolusi nasional-demokratis belum selesai. Pembangunan ekonomi masa peralihan yang dimaksud oleh Ketetapan MPRS itu adalah peralihan dari ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, peralihan untuk menuju suatu susunan ekonomi yang nasional-demokratis, bebas dari imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Dalam masa peralihan itu bidang ekonomi sektor negara harus dikembangkan, sehingga berkedudukan komando dalam ekonomi negeri, sedang ekonomi swasta nasional dan koperasi supaya melakukan peranan membantu dan memperkuat ekonomi sektor negara. Watak ekonomi masa peralihan ini adalah progresif.
Dengan demikian jelaslah bahwa watak daripada koperasi yang dikehendaki oleh Ketetapan MPRS serta dengan pedoman politik Manipol adalah bukan koperasi kapitalis dan juga bukan atau belum koperasi sosialis, karena syarat-syaratnya untuk itu belum ada, melainkan koperasi progresif. Tegasnya kita harus menjaga dan mencegah supaya koperasi itu tidak berkembang menjadi badan-badan kapitalis yang digunakan oleh kaum kapitalis, tani kaya, atau tuan tanah untuk mengisap rakyat pekerja. Koperasi progresif harus bisa menjadi senjata di tangan rakyat untuk melawan pengisapan tuan tanah, lintah darat, dan kapitalis. Dengan keterangan ini jelaslah bahwa dua kecenderungan dalam gerakan koperasi harus dikalahkan. Pertama, kecenderungan kekiri-kirian, kena penyakit kanak-kanak dalam revolusi, menganggap bahwa koperasi yang kita bentuk sekarang adalah koperasi sosialis dan sekarang juga menuntut penghapusan kapitalis nasional, termasuk pedagang kecil, hal mana tidak sesuai dengan taraf revolusi kita sekarang yang memerlukan pemaduan seluruh kekuatan nasional untuk mengarahkan pukulan pada sasaran strategis yaitu imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, atau sekarang konkretnya kaum pengisap besar di kota dan desa yaitu kaum kapitalis birokrat, komprador dan tuan tanah. Kedua, kecenderungan ke kanan, dimana koperasi-koperasi menjadi tempat atau menjalankan praktek-praktek kapitalis. Hal ini bisa terjadi adalah karena seperti pernah saya kemukakan dalam sambutan saya pada Musyawarah Pembiayaan Koperasi di Cipayung beberapa bulan yang lalu, yaitu karena koperasi di Indonesia sekarang ini bergerak di tengah-tengah struktur kemodalan dimana terdapat ekonomi sektor negara yang semakin kuat, terdapat ekonomi sektor swasta nasional dan ekonomi sektor swasta asing monopoli serta ekonomi feodal di desa. Karena itu tidak heran jika kehidupan gerakan koperasi kita dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan daripada struktur kemodalan ini.
Adalah perlu mendapat perhatian dan harus dicegah bahwa elemen kapitalis dengan bersemboyan ”untuk sosialisme Indonesia” menyelundup ke dalam gerakan koperasi, berjubah koperasi, menjalankan praktek-praktek kapitalis atas nama koperasi, atas nama anggota-anggota koperasi yang terdiri daripada rakyat pekerja. Kita tidak menentang kaum kapitalis nasional yang benar-benar nasional, tetapi kita menentang jika mereka menyalahgunakan nama koperasi untuk melepaskan diri dari pembayaran bermacam-macam pajak kepada negara dan untuk merampas fasilitas-fasilitas yang seharusnya hanya didapat oleh koperasi.
Dasar koperasi pada pokoknya ialah kerja sama antara mereka yang lemah ekonominya, agar dengan bersatu dan saling bantu mencapai perbaikan tingkat hidup. Orang-orang yang mempunyai kepentingan yang bersamaan berhimpun dalam suatu koperasi atas dasar suka rela. Syarat kepentingan yang bersamaan dan dasar suka rela ini perlu diperhatikan dalam mengorganisasi suatu koperasi.
Dalam satu koperasi kredit umpamanya adalah keliru jika dihimpun lintah darat dan tani miskin bersama-sama, karena kepentingan mereka sangat berbeda, bahkan bertentangan.
Kepentingan yang berbeda dan yang bertentangan daripada tuan tanah, tani kaya, tani sedang, tani miskin, dan buruh tani juga tidak bisa dipersatukan dalam satu koperasi pertanian.
Kepentingan yang berbeda dan bertentangan daripada pengusaha, tukang kerajinan tangan yang merupakan pekerja merdeka dan buruh kerajinan tangan tidak dapat dipersatukan dalam satu koperasi kerajinan tangan.
Kepentingan yang berbeda dan bertentangan daripada pengusaha-pengusaha pemilik alat produksi industri, pekerja merdeka dalam industri rumah tangga dan buruh industri tidak dapat dipersatukan dalam satu koperasi industri.
Kepentingan yang berbeda dan bertentangan daripada pengusaha penangkapan ikan, tengkulak, juragan pemilik alat perikanan, nelayan sedang, nelayan miskin, dan buruh nelayan tidak dapat dipersatukan dalam satu koperasi perikanan atau koperasi nelayan.
Kepentingan yang berbeda dan bertentangan daripada pengusaha peternakan dan buruh peternakan tidak dapat dipersatukan dalam satu koperasi peternakan.
Pedagang yang mengumpulkan produksi pertanian (collecterende handel), tengkulak dan tani kaya, tani sedang serta tani miskin produsen tidak dapat dipersatukan dalam satu koperasi penjualan bersama hasil pertanian.
Jika diorganisasi dalam satu koperasi orang-orang atau lapisan-lapisan rakyat yang kepentingannya berbeda atau bahkan bertentangan, koperasi itu dalam praktek pasti akan hanya menguntungkan orang-orang atau lapisan-lapisan rakyat yang ekonominya lebih kuat dan merugikan, bahkan bisa menindas secara kejam orang-orang atau lapisan-lapisan rakyat yang ekonominya lemah.
Saya hendak memberi satu ilustrasi tentang tidak mungkinnya orang-orang yang berbeda atau bertentangan kepentingannya diorganisasi dalam satu koperasi dari pengalaman praktis beberapa tahun yang lalu di daerah Purwokerto. Di salah satu desa di daerah tersebut dibentuk satu koperasi desa yang bergerak di bidang kredit atau simpan-pinjam. Semua penduduk desa dianggap otomatis jadi anggota koperasi. Untuk modal pertama diambil dari hasil keuntungan penjualan gula distribusi kepada penduduk dan untuk modal tambahan dari uang tabungan para anggota. Golongan yang beruang, yaitu tuan tanah, tani kaya, lintah darat, tengkulak dan orang-orang berada lainnya “menabung” dalam koperasi itu. Setiap anggota boleh meminjam dengan bunga 10% dalam 35 hari, artinya 104% setahun. Pengurus koperasi sebagian besar terdiri dari golongan-golongan pemeras. Terhadap peminjam dari kalangan tani sedang dan tani miskin pengurus bersikap keras, kadang-kadang dengan menggunakan intimidasi. Karena takut kena perkara, banyak peminjam yang menjual rumah, pekarangan dan pohon buah-buahan atau menggadaikan sawahnya dengan harga murah untuk melunasi pinjamannya. Barang-barang itu umumnya jatuh ke tangan tuan tanah, tani kaya, dan lintah darat yang di antaranya juga menjadi pengurus “koperasi”.
Saya kira masih banyak contoh tentang koperasi yang berkeanggotaan orang-orang yang bertentangan kepentingannya, yang dalam praktek tidak beda kegiatannya daripada badan-badan kapitalis, bahkan kadang-kadang lebih busuk daripada itu. Apalagi jika koperasi-koperasi itu pembentukannya tidak demokratis dan pengurusnya main tunjuk dari atas, misalnya di lapangan pengumpulan dan penjualan hasil-hasil produksi pertanian untuk perdagangan baik dalam negeri maupun untuk ekspor, kaum produsen yang menjadi “anggota” diharuskan menyerahkan produksinya kepada “koperasi” sehingga koperasi menjadi single buyer, dengan harga yang lebih rendah daripada jika dijualnya secara bebas. Dengan cara ini bukan saja tidak tercapai maksud berkoperasi daripada para produsen yaitu untuk mendapatkan nilai tukar daripada produksinya yang lebih tinggi, melainkan kebalikannya, nilai tukar daripada produksinya itu menjadi merosot, sedang pengurus-pengurus koperasi dimungkinkan untuk bermanipulasi dengan barang-barang yang dikuasainya.
Juga jelas bahwa pengaruh jahat kaum kapitalis birokrat yang bisa berhubungan dengan gerakan koperasi telah mendorong sementara gerakan koperasi kita ke jurang yang bertentangan dengan kepentingan anggota-anggotanya dan kepentingan rakyat pada umumnya.
Dalam mengembangkan gerakan koperasi perhatian kita harus ditujukan kepada lapisan terbesar dari massa rakyat pekerja, yaitu kaum tani yang jumlahnya 60-70% dari penduduk Indonesia dan yang masih berada di bawah pengisapan-pengisapan tuan tanah, lintah darat dan kaum kapitalis. Dari kalangan kaum tani ini yang paling tepat diorganisasi dalam koperasi-koperasi adalah tani sedang dan tani miskin, karena mereka masih mempunyai tanah atau sedikit tanah dan alat-alat pertanian. Koperasi daripada kaum tani sedang dan tani miskin bisa berbentuk koperasi kredit atau simpan-pinjam untuk melepaskan mereka dari cengkeraman tukang-tukang ijon dan lintah darat, koperasi produksi untuk meningkatkan produksi pertanian mereka dan koperasi jual-beli untuk mendapatkan pasar yang baik bagi barang-barang produksi pertanian mereka (cooperative marketing) dan sekaligus untuk dapat membeli bahan-bahan keperluan mereka seperti bibit, pupuk, alat-alat pertanian, dan sebagainya, juga barang-barang kebutuhan konsumsi.
Multipurpose cooperative (koperasi serba-usaha) bagi kaum tani adalah tepat, tetapi untuk mencegah kegagalan-kegagalan yang bisa mengecewakan dan membikin kapok kaum tani berkoperasi, baik langkah-langkah permulaan dimulai dari koperasi kredit dan seterusnya dikembangkan bentuk-bentuk lain, setelah mendapatkan pengalaman-pengalaman yang diperlukan.
Koperasi di kalangan kaum tani seperti halnya koperasi-koperasi lainnya banyak yang mengalami kegagalan. Sebabnya adalah, bahwa di samping mendapat tekanan dari tuan tanah dan lintah darat dan modal monopoli asing, kurang mendapat bantuan Pemerintah, juga karena koperasi-koperasi itu dipimpin oleh elemen-elemen yang korup, yang tidak jujur dan tidak cakap. Karena itu masalah memilih pimpinan yang jujur, cakap, dan Manipolis adalah penting dalam koperasi.
Saya berpendapat bahwa tenaga-tenaga pemuda dan wanita adalah efektif bila ditarik ke dalam kegiatan koperasi. Pemuda mempunyai kesanggupan bekerja yang lebih besar dan kejujurannya berguna untuk mencegah praktek-praktek korupsi yang mungkin terjadi. Kaum wanita yang pada umumnya lebih cermat dan teliti itu akan mendorong koperasi bekerja baik.
Dalam hubungan dengan pengembangan koperasi pertanian, adalah tepat apa yang pernah diucapkan Saudara Menteri Koperasi, bahwa landreform adalah syarat mutlak bagi perkembangan koperasi pertanian dan bagi mempertinggi produksi.
Kaum buruh dan pegawai negeri juga membutuhkan koperasi. Karena nilai upah atau gaji yang makin merosot, kaum buruh dan pegawai negeri berkepentingan untuk mendapat barang-barang keperluan hidup sehari-hari dengan harga murah. Karena itu jenis koperasi konsumsi bisa menolong mereka. Koperasi simpan-pinjam juga menarik kaum buruh dan pegawai negeri, untuk mendapatkan kredit membangun perumahan, membeli sepeda, sepeda motor, alat-alat perabot rumah, keperluan kenduri, dan sebagainya.
Dengan dibentuknya koperasi konsumsi bagi kaum buruh dan pegawai negeri, tidaklah berarti bahwa majikan atau perusahaan dan Pemerintah lepas tanggung jawab atau sebagian tanggung jawab mengenai pemeliharaan dan jaminan sosial kaum buruh dan pegawai negeri. Tanggung jawab pemeliharaan dan jaminan sosial kaum buruh dan pegawai negeri adalah sepenuhnya di tangan majikan atau perusahaan dan Pemerintah.
Kaum kerajinan tangan dan kaum nelayan memerlukan pula organisasi koperasi agar mereka dengan teratur dan dengan harga yang pantas, mendapatkan bahan-bahan dan alat-alat untuk bekerja dan agar hasil pekerjaan mereka tidak jatuh ke tangan tengkulak sehingga harganya sangat murah.
Koperasi nelayan yang ada sampai sekarang ternyata kebanyakan tidak menolong para nelayan yang bekerja, sebab koperasi itu hakikatnya adalah organisasi daripada juragan-juragan perahu dan pawang-pawang ikan yang tidak bekerja.
Praktek daripada beberapa koperasi kerajinan tangan, misalnya koperasi kulit, membuktikan bagaimana majikan kulit menyalahgunakan nama koperasi. Beberapa majikan berkumpul mendirikan “koperasi”, semua buruh yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan mereka didaftar menjadi anggota tanpa mereka ketahui. Dengan demikian “koperasi” itu mendapatkan fasilitas, termasuk kredit dari Pemerintah. Sesudah “koperasi” itu besar lalu oleh majikan itu diubah menjadi Yayasan.
Kaum miskin kota membutuhkan koperasi konsumsi yang dapat meringankan beban hidup mereka, dengan mendapatkan barang-barang konsumsi melalui koperasi-koperasi dengan harga yang murah.
Kaum pedagang kecil sangat membutuhkan kredit dan kesempatan membeli barang-barang dagangan tanpa melewati tengkulak-tengkulak dan tukang-tukang catut. Mereka memerlukan koperasi kredit atau simpan-pinjam dan koperasi pembelian bersama.
Dari keterangan saya ini yang menjelaskan bahwa kaum tani, kaum buruh dan pegawai negeri, kaum kerajinan tangan dan nelayan, kaum miskin kota dan kaum pedagang kecil membutuhkan organisasi koperasi, terbentang lapangan yang luas bagi kegiatan gerakan koperasi, lapangan kegiatan yang hanya mungkin dihadapi dengan ketekunan, kecakapan, dan kejujuran daripada kader-kader atau aktivis-aktivis gerakan koperasi kita.
Dari pengalaman tentang kepentingan berkoperasi dari berbagai lapisan rakyat, dapat disimpulkan bahwa tiga bentuk koperasi adalah yang paling dibutuhkan, yaitu koperasi kredit, produksi, dan konsumsi atau koperasi jual-beli bagi kaum tani.
Mengembangkan koperasi produksi dan konsumsi sepenuhnya adalah sesuai dengan ketetapan MPRS No. II/1960 bidang produksi dan distribusi yang menyatakan, bahwa daya produksi harus dikembangkan dengan mengerahkan segenap modal dan potensi (funds and forces) dalam negeri dimana kaum buruh dan kaum tani memegang peranan yang penting, dan bahwa dalam mengatur dan menyalurkan distribusi bahan-bahan keperluan hidup rakyat, koperasi-koperasi harus diikutsertakan di samping RT/RK dan swasta nasional.
Akan tetapi walaupun lapangan kegiatan koperasi luas dan bila berkembang akan mengorganisasi jumlah penduduk yang besar, haruslah dimengerti dengan jelas bahwa peranannya dalam ekonomi negeri, bersamaan dengan peranan ekonomi swasta nasional, adalah membantu untuk memperkuat sektor ekonomi negara. Gerakan koperasi sebagai salah satu sektor ekonomi tidak mungkin berkembang, lebih-lebih dalam masa peralihan menuju ekonomi nasional-demokratis, jika tidak dihubungkan dengan perjuangan melawan praktek lintah darat, tuan tanah, tengkulak besar dan pencoleng. Gerakan koperasi tidak mungkin mempunyai perspektif tanpa bimbingan, perlindungan dan bantuan ekonomi sektor negara.
Dari catatan-catatan Jawatan Koperasi Pusat saya dapati perkembangan Organisasi koperasi di negeri kita sekarang sebagai berikut:
Jumlah koperasi primer dan kekuatannya (akhir triwulan 1961):
Perbandingan jenis-jenis koperasi (akhir triwulan 1961) adalah sebagai berikut:
1. |
Serba usaha |
40,1% |
2. |
Pertanian |
7,5% |
3. |
Peternakan |
0,3% |
4. |
Kerajinan dan industri |
2,6% |
5. |
Simpan-pinjam |
21,1% |
6. |
Konsumsi |
24,3% |
7. |
Perikanan |
1,2% |
8. |
Lain-lain |
2,1% |
Dari angka-angka ini dapat dikatakan bahwa secara umum di negeri kita sekarang terdapat kemajuan dalam jumlah koperasi, jumlah anggotanya, jumlah uang yang dikumpulkan dari anggotanya, perputaran dan dana cadangan. Kemajuan dalam jumlah koperasi primer dapat dibuktikan oleh perkembangan 3 kali lipat dalam jumlah pada tahun 1961 dibandingkan dengan pada akhir tahun 1958.
Dalam pada itu suatu perbandingan yang mencolok tentang kekuatan modal koperasi menunjukkan, bahwa koperasi kerajinan (terutama batik) yang hanya berjumlah kurang dari 3% dari seluruh jumlah koperasi memiliki 43% dari seluruh modal koperasi. (Keterangan pers dari Saudara Kepala Jawatan Koperasi).
Mengenai perbandingan jenis koperasi menunjukkan bahwa koperasi pertanian yang seharusnya merupakan bagian yang terbesar, mengingat besarnya jumlah desa-desa dan jumlah kaum tani yang seharusnya menjadi sasaran utama pengorganisasian dalam koperasi, ternyata hanya 7,5% dari seluruh primer. Kenyataan ini harus mendorong kita untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada pembentukan koperasi-koperasi pertanian di masa depan. Tetapi seperti sudah saya jelaskan tadi, kunci perkembangan koperasi pertanian adalah penyelesaian landreform, bukan hanya landreform terbatas seperti yang dilaksanakan dengan sangat lambatnya sekarang, tetapi landreform yang radikal, yang menghapuskan sama sekali pengisapan tuan tanah, menyita tanah-tanah tuan tanah dan membagikannya kepada kaum tani, terutama kepada tani miskin dan buruh tani.
Selanjutnya perkembangan gerakan koperasi adalah tergantung dan tidak dapat dipisahkan daripada perkembangan revolusi. Penyelesaian tuntutan-tuntutan revolusi Agustus ’45 sampai ke akar-akarnya, suatu kemenangan revolusi nasional-demokratis adalah suatu syarat bagi perkembangan koperasi-koperasi progresif untuk kemudian menjadi koperasi-koperasi sosialis. Karena itu gerakan koperasi walaupun ia adalah non-partai tidak boleh terpisah daripada kegiatan-kegiatan politik revolusioner.
Gerakan Koperasi kita adalah gerakan yang mendukung dan memperjuangkan Manipol, karenanya gerakan koperasi kita harus menjadi alat pemersatu rakyat, dan oleh karenanya harus bebas daripada berbagai phobi, terutama Nasakom-phobi. Di dalam gerakan koperasi kader-kader atau aktivis-aktivis Nasakom harus bersatu dan berlomba-lomba bekerja baik bagi kepentingan massa anggota koperasi dan massa rakyat.
III. TENTANG PERANAN PEMERINTAH DALAM MENGEMBANGKAN GERAKAN KOPERASI DAN BEBERAPA PERSOALAN UU KOPERASI
Berdasarkan pengalaman perkembangan gerakan koperasi selama ini sangat dirasakan perlunya diperbesar peranan Pemerintah dalam mengembangkan gerakan koperasi, secara langsung maupun tidak langsung. Perkembangan koperasi tidak dapat dilihat hanya dari sudut besar-kecilnya jumlah kredit yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan dalam membentuk atau menghidupkan koperasi.
Karena gerakan koperasi tidak terlepas daripada struktur ekonomi dalam masyarakat kita sekarang, maka sejalan dengan usaha mengembangkan koperasi di kalangan rakyat, Pemerintah harus melaksanakan dengan konsekuen garis-garis Manipol dan MPRS dengan mengadakan pengubahan sistem masyarakat Indonesia melikuidasi kaum kapitalis birokrat, komprador dan tuan tanah, sebagai syarat mutlak dalam menanggulangi kesulitan ekonomi.
Kehidupan gerakan koperasi tidak mungkin berkembang sehat jika kesulitan-kesulitan ekonomi dewasa ini tidak dapat diatasi. Sesuai dengan Panca Program Front Nasional poros dalam mengatasi kesulitan ekonomi adalah masalah mempertinggi produksi, sedang dalam mempertinggi produksi kaum buruh dan kaum tani adalah tenaga pokoknya. Hanya dengan memberikan kebebasan demokratis kepada kaum buruh dan kaum tani, melaksanakan social-support dan social-control dalam ekonomi, khususnya dalam produksi, dengan memperbaiki syarat-syarat materiil kehidupan kaum buruh dan kaum tani, akan bangkit antusiasme yang tinggi untuk berproduksi.
Kestabilan moneter sebagai faktor penting dalam melancarkan pembangunan seperti yang ditetapkan MPRS tidak mungkin dicapai dengan tindakan finansial moneter semata. Kestabilan moneter tergantung kepada perkembangan produksi dan sebaliknya keuangan yang guncang secara timbal-balik mengacaukan produksi. Ini berarti yang diperlukan adalah politik keuangan yang mengabdi kepada produksi dan bukannya produksi harus menjadi korban politik keuangan yang salah yang tidak berorientasi kepada produksi dan perbaikan taraf hidup rakyat. Tindakan pemerintah untuk menguasai ekspor bahan-bahan penting, menyesuaikan impor dengan rencana pembangunan dalam negeri, mencegah kenaikan yang makin menggila dari harga-harga kebutuhan pokok rakyat, menjadikan PN-PN dan PDN-PDN sumber yang pokok daripada pemasukan keuangan negara, peningkatan produksi sandang pangan (terutama pangan, khususnya beras), kesemuanya ini adalah merupakan faktor yang penting dalam usaha mengembangkan pembentukan dan kehidupan koperasi di negeri kita.
Kehidupan koperasi juga tergantung kepada jaminan fasilitas-fasilitas atau kelonggaran-kelonggaran dari Pemerintah untuk mendapatkan barang-barang, pemberian order-order, kekeringan-kekeringan pajak, bantuan finansial berupa kredit atau subsidi, mengusahakan pendidikan untuk petugas-petugas koperasi atas biaya Pemerintah dan sebagainya.
Dengan mengintensifkan peranan Pemerintah itu akan dapat diusahakan adanya perbaikan-perbaikan materiil sekarang juga bagi anggota-anggota koperasi, sekalipun masih terbatas.
Peranan Pemerintah dalam mengembangkan gerakan koperasi dan perkembangan koperasi itu sendiri sangat erat hubungannya dan diatur dalam UU Koperasi serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pada waktu ini gerakan koperasi dibentuk dan bergerak dengan UU No. 79/1958 Tentang Perkumpulan Koperasi dan PP No. 60/1959 Tentang Perkembangan Gerakan Koperasi.
Saya berpendapat bahwa dalam batas-batas tertentu UU dan PP ini telah lebih mendorong perkembangan gerakan koperasi, jika kita bandingkan dengan sebelum adanya UU dan PP ini. Beberapa perhatian terhadap bagian-bagian daripada UU 79/58 dan PP 60/59 itu diperlukan, dan jika di masa depan dapat dilakukan perbaikan-perbaikannya, akan lebih memungkinkan perkembangan gerakan koperasi yang lebih pesat di negeri kita.
Hal-hal yang saya maksudkan itu antara lain adalah:
1. Mengenai definisi
Definisi tentang koperasi seharusnya sesuai dengan jiwa koperasi yang biasa dimiliki oleh rakyat pekerja di Indonesia dan di seluruh dunia. Sudah menjadi pengertian umum bahwa perkataan koperasi berarti kerja sama, sedang koperasi sebagai satu sistem berarti sejumlah orang mengadakan perkumpulan untuk memungkinkan secara kerja sama mencapai hasil-hasil yang lebih menguntungkan daripada kalau dikerjakan sendiri-sendiri oleh orang-orang itu. Ditinjau secara ekonomis hal ini adalah logis dan sesuai pula dengan semangat gotong-royong yang dijadikan ukuran pokok dalam undang-undang koperasi sekarang untuk menentukan apakah koperasi itu sesuai atau tidak dengan keadaan di Indonesia. Jelasnya yang harus mendapat perhatian adalah diperlakukannya perumusan yang tegas mengenai perbedaan koperasi dengan badan-badan ekonomi kapitalis seperti NV (PT), Firma, atau lainnya.
Besar kecilnya modal koperasi tergantung kepada jumlah atau keluar masuknya anggota, sedang jumlah modal NV (PT), Firma, dan badan-badan kapitalis lainnya ditentukan secara hukum dan dengan modal itu badan-badan tersebut melakukan pengisapan terhadap tenaga-tenaga kerja. Dalam UU 79/1958 memang telah tercantum perumusan bahwa koperasi “tidak merupakan konsentrasi modal” atau dalam PP 60/1959 dirumuskan “bukan perkumpulan modal”. Dengan perumusan ini definisi koperasi secara pokok telah terdapat kemajuan. Sekalipun demikian di bagian-bagian lain daripada UU Koperasi ini, masih terdapat perumusan-perumusan yang sangat umum, samar-samar, yang mudah dapat disalahgunakan dalam praktek, sehingga bisa bertentangan dengan jiwa dan maksud yang murni daripada koperasi.
Sebagai hasil penyelidikan yang luas di berbagai negeri secara internasional telah dapat dirumuskan definisi tentang koperasi yang meliputi 4 prinsip pokok yaitu:
Koperasi tidak didirikan dengan tujuan mengejar keuntungan (winstbejag) seperti perusahaan-perusahaan kapitalis, tetapi berdasarkan maksud untuk bersama-sama meringankan beban anggota-anggota.
Mengenai 4 prinsip pokok itu memang sudah terkandung dalam UU 79/1958 dan PP 60/1959. Menetapkan definisi-definisi yang dengan tegas membedakan koperasi daripada badan-badan ekonomi kapitalis adalah penting untuk mencegah penyelewengan-penyelewengan.
2. Lapangan usaha koperasi
Lapangan usaha yang menjadi sasaran koperasi perlu diteliti mana yang paling sesuai dengan kepentingan golongan-golongan massa rakyat sekarang. Undang-Undang Koperasi merumuskan lapangan usaha koperasi yang akan menentukan jenis koperasi, secara terlalu luas, tidak jelas dan di luar kebiasaan dan kemungkinan yang dapat dicapai oleh koperasi. Saya berpendapat jika lapangan bergerak koperasi yang lazim dialami selama ini diperhebat dan diintensifkan dengan bantuan Pemerintah maka manfaatnya akan dapat dilihat dan dirasakan oleh anggota koperasi dan masyarakat umumnya. Tentunya hasil-hasil itu masih sangat terbatas, sebelum dicapai pengubahan struktur ekonomi sekarang.
Ketentuan yang terlalu luas dan umum tentang lapangan usaha koperasi akan dapat menjadi saluran pula bagi penyelewengan-penyelewengan yang akan merusak maksud dan tujuan yang sebenarnya daripada Koperasi seperti yang terjadi sekarang dengan GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) yang sebenarnya adalah organisasi kapitalis-kapitalis batik. Penjenisan secara definitif yang dirumuskan oleh PP 60/1959 pasal 2 memang telah mencegah kekaburan dan terlalu luasnya lapangan usaha. Tetapi dengan penetapan keanggotaan daripada jenis-jenis koperasi yang tidak hanya berdasarkan kepentingan-kepentingan yang bersamaan saja, melainkan juga yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang satu sama lain ada sangkut-pautnya secara langsung, maka ini berarti terlalu luas, dan boleh dibilang tidak ada batasnya. Ini berarti menyatukan orang-orang yang berbeda dan bahkan bertentangan kepentingannya dalam satu organisasi ekonomi, dan ini tidak bisa mengakibatkan praktek lain, kecuali yang kedudukan ekonominya lemah akan menjadi korban daripada yang kuat.
Dalam penjelasan PP 60/1959 dikemukakan bahwa dengan ketentuan itu “dogma pertentangan buruh majikan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia bisa dihindarkan di dalam perkumpulan Koperasi”.
Saya berpendapat bahwa penyelesaian masalah pertentangan buruh dengan majikan bukanlah dengan jalan penyatuan formal yang tidak menghapuskan hakikat perbedaan dan pertentangan kelas, melainkan di dalam taraf revolusi nasional dan demokratis sekarang ini antara majikan (pengusaha nasional) dengan kaum buruh diperlukan saling pengertian dalam semangat front persatuan nasional melawan musuh-musuh revolusi, yaitu imperialisme dan feodalisme.
Adapun penyelesaian yang prinsipil daripada perbedaan kelas dan pertentangan kepentingan majikan dan buruh terletak pada tingkat selanjutnya daripada revolusi kita, yaitu tahap kedua daripada revolusi dengan pengubahan sosialis daripada ekonomi negeri dan penghapusan pengisapan atas manusia oleh manusia.
3. Mengenai prinsip demokrasi daripada Koperasi
Ada salah satu pasal yaitu pasal 22 UU 79/1958 yang mengatur tentang kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. Dinyatakan secara tepat bahwa kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota. Tetapi pada pasal lain terdapat perumusan yang bertentangan dengan pasal ini, yang memberi hak istimewa kepada pejabat untuk memutuskan pembubaran Koperasi. Ketentuan ini tidak sesuai dengan ketentuan kekuasaan tertinggi yang ada pada rapat anggota. Tindakan pejabat terhadap organisasi tidak boleh tanpa batas. Ia harus mengindahkan ketentuan-ketentuan organisasi koperasi dan menghormati keputusan-keputusan rapat-rapat anggota dan badan pimpinan koperasi.
Dalam sambutan saya kepada Musyawarah Pembiayaan Koperasi di Cipayung telah saya kemukakan, supaya gerakan koperasi bisa tumbuh sebagai pohon di udara bebas dan jangan seperti “kamerplant” (tanaman penghias kamar) yang hidup karena disirami terus-menerus, artinya gerakan koperasi supaya tumbuh secara wajar dan demokratis serta tidak menggantungkan diri kepada bantuan semata-mata.
Bantuan dari Pemerintah dan bantuan dari luar lainnya kepada gerakan koperasi harus bersifat bimbingan yang membantu perkembangan gerakan koperasi. Pada waktu akhir-akhir ini satu gejala yang tidak baik dalam pembentukan beberapa jenis koperasi adalah pembentukan yang tergesa-gesa atas dasar instruksi dari atas. Saya berpendapat bahwa cara pembentukan koperasi demikian adalah tidak sehat, yang pasti akan mengakibatkan ekses-ekses. Peranan pimpinan dan inisiatif dari atas adalah sebagai pendorong, tetapi ia harus dipadukan dengan pertumbuhan yang objektif dari gerakan koperasi itu dari bawah yang mendapat dukungan massa secara sukarela dan demokratis.
4. Mengenai Peranan Pemerintah dalam Gerakan Koperasi
Mengenai peranan Pemerintah dalam gerakan koperasi perlu dengan jelas ditetapkan. Pada waktu sekarang ini peranan Pemerintah dalam mengembangkan gerakan koperasi adalah menentukan. Usaha mengembangkan gerakan koperasi memang tidak dapat dipisahkan daripada usaha Pemerintah memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri, dalam menanggulangi kesulitan ekonomi dewasa ini.
Peranan Pemerintah dibuktikan oleh semakin besarnya perhatian Presiden Sukarno kepada pengembangan gerakan koperasi sebagai salah satu alat pemersatu rakyat dalam penyelesaian revolusi kita. Dibentuknya khusus suatu Departemen Koperasi menunjukkan perspektif yang penting masalah pengkoperasian di negeri kita.
Adalah keliru apabila persoalan perkembangan gerakan koperasi hanya terletak pada syarat pengesahan suatu koperasi sebagai badan hukum yang merupakan bagian yang menonjol daripada UU 79/1958. Pemerintah harus secara aktif membimbing dan membantu gerakan koperasi. Dalam Undang-Undang Koperasi perlu dengan tegas dirumuskan pasal-pasal tentang jaminan fasilitas, jaminan pasar, dan barang-barang yang diperlukan oleh Koperasi, di samping pasal-pasal lain yang sudah menetapkan secara umum kewajiban Pemerintah untuk membantu dan melindungi koperasi. Kredit-kredit Pemerintah kepada koperasi harus diberikan secara zakelijk sesuai dengan kemampuan dan keadaan organisasi koperasi yang bersangkutan.
Anggapan bahwa Pemerintah tidak usah turut campur sama sekali dalam gerakan koperasi adalah tidak tepat. Dibalik sikap yang demikian ada terdapat maksud yang liberal, bahkan didorong oleh maksud-maksud yang menyimpang daripada jiwa dan tujuan koperasi. Sebaliknya hak campur tangan pejabat Pemerintah yang terlalu banyak seperti terdapat dalam UU Koperasi sekarang, sampai bisa membubarkan koperasi dan sebagainya, akan memberi kemungkinan penyalahgunaan hak-haknya oleh pejabat yang tidak baik.
5. Daerah Kerja Koperasi
Dalam pasal 5 ayat (2) UU Koperasi ditetapkan bahwa dalam satu daerah kerja tertentu pada dasarnya hanya ada satu koperasi yang sejenis dan setingkat dan selanjutnya hal ini telah ditetapkan dalam pasal 16 UU 60/1959 dan dinyatakan antara lain bahwa dalam hal diizinkan ada dua atau lebih koperasi sejenis dan setingkat dalam salah satu daerah kerja maka pejabat wajib mengusahakan penyatuannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Saya berpendapat bahwa ketentuan dalam PP 60/1959 itu ada segi positifnya, yaitu untuk menyederhanakan susunan organisasi koperasi menurut jenis dan tingkatnya, yang tentu akan baik artinya dalam koordinasinya dengan kegiatan-kegiatan ekonomi di bidang lain. Akan tetapi segi lain yang harus mendapat perhatian adalah bahwa dengan ketentuan ini bisa terjadi penyalahgunaan tertentu, yaitu mungkinnya “dimonopoli” pembentukan-pembentukan koperasi oleh salah satu golongan dengan tanpa mengindahkan bahwa ada golongan lain yang tidak mendapat kesempatan ambil bagian dalam kegiatan gerakan koperasi. Perbuatan “memonopoli” itu tidak sesuai dengan prinsip koperasi dan bertentangan dengan kepentingan rakyat. Praktek-praktek yang menyalahgunakan ketetapan dalam UU dan PP 60/1959 itu harus ditentang. Salah satu cara dalam mencegah ketetapan-ketetapan itu adalah mengembangkan semangat persatuan nasional yang berporoskan Nasakom dalam kegiatan gerakan koperasi di semua tingkat maupun jenis. Dengan demikian koperasi menjadi tempat bersatu semua aliran yang hidup untuk kegiatan-kegiatan yang langsung bermanfaat dan menguntungkan massa rakyat.
Saya berpendapat dan yakin, bahwa sejalan dengan perkembangan revolusi Indonesia gerakan koperasi akan memainkan peranan yang makin penting dalam kehidupan ekonomi negeri kita.
Sudah jelas tercantum dalam UU Dasar ’45 pasal 33, bahwa koperasi di samping sektor ekonomi negara (perusahaan-perusahaan negara) akan merupakan landasan pokok dari susunan ekonomi negeri.
Dalam perspektif revolusi kita yaitu Sosialisme, dimana dihapuskan sama sekali pengisapan oleh manusia atas manusia, ekonomi negara (perusahaan-perusahaan negara) dan ekonomi kolektif (koperasi-koperasi sosialis) adalah merupakan dua unsur yang saling membantu dan memperkuat dalam ekonomi negeri.
Akan tetapi seperti tadi saya kemukakan, pada waktu ini kita belum memasuki taraf itu, karenanya belum praktis berbicara tentang koperasi sosialis, kecuali sebagai satu gerakan propaganda dan pendidikan kepada massa.
Bahkan taraf peralihan ke Sosialisme pun belum kita masuki, karena rintangan-rintangan strategisnya belum kita hancurkan, yaitu kekuasaan modal monopoli asing atau imperialisme dan tuan tanah. Untuk mengembangkan perjuangan menghancurkan rintangan strategis itu tadi telah saya kemukakan tentang keharusan mutlak melakukan pengubahan sistem masyarakat dengan melikuidasi pengisap-pengisap besar di kota dan desa, menghapuskan kekuasaan ekonomi kaum kapitalis birokrat, komprador dan tuan tanah, membebaskan rakyat pekerja di desa dari pengisapan feodal dan mengalahkan jaringan-jaringan kekuatan ekonomi dalam negeri yang menjadi landasan daripada imperialisme. Untuk itu sebagaimana telah saya kemukakan tadi dan telah menjadi tuntutan massa yang luas dan juga menjadi Program Front Nasional, perlu diciptakan suatu kekuasaan politik baru, kekuasaan Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom dari atas sampai ke bawah, dari Pemerintah Pusat sampai pemerintah-pemerintah daerah terendah.
Seperti halnya harapan dan anjuran Presiden Sukarno kepada gerakan koperasi, yaitu supaya koperasi tidak hanya menjadi alat ekonomi daripada anggotanya, melainkan juga menjadi alat perjuangan revolusioner dalam menyelesaikan revolusi, tibalah bagi saya untuk menutup uraian ini dengan harapan dan anjuran sebagai berikut:
Pertama, gerakan koperasi kita supaya betul-betul menjadi gerakan ekonomi yang berjuang untuk perbaikan-perbaikan tingkat hidup massa anggotanya, massa rakyat pekerja yang ekonominya sekarang lemah. Gerakan koperasi kita hanya akan konsekuen menjalankan peranan yang demikian, apabila keanggotaan dan pimpinannya memang benar-benar terdiri dari rakyat pekerja yang membutuhkan bersama alat perjuangan ekonomi itu. Dalam keadaan demikian gerakan koperasi kita akan betul-betul dapat mengibarkan tinggi-tinggi bendera yang diberikan Manipol kepadanya, yaitu bendera koperasi progresif.
Kedua, sebagai koperasi progresif gerakan koperasi kita tidak hanya ambil bagian dalam kegiatan ekonomi, tetapi juga dalam kegiatan revolusioner pada umumnya, harus setia dan giat ambil bagian dalam pelaksanaan Manipol. Ketetapan-ketetapan MPRS dan Panca Program Front Nasional serta penyebar yang aktif daripada 9 Wejangan Presiden.
Yang terakhir, dengan ini saya menyampaikan ucapan selamat atas sukses-sukses dari kegiatan gerakan koperasi selama ini baik yang dilakukan oleh aktivis-aktivis gerakan koperasi, maupun kegiatan yang bersifat bimbingan dari pejabat-pejabat Departemen Koperasi. Sudah waktunya gerakan koperasi kita dan Departemen Koperasi segera menyimpulkan pengalaman dari kegiatan gerakan koperasi selama ini untuk dengan demikian dapat mengembangkan segi-segi yang positif dan dengan segera pula melikuidasi segi-segi yang negatif.
(Pokok-pokok pidato yang diucapkan pada sidang tanggal 28 Februari 1963, di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta)
---------------------------------------------
Atas nama Pimpinan MPRS saya mengucapkan selamat atas berlangsungnya Musyawarah Pembiayaan Koperasi ini dan mengharapkan mencapai hasil seperti yang diharapkan oleh kita semua.
Saya sangat gembira dan merasa beruntung mendapat tugas dari Pimpinan MPRS menghadiri Musyawarah ini, karena pada kesempatan ini saya dapat bertemu dan berhadapan langsung dengan Saudara-saudara semua, terutama Saudara-saudara pemimpin-pemimpin dari berbagai gerakan koperasi seluruh Indonesia. Kegembiraan saya adalah juga karena suatu kenyataan, bahwa gerakan koperasi di negeri kita, dalam batas-batas tertentu mencapai beberapa kemajuan. Dari laporan-laporan yang saya peroleh, misalnya koperasi konsumsi, telah terbentuk di semua daerah tingkat I, hampir di semua daerah tingkat II, dan mulai merata di kampung-kampung dan desa-desa di seluruh penjuru tanah air kita. Koperasi-koperasi konsumsi ini, dalam kegiatannya, bukan saja telah dapat menjadi badan penyalur untuk distribusi bagi anggota-anggotanya, bahkan di berbagai tempat telah dapat menjalankan peranan dalam mendistribusikan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat bagi semua penduduk di lingkungannya.
Adanya musyawarah pembiayaan dari gerakan koperasi ini sendiri menunjukkan perkembangannya yang telah memerlukan pemecahan dalam masalah permodalan dan kredit. Kita semua tentu mengharapkan supaya perkembangan gerakan koperasi di negeri kita menjadi semakin maju, untuk dapat mengambil peranannya yang tepat dalam mengurangi dan meringankan kesulitan-kesulitan beban hidup rakyat, khususnya anggota-anggotanya dan dalam perjuangan untuk membangun ekonomi nasional.
Untuk dapat meletakkan peranan gerakan koperasi secara tepat dalam perjuangan untuk membangun ekonomi nasional, dalam melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodal, perlu kiranya kita ingat bahwa Manipol menetapkan, ekonomi sektor negara harus memegang posisi komando dalam kehidupan ekonomi negeri. Peranan gerakan koperasi harus ditujukan untuk membantu memperkuat posisi komando dari ekonomi sektor negara ini, sebaliknya negara berkewajiban membantu gerakan koperasi dengan bimbingan, kredit, dan fasilitas-fasilitas lain. Negara berkewajiban mengembangkan gerakan koperasi, karena gerakan koperasi, walaupun bukan modal negara, tidak mau menjadi gerakan dan organisasi kapitalis.
Koperasi di Indonesia bergerak di tengah-tengah struktur kemodalan dimana terdapat ekonomi sektor negara yang semakin kuat, ekonomi sektor swasta nasional, dan ekonomi sektor swasta asing, monopoli serta ekonomi feodal di desa-desa. Karena itu tidak heran, apabila gerakan koperasi kita kehidupannya dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan daripada struktur permodalan ini, sedang kewajiban gerakan koperasi adalah untuk mendudukkan dirinya pada peranan memperkuat ekonomi sektor negara yang memimpin perkembangan ekonomi negara kita.
Kegiatan memperluas gerakan koperasi termasuk di dalam pelaksanaan pembangunan nasional semesta berencana yang ditetapkan oleh MPRS, karena itu selalu di dalam pelaksanaannya kita mengingat Amanat Pembangunan Presiden yang menyatakan antara lain:
“Supaya pembangunan menyempurnakan ekonomi terpimpin sejalan dengan cita-cita demokrasi terpimpin untuk melenyapkan sisa-sisa ekonomi kolonial, cegah bahaya paham kapitalisme dan free fight liberalism baik dari luar negeri maupun dalam negeri”.
Apa yang dinyatakan di dalam Amanat Pembangunan ini oleh Presiden juga telah berulang-ulang dikemukakan pada kesempatan lain.
Pada kesempatan ini saya merasa perlu mengulangi dan memperkuat pula apa yang pernah dicanangkan oleh Saudara Menteri Transkopemada dalam suatu Kongres Koperasi sebagai berikut: “Justru di dalam keadaan pancaroba seperti yang kita alami dewasa ini, Saudara-saudara akan menjumpai usaha-usaha beberapa golongan yang untuk kepentingan golongan itu sendiri mempergunakan nama Koperasi. Terutama mereka itulah yang selalu mempergunakan dan menuntut kepada hak koperasi, tetapi tanpa memperhatikan kebutuhan daripada konsumen. Inilah yang saya sebut “pseudo koperasi”, yaitu yang mempergunakan rakyat untuk koperasi dan bukannya koperasi untuk rakyat. Usaha-usaha demikian ini adalah usaha orang-orang bermodal yang secara kolektif mengembangkan modalnya. Cara seperti ini adalah cara kapitalis dan bertentangan dengan asas kekeluargaan, dengan asas sosialis dan bertentangan dengan asas koperasi”.
Amanat Pembangunan Presiden dan pidato Menteri Transkopemada ini, sengaja saya kutip untuk dapat menilai perkembangan koperasi tidak secara berat sebelah, yaitu di samping memberikan penilaian kepada kemajuan-kemajuan tertentu yang dicapai serta mengharapkan perkembangan maju lebih lanjut, kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan-kenyataan perkembangan negatif yang perlu diatasi. Pada pokoknya kekurangan-kekurangan masih terdapat di dalam gerakan koperasi kita dalam hal yang berhubungan dengan prinsip koperasi; pembangunan organisasi dan kegiatan sehari-hari.
Ketetapan MPRS maupun Undang-Undang Koperasi menggariskan, bahwa koperasi adalah kumpulan daripada orang-orang yang bersama-sama mengadakan kegiatan ekonomi dan sosial, yang dibentuk atas dasar kesukarelaan dan demokratis. Koperasi akan tumbuh sehat dan dapat memenuhi tujuan pembentukannya, jika tidak diabaikan prinsip-prinsip sukarela, terbuka (artinya tidak ada rahasia bagi anggota-anggotanya) dan menguntungkan. Prinsip-prinsip itu hanya mungkin terjamin apabila koperasi dipimpin oleh orang-orang yang jujur dan Manipolis.
Tidak dipegangnya secara teguh prinsip-prinsip yang digariskan oleh MPRS maupun Undang-Undang Koperasi, tidak dibangunnya koperasi-koperasi dari bawah atas dasar kesadaran, melainkan dengan cara tergesa-gesa main tunjuk dari atas, tidak dijunjungnya hak-hak anggota untuk mengadakan kontrol, seperti banyaknya pengalaman, bahwa rapat-rapat anggota koperasi hanya dilakukan sekali waktu pendiriannya saja, dengan maksud untuk dapat menghimpun modal, tetapi kemudian bertahun-tahun tidak dilangsungkan rapat-rapat anggota, praktek-praktek keorganisasian seperti ini adalah merugikan perkembangan koperasi.
Adalah perlu mendapat perhatian kita, supaya gerakan koperasi bisa tumbuh sebagai pohon di udara bebas dan jangan seperti “kamerplant” (tanaman penghias kamar) yang hidup karena disirami terus-menerus, artinya gerakan koperasi supaya tumbuh secara wajar dan demokratis serta tidak menggantung kepada bantuan semata-mata.
Bantuan dari Pemerintah dan bantuan dari luar lainnya kepada gerakan koperasi harus bersifat bimbingan yang mengembangkan gerakan koperasi.
Hal lain yang memerlukan perhatian dari gerakan koperasi kita adalah bagaimana gerakan melawan liberalisme dan menjauhi terus-menerus sifat perusahaan kapitalis, atau di dalam praktek adalah mencegah jangan sampai pengurus-pengurus koperasi memperalat koperasi dan anggota-anggotanya untuk praktek-praktek kapitalis maupun sebagai kaki-tangan kapitalis.
Saya merasa perlu juga untuk mengemukakan, kiranya gerakan koperasi kita perlu diarahkan kepada kegiatan membangun dan mengembangkan lapangan-lapangan atau jenis-jenis koperasi yang paling obyektif dibutuhkan oleh rakyat terbanyak. Jenis-jenis koperasi yang paling dibutuhkan rakyat dewasa ini adalah koperasi konsumsi, koperasi produksi dan koperasi kredit. Golongan rakyat desa yang paling membutuhkan koperasi adalah kaum tani miskin, kaum buruh tani, tani sedang, dan juga kaum nelayan. Di kota-kota dalam keadaan krisis sandang-pangan seperti sekarang ini, koperasi konsumsi sangat dibutuhkan oleh sebagian besar lapisan penduduk. Mengenai koperasi kredit atau yang disebut koperasi simpan-pinjam, berhubung cepatnya merosot nilai uang, sekarang ini mengalami lebih banyak kesulitan.
Setelah saya kemukakan masalah koperasi secara umum, ingin saya menyumbangkan pikiran sedikit tentang pokok acara dan persoalan daripada musyawarah ini. Tentu saja saya hanya akan mengemukakan beberapa pokok saja.
Saya berpendapat, bahwa memang sudah waktunya gerakan koperasi kita membicarakan persoalan pembiayaan koperasi. Saya kemukakan demikian berdasarkan dua alasan, pertama karena persoalannya memang sudah merupakan persoalan yang harus dipecahkan berdasarkan perkembangan kebutuhan daripada gerakan koperasi kita, dan kedua dengan dimusyawarahkannya secara khusus persoalan pembiayaan koperasi ini, kita akan mencapai kesimpulan-kesimpulan yang tegas dan konkret, bukan saja untuk mendorong perkembangan gerakan koperasi kita, tetapi lebih-lebih untuk mencegah perkembangannya ke arah yang tidak sesuai dengan asas-asas koperasi.
Dari pokok-pokok persoalan yang disajikan oleh Panitia Penyelenggara Musyawarah, dikemukakan antara lain kenyataan-kenyataan tentang perlunya ketegasan di dalam kebijaksanaan pemerintah dan tindakan-tindakan secara konkrit mengenai permodalan dan pengkreditan koperasi. Juga dikemukakan persoalan penyaluran permodalan dan kredit dari swasta nasional ke dalam gerakan koperasi di samping persoalan penghimpunan modal dari lingkungan gerakan koperasi sendiri.
Saya perlu menambahkan, bahwa di dalam kenyataannya, memang kegiatan gerakan koperasi kita di bidang produksi dan konsumsi mengalami rintangan-rintangan dalam perkembangannya, disebabkan tidak cukupnya modal dan tidak atau sukarnya didapat kredit. Dalam pada itu tidak sedikit gerakan koperasi kita terjerumus ke dalam “pengkreditan” daripada bank-bank gelap atau praktek-praktek kapitalis, yang memberikan “kredit” dengan bunga-bunga yang tinggi atau perjanjian-perjanjian dan syarat-syarat yang tidak menguntungkan perkembangan koperasi.
Walaupun demikian saya berpendapat, adalah tidak perlu disesalkan kenyataan bahwa koperasi-koperasi kita lemah permodalannya, karena gerakan koperasi kita seharusnya adalah bukan “koperasi” kapitalis, sedang di dalam praktek dan pertumbuhannya mengalami gangguan-gangguan dari kaum kapitalis birokrat yang sekarang ini menguasai uang yang beredar dan berspekulasi dalam peredaran barang-barang dagangan.
Dari kenyataan-kenyataan ini maka dirasakan benar mendesaknya realisasi kredit-kredit Pemerintah kepada kegiatan koperasi, demikian pula perlunya perbaikan aparatur pengkreditan pemerintah yang melayani gerakan koperasi. Perluasan jaringan-jaringan aparatur kredit dari Bank-bank Pemerintah yang sudah ada sampai ke basis-basis kegiatan gerakan koperasi diperlukan, di samping itu perlu perbaikan prosedur pengkreditan untuk mencapai cara-cara yang praktis tetapi tetap zakelijk dalam pemberian-pemberian kredit-kredit kepada gerakan koperasi.
Melalui bimbingan dan pengawasan dari petugas-petugas Departemen Koperasi yang ada di seluruh negeri, kiranya terdapat jaminan bahwa kredit-kredit Pemerintah bagi gerakan koperasi akan langsung jatuh kepada gerakan koperasi dan digunakan secara efektif serta efisien dalam kegiatan ekonomi, khususnya di bidang produksi pertanian dan kerajinan tangan serta di bidang distribusi barang konsumsi keperluan hidup pokok daripada rakyat.
Mengenai penyaluran modal dan pengkreditan dari kalangan swasta nasional yang progresif kepada kegiatan gerakan koperasi, memang merupakan persoalan praktis yang perlu pula digariskan.
Saya berpendapat bahwa penyaluran modal dan kredit swasta nasional yang progresif kepada kegiatan gerakan koperasi adalah suatu yang mungkin dapat direalisasi, apabila ia dilakukan atas prinsip dan pendirian sosial dari golongan swasta nasional progresif, jadi bukan dengan prinsip kapitalis yang bermaksud menunggangi gerakan dan kegiatan ekonomi koperasi. Cara-cara yang zakelijk di dalam kredit dengan ketentuan bunga yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pemerintah, atau perjanjian-perjanjian yang menguntungkan bagi gerakan koperasi dapat dilaksanakan. Sikap membantu dari swasta nasional yang progresif kepada kegiatan ekonomi koperasi, di samping sikap membantu dan membimbing daripada Pemerintah kepada ekonomi swasta nasional dan khususnya kegiatan ekonomi gerakan koperasi, dimungkinkan karena persamaan kepentingan swasta nasional yang progresif dengan gerakan koperasi daripada rakyat dalam revolusi nasional kita, yaitu untuk menegakkan ekonomi nasional yang bebas dari ketergantungannya kepada imperialisme dan pula bebas dari halangan-halangan feodal, atau tegasnya persamaan kepentingan daripada golongan swasta nasional yang progresif dengan gerakan koperasi daripada rakyat, adalah karena sama-sama anti-imperialisme dan anti-feodalisme.
Sesuai dengan prinsip ekonomi terpimpin menuju kepada pembangunan ekonomi nasional, serta asas-asas koperasi, maka gerakan koperasi haruslah dicegah untuk dijadikan saluran guna penanaman modal asing dalam bentuk apapun, yang klasik maupun bentuk-bentuknya yang baru tetapi berhakikat sama. Koperasi kita tidak boleh menjadi saluran neo-kolonialisme.
Akhirnya, mengenai penggalangan modal yang bersumber pada gerakan koperasi sendiri tentu tidak mungkin kita mengharapkan mencapai jumlah yang besar, mengingat koperasi-koperasi kita, seperti saya uraikan di atas adalah bukan “koperasi kapitalis”, lagi pula asas koperasi adalah bukan untuk melakukan konsentrasi modal, karena itu kegiatan penghimpunan modal dari saham-saham, simpanan-simpanan dan hasil kegiatan koperasi haruslah dengan prinsip tidak memberatkan anggota-anggotanya yang terdiri daripada rakyat yang ekonominya lemah, dan justru berkoperasi untuk meringankan beban hidupnya.
Dengan mengerti akan peranan koperasi secara tepat di dalam melaksanakan garis politik ekonomi yang sesuai dengan Manipol, sesuai dengan ketetapan-ketetapan MPRS, di dalam membantu memperkuat sektor ekonomi Negara, dan sebaliknya dengan bantuan, bimbingan, kredit, dan fasilitas-fasilitas lain dari Pemerintah kepada kegiatan ekonomi koperasi, seperti penyaluran-penyaluran barang-barang produksi Perusahaan-perusahaan Negara, atau Perusahaan-perusahaan Dagang Negara dan fasilitas lain misalnya di bidang pengangkutan dan lain-lainnya, saya berpendapat gerakan koperasi kita akan terus berkembang dan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya kemukakan dalam musyawarah pembiayaan koperasi ini. Sekali lagi saya mengharapkan perkembangan maju lebih lanjut daripada gerakan koperasi kita dan mengharapkan berhasilnya musyawarah menyimpulkan pengalaman-pengalamannya secara tepat terhadap persoalan pembiayaan koperasi, dalam hubungannya dengan masalah ekonomi negeri kita pada umumnya dan di dalam rangka penyelesaian revolusi nasional kita.
Terima kasih.
(Sambutan sebagai Wakil Ketua MPRS pada Musyawarah Pembiayaan Koperasi tanggal 13 November 1962 di Cipayung)