Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960
Kawan-kawan,
Saya sepenuhnya setuju dengan Laporan Umum Comite Central yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal Partai Kawan D. N. Aidit. Laporan Umum CC ini secara ilmu menyimpulkan hasil-hasil yang gemilang dan pengalaman yang diperoleh Partai dalam memimpin perjuangan rakyat untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis sejak Kongres ke-V Partai. Ini adalah kemenangan dalam memadukan prinsip pokok Marxisme-Leninisme dengan praktek revolusi Indonesia.
Selama masa Kongres ke-V dan Kongres ke-VI, Partai telah menjalankan aktivitasnya dalam banyak lapangan. Dengan PKI di depan Rakyat Indonesia telah banyak mencatat kemenangan-kemenangan dan kemajuan-kemajuan dalam melawan dan mengalahkan aktivitas kaum imperialis Belanda dan Amerika Serikat yang dibantu secara aktif oleh pelaksana-pelaksana politiknya di dalam negeri. Rakyat Indonesia berhasil mempertahankan hak-hak demokrasi yang terus-menerus mau dirongrong oleh golongan kepala batu yang didalangi oleh kaum imperialis di luar negeri. Partai akan terus berjuang di depan meneruskan perjuangan rakyat untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis.
Laporan Umum CC menggambarkan dengan jelas dan tepat perkembangan situasi serta imbangan kekuatan secara nasional dan internasional. Mengemukakan jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia dalam perjuangannya untuk kebebasan dan demokrasi serta tugas-tugas pekerjaan kita dalam melanjutkan pembangunan Partai.
Karena tugas pembebasan nasional dan tugas perubahan-perubahan demokratis di seluruh negeri atau secara nasional belum selesai seperti apa yang dinyatakan dalam Laporan Umum, maka dengan sendirinya hasrat rakyat di Kalimantan Selatan yang sama halnya dengan rakyat di kepulauan-kepulauan lainnya di Indonesia, yaitu hasrat untuk kemerdekaan yang penuh, untuk kebebasan demokrasi dan untuk memperbaiki kehidupannya belum terpenuhi.
Kenyataan sekarang ini membuktikan bahwa di lapangan ekonomi masih berkuasa modal-modal monopoli asing, masih berlangsungnya sistem ekonomi kolonial sebagaimana juga terjadi di Kalimantan Selatan di mana perusahaan-perusahaan Belanda yang sudah diambil alih dan penyelenggaraannya serta penguasaannya dilakukan oleh pemerintah sendiri tetapi politik perdagangan masih tetap kolonial. Perdagangan di Kalimantan Selatan masih dikuasai oleh modal-modal monopoli asing seperti T. H. S. H. di lapangan ekspor-impor di sekitar hasil hutan, karet rakyat, tekstil, bahan-bahan bangunan, dan lain-lain. Di lapangan perminyakan masih dikuasai oleh modal campuran Belanda-Inggris dan di lapangan perkebunan masih berkuasa modal Inggris. Di lapangan perekonomian Kalimantan Selatan adalah tergantung dan tetap berada dalam cengkeraman krisis ekonomi sebagai akibat daripada sifat ekonomi kolonial yang terbelakang. Produksi bahan-bahan keperluan hidup yang pokok daripada rakyat di daerah umumnya tidak mencukupi sekalipun diperuntukkan untuk daerah sendiri sehingga perlu didatangkan dari luar daerah. Disamping harus mendatangkan beras 1950 ton tiap bulannya juga harus mendatangkan bahan-bahan makanan lainnya yang diperlukan sehari-hari oleh rakyat seperti kacang, sayur-mayur, dan sebagainya. Penghasilan daerah sendiri yang berupa beras pada tahun 1958 hanya 176.326 ton setahunnya dan sayur-sayuran termasuk ubi-ubian hanya 477.299,5 kuintal setahun.
Masalah perhubungan juga mengalami kesulitan baik perhubungan pelayaran antar-pulau, pelayaran-pelayaran sungai maupun perhubungan darat. Kapal-kapal yang menghubungkan Banjarmasin dengan daerah luar belum bisa memenuhi kebutuhan minimum, sedangkan tonasenya yang ada sekarang baru merupakan 60% dari tonase ketika kapal-kapal K. P. M. sepenuhnya masih berjalan. Selain dari itu juga kapal-kapal dari beberapa perusahaan pelayaran Indonesia tidak bersedia mengangkut beras karena katanya tarifnya terlalu rendah kalau dibanding dengan ongkos mengangkut bahan-bahan lainnya. Pelabuhan Banjarmasin yang merupakan tempat untuk mengimpor dan mengekspor bahan-bahan yang bukan saja dari dan untuk Kalimantan Selatan tetapi juga Kalimantan Tengah, adalah sangat kecil, terletak di dalam sungai yang juga kecil dan muara sungainya karena tidak dikeruk menjadi dangkal sehingga kapal-kapal yang masuk bukan saja jumlahnya terbatas tapi juga tonasenya. Pengangkutan sungai selain dari jumlahnya sangat kurang, kapal-kapalnya sudah tua, dok-dok untuk perbaikan kurang, juga kalau terjadi musim kemarau dimana sungainya menjadi keriang membikin kapal-kapal sungai itu tidak dapat berjalan. Sehingga tidak mengherankan kalau ada daerah yang dilihat di peta lebih dekat dari Banjarmasin daripada Jakarta, tetapi kenyataannya lebih cepat sampai ke Jakarta daripada ke daerah tersebut. Umpamanya dari Banjarmasin ke Muara Tewe, ibukota Kabupaten Barito di Kalimantan Tengah. Ada juga daerah seperti Kota Baru umpamanya kalau akan ke sana lebih mudah dari Surabaya daripada dari Banjarmasin dan sebaliknya. Perhubungan darat juga mengalami kesulitan-kesulitan disamping belum semua daerah sudah dihubungkan oleh jalan-jalan raya yang bisa dihubungkan oleh jalan-jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor, juga jalan-jalan yang sudah ada mengalami kerusakan-kerusakan lebih dari 80%.
Jumlah industri yang sekalipun merupakan industri kecil-kecilan sangat sedikit dan tidak memproduksi bahan-bahan keperluan rakyat yang urgen, hanya di Nagara (Hulu Sei Selatan) terdapat industri kerajinan tangan yang memproduksi perkakas-perkakas pertanian seperti cangkul, bajak, parang, kapak, dan sebagainya secara sederhana. Tetapi karena sangat kurang mendapat perhatian dari pemerintah maka industri itu tidak bisa berkembang sebagaimana yang diharapkan.
Pemerintah sendiri juga mempunyai objek-objek industri, seperti “Perusahaan Pelopor Penggergajian Kayu” di Banjarmasin, “Perusahaan Induk Logan” di Nagara, dan “Perusahaan Pengalengan Ikan” di Kota Baru. Objek-objek industri pemerintah ini selain dari belum berjalan sepenuhnya juga sudah direncanakan untuk dipartikelirkan.
Meskipun sudah ada tindakan-tindakan mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda, akan tetapi pemerintah belum sepenuhnya menggunakan perusahaan-perusahaan tersebut sebagai modal untuk memperbaiki dan memperkuat perekonomian daerah. Malahan dibentuknya Panitia Pengawas dan Penguasaan Perusahaan untuk perusahaan-perusahaan yang telah diambil alih itu bukannya digunakan sebagai alat untuk melanjutkan perjuangan pembebasan dari ekonomi kolonial tetapi dijadikan tempat perebutan kedudukan dan korupsi. Baiknya bahwa Panitia tersebut segera dibubarkan sesudah perusahaan-perusahaan itu langsung dikuasai oleh pemerintah. Sekalipun demikian sangat disesalkan bahwa petugas-petugas pemerintah sebagai pimpinan dan penyelenggara perusahaan-perusahaan tersebut sebagai bukan orang-orang ahli dan patriot.
Disamping itu Kalimantan Selatan mempunyai produksi yang baik untuk bahan-bahan ekspor, misalnya bisa kita lihat hasil karet rakyat di Kalimantan Selatan pada tahun 1951: menghasilkan 60.487 ton dengan harga Rp. 415,4 juta; pada tahun 1955 menghasilkan 64.960 ton dengan harga Rp. 402,4 juta; dan pada tahun 1956 menghasilkan 51.202 ton dengan harga Rp. 302 juta. Menurunnya produksi pada tahun 1956 disebabkan pohon-pohon yang rusak-rusak karena kurangnya pemeliharaan. Selain dari itu kita juga bisa melihat produksi ikan yang diekspor pada tahun 1958 berjumlah 3.646.315 kg dengan harga Rp. 9.044.078,00; tahun 1957 berjumlah 3.078.659 kg dengan harga Rp. 9.325.294.00; sedang produksi ikan basah di Kalimantan Selatan tahun 1958 berjumlah 8.916.031 kg dengan harga Rp. 30.148.279,00; tahun 1957 berjumlah 5.772.792 kg dengan harga Rp. 197.508,00; dan ekspor ikan kering berjumlah 8.132.933 kg dengan harga Rp. 24.222.559,00.
Apa yang saya sebutkan di atas baru hasil dari karet dan ikan, belum lagi hasil hutan seperti berbagai macam kayu, rotan, bermacam-macam damar, getah joltung, dan sebagainya. Serta dari hasil tanaman lainnya seperti kelapa, lada, cengkeh, purun, dan lain-lain. Produksi tersebut akan lebih besar lagi manakala mendapat bantuan dan perlindungan dari pemerintah. Mengingat dari hasil-hasil tersebut di atas sebenarnya di Kalimantan Selatan bisa didirikan beberapa industri yang diperlukan untuk pengolahan bahan-bahan tersebut. Tetapi oleh karena sifat ekonomi negeri kita yang masih kolonial maka tidak mengherankan kalau daerah kami hanya sebagai sumber bahan mentah bagi kaum imperialis, dan karena perdagangan di Kalimantan Selatan masih dikuasai modal asing maka hasil-hasil tersebut tidak akan membawa perbaikan bagi kepentingan daerah dan nasib rakyat malahan sebaliknya hanya menguntungkan modal asing saja.
Gambaran keadaan ekonomi di Kalimantan Selatan menunjukkan ketergantungannya dan keadaannya yang tetap dalam cengkeraman krisis ekonomi sebagai akibat daripada sifat ekonomi dewasa ini yang masih tetap bersifat kolonial. Disamping itu sekaligus kita melihat bahwa Kalimantan Selatan adalah daerah yang kaya dan banyak hasil hutannya, hasil buminya dan hasil-hasil alam lainnya yang bisa digunakan untuk memakmurkan rakyat. Keadaan yang seperti sekarang ini bisa diperbaiki, bisa diatasi hanya dengan merombak struktur ekonomi dewasa ini dengan jalan antara lain mengutamakan ekonomi sektor negara yang memimpin, secara konsekuen menentang ekonomi imperialis dan feodal dan memberikan proteksi dan fasilitas kepada kapitalis-kapitalis nasional, terutama industrialis-industrialis nasional serta membantu ekonomi individual rakyat pekerja.
Kawan-kawan,
Sebagai akibat krisis ekonomi di seluruh negeri Laporan Umum Kawan Aidit menegaskan bahwa Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang semakin berat. Ini bisa dibuktikan dengan keadaan hidup rakyat di Kalimantan Selatan seperti:
Akibat adanya peraturan B. E. yang sekarang ini sudah dihapuskan, penghidupan kaum buruh, pegawai negeri dan rakyat banyak semakin suram. Harga barang-barang keperluan hidup pada tahun 1958 mengalami kenaikan 270 sampai dengan 340% dibanding dengan harga barang-barang pada bulan Juni 1953. Dalam bulan Februari 1959 menaik lagi dari 42 sampai dengan 200% dibanding dengan bulan Desember 1958. Sedang kenaikan upah kaum buruh negeri dan partikelir hanya 10 sampai dengan 20% dan upah pekerja harian pemerintah serta buruh lepas hanya Rp. 9,- sampai dengan Rp. 10,- sehari. Dengan demikian kita bisa ikut merasakan bagaimana pedihnya kehidupan kaum buruh negeri dan partikelir serta pekerja di pemerintah dan buruh lepas. Semenjak tahun 1955 sampai 1958 terdapat 956 persoalan dan 267 perselisihan yang di antaranya 50% mengenai upah, 25% mengenai pemecatan, dan 25% lagi lain-lain dengan perincian sebagai berikut: tahun 1955 terdapat 213 persoalan/perselisihan, tahun 1956 terdapat 299, tahun 1957 terdapat 315 dan tahun 1958 terdapat 350 persoalan dan perselisihan, dengan ini terbuktilah bahwa persoalan/perselisihan perburuhan makin tahun bukan makin berkurang tapi makin bertambah. Pemecatan kaum buruh semenjak tahun 1955 sampai dengan 1958 menurut catatan Jawatan Hubungan Perburuhan ada 518 kaum buruh. Jumlah ini adalah yang terdaftar belum lagi yang tidak terdaftar. Pengangguran di Kalimantan Selatan terdapat lebih dari 200.000 laki-laki dan wanita, sedang jumlah kaum buruh dan pegawai negeri hanya ada kurang lebih 35.000 orang.
Keadaan kaum tani yang merupakan 80% dari 1.500.739 jiwa penduduk yang mendiami daerah yang luasnya 48.112 km2, masih tetap menderita dan miskin karena masih kuatnya kedudukan kelas pengisap di desa seperti tuan tanah; tuan tanah yang memiliki kebun karet; tuan tanah yang memiliki kerbau; tengkulak intan; dukun-dukun, lintah darat dan tengkulak-tengkulak lainnya. Adapun pengisapan tuan tanah ialah sewa tanah dalam bentuk hasil bumi dan kerja, perampasan tanah kaum tani dengan secara sanda (gadai), membungakan uang dalam bentuk padi, merebut hasil bumi dengan cara mengongkosi penanaman, bentuk pengisapan tuan tanah yang memiliki kebun karet hakekatnya sama dengan tuan tanah hanya bedanya terletak pada bentuk karet sadapan, pengisapan tengkulak intan ialah menggunakan buruh tani yang diberi voorschot uang untuk biaya mencari intan dan hasilnya oleh tengkulak-tengkulak intan tersebut dengan paksa dibeli dengan harga yang mereka tentukan sendiri dan dari harga itu ia masih meminta bagian lagi. Cara pengisapan dukun-dukun dengan jalan menipu lewat saluran kepercayaan takhayul guna mendapat barang-barang atau uang, cara pengisapan kaum tengkulak ialah memberikan kredit barang untuk menguasai tenaga kerja dan memperoleh keuntungan dari hasil-hasil pengembalian kredit tersebut, lintah darat cara pengisapannya ialah membungakan uang dan barang sampai ratusan persen dan lintah darat ini pada umumnya sekaligus merangkap tukang gadai gelap. Beban-beban feodal lainnya yang dilindungi IGOB ialah wajib jaga yang sekarang diganti dengan uang Rp. 1,75, setor barang kepada kepala kampung pada waktu-waktu tertentu dan sebagainya. Masih adanya sisa-sisa gerombolan KRJT yang ada hubungannya dengan DI-TII, tidak baiknya alat-alat perhubungan dan masih terbelakangnya teknik pertanian juga menambah kesulitan-kesulitan dan penderitaan kaum tani di Kalimantan Selatan.
Kaum miskin kota seperti bakul yang menjajakan barang dagangan yang diterimanya dari juragan, tukang loak, tukang becak yang memiliki sebuah becak yang ditarik sendiri, tukang warung kecil, tukang patri, tukang potong rambut, dan sebagainya sebagian besar tidak mempunyai cukup modal untuk bisa berusaha sendiri walaupun di antara kaum miskin kota ini ada yang memiliki alat produksi yang sederhana tetapi penghidupannya umumnya sengsara. Jumlah kaum miskin kota dalam tahun-tahun belakangan ini makin besar karena perpindahan sebagian dari kaum tani miskin dan buruh tani dari desa ke kota sebagai akibat gerombolan KRJT, pemecatan kaum buruh dan akibat banjir dan hama. Dalam tahun 1957 tidak kurang dari 42.230 HA sawah dan ladang yang rusak dari 176.621 HA tanah yang ditanami, sedang pada tahun 1958 tidak kurang dari 16.850 HA dari 208.894 HA tanah yang ditanami sehingga kaum tani tidak dapat memetik buah dari hasil kerjanya. Untuk mempertahankan hidupnya mereka datang ke kota untuk mencari sumber penghidupan baru.
Kaum nelayan di Kalimantan Selatan yang banyak terdapat di pantai yang sebagian ada juga di daerah-daerah pedalaman di sekitar danau dan rawa-rawa. Jumlah kaum nelayan pada tahun 1958 tercatat 3.664 orang kalau dengan keluarganya berjumlah 13.327 orang ditambah lagi dengan 1252 orang nelayan pendatang, ini baru merupakan jumlah nelayan yang di pantai belum lagi jumlah nelayan yang tinggal di tepi-tepi danau dan rawa-rawa. Jumlah kaum nelayan di seluruh Kalimantan Selatan kurang lebih 5% dari seluruh penduduk. Sama halnya dengan kaum tani umumnya mereka hidup sengsara, ini disebabkan adanya pengisapan secara feodal oleh para punggawa (juragan besar, juragan empang dan juragan-juragan lainnya), nelayan kaya, lintah darat, para tengkulak dan tukang ijon atas nelayan miskin, buruh nelayan, dan dalam batas-batas tertentu nelayan sedang.
Juga kaum intelegensia dan pekerja kebudayaan di Kalimantan Selatan mengalami kesukaran-kesukaran. Tidak sedikit tamatan sekolah menengah maupun vak yang masih menganggur.
Gambaran keadaan penghidupan kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota, kaum nelayan, dan lain-lain seperti yang saya kemukakan tadi menunjukkan bahwa penderitaan sebagian besar rakyat di Kalimantan Selatan memang bertambah berat. Pengangguran, kemiskinan, ketidakadilan ekonomi dan sosial makin merajalela. Mereka adalah korban dari sisa-sisa feodalisme dan krisis ekonomi sekarang, korban daripada politik pemerintah-pemerintah yang kurang mencerminkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat banyak. Keadaan ini mewajibkan kita untuk lebih memperbesar dan memperkuat Partai, untuk lebih banyak berbuat amal kepada rakyat, lebih banyak dan sungguh-sungguh mendengarkan suara rakyat, untuk membantu mereka mengorganisasi diri dalam melakukan aksi-aksi perbaikan nasib, memperluas hak-hak demokrasi dan dalam melawan penindasan-penindasan kapital dan feodal.
Kawan-kawan,
Kuranglah lengkap rasanya kalau dalam kesempatan ini tidak saja kemukakan secara singkat perkembangan dan kemajuan-kemajuan gerakan-gerakan demokratis di Kalimantan Selatan. Secara politik dalam tahun-tahun belakangan ini Kalimantan Selatan juga bergeser ke kiri. Dalam pemilihan umum Parlemen pada tahun 1955 Partai memperoleh suara 9.574 (tepuk tangan); pada pemilihan untuk Konstituante memperoleh 10.169 suara. (tepuk tangan). Sedangkan dalam pemilihan DPRD pada tahun yang lalu PKI mendapat 22.618 suara (tepuk tangan). Ini berarti bahwa PKI mencapai kenaikan suara 137% dari hasil pemilihan Parlemen. (tepuk tangan). Keanggotaan dalam DPRD-DPRD pun dengan sendirinya mendapat kemajuan-kemajuan, yaitu pada DPRDS tidak seorang pun wakil PKI yang duduk di dalamnya, kemudian dengan adanya DPRDP wakil PKI yang duduk di dalamnya baik di tingkat propinsi maupun di kabupaten-kabupaten semua berjumlah 3 orang. Sekarang dalam DPRD-DPRD PKI di tingkat I dan II seluruhnya mendapat 8 kursi di antaranya seorang yang duduk di Badan Penasehat Persiapan Kabupaten Hulu Sei Tengah. (tepuk tangan). Comite Partai sudah berada di semua kabupaten dan di sebagian besar kecamatan. (tepuk tangan). Dari 849 desa sudah separuh daripadanya terdapat Comite-Comite Partai. (tepuk tangan). Kemajuan-kemajuan ini termasuk cepat kalau diingat bahwa Partai di Kalimantan Selatan baru pada tahun 1950 ditabur benihnya dan pada tahun 1954 disempurnakan. Dewasa ini PKI di Kalimantan Selatan merupakan Partai yang ketiga sesudah NU dan Masyumi. Organisasi-organisasi revolusioner pun mengalami kemajuan-kemajuan yang pesat, dari kurang lebih 25.000 kaum buruh yang terorganisasi, sudah ada 14.146 yang terorganisasi dalam organisasi buruh revolusioner (tepuk tangan). Organisasi tani revolusioner meskipun kemajuannya belum sebagaimana yang kita harapkan, tapi organisasinya sudah terdapat di semua kabupaten dan menghimpun ribuan anggota. (tepuk tangan). Organisasi wanita revolusioner juga sudah mulai tumbuh dan berkembang. Sedangkan perkembangan organisasi revolusioner di kalangan pemuda dan pelajar juga mencapai kemajuan-kemajuan yang menggembirakan. (tepuk tangan). Dewasa ini Pemuda Rakyat sudah mempunyai organisasi di semua kabupaten dengan keanggotaannya lebih dari 3000 orang. (tepuk tangan). Gerakan Pekan Perdamaian selama 8 hari pada tahun 1957 dan dalam memperingati dasawarsa gerakan perdamaian disamping memperingati partisan perdamaian yang terkenal almarhum Juliot-Curie yang mendapat sukses. (tepuk tangan). Kerja sama Partai dengan partai-partai demokratis di luar maupun di dalam DPRD berjalan dengan baik, terutama antara PKI dengan PNI dan NU. Ini bisa dibuktikan dalam pemilihan-pemilihan Ketua, Wakil Ketua DPRD, dan DPD-DPD, dalam menyelenggarakan rapat-rapat umum, menentukan sikap bersama dalam menghadapi kegoncangan atau menentukan kabinet, dan lain-lain lagi.
Kedudukan golongan kepala batu yang diwakili oleh Masyumi-PSI di Kalimantan Selatan tidak boleh diremehkan; Masyumi masih menduduki tempat kedua sesudah NU, masih mempunyai posisi-posisi penting di dalam pamong praja dan pemerintah daerah. Kaum intelektual yang beragama Islam umumnya tergabung dalam Masyumi. Sikap kepala batunya tidak tanggung-tanggung, dan ini terbukti dalam usahanya yang terus-menerus untuk menghancurkan PKI dan gerakan-gerakan demokratis, mengobarkan pertentangan-pertentangan suku bangsa, menyalahgunakan agama, dan lain-lain praktek dan kebiasaan sehari-hari dari kekuatan kepala batu. Sedangkan PSI kekuatannya sudah kecil, tapi tidak boleh diabaikan dan ia masih menduduki satu kursi di DPRD tingkat I Kalimantan Selatan. Di beberapa daerah masih mempunyai pengaruh yang agak lumayan. Juga masih mempunyai beberapa orang pamong praja dan pegawai-pegawai daerah yang mempunyai kedudukan yang penting dan masih mempunyai pengaruh di lapisan tengah.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa kekuatan kepala batu yang dulunya cukup besar sudah mulai merosot dan bersamaan dengan itu kekuatan progresif sudah makin besar, sedangkan kekuatan tengah pada pokoknya tetap.
Demikianlah kawan-kawan sekedar perimbangan kekuatan di Kalimantan Selatan yang sepenuhnya sesuai dengan apa yang dikonstatasi oleh Laporan Umum Comite Central.
S e k i a n.