Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.
Presidium dan Kongres yang mulia!
Kawan-kawan yang tercinta!
Lebih dahulu saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya, karena saya telah diberi kehormatan untuk menyampaikan laporan mengenai perkembangan pekerjaan Partai di kalangan kaum tani di hadapan Kongres Partai yang mulia ini.
Kawan-kawan!
Bersama-sama dengan kawan-kawan dalam Kongres ini, saya menyatakan persetujuan sepenuhnya kepada Laporan Umum Kawan Ketua Partai, Kawan D.N. Aidit, yang berjudul “Untuk Demokrasi, Persatuan, dan Mobilisasi”, serta Pengantar Perubahan Konstitusi dan Perubahan Program Partai yang masing-masing disampaikan oleh Kawan-kawan Wakil Ketua Partai, Kawan M.H. Lukman dan Kawan Njoto.
Laporan Umum Kawan D.N. Aidit secara tepat telah memberikan penilaian pada perkembangan di dalam dan di luar negeri, di dalam dan di luar Partai sesudah Kongres Nasional ke-6 Partai, dan berdasarkan penilaian itu telah ditetapkan pula tugas-tugas urgen, semuanya telah dirumuskan, baik dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit, maupun dalam Pengantar Untuk Perubahan Konstitusi dan Perubahan Program Partai yang masing-masing disampaikan oleh Kawan M.H. Lukman dan Kawan Njoto.
Laporan Umum yang kemudian diperkuat oleh pandangan umum juru bicara-juru bicara delegasi Kongres dari seluruh penjuru tanah air, membenarkan kesimpulan, bahwa dewasa ini berkat instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Kongres Nasional ke-6 yang besar dan berkat pimpinan CC Partai kita di bawah pimpinan Kawan D.N. Aidit, “kemampuan Partai telah sangat dipertinggi dan kedudukan berinisiatif daripada Partai telah diperkuat. (Tepuk tangan). Kepercayaan massa rakyat kepada Partai terus bertambah besar, dan dalam keadaan betapa pun sulit dan rumitnya, massa rakyat pekerja mengerti politik dan taktik Partai”.
Kawan-kawan!
Pengertian massa rakyat pekerja terhadap politik dan taktik Partai adalah sangat penting. Ini lebih meneguhkan sikap massa rakyat untuk berkerumun di sekitar Partai, sehingga dengan demikan, kepercayaan massa rakyat kepada Partai sekaligus menjadi kekuatan rakyat dan Partai, menjadi kekuatan revolusi. Tepat seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit bahwa “Proletariat dan rakyat pekerja Indonesia – karena mereka percaya kepada Partai dan mengerti politik dan taktik Partai – membela mati-matian dan membesarkan Partainya”, dan “PKI tetap tegak dan makin besar!”. (Tepuk tangan).
Kawan-kawan!
Salah satu tugas penting yang diinstruksikan oleh Kongres Nasional ke-6 Partai 2½ tahun yang lalu kepada kita, ialah supaya kita “dengan segala kekuatan mengatasi semua kekurangan dalam pekerjaan kita di kalangan kaum tani, dengan meneruskan pekerjaan penelitian tentang hubungan agraria dan penghidupan kaum tani dan dengan mengadakan seminar-seminar dan konferensi-konferensi tentang hubungan agraria dan penghidupan kaum tani secara lebih sungguh-sungguh”, serta “menjadikan pekerjaan mengonsolidasi dan meluaskan organisasi tani revolusioner sebagai pekerjaan yang utama daripada Partai”.
Di samping dipersenjatai dengan garis politik dan organisasi, di antaranya berupa Program Agraria yang tepat yang dirumuskan oleh Kongres Nasional ke-5 Partai yang bersejarah dan kemudian diperkuat oleh Kongres Nasional ke-6 Partai, kita juga telah dipersenjatai dengan langgam kerja “memadukan teori dengan praktek, berhubungan erat dengan massa rakyat dan melaksanakan selfkritik”, serta pedoman-pedoman untuk bisa bekerja lebih baik di kalangan kaum tani, yaitu untuk selalu mengombinasikan bentuk-bentuk pekejaan berkobar-kobar dengan pekerjaan tekun sehingga kita selalu “berjalan dengan dua kaki”; untuk meneruskan gerakan “turun ke bawah” dengan menjalankan “tiga sama” untuk membikin lebih terang lagi bagi kita tentang hubungan-hubungan agraria, tentang masih mendalamnya sisa-sisa feodalisme di desa-desa, untuk tidak menganggap sama pekerjaan mengonsolidasi organisasi tani revolusioner dengan mengonsolidasi serikat buruh; untuk menggunakan tidak hanya sebuah organisasi tani revolusioner dan sebuah organisasi koperasi, tetapi berpuluh-puluh macam bentuk organisasi lain yang sesuai dengan keadaan penghidupan di desa dan dengan tingkat kebudayaan penduduk yang pada umumnya masih rendah, supaya dapat mempersatukan kaum tani guna meringankan penderitaannya, dan lain-lain lagi.
Selanjutnya dalam Laporan Umum CC Partai kepada Kongres Nasional ke-6 yang disampaikan oleh Kawan D.N. Aidit dinyatakan bahwa: “Bekerja di kalangan kaum buruh dan kaum tani tetap merupakan bentuk kegiatan yang terpenting dan pokok daripada PKI. Berhasil atau tidaknya pekerjaan front nasional sangat tergantung pada berhasil atau tidaknya pekerjaan di kalangan kaum buruh dan tani. Front Nasional adalah front persatuan antara rakyat pekerja, yaitu kelas buruh, kaum tani, dan borjuasi kecil di luar kaum tani dengan kaum pengisap, yaitu borjuasi nasional. Tanpa adanya front persatuan yang kuat antara rakyat pekerja terutama kelas buruh dan kaum tani, tidak mungkin ada front persatuan nasional yang kuat dan konsekuen anti-imperialisme. Front nasional tanpa persekutuan buruh dan tani yang kuat adalah front nasional tanpa basis yang tahan uji”.
Kawan-kawan!
Setelah 2½ tahun Kongres Nasional ke-6 Partai dapatlah disimpulkan bahwa, seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit, pekerjaan kita di kalangan kaum tani telah mencapai kemajuan-kemajuan penting. Organisasi tani revolusioner, yaitu BTI, telah meluas ke seluruh negeri dengan anggota 4,5 juta kaum tani. Ketika Kongres Nasional ke-5 Partai Maret 1954, keanggotaan BTI baru 800.000. Semboyan “Tanah untuk kaum tani”, Program yang menuntut supaya semua tanah yang dimiliki oleh tuan tanah-tuan tanah asing maupun tuan tanah-tuan tanah Indonesia disita tanpa penggantian kerugian, supaya kepada kaum tani, pertama-tama kaum tani tak bertanah dan tani miskin diberikan dan dibagikan tanah dengan cuma-cuma, supaya tanah-tanah itu dibagikan kepada anggota-anggota keluarga kaum tani seorang-seorang sebagai milik perseorangan mereka, beserta Program Tuntutan yang tepat untuk kaum tani, telah mempersenjatai kader-kader Partai yang bekerja di kalangan kaum tani untuk bekerja lebih baik mendorong maju gerakan kaum tani, sehingga pada Kongres Nasionalnya yang ke-5 September 1957, BTI telah berhasil menghimpun 3.390.286 anggota. Kemudian, sampai pada Konfernas Tani I Partai April 1959, yaitu 5 bulan sebelum Kongres Nasional ke-6 Partai, meskipun sudah mulai dikembangkan gerakan-gerakan turun sewa, turun bunga, dan naik upah serta mulai dikibarkan Tiga Bendera Koperasi Rakyat Pekerja, dalam waktu 2½ tahun, keanggotaan BTI hanya mencapai sedikit kemajuan, yaitu hanya menjadi kurang lebih 3,5 juta. Ini terutama disebabkan oleh masih kurangnya pengalaman, oleh belum adanya kebulatan pikiran di kalangan anggota-anggota Comite dan kader-kader Partai di pedesaan dan oleh belum bersihnya badan-badan pimpinan BTI dari elemen-elemen tuan tanah dan tani kaya. Setelah kelemahan-kelemahan tersebut terus-menerus diperbaiki, meskipun belum dapat dikatakan sudah sepenuhnya teratasi, maka dalam waktu 2½ tahun, yaitu pada akhir tahun 1961, keanggotaan BTI dari 3,5 juta menjadi 4.547.526 atau kurang lebih 4,5 juta. Dewasa ini aksi-aksi kaum tani melawan berbagai bentuk pengisapan tuan tanah dan lintah darat terus-menerus berkembang dan mulai meluas pula ke seluruh negeri. Ini semua terjadi pada detik-detik sejarah di mana kebebasan-kebebasan demokrasi bagi rakyat sangat dibatasi, pada saat-saat di berbagai daerah dalam waktu cukup panjang kontra-revolusi bersenjata yang didalangi oleh subversi asing mengoyak-ngoyak Republik Proklamasi dan meneror rakyat, terutama kaum tani. Dalam keadaan demikian, sambil berjuang bahu-membahu dengan tenaga angkatan bersenjata yang patriotik dan dengan bekerja sama dengan golongan-golongan demokratis lainnya untuk membela kesatuan Republik Proklamasi, gerakan tani revolusioner memperkuat dan memperluas diri. Kemajuan yang penting terdapat juga di daerah-daerah di mana kaum tani menghadapi teror kontra-revolusi bersenjata dan di daerah-daerah di mana kaum tani menghadapi penindasan berat dan kesewenang-wenangan dari kaum tuan tanah dan kaum kapitalis birokrat, seperti di Pulau Sumatera, khususnya daerah-daerah Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur, dan di lain-lain tempat lagi.
Kemajuan gerakan kaum tani dan peluasan organisasi tani revolusioner berlangsung dengan pengorbanan-pengorbanan kader-kader tani, baik anggota-anggota PKI maupun pencinta-pencinta PKI. Pengorbanan-pengorbanan itu dalam bentuk diuber-uber, ditahan, dihukum penjara sampai ditembak mati oleh kontra-revolusi. Satu kali pernah kita mengadakan penelitian di Jawa Timur. Selama tahun-tahun 1957 sampai 1959 jumlah kader tani yang ditahan dan dihukum penjara ada 1075 orang dengan jumlah tahanan dan hukuman 153 tahun 4 bulan, belum terhitung penahanan-penahanan kecil-kecilan. Untung sekali masa 153 tahun 4 bulan itu dipikul oleh kader-kader kita secara gotong-royong. Jika masa itu dibebankan hanya kepada seorang kader, maka dia harus masuk penjara sejak zaman bubarnya Kompeni (VOC). Dapat disimpulkan, bahwa organisasi tani revolusioner di negeri kita “makin digenjot, makin otot (kuat)”.
Seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit, kemajuan penting ini adalah “terutama disebabkan karena kader-kader Partai sudah makin banyak yang mengadakan penelitian di desa-desa, yang membantu mengorganisasi kaum tani, melahirkan dan mendidik kader-kader dari kalangan kaum tani sendiri”. Jelasnya, sudah makin banyak kader-kader yang melaksanakan tugas yang diinstruksikan oleh Kongres Nasional ke-6 Partai, yaitu dengan segala kekuatan mengatasi semua kekurangan dalam pekerjaan kita di kalangan kaum tani. Ini terjadi berkat tepatnya garis politik dan garis organisasi, langgam kerja dan pedoman kerja dari Partai, berkat kesungguh-sungguhan kader-kader Partai dan berkat pendidikan Marxisme-Leninisme dan pimpinan yang sungguh-sungguh dari Comite-Comite Partai.
Kawan-kawan!
Gerakan tani revolusioner pada waktu sekarang, seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit, berporos pada Gerakan 6 Baik, yaitu gerakan-gerakan untuk (1) menurunkan sewa tanah, (2) menurunkan bunga pinjaman, (3) menaikkan upah buruh tani, (4) menaikkan produksi pertanian, (5) menaikkan tingkat kebudayaan kaum tani, (6) menaikkan tingkat kesadaran politik kaum tani, singkatnya, gerakan-gerakan turun sewa, turun bunga, naik upah, naik produksi, naik kebudayaan dan naik politik.
Seperti juga dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit: “gerakan turun sewa dan turun bunga memang harus benar-benar dipadukan dengan gerakan untuk menaikkan upah buruh tani”. Dengan perpaduan itu, front persatuan tani akan mendapatkan sandaran buruh tani dan tani miskin yang kuat dan luas. Ini dibuktikan oleh pengalaman kaum tani menuntut pelaksanaan UU PBH sebagai jalan untuk menurunkan setoran (sewa tanah). Tuan tanah-tuan tanah bandit anti-Manipol menggunakan senjata main-cabut tanah garapan untuk mengelakkan pelaksanaan UUPBH. Tetapi, setelah gerakan turun sewa dipadukan dengan gerakan naik upah dengan taktik yang tepat, yaitu dengan taktik membeda-bedakan, tuan tanah sukar mencabut tanah garapan kaum tani karena sukar mencari penggarap baru berhubung dengan luas dan kuatnya persatuan buruh tani dan tani miskin yang melawan tuan tanah. Dan jika tanahnya akan diusahakan secara kapitalis dengan menggunakan buruh upahan, dia akan menghadapi aksi-aksi buruh tani menuntut kenaikan upah. Dengan memadukan gerakan turun sewa dan turun bunga dengan gerakan naik upah, front persatuan tani mampu menempatkan gerakan tani revolusioner dalam kedudukan berinisiatif dan menempatkan tuan tanah dalam kedudukan terpencil dan defensif.
Kawan-kawan!
Gerakan-gerakan turun sewa dan turun bunga untuk mengurangi pengisapan tuan tanah dan lintah darat, yang kemudian berkembang sampai pada gerakan untuk juga mengurangi monopoli tanah dari tuan-tuan tanah dewasa ini tidak hanya menjadi tuntutan gerakan tani revolusioner di bawah pimpinan kaum Komunis, tetapi telah disokong pula oleh golongan-golongan demokratis lainnya, dan telah menjadi Ketetapan MPRS dan politik Pemerintah. Dalam Jarek Presiden Sukarno bahkan menyatakan: “Tanah untuk tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah! Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gendut karena mengisap keringatnya orang-orang yang disuruh menggarap tanah itu”.
Berkat desakan-desakan yang kuat dari kaum tani dengan bantuan golongan-golongan demokratis lainnya, di luar dan di dalam DPRGR oleh Pemerintah telah diumumkan UUPBH (UU No. 2 Tahun 1960, 8 Februari 1960) beserta Pedoman Pelaksanaannya, UUPA (UU No. 5 Tahun 1960, 24 September 1960), dan UU No. 56 Prp Tahun 1960 (29 Desember 1960) beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya antara lain ialah Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 (19 September 1961) tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
Pelaksanaan sungguh-sungguh dari UUPBH, UUPA dan semua peraturan, pelaksanaannya adalah syarat untuk melaksanakan perubahan tanah (landreform), yang dalam batas-batas tertentu dapat meringankan beban kaum tani penyewa tanah tuan tanah dan memberika kesempatan kepada sebagian buruh tani dan tani miskin untuk mendapatkan bagian tanah. Meskipun begitu, pelaksanaan UU tersebut sangat seret. Menurut keterangan Menteri Pertanian/Agraria, baru 35% dari Bupati Kepala Daerah Tk. II yang sudah menetapkan imbangan bagi hasil sebagai dasar untuk melaksanakan UUPBH di daerah masing-masing. Sedang pelaksanaan bagi hasil secara UUPBH di desa, sepenuhnya tergantung pada aksi-aksi kaum tani yang mampu memaksa tuan-tuan tanah untuk memperbarui perjanjian sewa tanah sesuai dengan UUPBH, di samping mendorong pejabat-pejabat Pemerintah untuk melaksanakan UU tersebut dan mendesak Pemerintah bertindak setimpal terhadap alat-alatnya yang tidak mau melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan Negara.
Mengenai pelaksanaan bagian yang penting dari UUPA, pada umumnya baru sampai pada mendaftar kelebihan tanah tuan-tuan tanah dari ketentuan batas maksimum. Tanah-tanah tersebut sejak tanggal 24 September 1961 seharusnya sudah mulai dikuasai oleh Negara, untuk pada sehabis musim panen awal tahun 1962, bersama-sama dengan tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja serta tanah-tanah lain yang dikuasai oleh Negara, mulai dibagikan kepada kaum tani yang berhak mendapat pembagian berdasar PP No. 224 Tahun 1961. Pada panen besar awal tahun 1962, petani yang mengerjakan tanah-tanah kelebihan milik tuan tanah, sebenarnya sudah tidak lagi mempunyai hubungan kerja dengan tuan tanah. Mereka tidak lagi membayar sewa tanah (setoran) kepada tuan tanah berdasar ketentuan UUPBH, melainkan membayar sewa 1/3 dari hasil panenan kepada Pemerintah berdasar ketentuan PP No. 224 Tahun 1961.
Selanjutnya, sejak berlakunya UU No. 56 Prp Tahun 1960, yaitu mulai tanggal 1 Januari 1961, tanah petani yang digadaikan, sesudah gadai itu berlangsung 7 tahun, harus dikembalikan kepada pemiliknya dalam waktu sebulan sesudah panen, tanpa pembayaran tebusan, sedang yang belum 7 tahun dapat ditebus dengan bunga ringan, berdasar perhitungan: 7½ dipotong umur gadai, kali uang gadai, dibagi tujuh. Meskipun sudah dinyatakan dalam UU, untuk mendapatkan kembali tanah yang digadai tanpa tebusan atau dengan tebusan yang ringan, kaum tani harus lebih dulu berjuang dengan sekuat tenaga.
Meskipun sudah di-Jarek-kan, sudah pula di-MPRS-kan dan diundang-undangkan, tetapi pelaksanaan landreform, seperti halnya peraturan-peraturan lain yang sedikit saja menguntungkan rakyat, misalnya peraturan yang mengembalikan kepada desa 75% dari hasil penarikan pajak hasil bumi untuk pembangunan pertanian dan sebagainya, jalannya sangat seret. Kaum tani di Jawa mengatakan bahwa semua peraturan yang sedikit baik dan bikin segar kaum tani, kesegarannya seperti kesegaran rujak babal (nangka muda), ditelan seret setengah mati. (Tawa). Oleh karena itu, untuk lancarnya harus disiram dengan aksi-aksi kaum tani yang besar dan militan, demi pelaksanaan politik Pemerintah Pusat. (Tepuk tangan, “Akur!”).
Kawan-kawan!
Dalam gerakan naik-produksi, lebih-lebih setelah dikembangkan Gerakan 1001, telah banyak tergali daya kreasi kaum tani. Penggunaan bibit padi jenis unggul, terutama hasil karya Pak Jagus dan juga ahli pertanian lainnya, sebagai bagian dari pelaksanaan garis “5 prinsip” atau “8 prinsip” menanam padi, sudah mulai meluas. Bibit padi jenis unggul ini pada umumnya dapat menghasilkan 60 sampai 120 kw padi sawah, dan 30-48 kw padi huma tiap ha. Tahun ini mulai dikembangkan bibit padi sawah dan huma yang hasilnya besar dan umurnya pendek. Pengembangan jenis padi huma (gogo, padi kering) yang umur pendek, hasil banyak, warna putih dan rasanya enak, seperti pernah dinyatakan oleh Presiden Sukarno kepada delegasi DPP BTI yang menyampaikan hasil percobaan tanaman padi huma jenis tersebut, akan memberikan harapan yang baik bagi kaum tani dan Pemerintah. Dengan mengembangkan padi huma jenis ini akan dicapai produksi padi cukup banyak dan sama banyak dengan produksi padi sawah, tanpa memerlukan biaya besar untuk pembangunan irigasi.
Petani-petani juga secara kreatif mengembangkan sistem okulasi, dengan mengokulasi singkong karet di atas singkong biasa menjadi singkong “Mukibat” yang tiap pohon bisa menghasilkan 100 kg atau lebih, mengokulasi kangkung rawa di atas ubi jalar untuk menaikkan hasil ubi dari ½ kg menjadi 5-10 kg tiap batang, mengokulasi jeruk siam dengan jeruk sitrun dan bahkan tomat dengan jenis-jenis terung yang kecil. Kawan-kawan! Mengokulasi singkong “Mukibat” dan ubi jalar ini jangan sampai terbalik. Singkong biasa yang enak ditaruh di bawah, singkong karet yang beracun harus ditaruh di atas. Jika terbalik, kawan-kawan akan mendapatkan singkong beracun. Sama halnya dengan Demokrasi Terpimpin. Jika salah menerapkan Demokrasi Terpimpin, misalnya “Demokrasi” yang harus dilaksanakan di bawah, di kalangan rakyat, kemudian dipegang oleh kaum atasan, sedang rakyat hanya mendapat “Terpimpin”-nya saja, maka pohon “Demokrasi Terpimpin” itu akan berbuah diktator perseorangan.
Petani-petani di beberapa daerah juga sudah mulai mengawinkan bunga jantan dengan bunga betina salak dan jagung dengan tenaga manusia dan tidak lagi diserahkan pada kedermawanan alam, sang angin atau sang serangga, dan menggunakan cara-cara baru untuk menanam boté (sejenis keladi) sehingga tiap pohon menghasilkan 60 kg boté, untuk mencapai hasil lebih besar. Gerakan 1001 ternyata tidak hanya melahirkan 1001 jalan, tetapi juga 1001 akal untuk meningkatkan produksi.
Saya kira, kita sudah cukup mempunyai modal untuk mengembangkan produksi pertanian. Persoalannya ialah, bagaimana kita mengorganisasi eksperimen-eksperimen untuk memberi contoh secara berhasil kepada kaum tani, untuk menyebarkan cara baru dan sekaligus untuk memperbanyak dan menyebarkan bibit jenis baru. Soal penting yang selalu harus dihubungkan dengan gerakan “naik produksi”, ialah bahwa syarat pokok untuk meningkatkan produksi pertanian adalah pemilikan kaum tani atas yang harus dicapai dengan melaksanakan perubahan tanah secara konsekuen. Baru sesudah feodalisme dihapuskan dan semua kaum tani sudah memiliki tanah, gerakan “naik produksi” dapat berkembang luas.
Kawan-kawan!
Gerakan 6 Baik telah dirasakan faedahnya terutama untuk membela dan meringankan penghidupan kaum tani. Lebih-lebih setelah Politbiro CC Partai kita dengan Resolusinya awal Februari 1962 menyerukan supaya massa rakyat menempuh 1001 macam jalan untuk menaikkan produksi bahan makanan, supaya massa rakyat, terutama kaum tani, dengan bantuan kaum Komunis dan anggota-anggota Pemuda Rakyat melaksanakan Gerakan 1001, sebagai bagian yang penting dari Gerakan “naik produksi”.
Seruan untuk melaksanakan Gerakan 1001 tidak hanya disambut baik oleh kaum tani karena dengan gerakan itu dapat dipraktekkan semboyan “satu tangan pegang bedil, satu tangan lagi pegang pacul” guna membebaskan Irian Barat dan mengatasi krisis pangan. Tetapi Resolusi itu menjadi lebih-lebih lagi pentingnya karena diumumkan justru pada saat-saat di mana kaum tani sedang menghadapi musim paceklik yang berat dan panjang.
Gerakan 1001 yang tak terpisahkan dari Gerakan 6 Baik telah mendorong massa kaum tani untuk menanam di mana dan apa saja yang dapat dimakan, untuk memperluas tanaman, memperbanyak jenis bahan makanan serta meningkatkan produksinya, untuk memeras otak mencari akal sehingga tanaman yang biasanya tidak bisa dimakan akhirnya toh bisa dimakan seperti menawar singkong racun atau sentē-gatel dan sebagainya. Semuanya itu dilaksanakan terutama dengan daya cipta sendiri berdasarkan pengalaman dan kemampuan kaum tani sendiri, tanpa mengabaikan hasil karya para ahli pertanian. Gerakan 1001 juga telah mendorong kader tani untuk di samping pekerjaan-pekerjaan politik dan organisasi, juga lebih banyak memikirkan dan mengerjakan masalah-masalah peningkatan produksi. Hal ini akan sangat penting artinya untuk membantu kaum tani sesudah kaum tani membebaskan diri dari feodalisme.
Kawan-kawan!
Selama mengembangkan Gerakan 6 Baik, kaum tani menghadapi berbagai rintangan. Pelaksanaan landreform berdasarkan berbagai UU dan peraturan-peraturan pelaksanaan, banyak dihalang-halangi oleh tuan tanah dan oleh sementara pejabat Pemerintah yang membela tuan tanah atau memang berkedudukan sebagai tuan tanah. Peraturan-peraturan Pemerintah yang memberi kesempatan kepada kaum tani untuk melalui jalan musyawarah mendapatkan sewa tanah yang layak untuk tanaman tebu dan mendapatkan beban jatah dan harga pembelian padi yang tidak terlalu memberatkan kaum tani serta untuk melalui jalan musyawarah mencegah pengusiran sewenang-wenang dan menyelesaikan sengketa-sengketa tanah atas dasar saling menguntungkan di antara kaum tani dengan Pemerintah dan perusahaan-perusahaan Negara, pelaksanaan peraturan yang dalam batas-batas tertentu meringankan beban kaum tani ini disabot terutama oleh kaum kapitalis birokrat pejabat-pejabat tertentu, yang tentu saja hidup dari gaji Pemerintah, yang sebagian besar berasal dari pembayaran pajak kaum tani, bukannya bertindak membela UU Pemerintah dan membantu kaum tani, tapi berbuat sebaliknya, yaitu menyabot pelaksanaan UU yang meringankan beban penghidupan kaum tani, menggerowoti soko guru revolusi dan bahkan “menggenjoti” kaum tani yang menuntut pelaksanaan UU atau pun main paksa dan bahkan memerintahkan membabati tanaman kaum tani.
Tidak hanya itu, sampai-sampai usaha-usaha yang suci dari kaum tani untuk menolong diri sendiri dari kelaparan dan membantu tugas nasional memperbesar produksi pangan dengan mengembangkan gotong-royong saling membantu dan Gerakan 1001 untuk bisa mengisi perut, di beberapa tempat telah mulai dicurigai, diawasi dan direka-reka untuk bukannya dibantu, tetapi dilarang. Tapi kaum tani akan berjalan terus, sebab tidak ada yang pantas dicurigai dan diawasi dari tanaman kaum tani. Tanam jagung berbuah jagung. Tanam singkong, berbuah singkong. Berbeda dengan kaum kapitalis birokrat, yang bisa “menanam” stempel, berbuah semen, gula atau beras berton-ton. (Tawa). Kaum kapitalis birokrat inilah yang harus dicurigai dan diawasi. Bukan kaum tani. Jika kaum tani lapar, mau menanam sendiri bahan makanan dan kemudian dilarang, maka kekuatan kaum tani akan “memakan habis” kekuatan reaksioner (tawa) yang suka melarang-larang kaum tani menanam bahan makanan.
Rintangan-rintangan yang menghalangi Gerakan 6 Baik ini telah membikin kaum tani menjadi “naik politik” yaitu makin mengenal siapa musuh-musuhnya yang pokok, siapa termasuk kerabat musuh dan siapa pula sahabat setia dan pimpinan yang tulus dari kaum tani. Kaum tani menjadi makin teguh keyakinannya kepada kesimpulan yang dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D.N. Aidit, bahwa kaum tani harus bertekad membebaskan diri, jika kaum tani ingin bumi dan demokrasi, ingin hidup mukti seanak-bini.
Pelaksanaan UU dan peraturan yang dalam batas-batas tertentu meringankan kaum tani, pertama-tama tergantung pada aksi-aksi kaum tani yang besar dan militan, yang secara maksimal dapat menarik bantuan golongan-golongan demokratis lainnya di luar kaum tani, baik di luar maupun di dalam lembaga-lembaga Negara. Di samping itu, Pemerintah perlu didesak untuk meminggirkan penyabot-penyabot pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Kawan-kawan!
Dengan mengembangkan Gerakan 6 Baik kesadaran politik kaum tani meningkat dengan cepat. Kaum tani makin mengenal musuh-musuh pokok mereka dalam bentuknya yang terang, yaitu kaum tuan tanah, lintah darat, tengkulak, kaum komprador, dan kaum kapitalis birokrat. Kaum tani makin mengenal hubungan yang erat di antara kaum kapitalis birokrat dengan tuan tanah dan perbuatan-perbuatan mereka dalam mempertahankan sistem pengisapan secara kolonial. Kaum tani semakin teguh keyakinannya kepada pimpinan kaum Komunis, yang dengan ulet, tabah dan berani, dalam suka dan duka, dengan tanpa pamrih sedikit pun untuk diri sendiri, terus-menerus membangkitkan, mengorganisasi, memimpin dan memobilisasi kaum tani dalam aksi-aksi. Keyakinan kaum tani inilah yang menyebabkan organisasi tani revolusioner BTI semakin meluas dan keanggotaan Partai dari kalangan kaum tani semakin meningkat. (Tepuk tangan).
Dengan mengembangkan Gerakan 6 Baik pengaruh Partai di kalangan kaum tani makin meluas dan mendalam, martabat Partai makin meninggi dan anggota Partai yang berasal dari buruh tani dan tani miskin makin banyak. Kader-kader Partai yang bekerja di kalangan kaum tani semakin mampu mengatasi subyektivisme, makin besar kepercayaannya kepada diri sendiri dan makin besar pula rasa tanggung jawab mereka terhadap Partai dan rakyat. Perkembangan ini mendorong kader-kader Partai yang bekerja di kalangan kaum tani untuk menyelesaikan secara tepat dan cepat kontradiksi-kontradiksi di kalangan mereka, untuk menjamin kehidupan badan-badan kolektif yang memimpin gerakan kaum tani serta untuk membulatkan pikiran dan tekad mereka dalam memimpin gerakan kaum tani.
Gerakan 6 Baik dapat berkembang luas, apabila gerakan itu berporos pada aksi-aksi buruh tani dan tani miskin melawan pengisapan tuan tanah, lintah darat dan tengkulak serta membela tanah garapan, melawan pengusiran sewenang-wenang.
Prinsip bersandar pada buruh tani dan tani miskin, bersatu teguh dengan tani sedang, menetralisasi tani kaya untuk selangkah demi selangkah dan dengan membeda-bedakan melawan pengisapan tuan tanah, dari pengalaman kita dalam mengembangkan Gerakan 6 Baik, kita mendapatkan bentuk-bentuk organisasi yang tepat. Sebelum itu, organisasi basis, yaitu Ranting-Ranting BTI, terletak di desa dan anggota-anggotanya dibagikan dalam kelompok-kelompok berdasar tempat tinggal anggota-anggota. Tiap-tiap kelompok menghimpun sejumlah anggota, terdiri dari berbagai kelas, mulai dari buruh tani sampai tani sedang, dan bahkan juga sementara tani kaya dan tuan tanah yang patriotik. Kelompok-kelompok semacam itu dapat menghimpun anggota-anggota untuk dimobilisasi dalam gerakan-gerakan melawan bencana alam, menentang beban yang memberatkan kaum tani dan pengekangan terhadap kebebasan-kebebasan demokratis, membela keamanan desa dan mempertahankan perdamaian dunia, menyerukan untuk bersatu dan beramai-ramai ke kotak pemungutan suara menusuk Palu Arit, bersatu dan berjuang membebaskan Irian Barat, dan sebagainya. Tetapi kelompok-kelompok berdasar letak tempat tinggal itu ternyata tidak mampu memobilisasi anggota-anggota dalam berbagai bagian penting dari Gerakan 6 Baik. Misalnya, dalam gerakan turun sewa, naik upah, dan turun bunga, tidak semua anggota mempunyai kepentingan yang sama dan bahkan bisa bertentangan. Oleh karena itu, di samping kelompok-kelompok berdasarkan tempat tinggal itu, untuk mengembangkan Gerakan 6 Baik, dibentuk kelompok-kelompok berdasar tempat kerja dan kelompok-kelompok berdasar jenis pekerjaan, yaitu kelompok-kelompok buruh tani (termasuk tani miskin, kadang-kadang juga tani sedang yang mencari pekerjaan samben) pencangkul, penyiang, pengetam, dan sebagainya; kelompok-kelompok penggarap (penyewa) tanah tuan tanah, termasuk penyewa tanah kelebihan dari batas maksimum milik tuan tanah menurut ketentuan UU No. 56 Prp th. 1960, kelompok-kelompok petani korban lintah darat dan penggadai tanah, pohon, buah-buahan, dan sebagainya. Sedang kaum tani miskin dan tani sedang yang mengerjakan tanah sendiri diorganisasi dalam Regu-Regu Saling Bantu (RSB). RSB-RSB ini kegiatannya ditekankan pada usaha-usaha meringankan biaya produksi dan meningkatkan hasil pertanian. Berbeda dengan kelompok-kelompok penggarap (penyewa) tanah tuan tanah yang kegiatannya ditekankan pada gerakan turun sewa dan turun bunga yang dipadukan dengan gerakan naik upah. Kelompok-kelompok berdasarkan tempat kerja dan kelompok-kelompok berdasar jenis pekerjaan ini beranggotakan buruh tani dan tani miskin, laki-laki, wanita, tua-muda, baik anggota maupun bukan anggota organisasi massa tani revolusioner. Tentu saja, pelopornya adalah buruh tani dan tani miskin anggota organisasi massa revolusioner. Anggota-anggota Pemuda Rakyat dan organisasi massa revolusioner juga memegang peranan penting sebagai pelopor Gerakan 6 Baik, di samping anggota-anggota BTI. Dengan secara aktif ikut mengembangkan Gerakan 6 Baik, Pemuda Rakyat dan ormas wanita revolusioner mendapatkan tanah yang subur dan bibit unggul yang teruji, yaitu pemuda-pemuda dan wanita-wanita buruh tani dan tani miskin dan dengan demikian bisa mudah berkembang di desa. Sebaliknya, tanpa ikut sertanya pemuda dan wanita tani front persatuan tani tidak mungkin luas, dan Gerakan 6 Baik tidak dapat berkembang pesat.
Kelompok-kelompok berdasar tempat kerja dan jenis pekerjaan ini adalah organisasi yang sangat efektif bagi aksi-aksi buruh tani dan tani miskin. Melalui kelompok-kelompok ini buruh tani dan tani miskin dididik, dibangkitkan, dan berdasarkan kepentingan-kepentingannya diorganisasi dan dimobilisasi dalam aksi-aksi menghadapi musuh mereka bersama.
Kelompok-kelompok ini juga menjadi sumber kelahiran kader-kader yang berasal dari buruh tani dan tani miskin yang teruji dan berwatak kelas yang teguh. Pengalaman menunjukkan bahwa kaum buruh tani dan tani miskin yang sebelum ada pendidikan Marxisme-Leninisme dan pimpinan kaum Komunis ditempatkan oleh tuan tanah dalam kedudukan “serba salah dan serba kalah” dan dalam nasib “hidup susah mati pun tak mudah”, setelah bangkit dalam aksi-aksi “kecil hasil” berdasarkan prinsip “adil, menguntungkan dan tahu batas”, sekali mendapat kemenangan, mereka terus bangkit dan dengan tidak mengenal lelah secara sukarela dan dengan semangat yang tinggi bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan aksi-aksi dan organisasi kaum tani.
Kawan-kawan!
Untuk menghadapi situasi di mana gerakan kaum tani melawan berbagai bentuk pengisapan tuan tanah dan lintah darat sedang berkembang luas, berdasarkan tugas-tugas yang diberikan oleh Kongres Nasional ke-6 Partai kita wajib meneruskan pelaksanaan 4 tugas pokok, yaitu tugas-tugas:
Melalui penelitian ini secara berangsur-angsur disusun “statistik dasar gerakan tani”, baik secara nasional maupun secara regional untuk daerah dan desa, berdasarkan perpaduan angka-angka resmi dengan angka-angka hasil penelitian kader-kader Partai sendiri. Kecuali penelitian mengenai keadaan umum yang biasanya makan waktu lama, untuk mengembangkan sesuatu aksi juga perlu diadakan penelitian dalam waktu pendek. Misalnya, penelitian mengenai hubungan kerja kaum tani dengan seorang tuan tanah untuk secara konkret menetapkan tuntutan-tuntutan dan bentuk-bentuk aksi guna mengembangkan gerakan turun sewa; penelitian mengenai hubungan kerja buruh tani pencangkul dengan seorang tuan tanah dan seorang tani kaya untuk mengembangkan gerakan naik upah; penelitian mengenai keadaan tanah dan tanaman serta biaya produksi kaum tani untuk mengembangkan gerakan naik produksi dan menuntut sewa tanah yang layak kepada perusahaan-perusahaan gula, dan sebagainya.
Sebagai contoh, salah satu hasil penelitian yang dapat dilaporkan kepada Kongres ini adalah mengenai pembagian kelas di desa-desa di Jawa-Madura. Berdasarkan hasil penelitian dari kader-kader Partai di berbagai daerah di Jatim (Kediri, Surabaya, Ngawi), di Jateng (Cilacap, Klaten, Pekalongan) dan di Jabar (Cirebon, Bandung), bisa disimpulkan bahwa:
Kelas tuan tanah berjumlah kurang lebih 4% dari penduduk desa.
Kelas tani kaya berjumlah kurang lebih 3% dari penduduk desa.
Kelas tani sedang berjumlah kurang lebih 10% dari penduduk desa.
Kelas buruh tani dan tani miskin berjumlah kurang lebih 80% dari penduduk desa.
Golongan lain berjumlah kurang lebih 3% dari penduduk desa.
Persentase penduduk desa di Jawa-Madura ini menunjukkan bahwa dalam perbandingan, pada umumnya penduduk yang terdiri dari keluarga tuan tanah lebih besar daripada tani kaya. Ini membuktikan sangat lemahnya kedudukan ekonomi kapitalis dan masih kuatnya sisa-sisa feodal di desa-desa di Jawa-Madura. Dengan demikian, perkembangan kekuatan produktif di desa-desa sangat dihambat, sehingga bukan saja penghidupan bagian terbesar kaum tani, melainkan juga perkembangan ekonomi nasional dirugikan dan dihambat. Ini membuktikan kebenaran tuntutan kita yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi pangan, pertama-tama supaya kekuatan produktif di desa-desa diperbesar, dengan melaksanakan secara konsekuen landreform berdasarkan UUPA dan UUPBH beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Untuk mengintensifkan dan meluaskan pendidikan di kalangan kader-kader tani dan di kalangan kaum tani, kami memperkuat kesimpulan Laporan Umum Kawan D.N. Aidit yang menyatakan bahwa “yang terpenting atau kunci daripada kuncinya (Gerakan 4 Meningkat) adalah meratakan SP dan KR”. Meluasnya SP dan KR dengan memberikan prioritas utama pada kader-kader tani, akan mempercepat lahirnya banyak kader-kader tani yang mampu memimpin perkembangan maju gerakan kaum tani dan yang lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih dan lebih tekun menghadapi kaum reaksioner.
Untuk mengintensifkan dan meluaskan pendidikan di kalangan kaum tani terutama dikembangkan gerakan-gerakan PBH yang dipadukan dengan gerakan pemberantasan “buta” politik dan dengan usaha-usaha mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan teknik pertanian, dari massa kaum tani serta dinyatakan dalam “Tuntutan PBH” kita. Gerakan PBH sebagai poros gerakan “naik kebudayaan” di kalangan kaum tani sangat erat berhubungan dengan gerakan “naik produksi”. Pertama, karena kaum tani yang melek-huruf lebih mudah menerima pendidikan ilmu pertanian yang sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil panennya. Kedua, karena gerakan PBH dapat lebih mudah berkembang di desa apabila datang musim panen, lebih-lebih jika hasil panenan dapat meningkat. Ketiga, dengan menghubungkan erat-erat gerakan PBH dan gerakan “naik kebudayaan” pada umumnya dengan gerakan “naik produksi”, kita akan lebih bisa menarik kaum intelektual di desa, terutama para ahli pertanian, untuk membantu gerakan PBH. Kerja sama di antara kaum tani dengan para ahli ini sangat diperlukan untuk memadukan ilmu dengan praktek massa, dan melaksanakan prinsip “ilmu untuk rakyat”.
Kawan-kawan!
Sebelum mengakhiri laporan ini baiklah saya laporkan sedikit tentang pekerjaan kita di kalangan kaum nelayan, seperti prinsip-prinsipnya pernah disimpulkan dalam Konfernas Tani I bulan April 1959. Perlu diterangkan bahwa massa nelayan yang berjuta-juta jumlahnya mempunyai peranan penting di lapangan produksi, pengangkutan, dan keamanan, lebih-lebih jika diingat bahwa negeri kita adalah negeri kepualuan. Mereka masih mengalami pengisapan feodal dan kapitalis seperti halnya kaum tani.
Pekerjaan kita di kalangan kaum nelayan dititikberatkan pada membentuk serikat-serikat buruh-nelayan dan koperasi-koperasi nelayan. Khususnya mengenai pekerjaan di lapangan koperasi ini, seperti halnya dengan pekerjaan mengembangkan koperasi di kalangan rakyat pekerja yang lain, adalah bersifat memperkuat dan menyempurnakan koperasi-koperasi yang telah ada serta membentuk koperasi-koperasi rakyat pekerja di tempat-tempat di mana belum terbentuk koperasi. Kedua tugas ini, yaitu membentuk serikat-serikat buruh-nelayan dan koperasi-koperasi nelayan, di beberapa daerah sudah mulai dilaksanakan. Pengalaman kawan-kawan di daerah-daerah tersebut perlu disimpulkan untuk dijadikan modal guna lebih memperbaiki dan memperluas pekerjaan kita di kalangan nelayan.
Kawan-kawan!
Marilah kita lebih banyak lagi turun ke desa dan ke pantai! Marilah kita memenuhi seruan Kawan D.N. Aidit ketika menerima delegasi kaum tani dalam Kongres ini, yaitu masuk lumpur, dalam-dalam mencangkul, menanam persekutuan buruh dan tani untuk lebih membesarkan Partai dan kekuatan revolusi!
Biarpun hak-hak demokrasi sempit dan penghidupan sangat sulit, tapi semangat Komunis lebih kuat daripada kelaparan. (Tepuk tangan). Dengan persatuan nasional berbasiskan persekutuan buruh dan tani kita ciptakan demokrasi dan nasi, tanah dan sandang pangan buat petani, buat kita semua! (Tepuk tangan).
Tepat sekali pernyataan Kawan Ketua: “kalau Partai lemah, tidak ada orang lain yang suka memberikan demokrasi kepada kita, dan tidak orang lain yang datang mengantarkan makanan kepada kita”. Memang, tidak ada tempat untuk mengemis demokrasi (tawa) dan memohon perbaikan nasib. Dan revolusi agraria tidak bisa dikembangkan dengan minta permisi dan mohon restu dulu pada tuan-tuan tanah feodal. (Tawa, tepuk tangan).
Marilah kita turun ke desa!
Hidup Partai Komunis Indonesia!
Hidup Persekutuan Buruh dan Tani!
Hidup Persatuan Nasional Rakyat Indonesia!
Maju terus untuk pembebasan Irian Barat, Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong! (“Hidup!” Tepuk tangan).