sampai suatu ketika
anak djantan itu mengachiri kembara
mengachiri dukatjita.
dan ditemuinja:
tangan jang terbuka
hati jang terbuka
menjimpul djadi satu:
selamat bekerdja!
lalu sepi.
jang tinggal padanja,
kejakinan sepadat hati.
di bus atau di oplet
dalam siang dan malam
kadang-kadang datang djuga
mimpi lama jang mendarahkan luka.
tapi ketika djendela dibuka
oagihari,
seseorang tersenjum memandang
dan koran-koran menjampaikan berita
pasangnaik revolusi remadja,
luka itu sembuh sendiri
tak bertjatat.
“kurindukan senjum kanakmu
dalam malam mendjelang tidur,
atau derai tawa jang pernah
menjelingi hari-hari kita berdua
hutan pagi dan sungai bening
anak-anak berkedjaran berlemparan pasir
di kesepian aek buru*
djadi, tahankan perpisahan ini
aku sedang menempa hari
membuka hutan dan mendjalani malam
bagi anak-anak jang akan tumbuh
dimandikan matahari.”
rumah-rumah telah menutupkan djendela
dan baji-baji sudah lelap dipelukan bunda
sepotong bulan diatas langit malam djakarta
menjenjumi tubuhku jang lelah
menjapa dalam tjahajanja jang gairah:
- selamat malam penyair -
selamat malam!
aku menatap pohon-pohon berlari
dari djendela kereta jang deras meladju
dan menatap wadjah kawan-kawan:
iskandar, erman, salim
dan aku sendiri.
mata jang terdjaga sampai larut,
tubuh jang dipalut debu timah
dan abu merah djalan raja
selamat malam, djakarta
hatiku menjanji bersama bulan meninggi:
telah selesai satu tugas
bagi Partai dan revolusi
selembar surat di depan mata:
“djadilah orang jang baik, anakku
djadilah manusia
djuga harga diri
dan nama baik turunan kita
kau tak akan ketjewa, bapa.
harga diri – keyakinan
kesetiaan bagi negeri
dan hari depan jang pasti
telah meremadjakan anak tunggalmu
dan bahagialah!
bahwa sisa turunan kita
telah memilih djalan terbaik
djalan ke hari depan
jang dirambah dan diterangi:
Komunisme!
*Aek Buru adalah nama sebuah pemandian di Sumatera Timur, bagian Selatan
Amarzan Ismail Hamid