Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.
Kawan-kawan yang tercinta!
Kongres Nasional VII ini adalah Kongres Luar Biasa, yang perlu kita adakan berhubung dengan keharusan penyesuaian Konstitusi (Anggaran Dasar dan Anggaran Ruman Tangga) dan Program PKI dengan ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960.
Sebagaimana kawan-kawan ketahui, menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 128/1961, PKI telah mendapat pengakuan sebagai Partai yang memenuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam peraturan-peraturan tersebut. Ini merupakan kemenangan bagi gerakan revolusioner dan demokratis di negeri kita, terutama jika dihubungkan dengan kenyataan bahwa berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, partai-partai kepala batu Masyumi-PSI sudah merupakan partai-partai terlarang. (Tepuk tangan).
Kongres ini kita namakan Kongres Luar Biasa, karena dilangsungkan lebih cepat daripada jangka waktu yang ditentukan dalam Konstitusi Partai, yaitu 5 tahun sekali, dan tujuannya pun terbatas pula. Keterbatasan tujuan daripada Kongres ini pulalah yang menyebabkan kita tidak mengundang delegasi persahabatan dari Partai-partai sekawan, kecuali Partai-partai sekawan yang langsung ada hubungannya dengan perjuangan untuk pembebasan Irian Barat. (Tepuk tangan). Di tengah-tengah kita hadir delegasi Partai Komunis Jepang yang dikepalai oleh Kawan K. Kurahara, (tepuk tangan), dan delegasi Partai Komunis Australia yang dikepalai oleh Kawan Laurie Aarons. (Tepuk tangan).
Kita juga telah menyampaikan undangan kepada Comite Central Partai Komunis Nederland (CPN), tetapi karena kesibukan-kesibukannya di Nederland sendiri, termasuk kesibukan menggempur kaum kolonialis Belanda di dalam liangnya sendiri, CPN berhalangan mengirimkan delegasinya. Tetapi, walaupun demikian, hal ini tidak mengurangi rasa terima kasih kita kepada CPN dan kaum buruh Nederland atas segenap bantuannya pada perjuangan rakyat Indonesia menghantam kaum kolonialis Belanda.
Demikian pula kepada semua Partai Komunis dan Buruh yang mengirimkan pesan tertulisnya kepada Kongres ini kita ucapkan terima kasih. Juga terima kasih yang sedalam-dalamnya kita sampaikan kepada semua yang memberi sumbangan dan bantuan, serta menyampaikan ucapan selamat dari dalam negeri.
Kawan-kawan!
Masa antara Kongres Nasional VI dalam bulan September 1959 dengan Kongres Nasional VII sekarang, jadi kira-kira sudah 2½ tahun, adalah masa yang mengandung banyak kejadian baik di dalam maupun di luar negeri, baik di dalam maupun di luar Partai kita. Hal ini tentu harus kita tinjau dan kita nilai. Lagi pula, kita tidak akan mengerti secara mendalam tentang tepatnya politik Partai menerima ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960, tidak akan mengerti arti penting pengakuan terhadap PKI berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, jika tidak kita hubungkan dengan perkembangan-perkembangan sesudah sikap politik itu diambil.
Laporan Umum ini bukan ditujukan untuk memberikan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan seluruh tugas yang ditetapkan oleh Kongres Nasional VI. Juga bukan untuk menetapkan tugas-tugas pokok yang baru, karena tentang ini masih berlaku sepenuhnya apa yang telah ditetapkan oleh Kongres Nasional VI. Oleh karena itu keputusan-keputusan Kongres Nasional VI harus terus-menerus dipelajari dan dilaksanakan dengan tekun dan gigih oleh semua anggota Partai.
Pengalaman 2½ tahun ini membuktikan, bahwa makin setia, gigih, dan pandai kita melaksanakan keputusan-keputusan Kongres Nasional VI, makin banyak sukses yang didapat oleh Partai dan rakyat dalam melawan semua musuhnya dan dalam memperkuat kedudukan politiknya.
Laporan Umum ini ditujukan untuk memberikan beberapa penilaian yang perlu mengenai perkembangan di dalam dan di luar negeri, di dalam dan di luar Partai sesudah Kongres Nasional VI, dan berdasarkan penilaian-penilaian itu menetapkan beberapa tugas urgen. Sedangkan pengantar mengenai perubahan Konstitusi dan perubahan Program Partai masing-masing akan diberikan oleh Kawan M.H. Lukman dan Kawan Njoto.
Kongres Nasional VI adalah Kongres yang bersejarah, yang sangat penting artinya bagi kehidupan Partai dan kehidupan politik negeri kita, tidak mungkin dan tidak boleh ditempatkan di bawah Kongres Luar Biasa ini. Mercu suar kaum Komunis Indonesia dalam segala kegiatannya adalah instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Kongres Nasional VI.
Pengalaman 2½ tahun ini menunjukkan, bahwa Kongres Nasional VI telah sangat mempertinggi kemampuan Partai dan telah memperkuat kedudukan berinisiatif daripada Partai. Kepercayaan massa rakyat kepada Partai terus bertambah besar dan dalam keadaan politik yang betapa pun sulit dan rumitnya massa rakyat pekerja mengerti politik dan taktik Partai. (Tepuk tangan).
Kekuatan progresif dalam masa 2½ tahun ini telah lebih berkembang dan lebih terkonsolidasi serta peranannya makin menentukan dalam kehidupan politik negeri. Persatuan antara kekuatan progresif dengan kekuatan tengah, terutama dengan sayap kirinya, sudah bertambah kokoh. Peranan sayap kiri dalam kekuatan tengah serta keberaniannya dalam melawan kaum kepala batu bertambah besar. Kekuatan kepala batu sudah makin terbongkar borok-boroknya, kaum kanan baru dalam waktu yang tidak begitu lama, hanya kira-kira 2 tahun, sudah bukan baru lagi; mereka sudah menelanjangi dirinya dengan perbuatan-perbuatannya yang merugikan rakyat; kebusukan dan kejahatannya sudah cukup dikenal oleh massa luas dan persatuan mereka dengan kaum kanan lama, termasuk bekas-bekas gembong-gembong “PRRI-Permesta” dan DI-TII, sudah mulai mesra, walaupun masih ada yang “malu-malu kucing”. Tetapi usaha-usaha penyatuan kaum kanan baru dengan kaum kanan lama telah menimbulkan kontradiksi-kontradiksi baru di kalangan kaum kanan yang makin hari makin menajam.
Komunisto-phobi bukan hanya dibenci oleh rakyat pekerja, tetapi juga telah dikecam oleh Presiden Sukarno sebagai perbuatan si kepala sinting. Diangkatnya dua pemimpin Komunis dan tokoh-tokoh partai-partai NASAKOM lainnya menjadi menteri dalam Kabinet Kerja gaya baru pada tanggal 9 Maret 1962 merupakan palu godam yang dihentakkan di atas kepala sinting kaum Komunisto-phobi, merupakan demonstrasi kelapukan konsepsi politik kaum kanan dalam negeri dan kaum imperialis, merupakan pukulan hebat terhadap tukang kampanye “perang dingin”. (Tepuk tangan riuh).
Di antara Kongres Nasional VI dan VII ini telah dilangsungkan 4 kali Sidang Pleno CC dan sekali Konfernas. Dalam sidang-sidang ini telah diperiksa pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan oleh Kongres Nasional VI dan telah ditetapkan tugas-tugas yang paling urgen berhubung dengan perkembangan situasi.
Dalam rangka pelaksanaan Garis Umum Partai, Sidang Pleno II CC telah memutuskan pengibaran Tripanji Partai, yaitu panji front nasional, panji pembangunan Partai, dan panji Revolusi Agustus 1945, serta memberikan jawaban pada berbagai persoalan kader, terutama tentang politik kader dan tentang cara mengurus kader.
Sidang Pleno III CC telah sekali lagi membulatkan dan memperkuat pendirian tentang taktik-taktik pokok Partai dan membulatkan tekad kaum Komunis Indonesia dalam melaksanakan Trikomando Rakyat untuk merebut Irian Barat, serta dalam menghadapi adanya gejala sementara yang berupa perbedaan pendapat dalam gerakan Komunis sedunia. Ditekankan perlunya lebih diperkuat persatuan nasional dan persatuan Komunis. Berdasarkan keputusan-keputusan Sidang Pleno III CC, Partai kita mengibarkan tinggi-tinggi Tripanji Bangsa, yaitu panji demokrasi, panji persatuan, dan panji mobilisasi, tiga soal yang paling mendesak bagi bangsa Indonesia dalam perjuangan melawan imperialisme, khususnya dalam mengusir kekuasaan kolonial dari Irian Barat dan dalam mengatasi krisis sandang pangan. Untuk ini juga Partai mengajukan semboyan yang menyatakan tekad berjuang rakyat, yaitu: “satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul” atau “berjuang dengan bedil dan pacul di tangan”. (Tepuk tangan). Memenuhi semboyan ini Partai kita telah mendorong kaum muda, terutama pemuda-pemuda Komunis yang tergabung dalam organisasi Pemuda Rakyat untuk memasuki Pusat-pusat Latihan (TC) sukarelawan, dan mengadakan Gerakan 1001 guna meningkatkan produksi bahan makanan.
Pengalaman selama 2½ tahun ini membuktikan bahwa 4 semboyan pokok yang dikemukakan oleh Kongres Nasional VI telah menjiwai semua kegiatan Partai. Semboyan-semboyan tersebut ialah: “Dengan PKI di depan meneruskan perjuangan rakyat untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis”, “Perbaiki pekerjaan front nasional, pencilkan lebih lanjut kekuatan kepala batu”, “Perkuat front internasional anti-kolonial dan cinta damai”, dan “Lanjutkan pembangunan Partai di seluruh negeri yang bersatu erat dengan massa, yang terkonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi”. Semboyan-semboyan ini akan tetap menjiwai dan menuntun kegiatan-kegiatan Partai kita seterusnya.
Kongres ini dilangsungkan dalam situasi internasional yang sangat baik, yang ditandai oleh kemenangan-kemenangan kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (“the new beginning forces”) terhadap kekuatan-kekuatan kolot yang masih bercokol (“the old established forces”), ditandai oleh sukses-sukses besar perjuangan kemerdekaan nasional dan oleh pembangunan Sosialisme di semua negeri sosialis yang dimahkotai oleh pembangunan Komunisme di Uni Soviet. (Tepuk tangan).
Kongres kita ini dilangsungkan dalam menjelang genap tiga tahun Kabinet Kerja melaksanakan Triprogram-nya. Seluruh rakyat mengharapkan adanya perubahan dalam sistem politik dan dalam kebebasan politik bagi rakyat, agar Triprogram yang baik itu dapat dilaksanakan sepenuhnya, dan agar pencolengan-pencolengan atas milik negara dan kesulitan-kesulitan di bidang ekonomi dan keuangan serta penderitaan-penderitaan rakyat tidak terus menghebat seperti sekarang. (Tepuk tangan).
Kongres kita ini dilangsungkan dalam keadaan di mana persatuan Marxis-Leninis di dalam Partai kita makin membaja, di mana secara politik, organisasi dan ideologi Partai kita makin terkonsolidasi, semangat mengabdi dan beramal kepada rakyat makin meninggi. (Tepuk tangan). Belakangan ini ada usaha untuk memecah-belah persatuan kita dari dalam dengan menyebar-nyebarkan surat-surat kaleng yang seolah-olah datangnya dari orang Komunis. Sesudah kita selidiki ternyata bukan dari orang Komunis, tapi dari orang luar, dan malahan ada yang dikirim dari luar negeri. (Tawa).
Kawan-kawan, dalam masa antara Kongres Nasional VI dan VII ini kita telah kehilangan sejumlah kawan yang teruji kesetiaan dan keuletannya dalam mengibarkan tinggi-tinggi panji-panji kemerdekaan dan Komunisme baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri antara lain kita telah kehilangan Wakil Sekretaris Comite PKI Jakarta Raya, Kawan Hutomo dan beberapa tokoh PKI dan gerakan buruh lainnya. Di luar negeri kita kehilangan kawan-kawan yang namanya terkenal dalam barisan Komunis dan gerakan kelas buruh sedunia seperti Kawan-kawan Harry Pollitt, Ketua Partai Komunis Inggris, Wilhelm Pieck, pemimpin terkemuka Partai Komunis Jerman, Sean Murray, Ketua Partai Komunis Irlandia Utara, Farajallah Helou, Sekretaris Partai Komunis Lebanon, William Foster, Ketua Partai Komunis Amerika Serikat, Ajoy Khumar Gosh, Sekretaris Jenderal Partai Komunis India, Elias Lafferte, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Peru, Ir. S.J. Rutgers, anggota CPN dan sarjana ahli Indonesia, Eugene Dennis, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Amerika Serikat.
Untuk putra-putra yang terbaik dari tanah air dan rakyatnya ini, untuk mereka yang telah memberikan segala apa yang ada padanya untuk urusan kemerdekaan dan Komunisme yang jaya, baik yang namanya saya sebut maupun tidak, marilah kita semua berdiri, menundukkan kepala, mengheningkan cipta, menghormat mereka. (Semua hadirin berdiri dan mengheningkan cipta selama 3 menit).
Kawan-kawan yang tercinta!
Periode yang kita tinjau sekarang adalah periode perjuangan sengit antara golongan yang pro dan yang anti Manipol. Yang pro Manipol ialah rakyat Indonesia, yaitu kaum buruh, tani, borjuasi kecil kota, inteligensia dan borjuasi nasional. Sedangkan yang anti Manipol ialah kaum imperialis, tuan tanah, komprador, dan kapitalis birokrat. Perjuangan antara yang pro dan anti Manipol ini dilakukan di bidang politik, ekonomi, militer, ilmu dan kebudayaan, dan berhasil dengan kemenangan satu demi satu bagi pihak yang pro Manipol. (Tepuk tangan). Di mana-mana benteng kaum reaksi dibikin kucar-kacir oleh ofensif Manipol.
Kemenangan kaum Manipolis berarti pengluasan dan konsolidasi kekuatan progresif dan persatuan nasional. Perjuangan ini akan terus berjalan selama belum terlaksana tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, selama masih ada kaum imperialis, kaum tuan tanah, komprador, dan kapitalis birokrat serta pembela-pembelanya di Indonesia.
1. Maju Terus Untuk Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong
Tuntutan pokok Kongres Nasional VI Partai kita ialah: Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong. Di bawah pengaruh tuntutan-tuntutan ini, perjuangan rakyat untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 selama 2½ tahun ini telah mencapai hasil-hasil tertentu.
Tuntutan-tuntutan untuk demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong seperti yang diajukan oleh Kongres Nasional VI adalah sejalan dengan tuntutan-tuntutan pelaksanaan Manipol dengan konsekuen, pelaksanaan Ketetapan MPRS No. I dan II, yaitu Garis Besar Haluan Negara, dan Garis Besar Pola Pembangunan. Diresmikannya tuntutan-tuntutan rakyat menjadi garis politik dan program Pemerintah atas tuntutan-tuntutan dan desakan-desakan massa merupakan kemenangan-kemenangan penting bagi perjuangan revolusioner rakyat Indonesia.
Tetapi, selama belum ada pengubahan demokratis dalam sistem politik yang sepenuhnya mencerminkan kegotongroyongan nasional sesuai dengan Konsepsi Presiden Sukarno (pidato beliau 21 Februari 1957), yang sudah lebih dari 5 tahun dituntut oleh rakyat pelaksanaannya, selama itu pelaksanaan daripada segala yang sudah dirumuskan dengan baik dalam perundang-undangan dan garis-garis politik serta program-program pemerintah, bukan hanya tidak akan lancar jalannya bahkan pasti mengalami kegagalan. Badan-badan kenegaraan seperti DPA, DPRGR, Depernas, MPRS, dan sebagian DPRD dan Pemerintah Daerah, serta belakangan ini penggolongan kembali atau regruping (regrouping) Kabinet Kerja dan dibentuknya Musyawarah Pimpinan Negara (MPN) memang semuanya ini merupakan usaha-usaha untuk mengadakan pengubahan demokratis dalam sistem politik sesuai dengan tuntutan-tuntutan massa rakyat. Tetapi semuanya ini adalah usaha yang masih harus dilanjutkan, karena pemerintahan dan alat-alat negara tidak mengalami perubahan-perubahan yang besar seperti yang diinginkan oleh Konsepsi Presiden Sukarno, Manipol, Jarek, Amanat Pembangunan Presiden, dan Resopim. Resopim tegas menghendaki adanya retuling alat-alat negara. (Tepuk tangan). Dengan demikian tetap tidak ada jaminan bahwa Plan Pembangunan 8 Tahun, Triprogram Kabinet dan Trikomando Rakyat tidak akan menjumpai rintangan-rintangan serius dari dalam dan dari luar aparatur negara, tetap tidak akan ada tindakan tegas dan tepat terhadap imperialisme dan feodalisme, terhadap mereka yang menyeleweng dan menyabot pelaksanaan Ketetapan-ketetapan MPRS, Triprogram dan Trikomando Rakyat.
Praktek telah membenarkan sekali lagi sinyalemen Kongres VI seperti berikut:
“Telah menjadi pengalaman rakyat, bahwa sejak persetujuan KMB kabinet-kabinet silih-berganti, tetapi ternyata belum ada kabinet yang cukup kuat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang menimpa negeri dan rakyat, rakyat sudah mengalami kabinet-kabinet yang anti-Komunis seperti kabinet-kabinet Hatta, Natsir, Sukiman, dan BH (Burhanuddin Harahap). Kabinet-kabinet ini bukan hanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah mendesak daripada rakyat, tetapi telah menyeret Indonesia lebih jauh ke dalam jurang krisis-krisis ekonomi dan perpecahan nasional. kabinet-kabinet non-Komunis, yaitu tanpa orang Komunis turut di dalamnya, tetapi disokong oleh Komunis, seperti kabinet Wilopo, kabinet Ali Sastroamidjojo pertama dan kedua, dan kabinet Djuanda juga tidak berdaya dalam mengangkat Indonesia dari krisis. Bercermin kepada pengalaman-pengalaman ini dan berpedoman pada gagasan-gagasan yang terkandung dalam Konsepsi Presiden Sukarno, adalah pada tempatnya dan adil jika rakyat dalam rangka pelaksanaan UUD ’45 menuntut pembentukan Kabinet Gotong-Royong di bawah pimpinan Presiden Sukarno, (tepuk tangan), di mana di dalamnya diwakili secara adil partai-partai dan golongan-golongan karya yang mempunyai kesungguh-sungguhan untuk melaksanakan cita-cita Revolusi Agustus 1945 yang bersifat nasional dan demokratis. Hanya dengan Kabinet Gotong-Royong, yaitu kabinet dengan orang-orang Komunis, akan dapat semua kekuatan nasional dibangkitkan dan digerakkan secara besar-besaran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi oleh negeri dan rakyat kita, termasuk mengatasi kesulitan krisis ekonomi yang sudah berlarut-larut ada harapan dapat diatasi”. (Dokumen-dokumen Kongres Nasional VI PKI, Jilid I, hal. 29-30).
Tuntutan pembentukan Kabinet Gotong-Royong makin hari makin santer. Juga di kalangan golongan tengah makin kuat aliran yang setuju dibentuknya Kabinet Gotong-Royong. Untuk melawan perkembangan maju ini, kaum reaksioner, terutama golongan kepala batunya, berusaha keras untuk memecah persatuan nasional yang berporoskan Nasakom dan berusaha menanamkan semangat Komunisto-phobi di kalangan golongan tengah. Kaum reaksioner berusaha keras merebut golongan tengah ke pihaknya, terutama sayap kanannya menjadi sasaran utama mereka untuk merusak kekuatan nasional.
Dalam menghadapi situasi yang demikian Partai mencegah keretakan dan terus memperkuat kerja sama Nasakom sebagai poros persatuan nasional. poros artinya as, tanpa poros atau as Nasakom roda persatuan nasional tidak bisa berputar. (Tepuk tangan). Sesuai dengan Ketetapan-ketetapan MPRS Partai terus menuntut retuling aparatur negara. Ide Presiden Sukarno yang telah dinyatakan dalam Resopim, yang berupa anjuran kepada pembantu-pembantunya untuk minggir atau dipinggirkan bila ternyata tidak sanggup lagi melaksanakan Triprogram Kabinet perlu direalisasi dengan segera. Hanya dengan melakukan ini serta membentuk Kabinet Gotong-Royong, baru ada kemungkinan penderitaan yang dialami oleh rakyat dalam penghidupan sehari-hari dapat diusahakan agar tidak berlangsung secara berlarut-larut. Dengan adanya Kabinet Gotong-Royong berarti mempersatukan segenap potensi dari atas, dan ini akan memudahkan persatuan di bawah. (Tepuk tangan).
Dengan berpegang pada garis memperkokoh front persatuan dan mengurangi penderitaan rakyat maka Partai dalam rapat Dasawarsa HR yaitu pada tanggal 31 Januari 1961 telah menegaskan bahwa “Pembentukan Kabinet Gotong-Royong bukanlah pertama-tama untuk kepentingan kaum Komunis, tetapi untuk kuatnya persatuan nasional agar mampu melaksanakan Triprogram Kabinet Kerja dan Pola Pembangunan Nasional Tahapan Pertama. Jika tergantung pada kaum Komunis, pada saat sekarang yang dituntut hanyalah supaya ada perubahan dalam struktur dan personalia Kabinet…. Duduknya orang-orang Komunis dalam Kabinet, pada saat sekarang boleh tidak dipersoalkan”. Dengan politik ini telah dapat dikerahkan kekuatan yang lebih besar untuk mengadakan perubahan dalam sistem politik dan dalam kebebasan politik bagi rakyat.
Pada awal Maret tahun ini Presiden Sukarno telah mengadakan perubahan yang bersifat penggolongan kembali atau regruping Kabinet Kerja. Dalam hubungan dengan regruping ini orang-orang Komunis tidak hanya bukan tidak dipersoalkan, tetapi malahan didudukkan dalam Kabinet. (Tepuk tangan). Struktur kabinet mengalami beberapa perubahan, tetapi personalia yang penting-penting adalah tetap. Oleh karena itu regruping ini tidak mengubah hakekat Kabinet Kerja.
Dalam Manifesto Politik antara lain dikatakan: “Walaupun Manifesto Politik adalah sangat penting…, tetapi realisasinya sangat tergantung pada orang-orang yang diberi tugas untuk melaksanakannya”. (alinea terakhir perincian Manipol). Pada akhirnya manusialah yang menentukan, demikian sering dikatakan oleh Bung Karno. Jadi soal personalia adalah faktor yang menentukan dalam melaksanakan program Kabinet. Personalia mewakili golongan atau kelas dalam masyarakat. Program kabinet yang progresif hanya dapat dilaksanakan oleh kabinet yang personalianya progresif pula.
Jadi jelaslah mengapa tidak hangat sambutan rakyat terhadap regruping kabinet. Hal ini oleh kaum reaksioner dengan sendirinya cepat digunakan untuk menarik keuntungan politik, untuk mempertentangkan rakyat dengan Bung Karno, untuk menyebarkan sinisme, apatisme, dan defaitisme. Tetapi, apakah keadaann memang begitu buruk seperti yang digambarkan oleh kaum reaksioner itu, seolah-olah regruping politis merugikan rakyat Indonesia?
Tidak! Kalau sambutan rakyat tidak hangat terhadap regruping kabinet bukanlah karena keadaan politik menjadi lebih buruk daripada sebelum regruping, tetapi karena dengan regruping ini rakyat tidak melihat tanda-tanda bahwa dengan kabinet yang sudah diregrup keadaan penghidupan akan menjadi lebih baik.
Politis keadaan tidak bertambah jelek dengan adanya regruping. Jadi tidak seperti yang digambarkan oleh sementara orang kanan untuk menimbulkan kemarahan rakyat secara tidak wajar. Sebagian lagi dari kaum kanan menggambarkan seolah-olah regruping adalah kemenangan mereka, kemenangan kaum reaksioner, seolah-olah Presiden Sukarno sudah memihak mereka. Dengan demikian mereka berusaha memecah dwitunggal Sukarno-rakyat. Tetapi mereka kecele, karena berkat kecerdasannya dalam menarik pelajaran dari pengalaman-pengalaman dan karena penderitaannya yang menjadi-jadi disebabkan oleh kaum kanan, kesadaran politik rakyat sudah jauh lebih tinggi daripada yang mereka duga.
Yang sudah terang ialah, bahwa dengan regruping ini segala omong kosong tokoh-tokoh Masyumi dan Front Anti Komunis (FAK) di masa silam tentang “keharaman” Komunis menjadi menteri dan “kemurtadan” bagi orang muslim untuk duduk dalam satu kabinet dengan Komunis, menjadi lenyap bagaikan embun kena sinar matahari pagi. (Tepuk tangan riuh). Seperti sudah saya terangkan di bagian pendahuluan laporan ini, kenyataan ini merupakan hantaman palu godam pada kepala batu kaum reaksioner penyebar penyebar Komunisto-phobi untuk memecah-belah persatuan rakyat Indonesia. Ini hantaman bagi anak buah-anak buah van der Plas cs. (Tawa, tepuk tangan). Dengan ini, senjata penting kaum imperialis dalam kampanye “perang dingin”, yaitu anti-Komunisme, dibikin menjadi tidak berdaya lagi, walaupun tetap masih ada saja orang-orang kepala batu ingin menggunakannya. Dalam hal ini regruping Kabinet Kerja adalah positif dan harus disambut baik.
Juga jelas, bahwa dengan diangkatnya tokoh-tokoh partai-partai politik sebagai menteri dan duduk dalam Musyawarah Pimpinan Negara (MPN), menunjukkan adanya kecenderungan ke arah demokratisasi sistem pemerintahan, ke arah pelaksanaan salah satu bagian penting daripada Resopim, yaitu pelaksanaan dalam praktek “dua unsur” daripada Demokrasi Terpimpin, “unsur ‘demokrasi’ dan unsur ‘terpimpin’, pelaksanaan bahwa Demokrasi Terpimpin “harus pula ditujukan untuk melindungi dan menambah hak-hak bagi si rakyat…”. Dengan ikutnya tokoh-tokoh partai-partai politik Nasionalis, Agama, dan Komunis, berarti ikutnya massa banyak, berarti adanya kecenderungan untuk demokratisasi sistem pemerintahan.
Yang juga tidak kurang jelasnya ialah, bahwa dengan regruping Kabinet Kerja, Presiden memang belum meminggirkan, tetapi sudah memelorotkan sebagian menteri pembantunya yang berkepala batu tidak mau mendengarkan kritik-kritik rakyat dan tidak becus. Sudah pada tempatnya Kongres kita ini menyatakan penghargaan kepada Presiden Sukarno yang sampai batas-batas tertentu telah memperhatikan kritik-kritik rakyat, termasuk kritik-kritik kaum Komunis, terhadap menteri-menteri pembantunya yang tidak becus. (Tepuk tangan). Ini bukti sekali lagi, bahwa tuntutan-tuntutan rakyat lewat surat-surat, petisi-petisi, pernyataan-pernyataan, delegasi-delegasi, dan sebagainya, jika tuntutan itu memang wajar dan dilakukan terus-menerus pasti berhasil. Kali ini berhasil sebagian, lain kali berhasil sepenuhnya! Rakyat yang ulet pasti menang, tetapi kaum reaksioner walaupun bagaimana “uletnya” pasti kalah! (Tepuk tangan). Ini adalah hukum, dan kita kaum revolusioner harus membantu berjalannya hukum ini dengan baik.
Sementara tokoh kaum reaksioner, setelah mereka tidak berdaya merintangi orang-orang Komunis menjadi menteri mengatakan: “Nah, sekarang orang-orang Komunis sudah menjadi menteri, dengan demikian PKI sudah ikut bertanggung jawab terhadap semua tindakan Pemerintah, juga bertanggung jawab terhadap kenaikan harga barang-barang, (tawa), terhadap membumbungnya harga beras, menghilangnya gula pasir, minyak goreng, sabun, dan sebagainya dari pasar”, atau “Nah, sekarang sudah terbentuk Kabinet Nasakom, Kabinet Gotong-Royong, karena di dalam Kabinet sudah duduk tokoh-tokoh PNI, NU, dan PKI”.
Kaum Komunis bukanlah orang-orang yang suka menghindari tanggung jawab terhadap segala soal yang menyangkut kepentingan rakyat. Suka dan duka rakyat adalah suka dan duka kaum Komunis. Nasib rakyat adalah nasib kaum Komunis. Ya, menjadi Komunis itu sendiri sudah mengandung keberanian bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menyangkut urusan rakyat. Oleh karena itu pula, adalah kewajiban kaum Komunis untuk berdiri di barisan depan, tidak perduli apa pun resikonya, dalam membela tuntutan-tuntutan sosial, ekonom, politik, dan kultural daripada rakyat.
Tetapi untuk dianggap bertanggung jawab terhadap semua tindakan Pemerintah, haruslah dijawab lebih dulu satu pertanyaan: Apakah kaum Komunis mendapat kesempatan untuk ambil bagian dalam menentukan kebijakan dan dalam melaksanakan program Pemerintah?
Ada satu prinsip yang diterima oleh semua kelas dan golongan, yaitu: sesuatu kelas atau golongan tidak bisa dianggap bertanggung jawab, artinya juga tidak bisa dipersalahkan, terhadap tindakan sesuatu Pemerintah jika kelas atau golongan itu tidak memegang kekuasaan Pemerintah. Prinsip ini diterima baik oleh kaum borjuis maupun oleh kaum proletar. Kaum borjuis tidak akan mau dianggap bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan Pemerintah di mana mereka tidak memegang pemerintahan itu. Demikian juga proletariat, seujung rambut pun tidak bisa dipersalahkan terhadap tindakan-tindakan sesuatu Pemerintah di mana proletariat tidak memegang kekuasaan pemerintahan, malahan sebaliknya proletariat dan seluruh rakyat pekerja, sebagai golongan yang terisap dan tertindas, berhak mengkritik tindakan-tindakan pemerintah yang merugikan rakyat.
Kita kaum Komunis sudah dan akan terus berjuang agar tingkat hidup rakyat terus naik atau sekurang-kurangnya tidak merosot. Jika kita menurut kenyataan dan menurut hati nurani kita sendiri, sudah berbuat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan yang ada pada kita, tetapi keadaan tetap tidak bertambah baik bagi rakyat, maka rakyat harus diberi pengertian bahwa sebab pokok dari semuanya ini ialah karena rakyat pekerja masih berada di luar kekuasaan negara sehingga belum ada konsentrasi kekuatan nasional di mana kaum buruh dan kaum tani benar-benar merupakan kekuatan pokok revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat. (Manipol).
Mengenai Kabinet Kerja yang sudah diregrup, Presiden tidak pernah menamakannya Kabinet Gotong-Royong atau Kabinet Nasakom. Ini adalah tepat sekali, karena kenyataannya memang tidak demikian. Dalam “Keterangan Pemerintah Mengenai Regruping Kabinet Kerja” yang diucapkan Wakil Menteri Pertama Ke-1 Dr. J. Leimena di hadapan DPRGR tanggal 19 Maret 1962, antara lain dikatakan bahwa:
“Kekuasaan pemerintahan diselenggarakan oleh Presiden dengan bantuan Menteri Pertama dan para Wakil Menteri Pertama menurut Undang-Undang Dasar Pasal 4 Ayat 1, Pasal 5 dan Pasal 7” (Penerbitan Khusus Deppen No. 201, hal. 7); “dan dalam menunaikan tugas-tugas Pemerintah, Menteri Pertama dapat mengadakan musyawarah kabinet yaitu pertemuan dengan semua Wakil Menteri Pertama, atau rapat kerja kabinet, yaitu pertemuan dengan seorang atau beberapa orang Wakil Menteri Pertama yang berkepentingan, jika perlu dengan meminta hadirnya Menteri/Menteri-Menteri atau pihak lain yang bersangkutan” (s.d.a., hal. 8).
Dari keterangan Pemerintah ini jelas di mana letaknya kekuasaan Negara, yaitu pada musyawarah kabinet dan pada rapat kerja kabinet, di mana tidak duduk, apalagi duduk secara wajar dan adil orang-orang Komunis dan tokoh-tokoh partai-partai politik lainnya. Di sinilah tepatnya digunakan istilah regruping oleh Presiden Sukarno, dan bukan retuling. Dengan demikian sama sekali belum selesai perjuangan rakyat Indonesia untuk melaksanakan Konsepsi Presiden Sukarno (Pidato tanggal 21 Februari 1957) tentang Kabinet Gotong-Royong, yaitu kabinet yang adil dalam susunannya, atau menurut istilah Presiden Sukarno dalam Konsepsinya tersebut “Sekian anggota di dalam Parlemen, sekian menteri dalam Kabinet”.
Kabinet Gotong-Royong adalah Kabinet yang berdasarkan perwakilan berimbang yang adil, sesuai dengan kepercayaan rakyat yang sudah diberikan. Tuntutan Kabinet Gotong-Royong sepenuhnya sesuai dengan Ketetapan MPRS yang menghendaki adanya “retuling badan-badan eksekutif, yudikatif, dan legislatif dari atas sampai ke bawah sesuai dengan jiwa dan semangat ‘Jalannya Revolusi Kita’ untuk menciptakan Pemerintah yang a) Stabil dan berkewibawaan; b) Mencerminkan kehendak rakyat; c) Revolusioner; dan d) Gotong-royong”. (Ketetapan MPRS II, Lampiran A, Bidang Pemerintahan dan Keamanan/Pertahanan).
Di dalam Keterangan Pemerintah tersebut dijelaskan pula bahwa pimpinan Badan-Badan Kenegaraan Tertinggi, yaitu MPRS (kekuasaan menentukan haluan Negara), DPRGR (kekuasaan membentuk Undang-Undang), DPA (kekuasaan penasihat) dan Depernas (kekuasaan perencanaan), ikut serta dalam musyawarah kabinet “tidak sebagai wakil daripada Badan-badan yang dipimpinnya”, melainkan sebagai pembantu Presiden untuk “meneruskan dan mengamankan policy Pemerintah dalam Badan yang dipimpinnya masing-masing”. Keterangan “tidak sebagai wakil daripada Badan-badan yang dipimpinnya” adalah sangat penting, karena dengan keterangan ini berarti bahwa Kabinet tidak membawahi Badan-Badan Kenegaraan tersebut. Tentang “meneruskan dan mengamankan policy Pemerintah dalam Badan-badan yang dipimpinnya” tidak akan menimbulkan persoalan selama Pemerintah menjalankan kebijaksanaan yang sesuai dengan UUD dan Ketetapan-Ketetapan MPRS.
Dalam Musyawarah Pimpinan Negara duduk orang-orang yang mendapat dukungan kuat dari rakyat, yaitu di samping Presiden Sukarno sendiri, menteri-menteri pemimpin-pemimpin PNI, NU, dan PKI yang masuk lewat pimpinan MPRS dan DPRGR. Yang memimpin MPN ini adalah Presiden sendiri dan yang harus dibicarakannya cukup jelas, yaitu “soal-soal politik nasional dan internasional yang dianut atau mengenai pimpinan umum Negara Republik Indonesia”, tentunya dalam rangka pelaksanaan Ketetapan-Ketetapan MPRS. Tetapi sampai ke mana Badan Pimpinan Tertinggi ini akan efektif dan berguna bagi rakyat, sangat tergantung pada seringnya diadakan rapat-rapat, dan terutama sekali sampai ke mana keputusan-keputusannya yang menguntungkan rakyat dilaksanakan oleh Musyawarah Kabinet dan Rapat Kerja Kabinet di mana dalam kenyataannya terkonsentrasi semua kekuasaan eksekutif.
Walaupun PKI tidak bertanggung jawab terhadap semua tindakan Pemerintah, tidaklah berarti bahwa kaum Komunis bersikap pasif dan bertopang dagu melihat kemerosotan-kemerosotan dan kesulitan-kesulitan di bidang ekonomi dan keuangan yang makin lama makin menjadi. Tidak, kaum Komunis aktif mengajukan kritik-kritik bersahabat disertai dengan usul-usul yang konstruktif mengenai kebijaksanaan seluruh kabinet maupun departemen satu persatu. Orang-orang Komunis yang duduk di Badan-Badan Kenegaraan baik di pusat (MPRS, DPRGR, DPA, Depernas) maupun di daerah-daerah (DPRDGR) adalah orang-orang yang paling aktif mengajukan usul-usul konstruktif untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di bidang ekonomi dan keuangan. Tidak hanya itu, kaum Komunis juga mengadakan berbagai gerakan antara lain Regu-Regu Kerja Bakti dan Gerakan 1001 untuk mempertinggi produksi bahan makanan, Serikat-serikat Buruh, terutama yang dipimpin oleh orang-orang Komunis, sangat giat mendesak dibentuknya Dewan-Dewan Perusahaan agar produksi dapat ditingkatkan, agar pencolengan, korupsi, dan birokrasi dapat dikurangi atau dihentikan. Organisasi tani, pemuda, wanita, dan lain-lain yang dipimpin oleh kaum Komunis sangat aktif bekerja untuk mengatasi kesulitan-kesulitan sandang-pangan dan guna pemulihan keamanan.
Apa sebab kaum Komunis secara sukarela ambil bagian dalam usaha mengatasi kesulitan-kesulitan penghidupan rakyat? Pertama, karena kaum Komunis tidak mungkin membiarkan penderitaan rakyat terus memuncak sebagai akibat daripada ketidakmampuan, ketidaksungguhan dan pencolengan-pencolengan. Kedua, karena Pemerintah Indonesia, terutama Presiden Sukarno sebagai kepalanya, adalah melawan imperialisme, yaitu musuh pertama kaum Komunis dan rakyat Indonesia. Karena Pemerintah melawan imperialis, maka kalau menghadapi kesulitan harus kita bantu.
Akan tetapi segala usaha kaum Komunis seperti tersebut di atas adalah dengan kemungkinan-kemungkinan terbatas, karena tiap-tiap usulnya bisa tidak diterima atau tidak dilaksanakan oleh Pemerintah dan tiap-tiap langkahnya bisa tidak disetujui, dilarang dan dirintangi oleh yang berwajib. Memang aneh larangan-larangan dan rintangan-rintangan ini, sebab jika orang Komunis bergotong-royong membikin jembatan atau menanam padi, hasilnya tidak lain ialah juga jembatan dan padi. (Tepuk tangan riuh). Apalagi, di mana sekarang masih berlaku keadaan bahaya, langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh kaum Komunis dan rakyat adalah sangat terbatas, walaupun langkah-langkah itu ditujukan untuk membantu dan mengontrol pelaksanaan program Pemerintah sendiri. Regu-regu Kerja Bakti dan Gerakan 1001 yang diorganisasi oleh PKI dan jelas ditujukan untuk mempertinggi produksi bahan makanan mendapat rintangan-rintangan yang tidak sedikit dari penguasa-penguasan setempat, di samping sudah mulai ada penguasa setempat yang tidak merintangi inisiatif-inisiatif rakyat. Malahan sudah ada penguasa setempat yang suka memberi bantuan pacul untuk Gerakan 1001. (Tepuk tangan).
2. Kibarkan Tinggi-tinggi Tripanji Bangsa!
Mengenai kebangkrutan sistem demokrasi liberal dalam Laporan Umum kepada Kongres Nasional ke-6 antara lain dikatakan, bahwa “cepatnya kebangkrutan demokrasi liberal di Indonesia disebabkan oleh dua proses: Pertama, proses kesadaran rakyat Indonesia sendiri, yang berdasarkan pengalamannya sendiri melihat bahwa demokrasi liberal identik dengan korupsi, birokrasi, dan ketidakmampuan dalam memecahkan persoalan-persoalan pokok dan penting dari rakyat Indonesia. Kedua, karena agitasi anti-Parlemen, yang pada hakikatnya anti-kehidupan demokratis oleh promotor-promotor junta-militer dan elemen-elemen fasis lainnya”.
Sekarang sudah hampir 3 tahun sejak mulai dilaksanakannya gagasan Demokrasi Terpimpin. Tetapi pengalaman rakyat selama hampir 3 tahun ini membuktikan, bahwa korupsi dan birokrasi belum teratasi, bahkan makin menjadi. Belum lagi berbicara tentang memecahkan persoalan-persoalan pokok dan penting bagi rakyat. Kenyataan demikian dapat dimengerti, karena sebenarnya untuk mengatasi korupsi dan birokrasi secara tepat dan cepat, untuk mempertinggi kemampuan guna memecahkan persoalan-persoalan pokok dan penting bagi rakyat secara sistematis dan terjamin berhasil, tidak mungkin jika tidak ada kekuasaan rakyat, di mana kaum buruh dan kaum tani memegang peranan yang utama. (Tepuk tangan – gembira).
Tetapi, sebagaimana juga telah dijelaskan dalam Laporan Umum pada Kongres Nasional ke-6 “Kebangkrutan sistem demokrasi liberal di mata rakyat Indonesia tidak terjadi dalam situasi di mana imbangan kekuatan antara rakyat Indonesia di satu pihak dan kaum imperialis beserta tuan tanah di pihak lain sudah memungkinkan rakyat Indonesia mengatasi krisis sistem politik ini dengan menciptakan kekuasaan rakyat, yaitu kekuasaan politik di mana kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat dan di mana musuh-musuh rakyat dicabut sama sekali hak-hak politiknya”.
Dalam situasi yang demikian itu, Partai telah menetapkan garis politik yang tepat berdasarkan perimbangan kekuatan, yaitu memperkembangkan segala ide dan segala segi yang positif dari gagasan Demokrasi Terpimpin dari Presiden Sukarno. Memenangkan segala ide dan segala segi positif dari gagasan Demokrasi Terpimpin terutama berarti di satu pihak menghimpun segala kekuatan progresif dan revolusioner untuk melaksanakan gagasan tersebut secara tepat, dan di pihak lain melawan segala kekuatan reaksioner yang hendak menyelewengkan gagasan tersebut ke jurusan yang pada hakikatnya sama dengan cara-cara fasis yang dilakukan atas nama dan dalam bungkusan Demokrasi Terpimpin.
Selama kira-kira 3 tahun ini, rakyat telah menyaksikan betapa perkembangan gagasan Demokrasi Terpimpin. Di Pusat, manakala pelaksanaannya langsung di tangan konseptornya sendiri, yaitu Presiden Sukarno, kita melihat walaupun banyak rintangan, ada usaha untuk melaksanakan demokrasi yang terpimpin.
Kemajuan-kemajuan yang menggembirakan di Pusat itu, dalam Resopim telah dikemukakan dengan tepat oleh Presiden sebagai bukti-bukti kemajuan di bidang politik. Beliau berkata: “Kita melihat pertumbuhan dalam DPRGR. Kita melihat pertumbuhan dalam MPRS. Kita melihat tepatnya sistem musyawarah dalam DPA. Kita melihat hasil-hasil yang amat berharga daripada Depernas”.
Dalam Resopim itu secara tepat Presiden tidak memberikan penghargaan terhadap perkembangan Demokrasi Terpimpin dan kegotong-royongan di daerah-daerah. Presiden tentunya bukan lupa menyebutkan daerah-daerah sebagai contoh-contoh yang menggembirakan!
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-Royong di daerah-daerah mau dilakukan lewat Penpres No. 6 tahun 1959 dan Penpres No. 5 tahun 1960. Dalam prakteknya ternyata, bahwa dengan Penpres No. 6/1959, gagasan Demokrasi Terpimpin telah kehilangan demokrasinya dan yang ketinggalan hanya “terpimpinnya”, sehingga di berbagai daerah orang menyaksikan seolah-olah kekuasaan hanya ada di satu tangan saja. Dengan Penpres No. 5/1960 kebanyakannya bukan DPRDGR yang konkordan dengan DPRGR yang terbentuk, tetapi DPRD yang dikurangi elemen-elemen progresifnya dan diselundupkan elemen-elemen reaksioner ke dalamnya. Ketuanya adalah Kepala Daerah sendiri, sehingga di mana terdapat Kepala Daerah yang tidak demokratis, yang senang berkuasa sendiri, maka DPRD tidak bersidang periodik dan kalau bersidang hanya untuk mendengar apa yang dikemukakan serta ditetapkan oleh Kepala Daerah, setelah itu boleh setuju atau boleh pulang. (Tawa).
Sejak semula rakyat gigih melawan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-royong yang menyeleweng seperti telah dicoba dengan pembentukan Pemerintah-pemerintah Daerah dan DPRD-DPRD secara tidak adil dan tidak demokratis. Akhirnya Presiden terpaksa turun tangan untuk mengubah kedua Penpres tersebut. Tetapi meskipun demikian, kenyataan hingga saat ini menunjukkan bahwa baik Penpres No. 6/1959 (disempurnakan), maupun Penpres No. 5/1960 (disempurnakan) masih dilaksanakan dengan tidak atau belum mengoreksi segala sebab-sebab gugatan rakyat yang menyebabkan kedua Penpres itu disempurnakan dengan campur tangan Presiden.
Kenyataan ini tidak bisa lain daripada membuktikan, bahwa gagasan Demokrasi Terpimpin dan gagasan Gotong-royong belum berjalan sebagaimana mestinya, terutama di Daerah-daerah. Yang sering kita jumpai di Daerah-daerah dewasa ini ialah kenyataan adanya kecenderungan untuk menggunakan gagasan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-royong dengan bukan saja tidak menghiraukan, malahan dengan sengaja meninggalkan demokrasi dan gotong-royong.
Di dalam Resopim Presiden mengatakan: “……… Demokrasi Terpimpin kita itu tegas nyata mempunyai dua unsur: unsur ‘demokrasi’ dan unsur ‘terpimpin’. Kita tidak boleh hanya melihat satu unsur saja, yaitu demokrasi tok atau terpimpin tok. Kedua-dua unsur itu adalah dua unsur yang tak terpisah-pisahkan, dua unsur yang bergandengan mutlak satu sama lain, dua unsur loro-loroning-atunggal. Demokrasi tok bisa nyleweng ke liberalisme, terpimpin tok bisa menyeleweng ke diktator fasis”. Kenyataan dan canang ini berlaku sepenuhnya untuk Pusat, tetapi terutama untuk Daerah-daerah. (Tepuk tangan).
Canang Presiden itu sekaligus juga membuktikan bahwa kaum reaksioner yang sudah ambruk bersama dengan bangkrutnya sistem demokrasi liberal, dengan dilarangnya Masyumi-PSI dan hancurnya pemberontakan “PRRI-Permesta”, berusaha merehabilitasi kedudukannya dengan mempergunakan semboyan-semboyan yang maju, dengan memalsu isinya sehingga di sana-sini timbul gejala yang lebih jelek daripada keadaan sebelum pelaksanaan gagasan Demokrasi Terpimpin. Jika tadinya demokrasi liberal adalah identik dengan korupsi dan birokrasi, maka dengan “terpimpin” tok Demokrasi Terpimpin menjadi sering identik dengan diktator perseorangan kapitalis-birokrat yang lebih korup dan lebih tidak tahu malu. (Tepuk tangan).
Usaha kaum reaksioner sedikit banyak berhasil dengan menyalahgunakan keadaan bahaya, hal mana memang sudah dicanangkan dalam Laporan Umum kepada Kongres Nasional ke-6 tatkala membicarakan sikap PKI terhadap Kabinet Sukarno-Djuanda, yaitu bahwa: “Kekuasaan militer telah memperlihatkan segi-segi positifnya, terutama di daerah-daerah bergolak. Akan tetapi tidak sedikit segi-segi negatifnya, yang jika tidak segera diakhiri bisa berlarut-larut dan bisa menutupi segi-segi positif daripada kekuasaan militer itu”.
Dulu keadaan bahaya diperlukan untuk menghadapi pemberontakan kontra-revolusioner “PRRI-Permesta”. Amanat Presiden tanggal 16 Desember 1959 dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan keadaan bahaya tidak boleh mengabaikan unsur musyawarah sebagai salah satu asas dan ciri utama daripada Demokrasi Terpimpin, tidak dimaksudkan untuk meletakkan penguasaan keadaan ke dalam tangan militer, dan dengan penyederhanaan sistem kepartaian serta perbaikan-perbaikan Peperda-Peperda lambat-laun bisa berjalan dengan sedikit mungkin gangguan kepada demokrasi dan kepada rasa hati rakyat jelata.
Berkat kerja sama yang baik antara rakyat dengan Angkatan Perang serta berkat kebijaksanaan yang tinggi dari Presiden Sukarno, sudah agak lama pemberontakan “PRRI-Permesta” pada pokoknya dihancurkan dan pada waktu sekarang sisa-sisanya hampir semua sudah menyerah. Pelaksanaan daripada salah satu Triprogram Kabinet ini bukanlah hasil si fulan ini, atau si fulan itu, tetapi hasil kolektif seluruh rakyat dan seluruh Angkatan Perang di bawah pimpinan Presiden Sukarno. (Tepuk tangan).
Tetapi, dengan menyerahkalahnya “PRRI-Permesta” kita tidak boleh lengah. Dalam Resopim tegas Presiden Sukarno mengatakan, bahwa “pada waktu pemberontak-pemberontak itu melakukan pemberontakannya, mereka mempunyai dasar pikiran yang berlainan sekali dengan dasar pikiran kita, berlainan dengan tujuan asli dan upaya Revolusi……, mereka berontak, antara lain justru untuk menentang onderning baru yang pada waktu itu sedang kita canangkan, dan yang sekarang sedang giat-giatnya kita laksanakan, kita pertumbuhkan, kita konsolidirkan”.
Jadi jelaslah, jika di satu atau beberapa daerah keadaan bahaya dipakai untuk memacetkan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-royong, untuk menumbuhkan diktator perseorangan dan kapitalisme birokrat, untuk menguber-uber kaum progresif dan melarang kegiatan PKI dan organisasi-organisasi massa revolusioner, ini sama sekali tidak ada miripnya dengan maksud dinyatakannya keadaan bahaya. Meminjam perkataan Presiden Sukarno: ini semata-mata karena “bedil” mau memimpin “Manipol” dan bukan “Manipol” yang memimpin “bedil”.
Pemerintahan-pemerintahan Daerah seharusnya dibentuk sesuai dengan Ketetapan MPRS yang menegaskan: agar diadakan satu saja Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah dengan mencabut dan mengganti UU No. 1/1957, Penpres 6/1959 dan Penpres 5/1960; meninjau kembali Undang-Undang Perimbangan Keuangan; isi otonomi harus seluas-luasnya dan riil; seluruh wilayah RI dibagi habis menjadi 3 tingkatan Daerah Swatantra, yaitu tingkat I, II, dan III; memperbarui tata perdesaan dan menyusun pemerintahan Desa yang demokratis dengan menghapuskan segala perundang-undangan kolonial seperti IGO dan IGOB; menghapuskan semua Swapraja; melikuidasi sistem Pamongpraja dengan menghapuskan Residen dan Keresidenan serta menjalankan dengan seksama UU No. 6/1959 yang menyerahkan kekuasaan Pemerintahan Umum kepada Daerah-daerah; meninjau kembali pembagian Daerah-daerah; melaksanakan pemilihan umum serentak untuk MPR, DPR, dan DPRD-DPRD; dan sebagainya. Semuanya itu sesuai dengan tuntutan-tuntutan rakyat untuk peluasan hak-hak demokrasi yang diperlukan oleh Demokrasi Terpimpin.
Bagaimana hasil pelaksanaan garis-garis yang telah ditetapkan MPRS secara tepat itu, tentu juga tergantung pada perjuangan rakyat dan pertumbuhan perimbangan kekuatan. Dan kalaupun nanti telah tercipta UU yang agak maju sebagaimana dikehendaki MPRS, dalam pelaksanaannya masih tetap tergantung pada menteri-menteri yang bersangkutan dan pada perjuangan rakyat serta perimbangan kekuatan dalam masyarakat.
Tapi bagaimanapun juga, adanya UU yang maju, jika digunakan secara pandai dan maksimal, dapat membantu melancarkan aksi-aksi rakyat dan kerja sama rakyat dengan aparat-aparat negara. Kita mesti berjuang keras untuk pelaksanaan Undang-Undang yang maju.
Mengenai pemilihan umum Pemerintah sudah menjanjikan akan melaksanakannya pada akhir tahun 1962. Sekarang akhir tahun 1962 sudah makin dekat, tetapi belum juga nampak persiapan untuk menghadapi pemilihan umum itu. Padahal menurut MPRS pemilihan umum untuk anggota MPR, DPR, dan DPRD supaya dilakukan bersamaan. Yang ada baru satu RUU yang mendapat tentangan dari bagian terbesar rakyat Indonesia, karena RUU itu menghendaki hanya 1/3 dari anggota DPR yang dipilih sedangkan yang 2/3 diangkat.
Undang-undang pemilihan umum sebagai pengganti UU pemilihan umum yang ada, yang katanya sudah tidak sesuai dengan jiwa Demokrasi Terpimpin, sampai sekarang belum ada. Hal ini disebabkan oleh usaha-usaha golongan anti-demokratis yang takut setengah mati pada suara rakyat. Mereka tahu benar bahwa rakyat sudah cukup mengenal mereka dan oleh karena itu tidak menyukai mereka. Inilah pula alasan pokok mengapa mereka ingin supaya sebagian besar anggota MPR, DPR, dan DPRD-DPRD tidak dipilih, (tawa), melainkan diangkat, dan sebagaimana biasa mereka bersembunyi di belakang Presiden Sukarno.
Ada lagi yang sangat vital sebagai syarat pemilihan umum yaitu adanya kebebasan atau hak-hak demokrasi yang luas yang selama ini sangat terbatas dengan masih berlakunya keadaan bahaya.
Rakyat mengharapkan realisasi daripada Resopim, di mana Presiden Sukarno mengatakan: “Tetapi bagaimanapun juga, dengan diperolehnya hasil-hasil yang baik dalam penyelesaian keamanan di beberapa daerah, maka keadaan perang yang pada tanggal 14 Maret 1957 dinyatakan untuk seluruh wilayah republik sewaktu menghadapi pemberontakan, tidak perlu lagi dipertahankan dalam keseluruhannya”. Sehingga cukuplah “keadaan perang” itu berlaku untuk daerah di mana masih terdapat sisa-sisa gerombolan yang jumlahnya besar, tetapi bagi daerah-daerah lainnya supaya dihapuskan sama sekali. Hanya dalam keadaan ada demokrasi, gagasan Demokrasi Terpimpin mungkin berjalan secara normal. Tanpa demokrasi, gagasan Demokrasi Terpimpin tidak bisa berjalan normal. Dalam usaha rakyat menuju kepada keadaan normal ini, rakyat Yogyakarta dengan dipelopori oleh partai-partai Nasakom telah menuntut agar keadaan bahaya di daerah itu dihapuskan. (Tepuk tangan). Tuntutan ini telah dibenarkan dan disambut baik oleh Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono. (Tepuk tangan riuh). Tuntutan demikian adalah juga tuntutan rakyat daerah-daerah lainnya walaupun karena sebab-sebab tertentu belum dapat dinyatakan seperti di Yogyakarta.
Kini perjuangan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman imperialis Belanda semakin memuncak. Trikomando Rakyat sudah diberikan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961, pasukan-pasukan sukarela sudah mulai dikirim ke daerah perbatasan, pertempuran bersenjata sudah terjadi dan korban sudah ada yang jatuh seperti dalam pertempuran kepulauan Aru. Tetapi modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan campuran masih aman saja mengisap rakyat, menguras kekayaan alam Indonesia dan melakukan sabotase-sabotase ekonomi serta penipuan-penipuan terhadap Pemerintah. PKI berpendapat bahwa sikap tegas haruslah juga berarti menghabiskan sama sekali sisa-sisa kekuasaan modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan campuran seperti BPM/SHELL, Unilever, dan lainnya dengan menyita modal-modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan campuran tersebut. Status perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil alih dan dinasionalisasi harus diubah menjadi disita. Dengan dinyatakannya penyitaan, maka berarti sudah tidak akan ada pembayaran lagi kepada pihak Belanda.
Syarat mutlak untuk suksesnya perjuangan pembebasan Irian Barat adalah terjaminnya demokrasi bagi rakyat. Orang-orang yang anti-Manipol tidak perlu diberi demokrasi, tetapi orang-orang yang memperjuangkan Manipol wajib diberi demokrasi. (Tepuk tangan riuh). Dengan adanya demokrasi bagi rakyat, dan tidak untuk musuh-musuh rakyat, maka akan dapat lebih diperkuat persatuan nasional anti-imperialis yang berporoskan Nasakom, dapat dimobilisasi segenap potensi nasional. Oleh karena itu seluruh bangsa harus mengibarkan tinggi-tinggi tiga panji ini, dan harus berjuang dengan tekad: satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul, artinya: siap untuk bertempur dan siap pula memperkuat garis belakang. (Tepuk tangan riuh).
Persatuan nasional kita yang makin hari bertambah kuat pada pokoknya mempunyai tiga bentuk:
Ketiga bentuk persatuan ini harus terus-menerus kita perkuat dengan titik berat memperkuat persekutuan buruh dan tani. (Tepuk tangan).
Pengalaman perjuangan revolusioner kita menunjukkan bahwa front nasional atau persatuan nasional hanya mungkin dikonsolidasi dengan jalan memobilisasi rakyat. Dan rakyat akan dapat dimobilisasi secara besar-besaran jika ada demokrasi. Oleh karena itulah, masalah politik dalam negeri kita yang maha penting sekarang ialah pengibaran Tripanji Bangsa, yaitu demokrasi, persatuan, dan mobilisasi untuk menuju pengubahan demokratis yang konsekuen di lapangan sistem politik dan di lapangan kebebasan politik bagi rakyat. Konkretnya, untuk menuju: terbentuknya Kabinet Gotong-Royong dan pencabutan keadaan bahaya, serta peninjauan kembali UUKB yang berlaku sekarang. (Tepuk tangan).
Mengenai perundingan dengan pihak Belanda hanya mungkin dibenarkan jika atas dasar penyerahan kekuasaan di Irian Barat kepada Republik Indonesia, tanpa memberikan hak-hak istimewa di bidang ekonomi kepada Belanda atau Amerika Serikat, yang dalam sengketa Indonesia-Belanda berusaha untuk menggantikan posisi ekonomi Belanda di Indonesia. Perundingan harus dilakukan secara bilateral antara Indonesia-Belanda tanpa pihak ketiga, terbuka dan selama berunding pelaksanaan Trikomando Rakyat harus berjalan terus.
Adalah satu kenyataan bahwa dalam perjuangan untuk memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia, Partai kita telah berhasil menarik perhatian dan sokongan Partai-partai Komunis dan Buruh dari 5 benua. Demikian pula organisasi-organisasi revolusioner rakyat kita telah berhasil menarik simpati dan sokongan organisasi-organisasi massa internasional yang progresif pada perjuangan pembebasan Irian Barat. Pada tempatnyalah Kongres kita ini menyampaikan salut setinggi-tingginya kepada Partai Komunis dan kaum buruh Nederland, kepada Partai Komunis dan kaum buruh Jepang, kepada Partai Komunis dan kaum buruh Australia serta Partai-partai Komunis dan kaum buruh negeri-negeri lain yang dengan tulus ikhlas dan militan menyatakan solidaritas serta bantuannya kepada rakyat Indonesia dalam perjuangan mengusir kolonialisme Belanda dari Irian Barat. (Tepuk tangan riuh dan lama). Khusus kepada kaum Komunis dan kaum buruh Nederland kita mengucapkan terima kasih berhubung dengan demonstrasi-demonstrasi yang diadakan di Nederland menentang pengiriman serdadu-serdadu Belanda ke Irian Barat. (Tepuk tangan). Khusus kepada Partai Komunis dan kaum buruh Jepang kita mengucapkan terima kasih berhubung dengan sikapnya yang memprotes datangnya kapal perang “Karel Doorman” ke Jepang dan menentang dipergunakannya lapangan terbang Haneda oleh KLM untuk mengangkut serdadu-serdadu ke Irian Barat. (Tepuk tangan). Khusus kepada Partai Komunis dan kaum buruh Australia kita mengucapkan terima kasih berhubung dengan sikapnya yang setegas-tegasnya menolak masuknya kapal perang Belanda “Karel Doorman” ke pelabuhan Freemantle. (Tepuk tangan riuh). Semua ini merupakan manifestasi persatuan perjuangan rakyat Indonesia dengan perjuangan rakyat negeri-negeri lain, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Presiden Sukarno dalam Sidang Dewan Setia Kawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika pada tanggal 10 April 1961 di Bandung: “bahwa imperialisme dapat dihancurkan oleh persatuan solidaritas internasional”. (Tepuk tangan riuh).
3. Berjuang Terus untuk Kemerdekaan Ekonomi
Konstatasi Kongres ke-6 bahwa krisis ekonomi masih mencengkeram Indonesia masih tetap berlaku dan kini bertambah serius. Kemunduran-kemunduran dalam hampir semua sektor ekonomi yang vital telah membawa akibat yang lebih buruk dalam penghidupan rakyat sehari-hari. Harga barang-barang sandang-pangan terus melonjak tinggi sehingga dibandingkan dengan waktu Kongres ke-6 kenaikan harga barang-barang konsumsi pada Januari tahun 1962 sudah naik dengan 248%. Hal ini dapat dibuktikan dari angka-angka indeks harga Biro Pusat Statistik seperti berikut:
(19 macam bahan makanan Jakarta)
Tahun 1953 = 100
Tahun 1959 = 311
Desember 1960 = 388
Desember 1961 = 760
Januari 1962 = 1083
Dengan kenaikan harga yang terus-menerus yang menyebabkan semakin meningkatnya ongkos hidup dan semakin merosotnya daya beli rakyat pekerja telah menimbulkan gerakan-gerakan massa untuk membela dirinya dari kesulitan-kesulitan yang makin tak teratasi.
Tuntutan-tuntutan kenaikan upah dan pelaksanaan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil telah mencapai sukses-sukses tertentu. Tetapi sekalipun telah didapat kemenangan-kemenangan dalam perjuangan untuk menaikkan penghasilannya, daya beli rakyat pekerja masih terus merosot.
Sektor produksi tidak bisa bekerja dengan kapasitas yang tinggi disebabkan oleh banyak faktor. Dilihat dari sudut persediaan bahan-bahan baku dan penolong untuk produksi dalam negeri kapasitas produksi yang sudah rendah itu dibandingkan dengan tahun 1959 merosot dengan 45% pada tahun 1960 dan dalam tahun 1961 gejala penurunan produksi semakin menjadi. Hal ini dapat dilihat dari persediaan bahan-bahan baku dan penolong yang semakin berkurang.
Angka statistik Pemerintah adalah sebagai berikut:
Impor barang baku/penolong
Tahun 1959 = 3,2 juta ton
Tahun 1960 = 1,7 juta ton
Tahun 1961 = 1,2 juta ton (sampai bulan Mei).
Dengan terkurashabisnya sebagian besar persediaan devisen tahun 1961 untuk impor barang yang tidak produktif, maka ditaksir impor barang-barang baku dan penolong untuk keperluan produksi tahun 1962 hanya paling tinggi 30% daripada kebutuhan mutlak bagi normalisasi produksi dalam negeri, apabila tidak diadakan perubahan dalam orientasi dan motif perdagangan luar negeri.
Ekspor barang-barang penting, di luar minyak bumi, dalam tahun 1961, berdasarkan angka-angka statistik Pemerintah, merosot dengan kurang lebih 20%. Akibat daripada kemerosotan ini mau tidak mau kemampuan mengimpor barang-barang yang vital untuk produksi dalam negeri dan mengisi kekurangan kebutuhan masyarakat akan barang-barang sandang pangan yang pokok, yang belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, makin berkurang. Kapasitas kerja perusahaan-perusahaan di dalam negeri rata-rata akan lebih kurang lagi dari 40%. Ini berarti banyak pengusaha nasional, terutama di bidang produksi, sudah atau akan gulung tikar dan bahaya pengangguran semakin besar dan meluas.
Tugas memelihara sektor-sektor ekonomi vital yang ada dan melaksanakan pembangunan nasional semesta berencana menghadapi kesukaran-kesukaran yang lebih besar lagi apabila tidak segera diadakan perubahan-perubahan penting dalam bidang ekonomi. Pada waktu sekarang kesimpulan Kongres ke-6 mengenai krisis ekonomi Indonesia masih tetap berlaku dan perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Kongres ke-6 menyatakan: “bahwa krisis ekonomi kita berpangkal kepada sifatnya yang kolonial, ekonomi yang masih sangat tergantung pada pasaran dunia ekonomi kapitalis”.
Perkembangan selama ini semenjak Kongres ke-6 dapat dikatakan bahwa akibat-akibat buruk krisis ekonomi kapitalis atas Indonesia bertambah luas. Ini disebabkan karena belum diadakan perombakan-perombakan yang fundamental di lapangan ekonomi menuju kemerdekaan ekonomi Indonesia karena masih terdapat orang-orang yang bertanggung jawab dalam tubuh pemerintahan yang belum bertindak sesuai dengan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 dengan Manipol. Selama tindakan-tindakan ekonomi hanya bersifat tindakan tambal-sulam seperti sekarang, misalnya hanya mengadakan tindakan-tindakan yang bersifat finansial-moneter saja, apalagi tindakan finansial-moneter yang tidak tepat, maka dengan sendirinya situasi ekonomi Indonesia akan tetap tidak terlepaskan dari cengkeraman krisis ekonomi yang serius. Tindakan-tindakan finansial-moneter yang bersifat tambal-sulam selama ini adalah tindakan-tindakan yang didasarkan hanya pada penglihatan persoalan ekonomi sekarang dari sudut pengisian kas negara saja dengan jalan yang paling mudah, yaitu menaikkan pajak-pajak langsung dan tidak-langsung, memerosotkan nilai tukar rupiah melalui devaluasi-devaluasi, menaikkan harga-harga resmi dan harga plafon pasar bebas, membikin peraturan-peraturan saja tetapi tidak diikuti dengan tindakan-tindakan positif yang konsekuen. Tindakan-tindakan ini membikin ekonomi Indonesia akan tetap tergantung pada negara-negara imperialis.
Anggaran Belanja negara masih lebih dari 60% secara langsung dan tidak langsung tergantung pada maju-mundurnya perdagangan luar negeri yang jatuh-bangun dengan kegoncangan pasar dunia kapitalis. Sekalipun belakangan ini sudah ada kemajuan-kemajuan dalam perdagangan dengan negeri-negeri sosialis, yaitu menjadi 10 sampai 13%, tetapi kesempatan yang terbuka dari negeri-negeri sosialis belum digunakan semaksimum-maksimumnya dan hanya digunakan apabila terpaksa karena sudah terlalu sulit berhubungan dengan negara-negara kapitalis. Alasan yang dipakai oleh pejabat-pejabat tertentu adalah “supaya tidak merusak pasaran yang tradisional”. (Tawa – suara dalam ruangan). Tradisi kolonial, inilah yang mau dilanjut-lanjutkan, padahal yang harus kita kembangkan ialah tradisi nasional yang baik. Pasaran tradisional sekarang pada hakikatnya adalah pasaran dunia kapitalis yang sudah lama rusak dan kini semakin rusak karena krisis-krisis ekonomi dan keuangan yang terus berlangsung. Bahkan Pemerintah sendiri, dalam keterangannya di depan DPRGR tanggal 5 Juli 1961 mengakui, bahwa turunnya terus-menerus harga barang-barang ekspor Indonesia di pasaran dunia, disamping naiknya harga barang-barang impor dan ongkos-ongkos pengangkutan juga naik terutama karena pengaruh dari perkembangan konjungtur Amerika Serikat dan Eropa Barat yang mengalami resesi ekonomi.
Jadi soal kemerdekaan ekonomi di bidang perdagangan luar negeri adalah soal ada atau tidak ada kesungguhan, soal sesuai atau tidak sesuainya perbuatan dengan Manipol, dengan politik bebas dan aktif Pemerintah. Mempertahankan sifat berat sebelahnya perdagangan luar negeri, yaitu pada pasaran negeri-negeri kapitalis, adalah membiarkan ekonomi Indonesia terus berada dalam jaring kaum kapitalis monopoli dunia yang sangat merugikan Indonesia. Tiap patriot Indonesia yang ingin adanya kemerdekaan ekonomi bagi negerinya harus berjuang melawan keberatsebelahan dalam perdagangan luar negeri.
Juga dalam lalu lintas pembayaran internasional serta sistem keuangan sebenarnya Indonesia masih berada dalam kontrol kaum kapitalis monopoli dunia terutama Amerika Serikat. Seperti diketahui Indonesia sebagai kelangsungan dari keanggotaan Belanda pada IMF berdasarkan perjanjian KMB harus melaksanakan sistem keuangan berdasarkan sistem Brettonwoods. Brettonwoods adalah nama satu tempat di Amerika Serikat di mana dalam bulan Mei tahun 1944 diadakan konferensi antara negara sekutu dalam perang dunia kedua, dan dibentuk Dana Moneter Internasional (International Monetary Funds, IMF) serta Bank Dunia (IBRD – International Bank of Reconstruction and Development). Bank Dunia sebagai badan pembiayaan disamping IMF menjalankan satu politik tertentu. Yang paling pokok dari politik Bank Dunia adalah supaya negara-negara yang ekonominya terbelakang suka membangun proyek-proyek yang menjamin fasilitas-fasilitas untuk melancarkan penanaman modal partikelir terutama partikelir asing.
Maka dari itu tidaklah mengherankan jika Bank Dunia pernah menolak permintaan Indonesia akan pinjaman, dan Presiden Direkturnya menghina salah seorang pejabat tinggi Republik Indonesia seperti yang terjadi belum lama berselang. Hal demikian ini terjadi bukan hanya karena dalam persoalan Irian Barat mereka memihak Belanda, tetapi memang karena politik umum kaum kapitalis monopoli Amerika Serikat yang menguasai Bank Dunia itu. Sikap Indonesia yang sewajarnya dan setimpal adalah memprotes perlakuan yang bersifat penghinaan oleh Presiden Direktur dan menyatakan keluar dari Bank Dunia. Politik Bank Dunia juga mendorong penanaman modal asing adalah bertentangan dengan Haluan Negara Indonesia, yaitu Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanaannya, yang bersandar kepada kekuatan ekonomi sektor negara. Karena Bank Dunia adalah satu rangkaian dengan politik IMF sesuai dengan semangat Konferensi Brettonwoods, maka keanggotaan Indonesia dalam IMF perlu diakhiri.
Kontradiksi di bidang ekonomi dan keuangan antara Indonesia dengan kaum imperialis makin lama makin luas dan terbuka. Tetapi juga kontradiksi antara rakyat dengan sisa-sisa feodalisme dalam hubungan agraria semakin nyata dan mendorong maju gerakan tani. Sekalipun baru merupakan perubahan tanah (landreform) yang terbatas dan belum perubahan tanah seperti yang dituntut oleh PKI dalam Program Umum di lapangan agraria, tetapi dalam batas-batas tertentu ia menggerowoti kekuasaan tuan tanah dan bisa menguntungkan kaum tani.
Tetapi seperti apa yang telah disinyalir oleh Konferensi Nasional Tani PKI yang ke-2 dalam bulan Juli tahun 1961, maka berkembangnya gerakan tani mulai secara merata semakin menarik perhatian semua kelas dan golongan terhadap masalah tani, masing-masing dengan mengajukan programnya sendiri untuk kaum tani. Beberapa tahun yang lalu yang berbicara tentang landreform hanya kaum Komunis, tetapi sekarang boleh dibilang semua berbicara tentang landreform. Hal ini adalah baik. Program-program yang beraneka-warna ini bisa membuka mata kaum tani dalam menetapkan siapa lawan yang harus dijadikan sasaran aksi-aksinya dan siapa kawan yang harus ditarik ke pihaknya. Oleh karena itu bagi setiap kader PKI tugas untuk bekerja secara lebih keras dan lebih teratur lagi di kalangan kaum tani haruslah juga berarti secara terus-menerus menjelaskan apa sebabnya PKI dapat menyokong landreform yang terbatas dan bersamaan dengan itu menjelaskan Program Umum PKI di lapangan agraria kepada massa kaum tani. Kalau dua hal ini tidak dijelaskan, maka kaum tani tidak bisa mengerti sikap PKI.
Seperti halnya dengan pelaksanaan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil, maka juga Undang-Undang Pokok Agraria dalam pelaksanaannya tidak akan lancar dan akan timbul penyelewengan-penyelewengan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang itu sendiri dan merugikan kaum tani. Hanya gerakan massa kaum tani yang besar dan militan dapat mencegah dan memberantas penyelewengan-penyelewengan ini.
Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan landreform sekarang adalah pembagian tanah kepada buruh tani dan tani miskin dengan cara-cara yang mudah dan tidak memberatkan. Mengingat keadaan keuangan negara, pembayaran-pembayaran oleh Pemerintah kepada tuan tanah tidak seharusnya dilakukan sekaligus dan supaya dijadikan pinjaman negara dengan mengharuskan tuan-tuan tanah membeli obligasi pemerintah. Dengan begitu angsuran yang didapat dari kaum tani dapat digunakan oleh Pemerintah untuk dana pembiayaan pembangunan guna mempertinggi produktivitas kaum tani. Meningkatnya produktivitas kaum tani langsung membantu usaha memenuhi sendiri (self-supporting) kebutuhan sandang pangan.
Usaha memenuhi sendiri akan sandang-pangan terutama beras, tidaklah mungkin hanya dengan main komando dalam produksi dan distribusi. Main komando, yang dalam prakteknya main paksa, telah menimbulkan penyelewengan-penyelewengan seperti yang kita jumpai dalam praktek-praktek Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) selama ini sehingga tidak melancarkan usaha memenuhi sendiri akan beras. Padi sentra dan badan-badan lain yang berurusan dengan kaum tani mengenai beras seperti Pamongpraja, Badan-badan Pembelian Padi atau pun KOGM untuk swasembada beras, Bank Koperasi Tani dan Nelayan, Dewan Bahan Makanan dan sebagainya, semuanya bukan jalan untuk mempertinggi produksi beras. Kunci untuk mempertinggi produksi beras adalah membangkitkan kegairahan dan daya cipta kaum tani sebagai tenaga produktif. Yang menanam padi ialah kaum tani, tapi sering kaum tani tidak digubris. Kaum tani mempunyai persoalan yang harus diselesaikan untuk dapat mengembangkan daya produksinya. Mereka menghadapi berbagai macam rintangan dengan masih berlakunya pengisapan feodal dan sifat main paksa dari sementara penguasa setempat dalam soal pembelian padi dan penanaman bahan makanan sehingga kaum tani tidak mempunyai kebebasan untuk bercocok tanam sesuai dengan kebutuhannya dan untuk menguasai hasil tanamannya. Jadi kuncinya ialah: bebaskan kaum tani dari sisa-sisa pengisapan feodal, bagikan tanah tuan tanah kepada buruh tani dan tani miskin, dan dalam hubungan untuk meningkatkan produksi pertanian ajak mereka berunding dalam kedudukan sebagai tuan rumah negeri ini. (Tepuk tangan riuh). Hal ini saya tekankan, karena ada orang yang tidak mau berunding tapi mau memaksa kaum tani. Orang yang demikian bisa digampar oleh kaum tani. (Tepuk tangan).
Jelaslah bahwa masih banyak gejala ekonomi yang menunjukkan bahwa ekonomi kolonial dan sisa-sisa feodalisme masih bercokol dan masih mengalami hambatan-hambatan yang serius dalam proses perombakannya.
Tugas untuk memerdekakan ekonomi Indonesia sekarang adalah tugas pokok yang penting. Dasar-dasar untuk memerdekakan ekonomi Indonesia sebenarnya sudah ada apabila negara betul-betul memegang peranan yang sesuai dengan tuntutan rakyat sekarang, sesuai dengan Ketetapan-Ketetapan MPRS.
Dasar-dasar untuk merombak ekonomi kolonial dan untuk memberikan posisi komando kepada ekonomi sektor negara sebenarnya sudah kuat dengan dinasionalisasinya sebagian terbesar perusahaan-perusahaan milik kaum kolonialis Belanda. Ekonomi sektor negara di Indonesia sebenarnya pada waktu sekarang dapat memegang peranan progresif dalam perjuangan menuju kemerdekaan ekonomi negeri. Tetapi ekonomi sektor negara bisa juga tidak mempunyai peranan yang progresif, malahan bisa reaksioner dalam praktek apabila tidak bersih dari kaum kapitalis birokrat atau kaum pencoleng dalam perusahaan-perusahaan negara dan alat-alat kekuasaan negara.
Kaum kapitalis birokrat akan tetap mempunyai sumber hidup dalam ekonomi sektor negara selama politik ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah masih tetap seperti yang diwariskan oleh imperialis asing. Kelanjutan daripada nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda bukan sekedar menetapkan status, tetapi harus diadakan retuling dalam personalia dan dengan mengadakan orientasi baru dalam management (pengurusan) yang dijiwai oleh Manipol, Jarek, dan Resopim dan dengan memberantas birokrasi, pemborosan, dan korupsi tanpa pandang bulu.
Harus ada management atau pengurusan yang baik. Pimpinan perusahaan harus terdiri dari orang-orang yang patriotik, cakap, demokratis, dan bercita-cita Sosialisme.
Sesudah perusahaan-perusahaan Belanda diambil alih praktis sebagian besar sektor ekonomi yang vital berada dalam kekuasaan negara seperti di bidang pengangkutan darat, laut, dan udara, sektor produksi perkebunan dan pertanian, sektor perindustrian yang agak besar dan pertambangan, sektor perdagangan dalam dan luar negeri yang merupakan perdagangan besar. Tetapi mengapa dasar-dasar yang begitu baik untuk mengendalikan seluruh kehidupan ekonomi negeri tidak berhasil mengatasi kemacetan sekarang? Sebabnya ialah karena kekurangan-kekurangan dalam pengurusan, karena kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya tidak diikutsertakan dalam kontrol, dan perbuatan-perbuatan kaum kapitalis birokrat yang mencoleng dan menyebarkan Serikat Buruh-phobi, Komunisto-phobi, Nasakom-phobi, dan sebagainya. Ternyata selama ini bahwa birokrasi memang satu dan tak terpisahkan dengan kaum kapitalis birokrat yang lebih banyak menggerowoti daripada mengurus kekayaan negara, yang lebih mementingkan perusahaan-perusahaan bayangan miliknya sendiri, keluarganya, konconya, atau komplotannya. Bukan saja perusahaan-perusahaan negara yang dirugikan dengan komplotan kaum kapitalis birokrat tetapi juga pihak pengusaha-pengusaha nasional dirintangi perkembangannya.
Tepat sekali apa yang dinyatakan oleh Presiden Sukarno dalam Resopim seperti berikut:
“Maka saya ulangi lagi, – selesaikan segala persoalan atas dasar Konsep Sosial ke Arah Sosialisme, Konsep Sosial yang bewust sadar menuju kepada Masyarakat Sosialisme!
“Pertama: Ikutsertakan seluruh pekerja dalam memikul tanggung jawab dalam produksi dan alat-alat produksi. Jangan ndoro-ndoroan! Pengikutsertaan itu akan melancarkan dan memperbesar hasil produksi. Landreform dan bagi-hasil, harus betul-betul dijalankan. Landreform dan bagi-hasil itu juga akan melancarkan dan memperbesar hasil produksi!
“Ingat, produksi, ekonomi, adalah perutnya Negara. Maka itu adalah jamak-lumrahlah kalau kaum reaksioner mengonsentrasikan sabotase-sabotasenya kepada perut negara ini. Kecuali itu, orang-orang baru yang ditugaskan, sering kurang becus, atau tak mengerti apa-apa tentang Konsepsi, atau ada juga yang menderita penyakit ‘tiga si’, – yaitu ‘cari promosi, birokrasi, korupsi’………. Saudara berkata: ‘Pak, kenapa orang-orang begitu kok dipakai Pak?’ Ya, benar, orang-orang yang begitu, sebenarnya lebih baik minggir saja, atau lebih tegas, orang-orang yang begitu itu lebih baik dipinggirkan saja! (Tepuk tangan).
“Kedua: Adakanlah terus-menerus – frappez, frappez toujours – retooling mental dan retooling organisasi, sesuai dengan Manipol/USDEK.
“Ketiga: Resapkan dasar RIL atau Resopim sampai ke pelosok-pelosok, sampai ke desa-desa, sampai ke gunung-gunung. Sosialisme harus menjadi darah daging seluruh rakyat Indonesia. Manipol/USDEK harus menjadi saraf dan sumsum semua warga Indonesia, si pemimpin atau si pegawai, si pemuda atau si tua, si buruh atau si tani, si orang biasa atau si J.M. Menteri, si orang preman atau si militer. Ya, juga si militer! Negara dan rakyat sudah menerima Manipol dengan Ketetapan MPRS-nya, maka semua warga sekarang harus dipimpin oleh Manipol. Rakyat sudah dipimpin oleh Manipol, militer juga sekarang harus dipimpin oleh Manipol. Bukan militer atau bedil yang memimpin Manipol, tetapi Manipol yang memimpin militer atau bedil!” (Tepuk tangan).
Sosialisme dan Manipol harus menjadi darah daging seluruh rakyat. Untuk memenuhi harapan Bung Karno ini harus ada demokrasi agar dapat memberi penjelasan-penjelasan kepada rakyat. (Tepuk tangan).
Sinyalemen Presiden Sukarno dalam Resopim tersebut di atas adalah bukti yang terang bahwa masih banyak rintangan dalam mewujudkan Manipol dalam praktik. Sekalipun sudah ada dasar-dasar untuk mengembangkan ekonomi sektor negara menuju ke kemerdekaan ekonomi negeri, tetapi kaum kapitalis birokrat merupakan gangguan besar dalam mengubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional dan dalam melancarkan program sandang-pangan. Ekonomi sektor negara yang harus memegang posisi komando dalam seluruh ekonomi negeri bisa menjadi rusak binasa karena kekuasaan kaum kapitalis birokrat.
Berdasarkan pengalaman beberapa tahun ini dapat disimpulkan, bahwa kaum kapitalis birokrat, ialah mereka yang menjadi kapitalis dengan menggunakan kedudukannya dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara atau hubungannya dengan pembesar-pembesar dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara. Mereka menggunakan birokrasi, dan sekarang terutama menggunakan keadaan bahaya sebagai perisai untuk mendapatkan dan memperkuat posisinya sebagai kapitalis. Sama dengan kaum komprador (agen-agen modal monopoli asing), mereka adalah anti-demokrasi, anti-organisasi rakyat, anti-persatuan nasional (anti-Nasakom, anti-Gotong-Royong, anti-Komunis), berusaha mempererat hubungan ekonomi, politik dan militer dengan negeri-negeri imperialis serta bekerja sama dengan kaum tuan tanah untuk menindas kaum tani.
Dalam situasi di mana mereka tidak berdaya menentang prinsip-prinsip memperkuat ekonomi sektor negara, kaum kapitalis birokrat secara licik tidak menentangnya, malahan mereka dengan menggunakan kedudukannya dalam pemerintahan secara royal mengeluarkan uang buat membangun perusahaan-perusahaan negara dengan tujuan untuk dibangkrutkan di kemudian hari dan dengan alasan “tidak untung” menswastakannya serta memberikannya kepada konco-konconya yang sudah direncanakan lebih dulu. Oleh karena itulah kita harus menentang keras penswastaan perusahaan-perusahaan negara, karena jika ini menjadi kebiasaan berarti membuka pintu lebar bagi kaum kapitalis birokrat dan kaum subversif untuk melumpuhkan ekonomi negara. Kalau perusahaan negara tidak jalan, bukanlah harus diswastakan, tetapi orang-orangnya yang mengurusnya harus dimintai tanggung jawab dan diritul. (Tepuk tangan).
Dalam keadaan sekarang terdapat pula kaum kapitalis birokrat yang sedang tumbuh yang masih belum kelihatan memiliki secara lengkap semua ciri pokok tersebut di atas.
4. Demokrasikan Pelaksanaan Plan 8 Tahun!
Sesuai dengan kesimpulan Sidang Pleno ke-2 CC pada akhir Desember 1960, maka Partai mengambil sikap mendukung Ketetapan-Ketetapan MPRS dan menyerukan supaya Ketetapan-Ketetapan MPRS menjadi program persatuan seluruh rakyat dan harus disukseskan melalui aksi-aksi massa.
Semua putusan yang baik dari lembaga-lembaga negara dan perundang-undangan yang menguntungkan rakyat harus segera disambut oleh rakyat dan dituntut pelaksanaannya, jadi tidak boleh tinggal di atas kertas saja. Aksi-aksi massa adalah cara yang ditunjukkan oleh Haluan Negara seperti yang dinyatakan oleh Presiden Sukarno dalam Manipol seperti berikut:
“Ya, mau tak mau kita harus ikut serta! Dan ikut serta massal! Dalam abad XX ini, dengan ia punya teknik perhubungan yang tinggi, tiap revolusi adalah revolusi Rakyat, revolusi Massa, bukan sebagai di abad-abad yang lalu, yang revolusi-revolusinya adalah sering sekali revolusinya segundukan manusia atasan saja, – ‘the revolution of the ruling few’. Dalam Risalah ‘Mencapai Indonesia Merdeka’ hampir tiga puluh tahun yang lalu, saya sudah berkata: “Tidak ada satu perubahan besar di dalam riwayat dunia yang akhir-akhir ini, yang lahirnya tidak karena massa-actie. Massa-actie adalah senantiasa menjadi pengantar pada saat masyarakat tua melangkah ke dalam masyarakat yang baru. Massa-actie adalah senantiasa menjadi paraji (bidan) pada saat masyarakat tua yang hamil itu melahirkan masyarakat yang baru’.” Jadi, kelirulah orang yang tidak menyetujui adanya massa-aksi.
Ketetapan MPRS No. I dan II serta lampirannya menampung banyak tuntutan rakyat di bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang kini diperjuangkan oleh massa rakyat melalui aksi-aksi massa revolusioner. Jadi, aksi-aksi massa sekarang tidak lain ialah untuk pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara (Manipol) dan Garis-Garis Besar Pola Pembangunan, dalam rangka memperkuat usaha penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945.
Aksi-aksi massa kaum buruh, kaum tani, golongan wanita, pemuda dan pelajar pada waktu-waktu belakangan ini adalah aksi-aksi massa yang lebih banyak bersifat membela diri terhadap teror kenaikan harga dan tarif, melawan pemecatan dan penurunan upah riil, mempertahankan hak hidup kaum tani di atas sebidang tanah yang menghadapi ancaman pentraktoran kaum reaksi, dan lain-lain. Aksi-aksi ini bukan hanya tidak bertentangan, tetapi sejalan dengan perjuangan politik dan militer guna pembebasan Irian Barat. Aksi-aksi tersebut adalah wajar dilihat dari sudut kepentingan rakyat pekerja sendiri dan dilihat dari kepentingan nasional, untuk menciptakan dan memelihara antusiasme rakyat pekerja. Aksi-aksi dapat dicegah jika pihak Pemerintah berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan adil rakyat pekerja sebelum aksi-aksi terjadi. Dengan adanya tekanan-tekanan ekonomis dan gangguan-gangguan kaum reaksi yang melukai hati rakyat tidaklah mungkin menciptakan dan memelihara antusiasme rakyat pekerja dalam semua urusan nasional.
Kini sudah satu tahun lewat Plan 8 Tahun dimulai. Kecenderungan ekonomi dan keuangan negara masih terus merosot. Tanpa berusaha keras mengadakan koreksi terhadap semua sebab kemacetan tidak akan teratasi krisis ekonomi sekarang dan Plan 8 Tahun akan gagal. Kini terletak kepada semua kekuatan progresif untuk menggagalkan rencana kaum reaksi yang berusaha menyabot pelaksanaan Plan 8 Tahun.
Apa sebabnya kaum reaksi berkepentingan untuk menggagalkan Plan 8 Tahun? Pertama, karena Plan 8 Tahun adalah program bersama persatuan nasional yang berporoskan Nasakom berlandaskan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal. Kedua, karena suksesnya Plan 8 Tahun akan berarti tercapainya swasembada sandang pangan dan dimulainya pembangunan industri. Ini berarti sangat berkurangnya ketergantungan ekonomi Indonesia pada negara-negara imperialis, berarti diperlemahnya imperialisme, sandaran hidup kaum borjuis komprador.
Sikap partai terhadap Plan 8 Tahun adalah tegas: menyokong karena ia merupakan program bersama dari seluruh bangsa untuk mengonsolidasi seluruh kekuatan progresif guna memperbaiki syarat-syarat materiil bagi rakyat pekerja dan menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945. Sekalipun sikap Partai adalah positif terhadap Ketetapan-Ketetapan MPRS, tetapi kita tidak boleh menutup mata terhadap kelemahan-kelemahan, penyelewengan-penyelewengan, dan rintangan-rintangan dalam pelaksanaannya.
Halangan yang pokok menurut pengalaman selama ini ialah elemen-elemen reaksioner, terutama kaum kapitalis birokrat, yang masih terdapat dalam aparatur negara. Kalau kita pakai istilah Presiden Sukarno, ialah terutama sekali karena masih adanya pejabat-pejabat tertentu baik sipil maupun militer yang masih suka mencoleng, yang belum mengabdi kepada Amanat Penderitaan Rakyat.
Salah satu kelemahan Plan 8 Tahun kita sekarang ialah karena Plan itu tidak disusun berdasarkan plan-plan konkret dari bawah menurut kemampuan alat, tenaga, dan modal yang tersedia. Oleh karena itu sangat memerlukan perincian tahunan berdasarkan prioritas-prioritas tertentu dan pengorganisasian pelaksanaan. Sifat berencana daripada pembangunan sekarang belum dimiliki sampai ke kesatuan-kesatuan (unit-unit) yang paling bawah, baik yang berupa perusahaan maupun yang berupa daerah. Masih sangat banyak orang yang bertanggung jawab yang belum bekerja dengan berpedoman pada Plan 8 Tahun. Malahan ada yang mengatakan Ketetapan MPRS No. 11, padahal semestinya No. II. (Tawa).
Problem besar lainnya yang belum dipecahkan dalam soal pembangunan sekarang ialah masalah koordinasi yang efektif antara berbagai sektor sehingga nampak sangat kesimpangsiuran dalam soal pembagian wewenang badan-badan Pemerintahan. Hal ini ditambah lagi dengan berlakunya wewenang militer dalam keadaan bahaya yang secara mendalam masuk ke sektor-sektor ekonomi.
Pengawasan mestinya ditempuh dengan sistem yang menjamin demokrasi dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Amanat Pembangunan Presiden. Pendemokrasian dalam pelaksanaan pembangunan belum dijalankan sehingga pengawasan yang intensif dari bawah, yaitu dari massa, dan dari atas, yaitu dari badan-badan pemerintahan yang berwenang belum terjamin. Tanpa pendemokrasian pelaksanaan Plan 8 Tahun akan terus terbuka kesempatan yang luas bagi kaum kapitalis birokrat untuk melakukan berbagai manipulasi yang sangat merugikan negara dan rakyat.
Syarat penting lagi untuk berhasilnya pembangunan nasional adalah antusiasme rakyat pekerja terhadap pembangunan dengan memenuhi syarat materiil yang diperlukan. Sekarang rakyat pekerja harus berjuang mati-matian untuk dapat membeli beras, gula dan bahan-bahan keperluan hidup sehari-hari lainnya. Mau tidak mau kaum buruh dan kaum tani harus lebih banyak memikirkan kesulitan-kesulitan rumah tangga daripada memikirkan dan mencurahkan perhatiannya pada pembangunan.
Mempertinggi produksi beras di dalam negeri dalam rangka merealisasi rencana memenuhi swasembada akan kebutuhan beras, sesuai dengan Ketetapan MPRS, hanya dapat dicapai dengan banyak berorientasi kepada kaum tani dan menyediakan syarat-syarat materiil untuk menjamin meningkatnya daya produksi kaum tani. Dalam keadaan ekonomi dan kekurangan yang sudah sulit seperti sekarang adalah keliru jika menganggap bahwa jalan keluar dari krisis beras ialah menaikkan harga barang-barang sandang pangan, apalagi menaikkan harga-harga resmi Pemerintah atau menaikkan pajak langsung dan tidak langsung. Perbuatan ini sama bodohnya dengan perbuatan “memotong ayam bertelur emas”: sumber emasnya hilang dan yang didapat hanya daging ayam yang tidak seberapa. (Tepuk tangan dan tawa). Soalnya ialah, bagaimana membuat kaum tani bertenaga banyak agar produksinya besar.
Praktik-praktik yang memusuhi kaum tani dan memusuhi organisasinya, dan terus-menerus memperberat beban kaum tani tidak hanya akan menggagalkan swasembada beras, tetapi juga menggagalkan seluruh Plan 8 Tahun. Ini sesungguhnya, karena kita berpendirian bahwa Plan 8 Tahun hanya bisa sukses jika rakyat giat melaksanakannya. Kaum tani yang dimusuhi dan bebannya terus-menerus diperberat, sedangkan tuan tanah dan kaum kapitalis birokrat hidup senang dengan ongkang-ongkang, tidaklah mungkin aktif melaksanakan Plan 8 Tahun. Ini berarti tidak aktifnya bagian yang sangat terbesar daripada rakyat.
Bukan saja kaum tani, tetapi bertentangan dengan Haluan Negara juga kaum buruh di perusahaan-perusahaan dimusuhi dengan jalan memusuhi dan berusaha melikuidasi serikat-serikat buruh yang representatif yang dibentuk oleh kaum buruh sendiri. Perjuangan kaum buruh yang adil melalui kegiatan-kegiatan serikat buruh untuk mempertahankan hak-hak hidupnya dengan mempertahankan upah dan jaminan sosial yang telah diperolehnya, atau dengan menuntut kenaikan upah, melawan pemecatan-pemecatan dan membela kemerdekaan serikat buruh, ditindas dengan kekerasan dengan menahan aktivis-aktivis serikat buruh.
Perundingan-perundingan yang ditawarkan oleh serikat buruh dan serikat tani ditolak oleh kaum kapitalis birokrat atau kaki tangannya. Kaum reaksi dengan cepat menuduh bahwa kaum buruh dan kaum tani mengganggu program sandang pangan tanpa sedikit pun mengemukakan sikap membandel dan kepala batu majikan-majikan dan tuan tanah terhadap tawaran berunding kaum buruh dan kaum tani. Mereka menutup mata terhadap penderitaan yang dialami oleh kaum buruh dan kaum tani karena tekanan-tekanan ekonomi yang semakin berat.
Banyak korban telah jatuh dalam perjuangan kaum tani untuk meringankan beban penghidupan atau mempertahankan sejengkal tanah garapan yang didapat sebagai hasil revolusi. Demikian pula dalam perjuangan kaum buruh melawan teror kenaikan harga, mempertahankan supaya upah riil tidak terus merosot dan memperjuangkan jaminan-jaminan sosial yang agak wajar. Para ibu dan gadis-gadis ambil bagian aktif dalam perjuangan-perjuangan kaum buruh dan kaum tani ini. Para pemuda dan pelajar juga tidak ketinggalan. Di antara mereka yang jatuh menjadi korban tidak hanya terbatas menjadi penghuni penjara, tetapi juga ada yang mati. Dalam rangka perjuangan melawan pajak-pajak feodal, seorang tokoh PKI di Nusa Tenggara Timur, Kawan Isak Tufu telah menghembuskan nafasnya yang penghabisan pada tanggal 15 September 1961. Tapi, berkat perjuangannya pajak feodal sudah dihapuskan. (Tepuk tangan lama). Kepada mereka yang gagah berani ini, terutama kepada mereka yang mati dalam perjuangan adil ini, Kongres Nasional ke-7 PKI menyampaikan salutnya yang setinggi-tingginya dan menganggap mereka sebagai teladan bagi orang-orang revolusioner sejati. (Tepuk tangan).
Kawan-kawan yang tercinta!
Masalah kepadatan penduduk, yang juga kini sering dijadikan alasan daripada kemelaratan, tidak dapat dipecahkan hanya dengan jalan transmigrasi cara lama. Supaya transmigrasi tidak bersifat memindahkan kemiskinan dari daerah padat ke daerah kurang padat, haruslah dikombinasi dengan pembangunan industri, pembukaan proyek-proyek pertanian, perikanan, dan peternakan, proyek-proyek pertambangan dengan menjamin hak milik tanah sesuai dengan PPPA, dengan melaksanakan UU Perjanjian Bagi-Hasil dan peraturan-peraturan lain yang menguntungkan kaum tani penggarap, terutama buruh tani dan tani miskin. Untuk dapat mengombinasikan usaha transmigrasi dengan kegiatan pembangunan ekonomi harus ada syarat-syarat penempatan proyek-proyek di daerah-daerah dengan memperhitungkan urgensi proyek, keadaan alam, perhubungan dan penyediaan tenaga kerja.
Menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi sekarang, terutama sekali kesulitan-kesulitan pangan yang semakin memuncak, Partai kita telah melancarkan Gerakan 1001, yaitu gerakan yang dengan seribu satu macam jalan berusaha untuk meningkatkan produksi pangan guna meringankan penderitaan rakyat sekarang. dengan gerakan ini Partai kita disamping menjalankan aksi-aksi memperjuangkan tuntutan-tuntutan yang mendesak, juga mendorong anggota-anggota dan rakyat untuk berbuat sesuatu, mengerjakan sesuatu yang masuk akal dan praktis guna meringankan beban dan penderitaan yang menimpa dirinya.
Salah satu masalah penting lagi dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun sekarang ialah masalah pembiayaan. Manipol menandaskan perlunya mengerahkan semua tenaga dan dana (funds and forces) untuk mengatasi kesulitan pembiayaan sekarang. Pengerahan tenaga dan dana ini haruslah dicapai dengan menempuh jalan revolusioner yaitu bersandar kepada perkembangan ekonomi sektor negara yang ada, mengembangkan produktivitas tenaga kerja yang tidak memberatkan rakyat pekerja, yaitu dengan melalui perbaikan nasib dan perbaikan alat-alat produksi, pengelolaan kekayaan alam kita tanpa penanaman modal asing dalam bentuk apa pun, memobilisasi modal kapitalis-kapitalis nasional dan modal domestik, yaitu modal asing yang sudah menetap dan tidak mempunyai hak transfer keuntungan. Semua modal monopoli asing yang ketinggalan, terutama sekali di lapangan minyak bumi, perkebunan dan industri, harus digerowoti terus sehingga habis riwayatnya di Indonesia. (Tepuk tangan).
Jadi jelaslah bahwa tanpa meringankan beban penghidupan rakyat yang terus bertambah berat sekarang, tanpa tindakan-tindakan tegas terhadap kaum kapitalis birokrat atau pencoleng, tanpa koordinasi yang efektif dan kontrol masyarakat (social control) serta tanpa melawan imperialisme di bidang ekonomi, tidaklah mungkin tercapai maksud untuk membangkitkan antusiasme rakyat, tidaklah mungkin memperoleh dukungan masyarakat (social support) terhadap Plan 8 Tahun.
Pada hakikatnya sumber kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun terletak pada kekuasaan politik di pusat sampai ke daerah-daerah. Retuling di bidang politik dan ekonomi, pendemokrasian dalam pelaksanaan pembangunan dengan membentuk Dewan-dewan Perusahaan, Dewan-dewan Produksi Pertanian, Dewan-dewan Pengawas Distribusi dan Dewan-dewan Pembangunan Daerah dengan mengikutsertakan wakil-wakil organisasi-organisasi rakyat, stabilisasi ekonomi dengan mencegah kemunduran-kemunduran produksi dan kenaikan-kenaikan harga serta memperbaiki daya beli rakyat adalah syarat-syarat pokok untuk dapat menyukseskan pelaksanaan Plan 8 Tahun. Segala perintang pembangunan, termasuk penyalahgunaan-penyalahgunaan kekuasaan karena berlakunya keadaan bahaya, harus sungguh-sungguh dicegah. Malahan, untuk menciptakan iklim pembangunan yang sebenarnya, yang bebas dari paksaan dan pengekangan, yang paling urgen ialah pemulihan keamanan dan pencabutan berlakunya keadaan bahaya. (Tepuk tangan). Tanpa melakukan semuanya ini tak akan diperoleh kunci penyelesaian bagi segala kesulitan yang kita hadapi sekarang di bidang ekonomi, sosial dan politik. Pelaksanaan daripada semuanya ini sekaligus merupakan perkuatan home-front (garis belakang) dalam rangka pembebasan Irian Barat dan perjuangan melawan imperialisme pada umumnya.
1. Imperialisme Makin Sekarat
Kawan-kawan yang tercinta!
Setiap kali kita meninjau situasi internasional secara menyeluruh maka nampak dengan jelas bahwa proses keruntuhan mencengkeram seluruh tubuh kapitalisme, baik sistem ekonomi maupun sistem kenegaraannya, baik politik maupun ideologinya. Perkembangan sejarah manusia, isi, arah dan sifat pokoknya ditentukan oleh Sosialisme, oleh kekuatan-kekuatan yang melawan imperialisme dan bertujuan membangun dunia baru yang merdeka, dunia baru yang bebas dari pengisapan atas manusia oleh manusia. Proses perkembangan zaman demikian ini berlangsung dalam tempo yang tinggi dan pesat. Semua ini menunjukkan bahwa imperialisme makin sekarat dan perjuangan melawan imperialisme makin tajam dan sengit.
Tugas politik yang pokok dewasa ini ialah mengalahkan perlawanan-perlawanan imperialisme dalam proses keruntuhannya terhadap perkembangan dan kemajuan Sosialisme. Perlawanan-perlawanan ini datang terutama sekali dari imperialisme Amerika Serikat, negara imperialis yang paling kuat tetapi juga yang mempunyai paling banyak musuh di dunia. (Tepuk tangan). Dalam perjuangan mengalahkan imperialisme inilah, Sosialisme yang sudah menjadi sistem dunia dewasa ini akan dapat berkembang cepat. Demikian pula perjuangan untuk kemerdekaan nasional penuh bagi bangsa-bangsa, keamanan dan perdamaian dunia.
Politik kolonial dan politik perang adalah manifestasi utama daripada imperialisme, politik yang dianut oleh kekuatan-kekuatan kolot yang bercokol (“the old established forces”) yang sedang runtuh dan yang sia-sia menentang perkembangan zaman.
Politik anti-kolonial dan politik persahabatan serta perdamaian adalah manifestasi utama dari negara-negara sosialis dan negara-negara non-blok yang anti-imperialis beserta massa rakyat demokratis dan cinta damai di semua negeri di dunia. Politik ini adalah politik yang dianut oleh kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (“the new emerging forces”) yang bangkit dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kegagalan imperialis untuk mencegah hancurnya kolonialisme serta untuk menghalang-halangi makin meluasnya Sosialisme ke seluruh dunia dan membendung gerakan kemerdekaan yang makin menggelora, lebih meyakinkan rakyat-rakyat akan kebenaran hukum sejarah bahwa pembebasan bangsa-bangsa dan kemenangan Sosialisme tidak dapat dielakkan.
Pernyataan Wakil-wakil 81 Partai Komunis dan Partai Buruh di Moskow pada bulan November 1960, yang merupakan dokumen bersejarah yang penting sekali bagi gerakan Komunis sedunia, telah menegaskan bahwa: “Saatnya telah tiba bahwa negara-negara Sosialis dengan membentuk sistem dunia telah menjadi kekuatan internasional yang melakukan pengaruh yang perkasa atas perkembangan dunia”. Kejadian-kejadian dan situasi internasional dewasa ini jelas membuktikan bahwa tidak ada masalah internasional yang dapat diselesaikan tanpa ikut sertanya kubu Sosialis. Masalah bahaya ancaman perang nuklir atau pun masalah Vietnam Selatan, masalah percobaan senjata-senjata nuklir atau pun masalah Aljazair, masalah Laos atau pun masalah Kuba, masalah Jerman atau pun masalah Irian Barat dan masalah-masalah pokok internasional lainnya tidak dapat diselesaikan dengan mengabaikan peranan kubu sosialis. (Tepuk tangan). Kita akan mengalami kesulitan-kesulitan yang lebih besar, jika dalam soal Irian Barat tidak ada bantuan konkret dari negara-negara sosialis.
Pembangunan Komunisme yang sekarang sedang dilakukan di Uni Soviet mempunyai pengaruh internasional yang amat luas. Segala tipu muslihat kaum imperialis tidak dapat menutupi kenyataan yang menimbulkan kekaguman pada hasil-hasil karya pembangunan-pembangunan dunia baru di Uni Soviet. Prestasi-prestasi kosmonot-kosmonot Yuri Gagarin dan German Titov adalah perlambang keunggulan ilmu dan teknik dalam sistem Sosialisme. (Tepuk tangan riuh).
Ekonomi perang AS merupakan sumber utama dari politik imperialis untuk mengobarkan perang nuklir dan perang-perang lokal. Program pemerintah AS sekarang ini menetapkan bahwa untuk keluar dari krisis ekonomi AS yang makin mendalam itu maka produksi senjata konvensional harus diperbesar dan dilakukan bersama dengan diperluasnya produksi peluru-peluru kendali dan lain-lain senjata non-konvensional. Untuk itu, maka politik AS harus ditujukan pada diperluasnya perang-perang lokal untuk kemudian mengancam dengan suatu perang nuklir. Presiden Kennedy terang-terangan mengatakan bahwa persenjataan AS “tidak boleh diikat oleh batasan-batasan” dan bahwa AS “harus sanggup membayar berapa besar pun ongkosnya”. Tidak kurang dari $ 72.800 juta, atau hampir 80% dari anggaran belanja AS untuk tahun 1962, disediakan untuk pengeluaran militer langsung dan tidak langsung. Ini adalah budget perang yang paling tinggi dalam masa damai!
Jelaslah bahwa politik imperialis Amerika Serikat sekarang bukan hanya tidak berbeda dengan di masa Eisenhower dulu, tetapi malahan lebih agresif dan lebih jahat. Pemerintah Eisenhower yang anti-demokratis itu malahan tidak sampai melarang Partai Komunis Amerika Serikat sebagaimana diperbuat oleh pemerintah AS sekarang ini. Kelicikan Pemerintah Partai Demokrat AS ialah bahwa disamping politik perangnya yang agresif itu, ia juga mengadakan apa yang dinamakan “strategi perdamaian” dengan maksud untuk mendapat lebih banyak waktu serta kesempatan guna memperbaiki kembali prestise AS yang sudah jatuh itu karena politik Eisenhower-Dulles. Mungkin mula-mula rezim baru AS agak berhasil dalam memperdayakan beberapa kalangan tertentu dari negara-negara yang baru merdeka, tetapi kini makin banyak orang melihat tampang yang sesungguhnya dari pemerintah AS sekarang. Pengalaman telah membuktikan bahwa dalam menghadapi kelicikan Amerika Serikat dan kaum imperialis lainnya, politik yang paling tepat adalah menjawab dengan setimpal semua tindakan-tindakan imperialis Amerika Serikat itu: berunding dijawab dengan berunding dan kekerasan dilawan dengan kekerasan. (Tepuk tangan). Hanya dengan demikian bisa ditelanjangi watak reaksioner daripada imperialisme. Ini berarti memperkuat kedudukan kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh.
Di mana-mana pemerintah AS dihadapkan pada politik perdamaian kubu sosialis dan gerakan kemerdekaan nasional bangsa-bangsa. Kaum imperialis AS semakin terbuka kedoknya dan semakin jatuh prestisenya, prestise yang selama pemerintah Eisenhower-Dulles sudah mencapai titik yang rendah sekali. Sekarang bukan Hagerthy tetapi 3 Kennedy yang harus menghadapi langsung demonstrasi-demonstrasi rakyat di mana-mana mereka datang. John Kennedy, Presiden AS harus menghadapinya di Amerika Serikat sendiri. Robert Kennedy, Jaksa Agung AS harus mengalaminya di Jepang dan Indonesia, dan seorang adik lainnya dari John Kennedy, yaitu Edward Kennedy yang mengadakan perjalanan di Timur Tengah dan Eropa pun dilempari dengan telur busuk. (Tepuk tangan riuh).
Penolakan Presiden Kennedy terhadap usul Uni Soviet agar Konferensi Perlucutan Senjata 18 Negara di Jenewa yang bertingkat Menlu dijadikan Konferensi Tingkat Tertinggi menunjukkan apa sebenarnya “strategi perdamaian” AS itu.
Juga jauh sebelum peristiwa-peristiwa di atas, dalam KTT non-blok di bulan September 1960 telah didemonstrasikan kegagalan “strategi perdamaian” ini. Amerika Serikat tidak saja gagal dalam memisahkan gerakan kemerdekaan dan negara-negara non-blok dari kubu sosialis, tetapi juga gagal dalam mengisolasi Uni Soviet dengan fitnah-fitnah karena memulai kembali percobaan-percobaan nuklirnya. Semangat anti-imperialis ternyata tidak mungkin dikendorkan oleh nyanyian “strategi perdamaian” dari AS. Dalam hubungan ini haruslah diberi hormat serta penghargaan kepada Presiden Sukarno yang, dalam pidatonya di KTT non-blok telah dapat memberikan garis politik yang benar kepada Konferensi dan dengan demikian menjadikan Konferensi itu suatu manifestasi internasional anti-imperialis dan cinta damai. (Tepuk tangan). KTT non-blok telah berakhir sesuai dengan yang dipidatokan Presiden Sukarno yaitu “konferensi kita ini bukanlah suatu saingan bagi Konferensi Asia-Afrika, tetapi haruslah bersifat menambahnya”.
Dalam rangka kelanjutan politik mempersatukan semua kekuatan revolusioner yang melawan penindasan dan pengisapan imperialisme inilah harus tetap menjadi pemikiran penyelenggaraan Konferensi ke-2 Asia-Afrika dengan diperluas dengan negara-negara Amerika Latin. Indonesia dengan martabat internasionalnya yang cukup baik dewasa ini mempunyai syarat-syarat yang diperlukan guna bertindak sebagai pendorong bagi terlaksananya Konferensi Asia-Afrika-Amerika Latin.
2. Perlawanan Menentang Neo-Kolonialisme di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
Kawan-kawan!
Beberapa kejadian di Asia, terutama di negeri-negeri tetangga kita perlu mendapat perhatian istimewa dari Pemerintah dan rakyat Indonesia, khususnya karena adanya berbagai bentuk neo-kolonialisme yang harus dilawan.
“Benteng pokok kolonialisme modern”, demikian dinyatakan oleh Pernyataan Moskow tahun 1960 “adalah Amerika Serikat. Kaum imperialis yang dikepalai oleh AS berusaha mati-matian dengan cara-cara baru dan bentuk-bentuk baru mempertahankan pengisapan kolonial terhadap rakyat-rakyat bekas negeri-negeri jajahan. Kaum kapitalis monopoli berusaha untuk tetap memegang kemudi pengawasan ekonomi dan pengaruh politik di negeri-negeri Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Usaha-usaha ini bertujuan untuk mempertahankan kedudukan mereka yang lama dalam ekonomi negeri-negeri yang baru mencapai kemerdekaannya dan untuk merebut kedudukan-kedudukan baru dengan kedok-kedok ‘bantuan’ ekonomi, menyeret negeri-negeri yang baru merdeka itu ke dalam blok-blok militer, menancapkan di negeri-negeri itu diktator militer serta mendirikan pangkalan-pangkalan militer”.
Konferensi Masalah Neo-kolonialisme di Leipzig dalam tahun 1961 antara lain merumuskan neo-kolonialisme sebegai “bentuk tipikal dan yang utama dari politik kolonial imperialis dalam syarat-syarat sejarah pada zaman peralihan dari kapitalisme ke sosialisme, khususnya pada periode keruntuhan dan kehancuran terang-terangan daripada sistem kolonial yang langsung”. Dewan Setia Kawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika yang berkonferensi di Bandung dalam bulan April 1961 menyatakan antara lain, bahwa “neo-kolonialisme adalah suatu bentuk baru dari imperialisme, terutama imperialisme Amerika Serikat” dan bahwa neo-kolonialisme adalah “bentuk penguasaan yang tidak langsung serta halus melalui bidang politik, ekonomi, sosial, militer, dan teknik”. Berbeda dengan kolonialisme “klasik”, neo-kolonialisme bukan tanda kuatnya tapi tanda lemah dan meruntuhnya sistem imperialis, baik secara ekonomi maupun politik.
Konstatasi-konstatasi ini sepenuhnya dibenarkan oleh kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Adalah satu kenyataan bahwa dalam perjuangan melawan neo-kolonialisme peranan penting telah dimainkan oleh organisasi-organisasi Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin. Dalam berbagai konferensi internasional seperti sidang Dewan Setia Kawan Rakyat Asia-Afrika (DESRAA) di Bandung dan Gaza, Konferensi Rakyat-Rakyat Amerika Latin untuk Kedaulatan Nasional, Emansipasi Ekonomi dan Perdamaian di Meksiko, Konferensi Sastrawan Asia-Afrika di Kairo, dan lain-lain terlihat dengan nyata sekali bahwa rakyat-rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin menyadari sekali akan besarnya bahaya neo-kolonialisme, terutama neo-kolonialisme AS, Inggris, Jerman Barat dan Perancis. Semangat melawan neo-kolonialisme terus meninggi di ketiga benua itu.
Dalam tahun 1961 di benteng terakhir dari kolonialisme, yaitu di benua Afrika 29 negeri jajahan telah memperoleh kemerdekaan politiknya. Fakta ini membuktikan betapa tak terelakkannya proses kehancuran imperialisme. Tapi 29 negara itu tidak sama tingkat kemerdekaannya, masih banyak yang masuk perangkap neo-kolonialisme “Masyarakat Perancis”. Namun demikan, rakyat Afrika sendiri pasti akan dapat menggunakan permulaan kemerdekaan ini untuk meneruskan perjuangan pengusiran sama sekali kaum kolonialis sebagaimana dapat kita lihat di Mali dan Guinea.
Contoh neo-kolonialisme AS yang paling kurang ajar dapat kita lihat dengan terang di Kongo, negeri pahlawan besar Patrice Lumumba. Dengan mempergunakan sampah-sampah masyarakat Kongo seperti Tsombe, Mobutu, dan Kasavubu serta dengan menggunakan nama PBB, kaum neo-kolonialisme AS berusaha menyingkirkan saingan-saingannya yaitu kaum imperialis Belgia dan Inggris guna dapat mengeduk kekayaan alam yang luar biasa dari Kongo ini. Neo-kolonialisme ini sangat jahat karena menyelubungi permainan kotornya dengan kata-kata manis serta menutupi kejahatannya dengan menonjolkan “pahlawan-pahlawan separatis” pribumi.
Patrice Lumumba, Perdana Menteri Kongo, bangkit dan dengan gagah berani menentang neo-kolonialisme yang hendak dipaksakan atas negerinya. Perjuangan yang dilakukan bersama rakyat negerinya dengan penuh kemantapan hati serta tiada gentar akan kelaliman kaum neo-kolonialis beserta budak-budak beliannya telah membuat Patrice Lumumba menjadi simbol kebangkitan Afrika. Tepat penyair Anantaguna menyatakan tekad dan perasaan segenap rakyat Indonesia, ya, segenap rakyat A-A-A, ketika dia berkata: Kita semua adalah Lumumba! Patrice Lumumba adalah bukti yang senyata-nyatanya bahwa neo-kolonialisme tidak kalah jahatnya dengan kolonialisme klasik, bahwa neo-kolonialisme juga pembunuh. Dalam diri Patrice Lumumba tercerminkan cita-cita luhur bangsa-bangsa tertindas, cita-cita kemerdekaan dan perdamaian. Kawan-kawan marilah kita sejenak berdiri mengheningkan cipta untuk menghormati pahlawan besar ini, kesayangan rakyat Afrika dan yang dicintai oleh segenap manusia progresif di dunia. (Semua hadirin berdiri mengheningkan cipta 3 menit).
Patrice Lumumba bukan korban satu-satunya dari neo-kolonialisme AS. Dalam usaha memperkuat infiltrasi serta kedudukannya kaum neo-kolonialis bekerja giat untuk menindas golongan-golongan demokratis dan patriotik dan mempersatukan kaum pemberontak serta separatis dengan sayap kanan yang setelah Lumumba dibunuh memegang kekuasaan. Moise Tsombe dan Mobutu bekerja sama mesra dengan pemerintah Leopoldville yang dikepalai oleh Adoula dan Josef Ileo, pengabdi kepentingan kaum neo-kolonialis. Antoine Gizenga, Wakil Perdana Menteri Kongo, penyokong setia politik keutuhan nasional dari Patrice Lumumba kini sedang menghadapi nasib yang sama seperti yang pernah dialami oleh Patrice Lumumba. Bersama-sama dengan umat manusia progresif di seluruh dunia kita menuntut supaya Antoine Gizenga yang sekarang sudah ditawan dan disiksa dibebaskan dan direhabilitasi kedudukannya. (Tepuk tangan).
Kejadian-kejadian di Kongo dalam tahun-tahun yang lalu dan sekarang ini membuktikan betapa kaum imperialis AS masih dapat menyalahgunakan organisasi PBB untuk maksud-maksud neo-kolonialnya, seperti di Korea beberapa tahun yang lalu. Hendaknya hal ini selalu menjadi perhatian serta kewaspadaan kita dalam menghadapi tawaran “jasa-jasa baik” Amerika Serikat dan PBB untuk menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam hubungan dengan perlawanan terhadap neo-kolonialisme di Afrika, Partai dengan gembira dan bangga memberi salut setinggi-tingginya kepada rakyat Aljazair yang gagah perwira dan berkat perjuangannya, berkat bantuan serta sokongan moril dan materiil dari seluruh dunia progresif, kaum patriot Aljazair dapat memaksa pemerintah de Gaulle untuk mengadakan gencatan senjata. (Tepuk tangan). Ini merupakan kemenangan besar bagi seluruh rakyat Asia-Afrika, dan sekali lagi membuktikan bahwa imperialisme harus dilawan dengan semua jalan, baik jalan perang maupun jalan berunding. (Tepuk tangan). Gencatan senjata memang belum berarti perdamaian dan rakyat Aljazair masih harus berjuang keras dan berat guna mengonsolidasi kemenangan-kemenangan yang telah mereka capai dalam perjuangan kemerdekaan nasionalnya. Sewajarnyalah apabila republik kita mengadakan hubungan diplomatik dengan republik Aljazair. Hal ini akan memperkuat kedudukan-kedudukan wakil-wakil Aljazair dalam menghadapi perundingan-perundingan selanjutnya dengan Perancis serta kedudukan Pemerintah Sementara Republik Aljazair dalam gelanggang internasional.
Gerakan kemerdekaan Siria yang bersendi pada persatuan nasional yang luas dengan cepat berhasil membebaskan Siria dari “Mesirisasi”. (Tawa). Junta militer Mesir disamping telah berhasil menggulingkan rezim Faruk yang korup, juga telah berhasil untuk memiliterisasi praktis semua lembaga politik negara dan semua badan ekonomi Mesir. Perwira-perwira yang didudukkan dalam badan-badan ekonomi ini akhirnya muncul sebagai kapitalis-kapitalis birokrat (tawa) dan hanya membebankan sifat konsumtif serta parasiter pada ekonomi Mesir. Untuk mengatasi ini dibikin “jalan keluar” dengan memasukkan Siria ke dalam daerah kekuasaan Mesir. Ini pun terbukti tidak bisa bertahan lama, karena rakyat Siria mengadakan perlawanan sengit terhadap Mesir yang mencengkeram bagaikan benalu pada tubuh Siria. Rakyat Siria memberontak dan orang-orang Mesir diusir pulang. (Tepuk tangan).
Di negeri-negeri tetangga kita, perlu diperhatikan peranan kaum komprador yang oleh kaum imperialis ditonjol-tonjolkan, disajikan serta ditawar-tawarkan sebagai tokoh-tokoh “nasional”.
Perdana Menteri Tengku Abdulrachman dari Malaya dewasa ini sedang giat mengusahakan pembentukan Malaysia, federasi yang akan meliputi Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei. Dengan federasi ini Inggris tidak hanya akan merasa lebih mampu untuk meneruskan kekuasaan kolonialnya atas rakyat di negeri-negeri itu, tetapi Inggris juga berharap akan dapat memegang peranan yang berpengaruh di Asia Tenggara seperti yang hendak dicobanya melalui proyek ASA (Association of Southeast Asia). Paling akhir mereka malahan bermimpi “Indonesia akan masuk ASA!” (Tawa).
Statement Partai dan Resolusi Pleno ke-3 CC yang mengungkapkan kebusukan rencana Malaysia dan mencanangkan bahaya rencana ini – juga untuk Indonesia – telah membikin kalang-kabut kaum neo-kolonialis beserta pendukung-pendukungnya, ibarat maling yang tertangkap basah. Mereka repot dan kewalahan atas perlawanan wajar yang ditunjukkan rakyat kelima negeri itu yang menuntut kemerdekaan dan bukannya terus berlangsungnya penjajahan, walaupun dengan gaya baru sebagaimana terkandung dalam rencana Malaysia itu.
Juga bagi rakyat Indonesia, muslihat kaum imperialis untuk mempraktekkan neo-kolonialisme dengan menggunakan tangan pribumi seperti halnya di Malaya itu, harus tetap menjadi perhatian dan waspada sepenuhnya karena ini terang dimaksudkan untuk membela kedudukan dari kekuatan-kekuatan lama yang bercokol di Asia Tenggara.
Di Vietnam Selatan kegagalan total Ngo Din Diem mendekati kenyataan walaupun dibantu oleh segala jenderal dari Pentagon (Kementerian Pertahanan Amerika Serikat). Situasi di Vietnam Selatan dan Laos sekarang ini membuktikan jelas betapa berbahayanya kenekadan dari kekuatan-kekuatan lama yang bercokol yang dikepalai oleh AS untuk menindas perjuangan pembebasan rakyat-rakyat Asia Tenggara. Dengan tidak tahu malu kaum imperialis AS merobek-robek dan melanggar Persetujuan Jenewa dalam mana AS sendiri ikut mengambil bagian dalam tahun 1954. Kaum imperialis AS membanjiri boneka Ngo Din Diem dengan alat-alat senjata, pesawat-pesawat udara militer, penasihat-penasihat militer, pilot-pilot militer dan pasukan-pasukan payung yang sudah aktif ikut menyerang gerilya rakyat Amerika Serikat yang sudah aktif dalam perang yang tidak diumumkan terhadap rakyat Vietnam Selatan yang menghendaki demokrasi, perdamaian nasional, politik netral dan penyatuan kembali negeri mereka. Dengan demikian AS sudah menggawatkan keadaan di sana, membahayakan situasi di Asia Tenggara. Malahan, dengan nafsu untuk terus menegakkan diktator lalim dari Ngo Din Diem, Robert Kennedy pernah mengatakan bahwa “AS akan terus di Vietnam Selatan sampai menang”! Kaum imperialis AS mengulangi kejahatannya yang telah mereka lakukan dalam Perang Korea dengan memulai menggunakan senjata-senjata kimia guna memusnahkan partisan-partisan serta rakyat Vietnam Selatan yang semakin maju dalam perjuangan membebaskan negerinya dari boneka Ngo Din Diem. Front nasional anti-Ngo Din Diem dan AS semakin luas. Harian Perancis “Aux Ecoutes” tertanggal 2 Maret 1962 menulis bahwa dalam gerakan anti-Ngo Din Diem ikut serta kaum intelektual, buruh, dan perwira-perwira militer, orang-orang lapisan atas yang anti-Komunis, orang-orang yang pernah ikut menaikkan Diem ke singgasana kekuasaan tetapi yang kemudian kecewa dengan praktek-praktek busuk Diem.
Bentrokan antara kekuatan-kekuatan lama yang bercokol dengan kekuatan-kekuatan baru yang tumbuh berlangsung pula di Laos. Juga di sana lagi-lagi kaum imperialis AS yang menyokong dan menegakkan kekuatan yang paling reaksioner dan kolot, klik Boun Oum-Nosavan, untuk menumpas perjuangan rakyat Laos yang menentang diseretnya negeri mereka ke dalam Pakta Seato dan yang ingin melihat direalisasinya persetujuan-persetujuan Zürich dan Hin Hop.
Masih segar dalam ingatan rakyat Indonesia bagaimana pembesar-pembesar Seato di Bangkok, di Vietnam Selatan dan Laos berjingkrak-jingkrak kegirangan di waktu agen-agen mereka di Indonesia melakukan pemberontakan anti-Republik pada tahun 1958. Oleh karena itu, adalah tidak tepat jika Indonesia yang telah merumuskan dengan tepat konsepsi politik tentang “the old established forces” melawan “the new emerging forces” dan yang terkenal menentang Seato sampai sekarang bersikap “netral” pasif dalam persoalan Vietnam Selatan dan Laos yang sesungguhnya juga merupakan persoalan Indonesia.
“Politik bertetangga baik” tidak boleh hanya berarti RI bersikap baik terhadap tetangga-tetangganya, tetapi juga tetangga-tetangga harus baik terhadap RI. Jika ada tetangga bersikap buruk terhadap RI, RI pun wajib menentukan sikap yang setimpal dan korektif. Lebih tidak tepat lagi sikap ini pada saat sekarang di mana kekuatan-kekuatan kolot yang bercokol menyokong dengan segala tenaga kekuatan-kekuatan gelap di Asia Tenggara guna mencegah Indonesia membebaskan Irian Barat. Politik AS di Vietnam Selatan dan di Laos tidak lain dimaksudkan untuk memperhebat tekanan-tekanannya terhadap Indonesia di mana wilayahnya, yaitu Irian Barat, dinyatakan oleh Laksamana Armada ke-7 AS, Kroech, berada “dalam daerah Seato”. Waktunya sudah tiba bagi pelaksana-pelaksana politik luar negeri Indonesia untuk meninggalkan sikap “netral” pasif ini dan membantu kekuatan-kekuatan baru yang lahir di kedua-dua negeri tetangga kita ini, demi perjuangan kita sendiri termasuk juga untuk membebaskan Irian Barat. Politik luar negeri kita adalah bebas dan aktif, bukan netral dan pasif. (Tepuk tangan).
Kewaspadaan sebesar-besarnya harus dimiliki oleh Pemerintah Indonesia terhadap Jepang yang bersama dengan AS dan imperialis-imperialis lainnya telah berkomplot dengan Belanda untuk mempertahankan kekuasaan kolonialnya di Irian Barat. Rakyat Indonesia telah menyatakan protesnya terhadap sikap bermusuhan dari Jepang dan AS dalam masalah Irian Barat. Jepang dan AS terbukti tidak hanya menjadi leveransir senjata bagi kaum kolonialis di Vietnam Selatan dan Laos, tetapi juga memberikan service dan bantuannya bagi kebutuhan logistik tentara Belanda di Irian Barat.
Rakyat Jepang kini sedang mengembangkan perjuangan melawan remiliterisasi dan refasisasi negerinya, yang mau dipaksakan oleh kaum imperialis AS dan kaum monopolis dalam negeri. Kita menyatakan setia kawan kita yang penuh dan hangat kepada rakyat Jepang yang heroik yang sedang berjuang untuk suatu Jepang Rakyat. (Tepuk tangan gemuruh dan lama).
Rakyat-rakyat Asia Tenggara sudah mengenal dan mengalami sendiri betapa Seato merupakan suatu pusat yang menarik bagi kekuatan-kekuatan yang paling reaksioner di negeri-negeri Asia Tenggara ini termasuk Indonesia. Kegagalan Seato dalam mendalangi pemberontakan “PRRI-Permesta” dan dalam kegiatan-kegiatan subversif lainnya di Indonesia tidak berarti bahwa Seato tidak akan meneruskan kegiatan-kegiatan subversifnya. Sebagai perwakilan imperialis di bagian dunia kita ini, Seato tidak bisa tidak mesti merupakan daya penarik dan sandaran utama bagi segala politik dan kekuatan reaksioner dari Indonesia dan negeri-negeri lainnya di Asia Tenggara. Tidak mustahil bahwa Seato akan terus menciptakan pelaku-pelaku dan pemain-pemain baru di sini guna menjalankan permainannya yang subversif itu, sekalipun pemain-pemain itu sampah-sampah belaka a la Ciang Kai-sek, Ngo Din Diem, Pak Jung Hai, dan lain-lain. Sampai jurnalis Anton Zischka menulis bahwa AS punya suatu “bakat yang unik untuk selalu menjagoi kuda yang salah”. (Tawa). Soalnya saya kira – “kuda” lain, “kuda” baik-baik, tak bisa mereka pakai. Tinggallah “kuda yang salah” itu, kuda yang brengsek. (Tawa).
Seato tidaklah merupakan badan yang kompak sebagaimana dibuktikan oleh 4 dari 8 anggotanya yaitu AS, Muangthai, Filipina, dan Australia yang telah mengumumkan keputusannya untuk “memerangi agresi Komunis tanpa menunggu adanya persetujuan bulat antara seluruh anggota persekutuan”. Aspek baru ini menunjukkan ketidakbulatan para anggota Seato dan merupakan permulaan dari perpecahan yang lebih lanjut. Sungguh pun begitu Seato tetaplah berbahaya, Seato harus terus dilawan dan harus dikalahkan serta dibubarkan. Ini pertama-tama berarti harus melawan dengan sekuat tenaga kegiatan subversif Seato di negeri kita. (Tepuk tangan).
Di Amerika Latin, AS melancarkan rencana neo-kolonialnya yang diberi nama “Persekutuan untuk Kemajuan” (Alianza para Progreso) guna menundukkan Amerika Latin pada kepentingan-kepentingan monopolinya. Rencana ini yang katanya memberikan bantuan di berbagai lapangan kepada negeri-negeri Amerika Latin “beserta segenap penduduknya”, pada hakikatnya tidaklah lain daripada usaha penanaman modal besar-besaran dari AS di Amerika Latin. Pemerintah AS telah meminta agar Congress mengesahkan persediaan sebesar 500 juta dolar guna memulai pelaksanaan rencana ini.
Rencana ini menghadapi perlawanan yang sengit dari rakyat Amerika Latin dan tidak pernah perlawanan terhadap imperialisme Yankee ini begitu sengit seperti halnya sekarang ini, pada saat setelah rencana itu dilaksanakan. Dan digagalkannya pendaratan yang kurang ajar dari serdadu-serdadu sewaan AS di pantai Playa Giron di Kuba setahun yang lalu, telah mendorong lebih kuat perjuangan bersenjata rakyat Venezuela, Guatemala, Bolivia, dan lain-lain.
Kegagalan AS dalam Konferensi Punta del Este untuk menarik negeri-negeri Amerika Latin ke pihaknya dalam menghadapi Kuba yang heroik, yang merupakan negara bebas yang pertama di Amerika Latin dan yang dewasa ini sedang menempuh jalan pembangunan sosialis, menunjukkan dengan jelas bahwa kedudukan AS di “pekarangan belakang”-nya adalah jauh daripada kokoh dan stabil.
3. Kontradiksi-Kontradiksi Meruncing di Kalangan Imperialis
Kawan-kawan yang tercinta!
Makin melemahnya kubu imperialis tidak hanya ditandai oleh kegagalan-kegagalannya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, tetapi juga oleh menajamnya kontradiksi-kontradiksi dalam kubu imperialis sendiri. Kontradiksi-kontradiksi dalam kubu imperialis ini mempercepat proses runtuhnya imperialisme.
Contoh yang paling akhir betapa lanjutnya proses kontradiksi-kontradiksi ini adalah Kanada. Kanada yang biasanya dianggap oleh kaum imperialis Amerika Serikat sebagai “kepunyaannya sendiri”, sebagai partner penuh yang kesetiaannya tidak dapat diragukan. Kanada ini secara terang-terangan mulai menentang kekuasaan saudara tuanya.
Walaupun dilarang oleh AS, Kanada tidak menghentikan perdagangannya dengan Kuba. Penolakan Perdana Menteri Kanada, Diefenbaker terhadap AS untuk menyimpan kepala-kepala peluru nuklir (nuclear warheads) di “pekarangan depannya” tidak seteguh sebagaimana dikira oleh Pentagon.
Di Eropa Barat kaum imperialis AS menghadapi makin tajamnya perlawanan negara-negara imperialis Eropa Barat.
Inggris yang berabad-abad memainkan peranan pertama di Eropa makin tidak senang terhadap politik AS yang menjagoi kaum imperialis-militeris Jerman Barat. Walaupun Inggris menerima paksaan AS masuk Pasaran Bersama Eropa, kaum imperialis Inggris tidak menghentikan pergulatannya menentang AS dalam NATO guna mempertahankan kepemimpinannya di Eropa. Perlawanan itu nampak juga di sekitar masalah Berlin Barat, di mana di satu pihak Inggris juga melaksanakan garis AS, tetapi bersamaan dengan itu juga cenderung menyelesaikan soal Berlin Barat melalui perundingan-perundingan dengan Uni Soviet.
Juga de Gaulle yang merindukan kembalinya “kebesaran” Perancis di masa silam berusaha keras untuk merebut tempat pertama di Eropa Barat. Dengan melupakan dua kali penyerbuan imperialis Jerman ke Perancis dalam masa kurang dari setengah abad, de Gaulle dalam usaha memenuhi nafsunya itu tidak segan-segan untuk bekerja sama dengan kaum militeris Jerman Barat guna menggeser kedudukan Inggris. Walaupun sangat ditentang oleh AS, de Gaulle meneruskan rencananya membuat senjata-senjata nuklir sendiri guna memperkuat kedudukan Perancis yang diharapkan bisa digunakan dalam tawar-menawar terhadap AS.
Jerman Barat di pihak lain berusaha keras supaya Pakta Nato dijadikan “kekuatan nuklir ke-4” yang dalam kata-kata sehari-hari berarti memaksa Inggris dan Perancis melepaskan pengawasan mereka terhadap senjata-senjata nuklir untuk diserahkan kepada pimpinan Nato yang untuk sebagian besar dikuasai oleh jenderal-jenderal bekas Nazi Hitler. Sebaliknya Inggris ingin mempertahankan pengawasan bersama AS-Inggris tetapi juga bersedia mengakui Perancis sebagai negara atom dengan perhitungan memecah kerja sama de Gaulle-Adenauer dan membiarkan Jerman Barat tetap sebagai negara atom kelas dua.
Kawan-kawan!
Demikianlah keadaan internasional dewasa ini yang sangat menguntungkan gerakan rakyat, gerakan demokrasi, kemerdekaan nasional, perdamaian dan kemajuan. (Tepuk tangan riuh).
Keadaan memperlihatkan bahwa di mana-mana kedudukan kaum imperialis dunia yang dikepalai oleh AS merosot dan melemah. Sedangkan gerakan revolusioner rakyat dan Partai-partai Komunis maju terus dan makin lama makin penting peranan politiknya. Dalam pemilihan-pemilihan baru-baru ini, baik di Asia seperti India dan Jepang, di Eropa Barat seperti di Nederland, di Eropa Utara seperti di Finlandia, maupun di Amerika Selatan seperti di Chili dan Argentina, Partai-partai Komunis mendapat kemajuan-kemajuan.
Hal ini tidak berarti bahwa imperialisme sudah tidak berdaya lagi. Yang benar ialah bahwa kaum imperialis, karena makin mendekat pada liang kuburnya, bisa makin nekad dan makin licik dalam usaha-usaha mereka untuk memperpanjang umurnya. Tetapi sama benarnya pula, sebagaimana dibuktikan oleh kejadian-kejadian dan perkembangan-perkembangan seperti disebut di atas, bahwa jika dilawan kaum imperialis juga mundur. (Tepuk tangan). Karenanya, sambil memperhebat pukulan-pukulan kepada imperialisme, “the new emerging forces” dalam negeri harus melipatgandakan kewaspadaan nasionalnya agar jangan terlena oleh rayuan dan bujukan imperialis. Oleh karena itu, di atas segala-galanya, haruslah dijaga keselamatan persatuan anti-imperialis sebagai biji matanya sendiri.
4. Tidak Boleh Ada Dualisme
Kawan-kawan!
Jelaslah bahwa Indonesia berada dalam situasi internasional yang menguntungkan perjuangan nasionalnya.
Kalau Indonesia sekarang dihormati oleh bangsa-bangsa lain, maka hal itu adalah karena politiknya yang anti-imperialis dan cinta damai, tidak non-commited dan tidak anti-kubu sosialis tetapi bersama-sama negara sosialis melawan imperialisme dan kolonialisme. (Tepuk tangan).
Konsepsi tentang “kekuatan-kekuatan baru yang tumbuh” melawan “kekuatan-kekuatan lama yang bercokol” yang dilahirkan oleh Republik Indonesia merupakan suatu hasil atau prestasi yang sangat penting dalam pengembangan politik luar negeri Republik Indonesia sesudah Kongres Nasional ke-6 kita.
Karena majunya politik luar negeri RI sekarang, maka wajarlah apabila tercapai persamaan pendirian antara RI dengan negara-negara sosialis mengenai berbagai masalah internasional seperti misalnya ternyata dalam Pernyataan Bersama Presiden Sukarno-Presiden Zawadsky dari Polandia yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1961. Kedua Presiden telah mencapai kata sepakat serta persamaan pendirian tentang imperialisme sebagai sumber pokok dari segala ketegangan internasional, tentang masalah Jerman dan Berlin Barat, tentang Irian Barat, tentang PBB dan keanggotaan RRT di dalamnya dan tentang masalah-masalah internasional penting lainnya.
Politik luar negeri ini dalam percaturan internasional menurut kenyataannya telah menempatkan RI dalam posisi yang cukup berpengaruh di antara negara-negara non-blok. Perkembangan politik luar-negeri RI dewasa ini membenarkan konstatasi Kongres Nasional ke-6 Partai dua setengah tahun yang lalu yang menegaskan bahwa “kerja sama dengan negeri-negeri sosialis dalam front internasional untuk perdamaian dan anti-kolonial memberikan jaminan bagi keselamatan, kemajuan dan hari depan yang lebih baik bagi Republik Indonesia”, dan bahwa “Indonesia sudah semestinya menempatkan diri sebagai partisan yang efektif dalam front ini”, yaitu front internasional anti-kolonial dan cinta damai.
Sesuai dengan kebijaksanaan politik luar negeri yang sewajarnya, Menlu Dr. Subandrio telah menyatakan persetujuannya pada perluasan pembentukan Komite Perdamaian Indonesia dan sudah menyatakan simpati serta memberikan bantuannya kepada Konferensi-konferensi organisasi-organisasi massa internasional yang progresif di Indonesia. Sikap ini adalah sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif anti-imperialisme dan cinta damai, politik luar negeri yang memihak dan bertujuan memperkuat “the new emerging forces”. Yang masih ganjil ialah, bahwa sampai sekarang masih tetap berlaku larangan berdirinya Lembaga-lembaga Persahabatan dan Lembaga-lembaga Hubungan Kebudayaan dengan luar negeri di seluruh Indonesia, kecuali di kota-kota tertentu. Hal ini merupakan rintangan terhadap perkembangan kesadaran politik rakyat dalam mendukung politik luar negeri RI, dalam mempererat persahabatan antara rakyat Indonesia dan rakyat negeri-negeri lain. Sudah selayaknya larangan yang mau membikin rakyat Indonesia bagaikan katak di bawah tempurung ini lekas dicabut dan biarkanlah rasa persahabatan rakyat Indonesia dengan negeri-negeri lain tumbuh subur dan berkembang, memperindah dan memperkuat pohon persahabatan internasional yang sudah tumbuh di bumi Indonesia yang subur. (Tepuk tangan).
Politik luar negeri RI sekarang sudah cukup jelas dan obyektif dirumuskan oleh Presiden, antara lain dan terutama dalam pidato Membangun Dunia Kembali dan pidato dalam Konferensi Negara-Negara Non-Blok. Soalnya sekarang ialah pelaksanaannya, atau lebih konkret lagi: aparat-aparat pelaksanaannya. Pengalaman membuktikan bahwa selama Presiden Sukarno sendiri langsung dan aktif memimpin kegiatan-kegiatan RI di dalam politik internasional, maka selama itu pula terdapat kesatuan dan tidak ada dualisme antara konsepsi dan pelaksanaannya.
Kenyataan-kenyataan bahwa misalnya sampai kini belum juga diangkat duta besar RI untuk Kuba, belum diadakan hubungan-hubungan diplomatik dengan Republik Demokrasi Vietnam, Republik Rakyat Demokratis Korea dan dengan Republik Demokrasi Jerman, sedangkan di bidang olah raga RI masih berhubungan normal dengan Taiwan, (tawa), dan kenyataan-kenyataan lain lagi, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan politik luar negeri RI belum sepenuhnya sesuai dan sejiwa dengan yang sudah digariskan. Sungguh dirasakan sekali bahwa pelaksana-pelaksana politik luar negeri, terutama sekali para diplomat Indonesia tidak hanya memerlukan indoktrinasi tentang haluan negara, Manifesto Politik, tetapi dan terutama sekali juga memerlukan indoktrinasi yang mendalam tentang pelaksanaan haluan negara itu di bidang politik luar negeri, tentang hakikat serta jiwa garis politik luar negeri Presiden Sukarno, khususnya tentang perjuangan “kekuatan-kekuatan baru yang tumbuh” di dunia sekarang ini melawan “kekuatan-kekuatan lama yang bercokol”.
Adalah kewajiban tiap-tiap patriot Indonesia untuk menjaga agar supaya ada kesatuan antara rumus dan pelaksanaan politik luar negeri, menjaga jangan sampai timbul dualisme antara konsepsi politik yang dirumuskan dengan pelaksanaannya dalam praktek, agar Manipol berjalan sepenuhnya dalam politik luar negeri republik kita.
5. PKI dan Gerakan Komunis Internasional
Kawan-kawan yang tercinta!
Dalam rangka membicarakan situasi internasional ini saya merasa perlu juga membicarakan hubungan PKI dengan Partai-partai Komunis dan Partai-partai Buruh sedunia, hubungan PKI dengan gerakan buruh dan gerakan Komunis internasional.
Kongres Nasional ke-6 antara lain mengkonstatasi bahwa “Hubungan Partai kita dengan Partai-partai sekawan makin hari makin bertambah erat, baik dengan jalan mempelajari pengalaman Partai-partai sekawan maupun dengan menghadiri kongres-kongres mereka atau kontak-kontak pribadi antara pemimpin-pemimpin Partai kita dengan pemimpin-pemimpin Partai sekawan”. Partai kita terus berusaha untuk lebih mengeratkan hubungannya dengan Partai-partai sekawan. Ini demi kepentingan rakyat Indonesia sendiri karena tidak bisa disangkal bahwa yang menjadi kekuatan inti daripada “the new emerging forces” dalam tiap-tiap negeri adalah kelas buruh dan partainya.
Perbedaan pendapat dalam gerakan Komunis internasional hanyalah gejala sementara. Semua Partai Marxis-Leninis mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu, secara revolusioner menghapuskan atas manusia oleh manusia, menciptakan dunia baru, dunia Sosialis dan Komunis, di mana semua manusia hidup damai dan bahagia. Hanya saja kita tidak boleh lupa, bahwa di dunia sekarang ada kira-kira 90 Partai Marxis-Leninis dan lebih dari 42 juta Komunis yang dipimpin oleh ribuan anggota CC yang tidak semuanya dan sepenuhnya memiliki sifat-sifat Marx, Engels dan Lenin. Oleh karena itu jangan heran kita jika di antara pemimpin-pemimpin Komunis masih ada yang suka membesar-besarkan perbedaan pendapat daripada mengutamakan persatuan pendapat, yang tidak mengutamakan yang utama, yang tidak bisa menahan diri kalau ada Partai Komunis lain berbeda pendirian mengenai hal-hal yang tidak pokok atau kurang pokok atau yang pokok tapi yang penyelesaiannya masih dapat ditunda.
Partai kita sebagaimana biasanya dalam menghadapi gejala-gejala yang timbul selama dan sesudah Kongres ke-22 PKUS tetap mengutamakan persatuan gerakan Komunis sedunia, mengutamakan yang utama. (Tepuk tangan riuh dan lama). Hal ini sudah dinyatakan dalam keputusan Pleno CC pada hari-hari terakhir tahun yang lalu. Dasar untuk persatuan Komunis sedunia adalah sangat kuat, karena disamping teori Marxisme-Leninisme, kita sudah mempunyai Deklarasi 1957 yang sudah disempurnakan oleh Pernyataan 1960.
Pernyataan 81 Partai, Moskow November 1960, dimaklumkan dalam suatu situasi, yang menurut Pernyataan sendiri “menuntut konsolidasi lebih lanjut dari semua kekuatan revolusioner dalam perjuangan melawan imperialisme, untuk kemerdekaan nasional dan untuk Sosialisme”.
Dalam sejarah Komunis internasional, kita mengenal Internasionale I yang didirikan dan dipimpin oleh Marx dan Engels, Komintern yang didirikan dan dipimpin oleh Lenin, dan pertemuan-pertemuan persahabatan tanpa sesuatu bentuk atau ikatan organisasi seperti pertemuan Moskow 1957 dan 1960. Internasionale I mempunyai dokumen-dokumennya, Komintern mempunyai dokumen-dokumennya, sedang pertemuan 1957 melahirkan Deklarasi dan pertemuan 1960 menghasilkan Pernyataan. Hanya dokumen-dokumen inilah yang berlaku sebagai dokumen internasional, platform buat semua Partai Komunis. (Tepuk tangan).
Seperti dikatakan dalam Sidang Pleno ke-3 CC Partai kita telah melakukan propaganda yang luas dan intensif mempopulerkan Pernyataan, menjadikannya milik massa.
Apa yang menjadi pokok-pokok isi Pernyataan 1960 itu?
Demikianlah antara lain pokok-pokok isi Pernyataan 81 Partai. Inilah pegangan-pegangan kita dalam usaha yang tidak henti-henti dan tidak jemu-jemunya mempererat hubungan dengan Partai-partai sekawan. Kita yakin, bahwa dengan berpegang pada Deklarasi dan Pernyataan, keretakan yang ada dalam gerakan Komunis sedunia sekarang dalam waktu yang tidak lama lagi akan dapat diatasi. Keyakinan kita ini diperkuat oleh kenyataan, bahwa semua penandatangan Deklarasi dan Pernyataan menyatakan dirinya tetap setia pada kedua dokumen tersebut. (Tepuk tangan riuh dan lama).
Kita adalah kaum Marxis-Leninis Indonesia, kaum Komunis Indonesia. Kita menjunjung tinggi prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme, bersamaan dengan itu kita harus secara kreatif menentukan politik, taktik, bentuk perjuangan dan bentuk organisasi Partai kita berdasarkan keadaan konkret di negeri kita. Marxisme-Leninisme kita adalah Marxisme-Leninisme yang diterapkan di Indonesia, yang diindonesiakan, yang tidak dogmatis tetapi yang kreatif. (Tepuk tangan).
Seperti dinyatakan dalam Pernyataan, Partai kita adalah bebas dan mempunyai hak sama, menentukan politik-politiknya sendiri berdasarkan syarat-syarat yang konkret di negeri kita, dan saling menyokong dengan Partai-partai Marxis-Leninis yang lain. Partai kita bertanggung jawab kepada kelas buruh dan rakyat pekerja Indonesia, kepada seluruh gerakan kelas buruh dan Komunis sedunia. Oleh karena itulah, menjadi kewajiban kita untuk terus bekerja guna memperkuat gerakan untuk kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian, Sosialisme dan Komunisme. (Tepuk tangan). Kita tidak ingin musuh-musuh rakyat dan musuh-musuh kelas buruh mengambil keuntungan dari keretakan yang bagaimana pun kecilnya dalam gerakan Komunis sedunia.
1. Maju Terus Untuk Memenuhi Jatah Plan 3 Tahun Kedua
Kawan-kawan yang tercinta!
Kongres Nasional ke-6 kita yang jaya telah memberikan petunjuk yang jelas, sangat menjiwai dan bersifat memobilisasi dalam kita melakukan tugas-tugas meneruskan pembangunan Partai. Petunjuk-petunjuk tersebut antara lain ialah, bahwa untuk memperkuat persatuan Partai harus diadakan pendidikan Marxisme-Leninisme yang merata, subjektivisme harus terus-menerus diperangi, semua harus tahu Marxisme-Leninisme dan kenal keadaan, pekerjaan seluruh Partai harus dipimpin oleh Plan yang ditetapkan secara realistis, harus tidak henti-hentinya memperkuat, memperluas dan memperbarui Partai dan harus terus-menerus memperkuat persatupaduan dengan massa dan memimpin massa secara tepat dan berani. Pelaksanaan tugas-tugas tersebut telah kita rumuskan secara terperinci dalam Plan 3 Tahun Kedua tentang Pendidikan dan Organisasi, dengan tekanan pada Pendidikan.
Sebagaimana halnya dengan pelaksanaan Plan 3 Tahun Pertama, pelaksanaan Plan 3 Tahun Kedua menghadapi banyak rintangan, terutama dari pihak para penderita Komunisto-phobi, baik di pusat maupun di daerah-daerah.
Sebagaimana sudah diketahui, pada mulanya kaum reaksioner kepala batu bertujuan untuk membubarkan semua partai, karena menganggap bahwa partai-partai adalah perintang-perintang terhadap tindakan-tindakan sewenang-wenang mereka. Tetapi, walaupun segala daya upaya sudah mereka lakukan untuk membubarkan partai-partai, rakyat tetap percaya dan berdiri di belakang partai-partai yang selama perjuangan untuk kemerdekaan nasional, demokrasi dan perbaikan nasib telah membuktikan peranan positifnya. Rakyat menolak avonturir-avonturir politik yang di zaman penjajahan lebih banyak memihak kaum penjajah daripada memihak perjuangan revolusioner rakyat. Makin keras genjotan mereka terhadap partai-partai, makin kuat pula perlawanan partai-partai terhadap mereka dan makin bersatu-padu partai-partai itu dengan rakyat. Ini tidak bisa lain, karena pukulan terhadap partai-partai revolusioner adalah pukulan terhadap rakyat revolusioner itu sendiri, khususnya terhadap hak-hak kebebasan politik rakyat.
Rakyat tahu siapa-siapa pemimpinnya. Sedangkan kepemimpinan tidak bisa dibeli, tidak bisa dipaksakan dan tidak ada sekolahnya. Ia hanya bisa didapat dalam perjuangan untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin gadungan satu demi satu naik panggung, tapi satu demi satu pula ia turun panggung tanpa minta permisi. (Tepuk tangan).
Dalam hal memukul partai-partai politik, tujuan utama mereka sudah tentu memukul Partai Komunis, karena menurut perhitungan mereka, sesudah PKI dapat dihancurkan, tidak terlalu sukar membubarkan partai-partai lain.
Setelah gagal membubarkan partai-partai dengan cara serentak menjelek-jelekkan dan menyerang semua partai, maka mereka mengubah siasat, yaitu mereka sendiri memperkuat salah satu partai yang menjadi sarang kaum kapitalis birokrat dan memusatkan serangannya hanya kepada PKI. “Teori” mereka ialah: “hancurkan dulu PKI, tentang partai-partai lain soal mudah, lehernya gampang dipatahkan”. (Tawa). Tetapi “teori” ini juga tidak bisa dilaksanakan. Pertama, karena dilawan oleh kaum Komunis dan rakyat pekerja, dan kedua, karena partai-partai demokratis lainnya beserta pengikut-pengikutnya dapat merasakan bahwa apa yang dilakukan terhadap PKI hanyalah sebagai langkah permulaan untuk menggorok semua partai. Di beberapa tempat di antara partai-partai lain ada yang berhasil dipaksa untuk ikut memperkuat larangan terhadap PKI, tetapi pada umumnya partai-partai yang bertradisi demokratis tidak mau dijadikan alat pementung PKI.
Dalam memusatkan serangannya kepada PKI kaum reaksioner juga menggunakan Pancasila dengan mengatakan seolah-olah dasar negara ini bertentangan dengan PKI dan oleh karena itu PKI harus dilenyapkan. Dengan ini mereka bermaksud memisahkan PKI dari partai-partai lain untuk kemudian menggoroknya. Tapi juga percobaan ini gagal, ditentang keras oleh rakyat pekerja, tidak disambut oleh partai-partai lain dan dikasih stempel oleh Presiden Sukarno sebagai perbuatan orang berkepala sinting. (Tepuk tangan, tawa). Presiden Sukarno dalam pidato Resopim antara lain berkata: “Pancasila adalah alat pemersatu! Pancasila bukan alat pemecah-belah! Dengan Pancasila kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu… jangan mempergunakan Pancasila untuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan kaum komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Pancasila untuk maksud-maksud mengadudombakan itu, – ia adalah orang yang sama sekali tak mengerti Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia karena Pancasila adalah alat pemersatu rakyat Indonesia dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme dalam perjuangan untuk Indonesia Baru yang demokratis yang berhari depan Sosialisme. Dengan demikian, tidak ada yang tidak jelas mengapa PKI menerima Pancasila sebagai dasar Negara.
Dalam rangka usaha dan percobaan menghancurkan PKI telah diadakan “eksperimen 3 Selatan”, yaitu di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, dengan maksud jika eksperimen itu berhasil akan diluaskan ke daerah-daerah lain. Berbagai provokasi diadakan terhadap PKI di tiga daerah itu. Dalam hal ini perlu kita catat, bahwa Presiden Sukarno yang mengerti akan fungsi partai-partai, khususnya fungsi PKI dalam mendorong maju perkembangan kehidupan politik di negeri kita, terutama guna melaksanakan gagasan Demokrasi Terpimpin, telah mengadakan campur tangan-campur tangan langsung dalam usaha mengakhiri “eksperimen 3 Selatan” itu. (Tepuk tangan).
Setelah percobaan membubarkan PKI juga gagal dan “eksperimen 3 Selatan” hanya lebih menelanjangi sikap kepala batu kaum reaksioner, maka mereka masih berusaha juga untuk meniadakan peranan partai-partai, dengan percobaan-percobaan untuk menjadikan organisasi Front Nasional sebagai partai Negara. Tapi, juga ini mengalami kegagalan. (Tepuk tangan).
Pendeknya, sejak Kongres Nasional ke-6 hingga sekarang pukulan bertubi-tubi telah ditujukan kepada tubuh Partai kita. Dan jikalau ada prestasi yang paling besar daripada gerakan revolusioner dan demokratis selama masa yang kita tinjau sekarang ialah: PKI tetap tegak dan makin besar! (Tepuk tangan). Proletariat dan rakyat pekerja Indonesia membela mati-matian dan terus membesarkan Partainya!
Tentu saja, selama masih ada kaum reaksioner, selama itu pula PKI akan mendapat gangguan-gangguan dan pukulan-pukulan. Oleh karena itu, kita kaum Komunis harus setiap saat siap untuk menghadapi gangguan dan pukulan kaum reaksioner, ada kalanya gangguan dan pukulan ringan dan ada kalanya pula berat.
Komunis yang mengira bahwa Partai dan dirinya tidak akan diganggu oleh kaum reaksioner adalah Komunis yang tidak realis, tidak tahu diri, dan Komunis demikian akan mengeluh, putus asa, dan mundur, menjadi terkejut dan bersikap kalap jika datang gangguan. Padahal adanya gangguan-gangguan ini adalah wajar, karena, baik menurut Program PKI sendiri maupun menurut Manipol dan semua pedoman pelaksanaannya, kita sebagai orang revolusioner berkewajiban melawan kaum imperialis, feodal dan kaum reaksioner lainnya. Oleh karena itu, kita sudah berbuat yang terpuji karena tidak mengeluh dan tidak mundur menghadapi gangguan-gangguan dan pukulan-pukulan kaum reaksioner. Kita mengadakan perlawanan-perlawanan yang gigih.
Segala rintangan tidak mengendorkan kegiatan Partai, malahan kita menjadi dibajakan oleh rintangan-rintangan itu. Di Indonesia masih ada imperialis-imperialis dan kaki tangan-kaki tangannya, oleh karena itu kita harus senantiasa siap menghadapinya, menangkis serangan-serangannya dan memukulnya kembali. (Tepuk tangan). Sudah pada tempatnya dari mimbar ini saya menyampaikan salut kepada kader-kader dan anggota-anggota Partai di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan yang telah berjuang dan berhasil menggagalkan “eksperimen 3 Selatan”. (Tepuk tangan riuh dan lama). Pengalaman-pengalaman mereka, sebagaimana juga pengalaman-pengalaman kawan-kawan di Sumatera dan Sulawesi umumnya dalam melawan “PRRI-Permesta”, di Jawa Barat melawan gerombolan Kartosuwiryo, dan pengalaman-pengalaman kita lainnya mengajarkan, bahwa kaum reaksioner kalau dilawan pasti mundur. (Tepuk tangan). Dan untuk ini diminta keberanian dan sekali lagi keberanian, diminta kepandaian, dan sekali lagi kepandaian!
Mengalahkan kaum reaksioner, itulah jalan untuk memenangkan Manipol. Manipol harus diperjuangkan, harus dikorbani. Berteriak-teriak pro-Manipol tapi tidak melawan kaum reaksioner, apalagi jika main rangkul-rangkulan dengan kaum reaksioner, adalah Manipolis gadungan. (Tawa). Sebagai Komunis kita adalah Manipolis sejati, Manipolis revolusioner. Oleh karena itulah kaum reaksioner dan Manipolis gadungan tidak senang dengan kita, suka mengganggu dan memukul kita. Ini kehormatan bagi kita, kita berada di jalan yang benar. Apa jadinya kalau kaum reaksioner tidak memukul kita. Ia hanya mungkin kalau kita tidak berbuat apa-apa atau kalau kita ikut-ikut reaksioner. (Tawa, tepuk tangan riuh).
Sekarang pun kaum reaksioner masih tetap mengganggu kita, baik secara langsung ditujukan kepada PKI atau secara tidak langsung dengan melarang kegiatan dan menangkapi kader-kader organisasi-organisasi massa.
Sampai sekarang 7 majalah yang di bawah asuhan CC dan beberapa penerbitan Partai di daerah-daerah belum boleh terbit karena belum dapat izin dari yang berwajib. Sedangkan Harian Rakyat selama masa yang ditinjau berkali-kali mengalami pemberedelan dan di Sumatera Selatan dan Jambi hingga sekarang dilarang beredar. CC akan terus berjuang untuk menerbitkan majalah-majalah tersebut karena kita sadar akan benarnya Marx, bahwa perjuangan untuk kemerdekaan pers adalah bagian yang sangat penting dari perjuangan untuk Sosialisme. Tentu yang dimaksudkan Marx ialah kemerdekaan pers revolusioner. Sesuai dengan pasal 28 UUD 1945 yang menjamin “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya”, dan sesuai dengan Manipol yang menjamin “kebebasan untuk mengeluarkan pendapat” atau “hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi”, sudah seharusnya perjuangan untuk kemerdekaan pers terus diperhebat.
Pendeknya, kawan-kawan, menghadapi kaum reaksioner yang berkepala batu kita harus berjuang dengan semangat yang lebih berani, dengan lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih dan lebih tekun. Kita harus melaksanakan “Lima lebih”: lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih, dan lebih tekun. (Tepuk tangan lama).
Walaupun banyak kesulitan, Plan 3 Tahun Kedua kita pada pokoknya berjalan baik. Plan 3 Tahun Kedua kita dititikberatkan pada pembangunan ideologi, pada pendidikan Marxisme-Leninisme, dengan sudah tentu tidak sekejap pula melupakan pekerjaan melanjutkan pembangunan Partai di bidang organisasi seperti perluasan anggota Partai dan organisasi massa revolusioner, peningkatan calon anggota menjadi anggota, pengintensifan pemasukan uang iuran, pengurusan yang intensif terhadap Comite-comite, bagian-bagian, fraksi-fraksi, dan grup-grup Partai.
Akibat daripada lebih intensifnya pendidikan Marxisme-Leninisme di dalam Partai dan diratakannya pelajaran filsafat, ideologi Partai telah sangat diperkuat.
Dengan bertambah kuatnya ideologi Partai bertambah kuat pula disiplin Partai, menjadi lebih mungkin mencegah penyelewengan-penyelewengan dari garis massa di lapangan politik, melawan kecenderungan-kecenderungan menempatkan kepentingan diri di atas kepentingan rakyat dan Partai. Juga garis politik front nasional makin meresap dipahami kader-kader Partai, keluwesan (fleksibilitas) yang tinggi dalam memperjuangkan pandangan-pandangan dan pendirian-pendirian revolusioner dan dalam menjaga kebebasan Partai.
Bertambah kuatnya ideologi Partai juga nampak dari kenyataan makin kuatnya persatuan di dalam Partai dengan berkurangnya kontradiksi-kontradiksi di dalam Comite-comite Partai yang bersumber pada perbedaan pandangan mengenai politik. Setiap garis politik dan taktik yang diputuskan oleh CC setelah dijelaskan segera dipahami oleh kader-kader Partai di pusat dan di daerah-daerah.
Sudah dapat dirasakan, bahwa di seluruh tubuh Partai kita telah terdapat antusiasme belajar teori di kalangan kader-kader. Tidak hanya di pusat, tetapi juga di banyak daerah kita sudah mempunyai barisan-barisan kader yang berteori. Adanya barisan kader yang berteori merupakan pelengkap yang penting bagi Comite-comite, dalam hal ini Dewan Hariannya mempunyai dua tangan yang sangat diperlukan, yaitu: Sekretariat Comite dan barisan kader yang berteori. Dengan demikian, pekerjaan sehari-hari daripada Partai terus disinari oleh teori Marxisme-Leninisme, sedangkan pekerjaan teori tumbuh dengan mendapat rabuk dari bumi praktek.
Yang harus segera mendapat pemecahan dalam usaha memperhebat pendidikan Marxisme-Leninisme di dalam Partai terutama ialah: tenaga guru, dengan jalan lebih banyak mengadakan Sekolah-sekolah Guru oleh semua tingkat Comite yang bersangkutan; dan masih kurangnya buku-buku pelajaran, dengan jalan memecahkan soal penyusunannya dan pencetakannya. Mengenai buku pelajaran Sekolah Politik untuk berbagai daerah mungkin akan lebih efektif jika dalam bahasa daerah.
Sementara kawan ada yang berpendapat bahwa kesulitan mencapai jatah Plan disebabkan terutama oleh dua hal, yaitu: terlalu sempit hak demokrasi dan terlalu sulit penghidupan. Walaupun tidak dikatakan, tapi dapat ditarik kesimpulan, bahwa jatah Plan hanya dapat tercapai kalau hak demokrasi lebih luas dan keadaan penghidupan lebih baik. (Tawa).
Tentu ada hubungannya antara pelaksanaan Plan dengan hak demokrasi dan penghidupan. Tapi jangan dilupakan, bahwa kalau Partai lemah tidak ada orang lain yang suka memberikan demokrasi kepada kita, (tawa), dan tidak ada orang lain yang datang mengantarkan makanan ke rumah kita. (Tawa). Baik demokrasi maupun perbaikan penghidupan harus diperjuangkan mati-matian, dan ini hanya mungkin berhasil jika Partai dan massa rakyat merupakan kekuatan politik yang besar.
Jadi, jangan dibalik. Soalnya bukan demokrasi dan perbaikan penghidupan dulu, kemudian baru pelaksanaan Plan dapat lancar. Tetapi pelaksanaan Plan, memperkuat Partai dan gerakan revolusioner, adalah syarat yang tidak boleh tidak untuk mendapatkan demokrasi dan untuk perbaikan penghidupan. (Tepuk tangan).
Kenyataan menunjukkan, bahwa di beberapa daerah di mana soalnya dibalik, yang tidak lain berarti kepasifan ideologi, maka Plan tidak berjalan dengan baik, kesulitan-kesulitan lambat dapat diatasi. Tetapi di berbagai daerah lain lagi, di mana kader-kader Partai bersikap benar, aktif dan ofensif dalam ideologi, yaitu bergulat melaksanakan Plan sambil bergulat melawan kesulitan-kesulitan, baik karena sempitnya demokrasi maupun karena beratnya penghidupan, di sana Plan berjalan baik dan kesulitan-kesulitan dapat diatasi pada waktunya.
Jadi justru untuk perluasan hak demokrasi dan perbaikan penghidupan, jatah-jatah Plan harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga agar dapat dipenuhi.
Kesempitan demokrasi harus dijadikan pendorong untuk lebih gairah melaksanakan Plan, karena Plan kita justru untuk memperluas dan memperkuat demokrasi. Kesulitan penghidupan harus dijadikan pendorong untuk lebih gairah melaksanakan Plan, karena Plan kita justru untuk mengibarkan lebih tinggi panji Revolusi Agustus 1945 dan panji Manipol. Kita semua sependapat bahwa hanya dengan terlaksananya tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 dan terlaksananya Manipol secara konsekuen penghidupan akan dapat diperbaiki dalam arti kata yang sebenarnya.
Sebagaimana dalam pelaksanaan tugas-tugas Partai lainnya, dalam pelaksanaan Plan kekurangan yang kita jumpai ialah yang disebabkan oleh kekurangmampuan dan kekurangcakapan dalam menghubungkan satu soal dengan soal lain dan untuk melaksanakan banyak pekerjaan dalam waktu yang sama (serempak, simultan). Untuk meningkatkan kemampuan diperlukan pimpinan dan kontrol yang terus-menerus. Dengan pimpinan dan kontrol yang terus-menerus dapat dipelihara semangat yang tinggi di kalangan kader-kader, mendorong timbulnya inisiatif-inisiatif dan dapat memberikan petunjuk-petunjuk dan memperbaiki kesalahan-kesalahan tepat pada waktunya. Kompetisi melaksanakan Plan harus dipadukan dengan membantu organisasi dan Comite yang lemah, harus dengan mengadakan gerakan-gerakan pendek pada waktu-waktu tertentu, misalnya dihubungkan dengan hari-hari bersejarah, dan dengan berpegang pada garis “turun ke bawah membantu organisasi bawahan”.
Yang bersifat menentukan dan oleh karenanya harus dipegang teguh ialah metode memimpin seperti yang digariskan Kongres ke-6, yaitu memadukan seruan-seruan umum dengan tuntunan-tuntunan konkret serta memadukan pimpinan dengan massa. Metode memimpin ini harus benar-benar dipraktekkan dan diajarkan dalam semua tingkat Sekolah Partai, disamping sebagai bahan diskusi Comite-comite. Dilihat dari sudut ini terasa perlunya tiap-tiap daerah mempunyai program konkretnya sendiri yang disusun berdasarkan kenyataan konkret setempat dan Program Tuntutan, serta dijiwai oleh Program Umum PKI. Metode memimpin harus senantiasa dirangkaikan dengan langgam kerja yang tepat, yaitu: memadukan teori dengan praktek, berhubungan erat dengan massa rakyat dan melaksanakan selfkritik.
Dalam usaha mencapai atau melampaui jatah Plan 3 Tahun Kedua harus mendapat perhatian khusus soal meningkatkan jumlah Sekolah Politik dan Kursus Rakyat, meningkatkan calon anggota menjadi anggota, meluaskan keanggotaan Partai dan organisasi massa revolusioner serta meningkatkan pemasukan uang iuran. Singkatnya kita harus mengadakan gerakan khusus dalam melaksanakan bagian terakhir Plan 3 Tahun Kedua, yaitu Gerakan 4 Meningkat: (1) Meningkat SP dan KR; (2) Meningkat anggota Partai dan Ormas; (3) Meningkat jumlah calon menjadi anggota; (4) Meningkat pemasukan iuran. Tetapi yang terpenting atau kunci daripada kuncinya adalah meratakan SP dan KR, yang berarti bahwa pendidikan tetap menjadi tekanan dalam tahun terakhir Plan 3 Tahun Kedua.
Untuk melaksanakan Gerakan 4 Meningkat di tiap tingkat Comite harus diorganisasi barisan petugas-petugas. Petugas-petugas ini dikirim ke Comite-comite bawahan sampai ke Grup-grup. Gerakan turun ke bawah secara besar-besaran ini terutama dilaksanakan oleh kader-kader tingkat Seksi ke CSS, dan bersama dengan petugas-petugas CSS, kader-kader dari Seksi itu terus turun sampai ke Resort-resort dan jika perlu sampai ke Grup. Sebagaimana juga dalam gerakan-gerakan lain, problem kunci untuk suksesnya Gerakan 4 Meningkat ialah mengaktifkan dan meningkatkan kemampuan memimpin daripada CSS. Tanpa ini tidaklah mungkin menyukseskan gerakan dan apalagi mengonsolidasi hasil yang sudah dicapai dalam gerakan itu.
Dari CSS-lah tergantung kehidupan organisasi-organisasi basis daripada Partai. Dari sini dapat pula ditarik kesimpulan bahwa sangat penting soal memperhebat Sekolah-sekolah Partai Seksi dan Sekolah-sekolah Guru Seksi yang mendidik kader-kader dari CSS.
2. Maju Terus Menempa Persatuan Partai Dengan Massa Rakyat
Untuk memperbaiki pekerjaan massa daripada Partai, Kongres Nasional ke-6 telah memberi pedoman “berjalan dengan dua kaki”, yaitu supaya kita senantiasa mengombinasi pekerjaan berkobar-kobar dengan pekerjaan tekun, mengombinasi pekerjaan mengobarkan semangat dengan pekerjaan sehari-hari yang praktis, mendalam dan teliti, meliputi bidang-bidang organisasi, pendidikan, politik, dan ideologi.
Tanpa pekerjaan berkobar-kobar tidak mungkin ada mobilisasi dan pernyataan kebulatan tekad massa, dan tanpa pekerjaan yang tekun tidak mungkin ada persiapan yang baik untuk aksi berkobar-kobar dan tidak mungkin mengonsolidasi hasil-hasil aksi berkobar-kobar. Hanya dengan berpedoman pada “berjalan dengan dua kaki” aksi-aksi massa kita bisa berhasil baik dan daya juang massa akan terus meningkat. Aksi massa yang berhasil ialah aksi yang mengonsolidasi persatuan massa, meningkatkan kesadaran politik massa dan memperkuat Partai.
Tentang keharusan mengombinasi pekerjaan berkobar-kobar dengan pekerjaan tekun sudah luas dipahami oleh kader-kader Partai, dan di banyak tempat pedoman ini memang sudah dilaksanakan. Tetapi pelaksanaannya belum seimbang karena pekerjaan tekun pada umumnya belum cukup baik, sehingga dengan demikian dasar untuk aksi yang berkobar-kobar yang terpimpin tidak kuat dan pekerjaan berkobar-kobar yang sudah berlangsung tidak dapat dikonsolidasi dengan baik. Kurang baiknya pekerjaan tekun ini menyebabkan Comite-comite kurang mampu memelihara kontinyuitas pekerjaannya, kurang mengetahui keadaan sosial-ekonomi, kesadaran berorganisasi dan kesadaran politik daripada massa.
Oleh karena itu di masa-masa datang kita harus memberikan lebih kuat tekanan pada pekerjaan tekun di kalangan massa, harus mendidik dan melatih banyak kader untuk ini, harus menjalankan politik penempatan kader yang lebih sesuai dalam rangka penyesuaian organisasi Partai dengan perkembangan situasi yang cepat. Dalam pada itu perlu dicari bentuk-bentuk tata sibuk yang sekaligus menyatukan kegiatan-kegiatan tekun dengan kegiatan berkobar-kobar, yang sekaligus menyatukan pekerjaan pendidikan dengan pekerjaan organisasi, tetapi yang juga dapat dikerjakan oleh anggota-anggota yang paling terbelakang, seperti misalnya gerakan 1001, gerakan tanda tangan menuntut penurunan harga, gerakan beras perelek, beranjangsana dengan membawa tema-tema yang mudah atau dengan menggunakan penerbitan-penerbitan kecil, dan sebagainya.
Pengalaman-pengalaman pekerjaan tekun yang berhasil dan yang gagal harus dikumpulkan, dianalisa dan disimpulkan agar kita dapat membikin pedoman yang lebih baik buat pekerjaan ini.
Adanya seorang atau beberapa penekun di pimpinan organisasi-organisasi massa di tingkat atas sampai ke bawah seperti yang sudah mulai kita lihat sekarang, sudah tentu baik sekali dan harus diperluas. Tetapi soalnya lagi ialah, apakah para penekun itu sudah benar-benar mencurahkan segenap perhatiannya pada pekerjaan yang dipertanggungjawabkan kepadanya, sehingga ia benar-benar telah mengambil dalam tanggung jawabnya pekerjaan praktis sehari-hari secara mendalam dan teliti yang meliputi bidang penghidupan massa, bidang organisasi, pendidikan, politik dan ideologi. Ini adalah pekerjaan besar, membutuhkan sangat banyak kader karena pekerjaan ini tidak mungkin dikerjakan oleh kader yang banyak rangkapan.
Oleh karena itu, kawan-kawan, dalam Kongres ini perlu kita mengingatkan Comite-comite Partai yang belum dengan sungguh-sungguh melaksanakan politik kader dan cara mengurus kader seperti yang diputuskan oleh Sidang Pleno ke-2 CC bulan Desember 1960. Mengenai politik kader dan cara mengurus kader kita sudah mempunyai patokan-patokan yang jelas. Dengan berpegang teguh pada politik dan cara mengurus kader ini, Comite-comite Partai dari semua tingkat juga kawan-kawan yang bekerja dalam organisasi-organisasi massa, harus lebih berani mengadakan promosi kader.
Kita tidak bisa berbicara tentang memupuk sejumlah besar orang yang pandai dan berwatak, tentang mengurangi rangkapan dan tentang penyesuaian organisasi dengan situasi yang berkembang cepat, jika masih ada ketakutan atau kekurangpercayaan kepada kader-kader bawahan yang hanya bisa maju jika mereka diberi tanggung jawab yang lebih besar. Tidak ada kader yang bodoh atau kader yang jelek, jika mereka dipimpin yang baik dan diperlakukan yang adil. Mereka adalah orang-orang revolusioner, yang masuk barisan revolusi tanpa ada yang menyuruh apalagi yang memaksa. Mereka adalah anak-anak revolusi. Berilah tempat yang wajar pada mereka dalam barisan revolusi. (Tepuk tangan). Ini juga berarti mengembangkan “the new emerging forces”. (Tepuk tangan riuh).
Jadi jelaslah, bahwa memperbaiki pekerjaan tekun juga sangat penting dalam usaha menciptakan banyak kader. Pekerjaan tekun harus kita lakukan sambil terus melaksanakan pedoman “berjalan dengan dua kaki”. Pada pokoknya pedoman ini sudah kita laksanakan, tapi kita merasa dan kenyataannya memang demikian, bahwa masih terdapat banyak kekurangan, terutama mengenai pekerjaan tekun.
Kongres Nasional ke-6 Partai telah menugaskan supaya kita terus-menerus memperkuat kedudukan Partai di kalangan kaum buruh dan menarik bagian yang terbesar daripada massa kaum buruh ke pihak Partai. Tugas ini antara lain telah dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan yang besar dari anggota-anggota Partai melalui aksi-aksi sosial-ekonomi. Hasil perjuangan untuk perbaikan sosial-ekonomi antara lain: kenaikan upah rata-rata 25% tiap tahun dan perbaikan pembagian beras dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Khusus untuk pegawai negeri berhasil diperjuangkan perbaikan PGPN 1961 dan berkat kebijaksanaan bekas Menteri Sudjono dan desakan-desakan serikat buruh distribusi beras bagi pegawai negeri dinaikkan menjadi 8 Kg. sebulan untuk tiap anggota keluarga. Distribusi beras ini belum merata bagi semua pekerja negeri. Juga telah berhasil diperjuangkan adanya Undang-Undang Pokok Kepegawaian. Juga berhasil mempertahankan hak-hak kaum buruh di perusahaan-perusahaan negara bekas perusahaan-perusahaan Belanda yang diusahakan untuk dikurangi atau dihapuskan oleh kaum kapitalis birokrat atau pencoleng, terutama hak-hak mendapatkan catu, THR dan gratifikasi. Disamping itu kenaikan upah bagi golongan buruh ini juga berhasil diperjuangkan. Setelah diadakan perlawanan-perlawanan yang sengit, pada umumnya pemecatan dan massa-onslah berhasil dilawan. Perjuangan yang terus masih dilakukan ialah pencabutan ontslagrecht warisan pemerintah kolonial Belanda.
Hasil yang paling besar daripada perjuangan gerakan serikat buruh Indonesia dalam tahun-tahun belakangan ini ialah: bertambah besarnya vaksentral revolusioner SOBSI dan gagalnya usaha untuk membubarkan vaksentral-vaksentral yang dicoba melalui OPPI dan PTK. (Tepuk tangan riuh dan lama). Berhasilnya pembentukan Sekretariat Bersama Kerja Sama Vaksentral-Vaksentral dalam rangka pelaksanaan Trikomando Rakyat untuk pembebasan Irian Barat juga merupakan hasil yang penting. Demikian pula dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan yang sekarang sedang dalam taraf perjuangan untuk pelaksanaannya yang benar. Pelaksanaan Undang-undang ini secara tepat berarti realisasi daripada prinsip gotong-royong dalam pengurusan perusahaan.
Dengan makin memuncaknya harga kebutuhan sehari-hari dan bertambahnya jumlah penganggur berhubung dengan penutupan perusahaan-perusahaan, dapat diramalkan bahwa di waktu-waktu mendatang kaum reaksioner akan terus berusaha untuk menimpakan beban krisis dan inflasi sekarang sepenuhnya di atas pundak rakyat pekerja, terutama kaum buruh dan kaum tani. Dalam keadaan demikian, tidak ada jalan lain kecuali kaum buruh Indonesia harus menjadi kampiun dan teladan dalam dua macam perjuangan. Pertama, dalam perjuangan untuk melawan pembebanan secara berat sebelah daripada akibat inflasi dan krisis ekonomi; kedua, dalam perjuangan untuk pengubahan demokratis di lapangan sistem politik dan di lapangan kebebasan politik bagi rakyat.
Oleh karena itu kaum buruh Indonesia harus tidak henti-hentinya memperkuat organisasi dan persatuan kelasnya, melahirkan lebih banyak kader-kader serikat buruh yang revolusioner dan gemblengan, yang mempunyai kesadaran politik yang tinggi, yang mempunyai keahlian serikat buruh dan yang Manipolis revolusioner, yang mempunyai 1001 macam akal untuk merealisasi 1001 macam aksi.
Sesuai dengan tradisinya, kaum buruh Indonesia harus mengibarkan tinggi-tinggi bendera patriotisme, harus tetap menjadi pejuang yang gigih dalam memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia dan dalam mengatasi krisis sandang-pangan, khususnya dalam meningkatkan produksi di perusahaan-perusahaan negara serta mencegah kebangkrutan perusahaan-perusahaan swasta patriotik.
Dengan sendirinya kaum buruh Indonesia juga harus tetap berdiri di barisan depan dalam urusan-urusan persahabatan antara bangsa-bangsa, dalam usaha melikuidasi kolonialisme dari permukaan bumi dan dalam membela perdamaian dunia. (Tepuk tangan).
Selama masa yang ditinjau telah mencapai kemajuan-kemajuan penting dalam pekerjaan di kalangan kaum tani, terutama disebabkan karena kader-kader Partai sudah makin banyak yang mengadakan penelitian di desa-desa, yang membantu mengorganisasi kaum tani, melahirkan dan mendidik kader-kader dari kalangan kaum tani sendiri. Kemajuan-kemajuan ini telah memungkinkan organisasi tani revolusioner, yaitu BTI yang sekarang beranggota 4½ juta, (tepuk tangan riuh dan lama), berkembang luas dalam melaksanakan tuntutan-tuntutan yang sangat aktuil seperti tuntutan pelaksanaan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil dan Undang-Undang Pokok Agraria, tuntutan supaya menurunkan harga kebutuhan hidup sehari-hari, tuntutan peluasan hak-hak demokrasi, pencabutan keadaan bahaya dan pemulihan keamanan.
Berdasar desakan-desakan yang kuat dari aksi-aksi kaum tani dengan bantuan golongan-golongan demokratis dalam DPRGR, beberapa tuntutan untuk meringankan beban penghidupan kaum tani, seperti tuntutan-tuntutan untuk mengurangi bunga pinjaman Padisentra dari 25 menjadi 12% setahun, untuk menghapuskan peraturan wajib jual tebu kepada perusahaan-perusahaan gula Negara dan mendapatkan kebebasan untuk menggiling tebunya sendiri menjadi gula mangkok, untuk mendapatkan sewa tanah yang layak guna tanaman tebu, tembakau dan rosela dengan jalan berunding, untuk mendudukkan wakil-wakil organisasi tani dalam Dewan Perusahaan tertentu, untuk peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA yang menguntungkan kaum tani, sampai batas-batas tertentu telah berhasil. Hal ini terutama adalah disebabkan karena makin meluas dan makin kuatnya front persatuan kaum tani anti-feodal dengan intinya organisasi tani revolusioner, makin dipereratnya kerja sama organisasi-organisasi tani seperti tercermin dalam Badan Musyawarah Golongan Karya Tani dan dalam Musyawarah Tani Front Nasional dan kerja sama wakil-wakil golongan tani dalam berbagai Lembaga Negara. Dalam Konferensi Nasional Tani ke-2 PKI dalam bulan Juli 1961 secara tepat telah disimpulkan bahwa “gerakan tani melawan berbagai bentuk pengisapan tuan tanah dan lintah darat sedang berkembang mulai meluas di seluruh negeri”. Sangat menggembirakan adalah perkembangan gerakan tani di bagian Timur dari negeri kita pada waktu-waktu belakangan ini.
Gerakan tani revolusioner pada waktu sekarang berporos pada Gerakan 6 Baik, di mana termasuk di dalamnya Gerakan 1001 untuk meningkatkan hasil produksi bahan makanan. Gerakan 6 Baik ialah gerakan untuk (1) menurunkan sewa tanah; (2) menurunkan bunga uang yang dipinjam; (3) menaikkan upah buruh tani; (4) menaikkan produksi pertanian; (5) menaikkan tingkat kebudayaan kaum tani; dan (6) menaikkan tingkat kesadaran politik kaum tani. Gerakan 6 Baik pada pokoknya juga berlaku bagi kaum nelayan.
Gerakan 1001 bukanlah sesuatu yang terpisahkan dari Gerakan 6 Baik, karena Gerakan 1001 dilancarkan tidak lain ialah untuk menaikkan hasil produksi pertanian. Baik Gerakan 6 Baik maupun Gerakan 1001 disambut hangat oleh kaum tani dan telah menimbulkan kegembiraan dan antusiasme dalam gerakan tani revolusioner. Sebagai bagian dari Gerakan 6 Baik, Gerakan 1001 harus terus diperhebat berhubung dengan krisis pangan dan paceklik yang berat yang dihadapi oleh rakyat Indonesia pada waktu sekarang. Gerakan 1001 tidak hanya harus dikerjakan oleh kaum tani, tetapi juga oleh kaum buruh, kaum miskin kota, dan lain-lain.
Gerakan turun sewa atau Gerakan 6:4 berlangsung terutama dalam bentuk menuntut pelaksanaan UU Perjanjian Bagi Hasil. Gerakan ini telah berhasil memobilisasi kaum tani dalam front yang luas melawan tuan tanah. Gerakan turun sewa telah membangkitkan kekuatan kaum tani yang akan besar artinya bagi perjuangan menuntut pelaksanaan UU Pokok Agraria, suatu Undang-undang yang jika dilaksanakan sungguh-sungguh atas desakan kaum tani akan merupakan pelaksanaan perubahan tanah (landreform) terbatas.
Pelaksanaan gerakan turun sewa bisa lancar jika ada kebulatan pikiran di kalangan anggota-anggota Comite dan kader-kader Partai lainnya di pedesaan. Kebulatan pikiran itu akan dipercepat prosesnya jika ada kebangkitan kaum tani dalam menuntut turun sewa. Kader-kader yang bertugas memimpin langsung gerakan ini haruslah kader-kader yang memiliki semangat tinggi, yang yakin benar bahwa massa petani dapat dibangkitkan guna melemparkan beban penindasan dari atas pundaknya, yang sanggup pergi ke desa-desa untuk berada di tengah-tengah kaum tani miskin dan buruh tani, dengan tekun melakukan penelitian tentang bentuk-bentuk pengisapan feodal di desa-desa, membangkitkan mereka yang diisap untuk menuntut pelaksanaan UUPBH. Pendeknya, prinsip “kaum tani membebaskan dirinya sendiri” harus dipegang teguh oleh kader-kader yang bekerja di pedesaan. Membersihkan organisasi tani revolusioner dan Partai di pedesaan dari pengaruh tuan tanah dan tani kaya adalah syarat mutlak untuk menyukseskan gerakan turun sewa, untuk pelaksanaan UUPBH secara konsekuen.
Gerakan turun bunga adalah gerakan yang ditujukan kepada lintah darat, yang biasanya kedudukan ini juga dirangkap oleh tuan tanah. Oleh karena itu, gerakan turun bunga pada umumnya adalah juga gerakan melawan tuan tanah. Dalam rangka gerakan ini juga harus diperjuangkan pembebasan gadai tanah dan peringanan menebus tanah sesuai dengan UU No. 56 Prp. 1960 pasal 7.
Gerakan naik upah untuk pekerjaan mencangkul, menanam, menuai, menyiangi, menggembala, menumbuk padi, mengangkat hasil bumi, memetik kelapa, dan lain-lain dilakukan secara membeda-bedakan siapa-siapa yang dihadapi. Yang ditempuh ialah jalan berunding dengan garis: tuntutan kepada tani sedang lebih rendah daripada kepada tani kaya, dan tuntutan kepada tani kaya lebih rendah daripada kepada tuan tanah. Berunding dengan tani sedang dan tani kaya harus lebih sabar daripada dengan tuan tanah.
Gerakan naik upah memperkuat gerakan turun sewa, dan jika dua macam gerakan ini kuat serta dikoordinasi dengan baik, maka gerakan tani revolusioner akan ditempatkan pada tempat yang berinisiatif, sedangkan kaum tuan tanah pada tempat yang terpencil dan defensif.
Gerakan naik produksi dilakukan dengan mengajukan tuntutan-tuntutan misalnya, membikin efektif cara-cara reboisasi (penghutanan), menggunakan tanah-tanah cadangan dan tanah-tanah onderneming yang tidak dipakai, mengadakan tumpang sari di tanah-tanah kehutanan dan di onderneming-onderneming, menuntut segera dibentuknya Panitia-panitia Pengairan dan Dewan-dewan Produksi Pertanian dengan mengikutsertakan ormas-ormas revolusioner. Juga dibentuk Regu-regu Saling Bantu (RSB-RSB) dan dilakukan propaganda yang makin luas mengenai “5 prinsip” dan “8 prinsip” menaikkan produksi pertanian. Gerakan naik produksi harus diperhebat dengan dilancarkannya Gerakan 1001.
Gerakan naik kebudayaan dititikberatkan pada pemberantasan buta huruf di kalangan kaum tani dan pada kegiatan organisasi-organisasi kesenian rakyat di kalangan kaum tani.
Gerakan naik politik dilakukan dengan mendidik lebih banyak kader-kader politik dari kalangan kaum tani, dengan membikin lebih banyak Sekolah-sekolah Politik dan Kursus-kursus Rakyat di mana kepada kaum tani dijelaskan secara sederhana dan mudah ditangkap persoalan-persoalan pokok revolusi, bahwa revolusi kita pada hakikatnya adalah revolusi kaum tani, bahwa soal pembebasan Irian Barat adalah juga soal kaum tani, bahwa demokrasi-persatuan-mobilisasi adalah syarat mutlak untuk pembebasan Irian Barat, untuk perbaikan nasib kaum tani, untuk mengalahkan tuan tanah dan untuk Kabinet Gotong-Royong. (Tepuk tangan).
Dalam melaksanakan Gerakan 6 Baik dan Gerakan 1001 harus diutamakan kepentingan buruh tani dan tani miskin dengan tidak mengabaikan kepentingan tani sedang yang juga merupakan tenaga penggerak revolusi yang penting. Untuk menjamin ini, ormas tani revolusioner harus dijadikan ormas yang bersih dari tuan tanah dan tani kaya dan yang keanggotaannya terutama terdiri dari buruh tani dan tani miskin; sedang kaum tani sedang terutama dihimpun dalam koperasi-koperasi rakyat pekerja yang berhubungan erat dengan ormas tani revolusioner dalam perjuangan melawan tuan tanah dan lintah darat. Karena korupsi masih menjadi penyakit dari koperasi-koperasi, terutama koperasi yang dipaksakan dari atas, maka Comite Partai harus bertindak tegas dan tepat pada waktunya terhadap setiap gejala terjadinya kecurangan dalam mengurus koperasi di mana tersangkut kader-kader Partai. Comite Partai harus melatih lebih banyak kader-kader koperasi rakyat pekerja yang kuat ideologinya dan pandai mengurus koperasi, sehingga mereka menjadi kader-kader yang setia dan terpercaya dalam mengibarkan tinggi-tinggi 3 bendera Koperasi Rakyat Pekerja.
Bersamaan dengan majunya gerakan revolusioner dan progresif selama masa yang ditinjau, kita mencatat kemajuan-kemajuan penting dalam gerakan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Semangat revolusioner di kalangan kaum muda ini meningkat tinggi terutama setelah Trikomando Rakyat pembebasan Irian Barat. Mereka cepat memberikan reaksi terhadap gerak-gerik kaum imperialis, apakah dia imperialis Belanda, Amerika, Belgia, Perancis, Inggris atau pun imperialis-militeris Jepang. Front pemuda makin terkonsolidasi, kerja sama di kalangan organisasi-organisasi mahasiswa makin baik dan semangat patriotik dan revolusioner di kalangan pelajar-pelajar sekolah menengah meningkat dengan cepat. Organisasi-organisasi revolusioner mahasiswa dan pelajar sudah bekerja ke jurusan meningkatkan prestasi belajar dan berolah raga, sudah merupakan potensi dalam melawan kegiatan-kegiatan subversif dan reaksioner di sekolah-sekolah dan universitas-universitas, dan dalam menciptakan orang-orang terpelajar yang Manipolis.
Delegasi-delegasi pemuda dan pelajar Indonesia ke pertemuan-pertemuan internasional pada tahun-tahun belakangan ini, baik yang diselenggarakan di dunia Barat maupun Timur, selalu menampakkan diri sebagai delegasi yang kompak bersatu dan yang tegas membela serta memperjuangkan prinsip-prinsip Manipol dan berdiri di pihak “the new emerging forces”. Dengan demikian mereka selalu memberi sumbangan penting dalam memperkuat persatuan pemuda dan pelajar sedunia yang anti-kolonial, anti-imperialis, dan cinta damai.
Juga pelajar-pelajar Indonesia yang berada di luar negeri tidak mau ketinggalan dalam pelaksanaan Trikomando Rakyat. Di mana-mana mereka membangkitkan semangat anti-imperialisme Belanda dan AS. Di berbagai negeri pelajar-pelajar kita melakukan demonstrasi dan aksi-aksi anti-Belanda yang heroik.
Di bawah semboyan “Jadikan Pemuda Rakyat organisasi yang besar dan terkonsolidasi”, kegiatan-kegiatan besar telah dilakukan oleh kader-kader Pemuda Rakyat untuk meluaskan organisasi dan keanggotaannya serta mendidik barisannya dalam semangat Marxisme-Leninisme. Pemuda Rakyat yang sekarang beranggota 1.250.000, makin lama makin menyempurnakan diri sebagai pembantu yang setia dan terpercaya dari PKI, (tepuk tangan lama), sebagai pelaksana-pelaksana yang mengerti, sadar dan bersemangat daripada Manipol dan Trikomando Rakyat. Dalam rangka pelaksanaan Trikomando Rakyat, Pemuda Rakyat berdiri di barisan depan dalam melaksanakan tekad berjuang rakyat: “Satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul”, artinya siap untuk ke medan perang guna membebaskan Irian Barat dan siap pula untuk memperkuat home-front (garis belakang). Anggota-anggota Pemuda Rakyat yang dikirim ke medan perang harus menjadi sukarelawan-sukarelawan yang aktif, berani, ulet, dan ikhlas. Yang belum atau tidak dikirim, harus merupakan elemen-elemen aktif dalam perjuangan kaum buruh dan kaum tani, dalam membantu serikat-serikat buruh dan dalam melaksanakan Gerakan 6 Baik di pedesaan, dalam membantu koperasi-koperasi rakyat pekerja, keamanan desa dan kampung, dan sebagainya.
Tetapi, tugas yang dihadapi oleh gerakan progresif di masa-masa datang adalah jauh lebih banyak dan lebih berat lagi. Oleh karena itu, kader-kader Pemuda Rakyat harus lebih tekun dan lebih bersemangat untuk membikin organisasinya tersebar di seluruh negeri, terkonsolidasi di bidang politik, organisasi, dan ideologi. Anggotanya bukan hanya harus diperbanyak, tetapi juga komposisinya harus diperbaiki, harus lebih banyak pemuda-pemuda buruh dan tani masuk di dalam badan-badan pimpinan, dan jumlah anggota wanita harus ditingkatkan karena sekarang jumlahnya baru 87.000 atau 7% daripada seluruh anggota.
Selama masa yang ditinjau ini juga gerakan wanita telah mencapai kemajuan-kemajuan penting. Front persatuan wanita anti-imperialisme yang luas telah tergalang di pusat. Di daerah-daerah keadaannya tidak sama dengan di pusat, ada yang kerja samanya sudah lebih baik daripada di pusat, tapi ada juga yang masih lebih terbelakang atau sama sekali belum ada. Kerja sama organisasi-organisasi wanita di daerah-daerah akan lebih baik jika ada dorongan yang lebih aktif dari organisasi kerja sama yang sudah ada di pusat.
Dalam tahun-tahun belakangan ini Gerwani mengalami kemajuan-kemajuan penting, baik dalam peluasan organisasi dan anggotanya maupun dalam konsolidasinya.
Perkembangan gerakan emansipasi pada wanita akan lebih baik jika Comite-comite Partai di daerah-daerah memberi perhatian lebih besar kepada pengurusan fraksi-fraksi dan kader-kader Partai yang bekerja dalam ormas wanita revolusioner di daerah-daerah. Terutama harus cepat dan tepat dalam menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi yang ada di dalam fraksi-fraksi itu. Ormas wanita revolusioner telah membuktikan militansinya dalam menuntut penurunan harga kebutuhan hidup sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan lain untuk meringankan kesulitan-kesulitan rumah tangga, misalnya mengorganisasi belanja bersama, ambil bagian dalam koperasi-koperasi rakyat pekerja, ambil bagian dalam Gerakan 1001 dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini mempunyai pengaruh pada gerakan wanita pada umumnya.
Di desa-desa kaum wanita harus secara aktif ditarik ke dalam Gerakan 6 Baik, karena tanpa ini tidak akan ada gerakan massa yang luas di desa-desa.
Langkah yang baik yang diambil oleh pusat, dan harus diikuti oleh daerah-daerah secara lebih merata, ialah Seminar Nasional Wanita Tani yang diselenggarakan oleh Gerwani dalam bulan Desember 1960 dan untuk Wanita Buruh yang diselenggarakan oleh SOBSI dalam bulan Mei 1961. Seminar-seminar ini merupakan bantuan yang besar kepada kader-kader wanita yang bekerja di dalam gerakan tani dan buruh. Tetapi, masih banyak Comite daerah yang tidak menguasai keputusan-keputusan seminar itu, dan malahan acuh tak acuh terhadapnya, sehingga tidak dapat membantu mengembangkan hasil-hasil dua seminar yang penting itu. Oleh karena itu, semua Comite daerah harus menguasai hasil-hasil kedua seminar itu dan membantu lebih baik perkembangan gerakan wanita revolusioner di tempatnya masing-masing, khususnya gerakan di kalangan wanita tani dan wanita buruh. (Tepuk tangan). Untuk memperbaiki pekerjaan di kalangan wanita muda, yang memang masih banyak kekurangannya, perlu diadakan Seminar Nasional Wanita Muda, yang didahului oleh seminar-seminar di daerah-daerah.
Satu hal yang belum sesuai dengan garis Kongres Nasional ke-6 ialah, bahwa presentase keanggotaan wanita di dalam Partai bukan hanya tidak bertambah, malahan berkurang. Ini disebabkan karena keanggotaan Partai terus bertambah, tapi tambahan keanggotaan wanita tidak sepadan dengan tambahan keanggotaan Partai seluruhnya. Hal ini harus diperbaiki, harus lebih banyak kaum wanita pekerja ditarik ke dalam Partai kita. (Tepuk tangan).
Partai telah meletakkan di atas pundaknya tugas untuk “mendidik wanita-wanita Komunis menjadi wanita yang inteleknya, kemauannya dan perasaannya berkembang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya”. Hal ini belum mendapat perhatian secukupnya oleh kebanyakan Comite Partai. Supaya hal ini terus-menerus mendapat perhatian perlu dilakukan berbagai usaha antara lain: supaya dalam Sekolah-sekolah Partai di semua tingkat diadakan ceramah-ceramah khusus tentang memperbaiki pekerjaan Partai di kalangan wanita, (tepuk tangan), supaya lebih diperluas Sekolah-sekolah Politik khusus untuk wanita-wanita Komunis, (tepuk tangan), supaya di daerah-daerah lebih sering diadakan Konferensi wanita Komunis dan supaya lebih banyak diterbitkan brosur-brosur tentang gerakan wanita. (Tepuk tangan).
Kongres Nasional ke-6 Partai menugaskan kepada kita untuk mengintensifkan pekerjaan di kalangan kaum intelektual. Dalam rangka pelaksanaan tugas ini sangatlah penting artinya Sidang Pleno ke-3 CC pada akhir tahun 1961. Sidang Pleno ini menegaskan bahwa masalah kaum intelektual bagi Partai kita dalam tingkat perjuangan sekarang berkisar pada persoalan: apa yang dapat disumbangkan oleh PKI untuk membantu inteligensia memperbesar peranannya di dalam perjuangan memenangkan Revolusi Indonesia, sesuai dengan tradisi revolusioner tokoh-tokoh inteligensia Indonesia di masa-masa yang lalu.
Adalah satu kenyataan, bahwa pada waktu sekarang semboyan “ilmu untuk ilmu” secara politik pada pokoknya sudah dikalahkan oleh prinsip “ilmu untuk rakyat”. (Tepuk tangan). Secara resmi prinsip “ilmu untuk ilmu” (tawa) sudah tidak dibenarkan, tetapi kita tidak boleh lengah. Masih cukup banyak sarjana yang dengan dalih “ilmu” pada hakikatnya berbuat tidak lain daripada menggunakan ilmu sebagai kedok untuk melawan kemajuan, melawan rakyat, melawan Manipol, ya, melawan ilmu. Bukan rahasia lagi bahwa ada “sarjana-sarjana” yang mengadakan seminar-seminar untuk menentang Konsepsi Presiden Sukarno tentang Demokrasi Terpimpin dan Kabinet Gotong-Royong, atau membikin disertasi untuk mematikan inisiatif petani dalam memperbesar produksi pertanian, untuk melemahkan gagasan gotong-royong dan Nasakom, dan sebagainya. Semua kejahatan ini dilakukan atas nama “ilmu” dan dikatakan “tidak ada sangkut-pautnya dengan politik”. Universitas-universitas yang hanya mungkin ada karena rakyat membayar pajak langsung atau tidak langsung, digunakan untuk memukul rakyat dan memecah belah persatuan rakyat, itulah yang dikatakan “tidak ada sangkut-pautnya dengan politik”, yang dikatakan semata-mata urusan “ilmu”. Tepat sekali peringatan Presiden Sukarno kepada Presiden Universitas-universitas dari seluruh Indonesia beberapa waktu yang lalu supaya awas, jangan sampai subversif asing masuk ke dalam universitas-universitas. Juga soalnya sekarang: mengeluarkan yang sudah masuk! (Tepuk tangan dan tawa).
Perkembangan kekuatan progresif dan revolusioner, kekuatan persatuan nasional dengan mercusuar Manipol makin lama makin besar pengaruhnya atas kaum intelektual Indonesia, membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk lebih memperbesar peranan kaum intelektual dalam perjuangan memenangkan revolusi nasional dan demokratis yang berhari depan Sosialisme.
Pekerjaan Partai di kalangan kaum intelektual mempunyai dua segi: pertama, pekerjaan di kalangan inteligensia non-Partai, dan kedua, pekerjaan melahirkan lebih banyak intelektual Komunis.
Dengan berpedoman pada garis yang ditetapkan oleh Sidang Pleno ke-3 CC belum lama berselang, Partai kita sekarang sedang giat berusaha untuk dengan berangsur-angsur melenyapkan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dua pekerjaan itu, dengan jalan: di satu pihak membantu intelektual revolusioner di luar Partai memadukan ilmu dengan praktek revolusi Indonesia serta memperkenalkan Marxisme-Leninisme kepada mereka; di pihak lain meningkatkan taraf pengetahuan umum dan keahlian kader-kader Komunis serta kader-kader gerakan revolusioner pada umumnya serta lebih intensif lagi mengajarkan kepada mereka prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme, mendidik mereka tentang pendirian serta metode kelas buruh.
Dengan singkat, pekerjaan Partai di kalangan kaum intelektual adalah perjuangan memadukan ilmu dengan praktek revolusi Indonesia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari revolusi kebudayaan di negeri kita. Revolusi kebudayaan ini tidak hanya menguntungkan kaum buruh dan kaum tani tetapi juga menguntungkan inteligensia dan seluruh rakyat negeri kita.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan umum para aktivis gerakan rakyat dan memperkenalkan prinsip-prinsip yang maju di sesuatu bidang pengetahuan pada massa, pentinglah artinya Seminar Pendidikan yang diselenggarakan oleh CC mengenai pendidikan umum dalam bulan Juli 1960. Seminar semacam itu perlu diluaskan ke berbagai cabang ilmu lainnya baik oleh CC maupun oleh CDB-CDB.
Pekerjaan Partai di kalangan inteligensia pasti semakin berkembang dan maju, jika di samping secara kreatif melaksanakan pedoman bekerja di kalangan intelektual yang ditetapkan Sidang Pleno ke-3 CC, kita juga dan terutama kader-kader Partai dari kalangan intelektual aktif mempersatukan kaum intelektual dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka yang bekerja di berbagai lapangan.
Kawan-kawan yang tercinta!
Saya hampir sampai pada akhir laporan ini, Kawan-kawan tentunya mengetahui, bahwa masih ada beberapa kegiatan massa daripada Partai yang belum, dan saya kira memang tidak perlu dikemukakan dalam laporan ini.
Tetapi, walaupun demikian, masih ada kegiatan massa daripada Partai yang saya rasa tidak sempurna laporan ini jika tidak disampaikan, yaitu kegiatan Partai di lapangan kebudayaan. Terakhir saya laporkan, tapi tidak kurang pentingnya daripada berbagai kegiatan-kegiatan lain daripada Partai.
Semboyan “seni untuk seni” sebagaimana semboyan “ilmu untuk ilmu” secara politik pada pokoknya sudah menjadi semboyan yang lapuk. Semboyan “seni untuk seni” sudah dikalahkan oleh prinsip “seni untuk rakyat”. Tetapi, juga dalam soal ini kita tidak boleh lengah, karena kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri terus berusaha menghidup-hidupkan prinsip yang secara politik pada pokoknya sudah dikalahkan itu. Perjuangan untuk mengalahkan sama sekali semboyan “seni untuk seni” akan berlangsung terus selama agresi kebudayaan imperialis yang dikepalai oleh Amerika Serikat, selama sisa-sisa kolonialisme dan feodalisme belum dihapuskan sama sekali oleh revolusi Indonesia.
Di lapangan kebudayaan, kaum imperialis, terutama Amerika Serikat masih terus mengagresi negeri kita dengan terutama menggunakan lektur, film dan musik. Dominasi kebudayaan imperialis dan sisa-sisa kebudayaan kolonial Belanda dengan jelas nampak di dunia perguruan, terutama perguruan tinggi di kota-kota besar. Sedang di desa-desa kebudayaan feodal yang mengabdi tuan-tuan tanah masih merupakan benalu bagi perjuangan kaum tani.
Tujuan agresi kebudayaan imperialis ialah untuk merusak ideologi kelas buruh dan rakyat. Oleh karena itu, tugas Partai di lapangan kebudayaan untuk periode revolusi nasional demokratis ini ialah mengerahkan segenap kekuatan kebudayaan dan menjadikannya senjata perjuangan di tangan rakyat, untuk mengalahkan musuh-musuhnya, yaitu imperialisme dan feodalisme.
Berkat pimpinan Partai, rakyat pekerja telah dan sedang terus menggunakan kebudayaan sebagai senjata perjuangannya. Kebudayaan yang digubah oleh perjuangan rakyat itu adalah kebudayaan nasional yang demokratis yang telah tumbuh dan semakin rindang. Kebudayaan yang nasional dan demokratis itu, merupakan kebudayaan kelas buruh, kaum tani, dan golongan-golongan rakyat lainnya yang anti-imperialis dan anti-feodal. Pengalaman dan kenyataan menunjukkan bahwa kebudayaan revolusioner itu hanya bisa tumbuh dan berkembang selama ia tetap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gerakan massa revolusioner yang umum.
Sejak beberapa tahun belakangan ini, seniman-seniman Komunis dan pekerja-pekerja kebudayaan Partai telah menciptakan banyak karya baik yang berbentuk kesusastraan, seni rupa, musik, drama, film, dan tari. Pekerja-pekerja kebudayaan Partai telah bekerja sama yang baik dengan seniman dan sastrawan-sastrawan demokratis dan patriotik lainnya, sehingga tergalanglah suatu front kebudayaan anti-imperialis dan anti-feodal yang jika dipelihara dan dikembangkan terus akan merupakan salah satu kekuatan revolusi yang penting.
Sejak kelas buruh dan Partai ada, semenjak itu pada dasarnya telah ada pula kebudayaan kelas buruh. Partai tentu mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mengembangkan kebudayaan kelas itu. Dalam hubungan ini di samping kegiatan-kegiatan lainnya patut disambut dengan baik gerakan mempopulerkan lagu-lagu perjuangan kelas, lagu-lagu nasional, dan lagu-lagu rakyat daerah di dalam barisan Partai maupun organisasi massa.
Saya mengharap supaya seniman-seniman Komunis dan pekerja-pekerja kebudayaan Partai selalu menjadi teladan tidak hanya di lapangan pekerjaannya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Para seniman dan pekerja kebudayaan progresif supaya mengingat selalu, bahwa semua karya bukanlah untuk kalangan tertentu yang terbatas, tetapi untuk seluruh rakyat, terutama rakyat pekerja. Comite-comite Partai supaya terus memimpin seniman-seniman Komunis dan pekerja-pekerja kebudayaan Partai untuk mempertinggi ideologinya dan membantu seniman-seniman demokratis dan patriotik lainnya dalam mengabdi rakyat dan revolusi.
Kawan-kawan yang tercinta!
Kongres Nasional ke-6 telah menetapkan program besar untuk kita laksanakan, yaitu satu program untuk memenangkan tuntutan-tuntutan yang dimuat dalam Manipol, untuk memenangkan satu revolusi nasional-demokratis yang berhari depan Sosialisme. Juga program tersebut telah memberikan tugas-tugas internasional kepada Partai kita, tugas untuk mengalahkan kolonialisme dan imperialisme, untuk membela perdamaian dan menggalang persahabatan antara bangsa-bangsa, antara rakyat-rakyat, antara kelas buruh dan antara Partai-partai Komunis sedunia. (Tepuk tangan).
Tiap anggota Partai kita harus betul-betul menjadi teladan dalam berjuang untuk demokrasi dan persatuan nasional, dalam menggempur imperialisme, terutama perjuangan pembebasan Irian Barat, dan dalam menggempur feodalisme.
Tugas-tugas ini hanya mungkin kita laksanakan jika kita tidak henti-hentinya menempa Partai kita, menempa organisasinya, politiknya, dan ideologinya. Dan jika Partai kita tidak henti-hentinya menempa persatuannya dengan massa rakyat, jika Partai kita terus bekerja dengan semangat patriotisme dan internasionalisme proletar yang terus meninggi.
Bagi Partai yang demikian tidak ada kesulitan yang tidak dapat diatasi, tidak ada benteng yang tidak bisa direbut! (Tepuk tangan lama).
Oleh karena itulah, kawan-kawan, marilah kita terus maju dan maju dengan langkah-langkah yang lebih cepat membangun Partai yang demikian itu!
Majulah terus mengibarkan tinggi-tinggi panji Marxisme-Leninisme dan internasionalisme proletar! (Tepuk tangan).
Majulah terus mengibarkan tinggi-tinggi panji Demokrasi, Persatuan, dan Mobilisasi! (Tepuk tangan).
Majulah terus melaksanakan Trikomando Rakyat dengan tekad: satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul! (Tepuk tangan).
Majulah untuk Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong, untuk pelaksanaan Manipol sepenuhnya! (Tepuk tangan riuh dan lama, semua hadirin berdiri).