Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960
Kawan-kawan dan hadirin yang terhormat,
Menyambut laporan Perubahan Program PKI yang disampaikan oleh Kawan Njoto, maka kami sebagai utusan dan Nusa Tenggara Timur dapat menyatakan pendapat dan perasaan kami bahwa Indonesia sekarang memang belum merdeka penuh dan setengah feodal. Meskipun kaum reaksioner dan borjuis komprador mempertahankan pendiriannya dan menolak keterangan-keterangan kita, rakyat banyak yang progresif membenarkan pendapat-pendapat kita, dan karenanya berduyun-duyun mereka datang menyatakan dirinya ingin masuk ke dalam Partai kita, terutama hal ini terjadi di daerah Nusa Tenggara Timur.
Bicara tentang Irian Barat, kita sudah dapat satu bukti yang sukar dibantah oleh siapa pun juga. Nah, katakanlah Irian Barat sudah lepas dari penjajahan. Belanda sudah mendustai kita berkali-kali. Ia berjanji dalam satu tahun setelah KMB ditandatangani, Irian Barat akan diserahkan kepada kita. Tetapi dalam kenyataannya Pemerintah Belanda dalam UUD-nya menjadikan Irian Barat sebagian dari Nederland. Akal bulus Belanda sekarang dengan menghapuskan Kementerian Seberang Lautannya atau Kementerian Penjajahan, agar dapat dikatakan tidak mempunyai jajahan. Indonesia terus-menerus menuntut haknya yang sebenarnya, maka imperialis Belanda sudah menarik kawan-kawannya imperialis lainnya yang tergabung dalam SEATO. Dalam hal ini yang sangat menonjol serta menarik perhatian ialah Australia, yang mempunyai jajahan di Irian Timur, turut mempertahankan mati-matian. Bicara tentang feodalisme, bagi kaum feodal tentu tidak akan mengeluarkan sepatah kata pun, lantaran feodalisme di luar pulau Jawa masih terlalu tebal. Perubahan Program PKI menyatakan bahwa Indonesia masih setengah feodal. Penindasan feodal di daerah kami masih merajalea. Peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang tidak tertulis, dan yang sampai sekarang ini masih berlaku di antaranya ialah rakyat tani belum berani naik kuda menggunakan sela. Sebab sela adalah hak mutlak raja-raja sebagai kebesaran, jika mereka naik
kuda. Disamping itu kaum tani belum berani memakai celana panjang. Anggapan mereka pakaian celana panjang (pantalon) itu adalah pakaian orang-orang Belanda yang tidak boleh disamakan dengan pakaian orang tani biasa.
Peraturan-peraturan feodal seperti kerja rodi, pologoro, mengantar surat-surat, menjaga rumah raja, menyerahkan sebagian apa yang menjadi hasil kaum tani, semua ini masih berlaku di Nusa Tenggara Timur. Lain daripada itu perubahan-perubahan tanah belum lagi disinggung-singgung. Kaum tani tidak ada yang mempunyai hak atas tanah. Mereka hanya berhak atas sebagian kecil tanaman yang mereka tanam. Kaum feodal dapat membunuh sesuka hatinya kaum tani, jikalau kaum tani berani mempertahankan tanahnya. Yang lebih dahsyat lagi ialah raja satu dengan raja tetangganya, yang biasa mempertahankan wilayahnya, senang sekali menimbulkan perang saudara. Perang saudara begini ini sampai menimbulkan korban-korban yang berpuluh-puluh di kalangan kaum tani, serta pembakaran rumah-rumah di beberapa kampung hingga habis musnah dengan harta benda mereka sekaligus.
Bicara tentang perbudakan, di Nusa Tenggara Timur masih ada. Ini dapat dibuktikan dengan kejadian-kejadian yang nyata. Kalau ada orang meninggal dunia, mesti melaporkan kepada raja untuk dikubur, maka raja baru mau menerima laporan itu sesudah dibayar uang kontan 25 ringgit “Uang perak Belanda”. Sedang jika 25 ringgit ini tidak mampu dipenuhi oleh rakyat biasa, maka salah seorang dari anaknya yang masih hidup harus dijadikan budak raja sampai ada tebusan dari ahli warisnya. Peraturan semacam ini mulai zaman Belanda sampai sekarang ini masih berlaku.
Demokrasi yang berlaku di Nusa Tenggara Timur adalah demokrasinya kaum raja-raja dan gereja Katolik. Apakah itu liberal atau demokrasi borjuis, tetapi pada kenyataannya orang yang memegang demokrasi itu ialah mereka yang berkuasa dalam daerahnya masing-masing. Demokrasi hanya dirasakan oleh segolongan kecil manusia-manusia penindas yang berkuasa. Rakyat banyak tidak dapat bergerak sebagaimana yang dicita-citakan oleh Revolusi 17 Agustus 1945 dengan pengorbanan yang begitu hebat. Sempitnya demokrasi mencekik batang leher rakyat di Nusa Tenggara Timur.
Konsepsi baru yang menjadi gagasan Presiden Soekarno yaitu Demokrasi Terpimpin, disambut dengan meriah oleh rakyat di Nusa Tenggara Timur karena ada kemungkinan besar diadakannya perubahan-perubahan di berbagai bidang, terutama kebebasan bergerak dari rakyat, yang cinta Republik Proklamasi.
Berbicara tentang keamanan di Nusa Tenggara Timur, dimana masih banyak terdapat bekas-bekas serdadu KNIL, dan bekas-bekas polisi kolonial ditambah kekuasaan raja-raja, membikin rakyat tidak tentram dan tidak mendapat perlindungan. Di sana akhir-akhir ini menjadi tempat pelarian pemberontak DI/TII-”PRRI”-Permesta dari Sulawesi. Begitu pula satu daerah kantong negara asing di dalam Daswati II Timur Tengah Utara Oekusi namanya, di Pulau Timor, adalah sangat membahayakan negara Republik Indonesia. Terbukti waktu peristiwa dropping senjata, Pastor Van Weing seorang warga negara Belanda, sesudah diketahui oleh alat-alat negara berkat bantuan rakyat, berhasil melarikan dirinya ke daerah ini. Juga tokoh-tokoh Permesta, mendapat perlindungan di daerah kantong ini. Selain itu pembunuhan-pembunuhan dan perampokan-perampokan dalam tahun 1958 banyak juga terjadi di pulau Nores, dan akhir-akhir ini ada tani yang digantung begitu saja tanpa pemeriksaan dan di luar hukum, di pulau Sumba.
Sumber-sumber kekayaan yang penting-penting misalnya perkebunan-perkebunan kelapa, kopi, dan lain-lain yang begitu luas kepunyaan gereja Katolik, dengan leluasa dilindungi oleh tuan-tuan feodal, sedangkan rakyat tani tidak mempunyai tanah sedikit pun.
Dengan adanya penghapusan Undang-undang Dasar Sementara diganti dengan Undang-undang Dasar 1945, ucapan Bung Karno tanggal 17 Agustus 1959 yang menyatakan bahwa hak eigendom atas tanah-tanah dihapuskan, maka rakyat mengharap dilakukannya tindakan-tindakan yang lebih jauh untuk berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan sewenang-wenang dari pemilik-pemilik tanah yang luas.
Sewaktu terjadi pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda, Dewan Gereja Katolik membuat satu pernyataan, yang menyatakan bahwa perkebunan dan perusahaan-perusahaan lainnya adalah milik Gereja, sehingga tak boleh diganggu-gugat.
Berbicara tentang ekonomi di zaman penjajahan oleh pemerintah penjajah Belanda, Indonesia dijadikan negeri agraris yang hanya menghasilkan bahan-bahan mentah sebanyak-banyaknya guna keperluan imperialis Belanda. Dengan demikian ekonomi Indonesia menjadi tergantung kepada negeri penjajah. Akibat dari politik ekonomi penjajah semacam ini, maka sampai sekarang Indonesia belum dapat sepenuhnya melepaskan tali gantungannya pada imperialis.
Untuk mencapai stabilisasi dalam bidang perekonomian di Indonesia yang juga akan terasa sampai ke daerah-daerah nanti, politik ekonomi Pemerintah harus melalui jalan memperbesar produksi pertanian dan memperbesar produksi dalam segala macam barang-barang yang menjadi keperluan rakyat dan negara. Disamping itu perdagangan bebas dengan luar negeri yang menguntungkan Indonesia. Penanaman modal asing harus ditolak dan Undang-undang Penanaman Modal Asing harus segera dibatalkan dengan konsekuen. Sedangkan pinjaman-pinjaman kapital dari luar negeri untuk pembangunan tanah air tidak boleh mengikat, agar Indonesia jangan sampai diseret dalam kancah peperangan, yang selalu dikobar-kobarkan oleh imperialis Amerika Serikat.
Dalam Program Tuntutan PKI nampak jelas apa yang harus diperjuangkan guna membentuk satu masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan cita-cita rakyat terbanyak dan juga menjadi pegangan Bung Karno. Untuk menyukseskan Program Tuntutan itu, Partai dengan Rakyat Indonesia harus bersatu erat sampai tidak dapat dipecah-belahkan oleh kaum reaksioner dan subversif asing, agar tercapai kemerdekaan yang penuh sesuai dengan cita-cita Rakyat Indonesia.
Mengingat kepada program Kabinet Kerja yang berbunyi “Melengkapi sandang-pangan rakyat, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”, maka Program Tuntutan PKI pasal 22 s/d 27 untuk perbaikan nasib, dan pasal 35 s/d 40 untuk perbaikan ekonomi, merupakan perincian dari program Kabinet Kerja yang mencerminkan kehendak rakyat banyak.
Perlu kami tandaskan di sini bahwa dalam pasal 35 Program Tuntutan PKI berbunyi: “Pertinggi penanaman padi, bahan-bahan makanan lainnya dan kapas” dapatlah diperhitungkan dengan pasti bahwa dilaksanakannya penanaman padi dan kapas akan dapat mencukupi kekurangan-kekurangan kita di bidang sandang-pangan. Sandang pangan dapat dicukupi, kalau tanah-tanah yang kosong seperti di Nusa Tenggara Timur itu ditanami dengan bahan makanan padi-padian dan kapas untuk pakaian. Untuk menanam bahan makanan dan bahan pakaian ini perlu diberikan tanah kepada kaum tani tak bertanah dan dijalankan transmigrasi seperti yang tercantum dalam pasal 30 Program Tuntutan.
Akhirnya kami sebagai utusan dan CDB NTT perlu menekankan bahwa Perubahan Program PKI ini sesudah disampaikan ke bawah dan disimpulkan, akhirnya kembali ke atas melalui Konferensi CDB NTT telah disetujui secara bulat tanpa perubahan.
Sekian, terima kasih.