Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.
Kawan-kawan!
Seperti sudah diterangkan di dalam Laporan Umum oleh Kawan Ketua, D.N. Aidit, Kongres Nasional ke-7 sekarang ini adalah Kongres Luar Biasa dengan tujuan yang terbatas. Ia diadakan berhubung dengan keperluan mengadakan beberapa penyesuaian di dalam Konstitusi dan Program Partai dengan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960. Karena tujuannya yang terbatas ini, maka Kongres kita sekarang tidak mungkin dan tidak boleh membawahi Kongres Nasional ke-6 Partai yang bersejarah itu, yang mempunyai arti sangat penting bagi kehidupan Partai dan kehidupan politik negeri kita. Segala kegiatan Partai kita pada pokoknya masih harus tetap bersumber dan berpedoman kepadan instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Kongres Nasional ke-6.
Perubahan-perubahan yang perlu kita adakan di dalam Konstitusi Partai kita berhubung dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan penegasan-penegasan yang diberikan di dalam pertemuan antara wakil-wakil Partai dengan Presiden dan Panitia Tiga Menteri di Istana Merdeka pada tanggal 11 April 1961 ialah untuk memasukkan di dalam Konstitusi Partai kita hal-hal sebagai berikut:
Pertama, bahwa Partai menerima dan mempertahankan asas dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 (pasal 2 Penpres);
Kedua, bahwa Partai menerima dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang memuat Pancasila sebagai dasar-dasar negara, dan bertujuan membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian bangsa Indonesia, serta mendasarkan program kerjanya atas Manifesto Politik Republik Indonesia yang telah ditetapkan menjadi garis-garis besar haluan negara (pasal 3 ayat 1 Penpres);
Ketiga, bahwa di dalam memperjuangkan tujuannya, Partai menggunakan jalan-jalan damai dan demokratis (pasal 4 Penpres);
Keempat, bahwa asas dan tujuan Partai tidak bertentangan dengan asas dan tujuan negara, dan programnya tidak bermaksud merombak asas dan tujuan negara (bandingkan dengan pasal 9 ayat 1 sub 1 dan 2);
Kelima, bahwa sebutan Konstitusi Partai perlu disesuaikan dengan sebutan yang dipakai di dalam Penpres No. 7/1959, yakni menjadi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai.
Perlu diterangkan, bahwa menurut bunyi pasal-pasal dari Penpres No. 7/1959 sendiri, hanya ada satu pasal, yaitu pasal 3, yang menyatakan bahwa apa yang dikehendaki oleh pasal tersebut harus dicantumkan di dalam Anggaran Dasar dari Partai sebagai syarat untuk mendapat pengakuan. Sedangkan mengenai ketentuan-ketentuan yang dinyatakan di dalam pasal-pasal lainnya, seperti pasal 2, pasal 4, dan pasal 9 ayat 1 sub 1 dan 2, kita memperoleh penegasan tentang keharusannya dicantumkan di dalam Anggaran Dasar di dalam pertemuan antara wakil-wakil Partai dengan Presiden dan Panitian Tiga Menteri tersebut di atas.
Setelah memenuhi apa yang dikehendaki oleh ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 seperti diterangkan di atas dan memenuhi pula ketentuan-ketentuan Penpres No. 13/1960, di antaranya yang terpenting ialah penyerahan daftar jumlah minimum anggota dan cabang dari Partai, maka pada tanggal 25 April 1961 Partai kita dengan resmi menerima Surat Keputusan Presiden No. 128/1961 tentang pengakuan atas PKI sebagai Partai yang memenuhi segala syarat Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960. (Tepuk tangan riuh).
Jika diingat betapa besarnya keinginan dan usaha-usaha kaum reaksioner untuk menggagalkan Partai kita dalam mempertahankan hak hidupnya yang sah, maka diperolehnya Surat Keputusan Presiden tentang pengakuan itu, sungguh merupakan suatu kemenangan yang besar dan penting. (Tepuk tangan). Lebih tegas lagi seperti dikatakan oleh Kawan Ketua di dalam Laporan Umum: “Ini (diperolehnya pengakuan) merupakan kemenangan bagi gerakan revolusioner dan demokratis di negeri kita, (tepuk tangan), terutama jika dihubungkan dengan kenyataan bahwa berdasarkan peraturan-peraturan tersebut (Penpres No. 7 dan Penpres No. 13), partai-partai kepala batu Masyumi-PSI sudah merupakan partai-partai terlarang”. (Tepuk tangan).
Memang untuk memperoleh Surat Keputusan Presiden tentang pengakuan itu, Partai kita terlebih dulu harus melalui semacam ujian yang tidak gampang. Tetapi berkat kebijaksanaan Ketua kita Kawan D.N. Aidit, dan kesungguh-sungguhan segenap anggota dan kader Partai dalam usaha menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan menurut Penpres No. 13/1960, dan berkat bantuan sahabat-sahabat Partai kita yang turut berusaha dan mengharapkan supaya Partai kita dapat melangsungkan hak hidupnya yang sah, maka dalam menempuh apa yang saya katakan semacam ujian dari Penpres No. 7/1959 dan Penpres itu, segala kesulitan telah dapat diatasi. (Tepuk tangan). Berhubung dengan itu, kiranya tidak berlebih-lebihan jika Partai menyatakan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala pekerjaan segenap anggota dan kader Partai dan atas bantuan para sahabat Partai yang telah memungkinkan diperolehnya Surat Keputusan Presiden tentang pengakuan atas Partai kita.
Kawan-kawan!
Di atas sudah dikemukakan, bahwa ada lima soal yang harus dipertimbangkan untuk mengadakan penyesuaian di dalam Konstitusi Partai kita dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959. Satu di antaranya tidaklah merupakan soal yang penting, yaitu sekadar menyesuaikan sebutan Konstitusi Partai menjadi Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Partai. Konstitusi Partai kita terdiri dari dua bagian pokok, yaitu Preambul Konstitusi dan pasal-pasal Peraturan Konstitusi. Sekarang penyesuaian itu dapat kita lakukan dengan menjadikan Preambul Konstitusi sebagai Anggaran Dasar, sedangkan pasal-pasal Peraturan Konstitusi sebagai Anggaran Rumah Tangga. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai sebagai satu kesatuan tetap bisa juga kita sebut Konstitusi Partai.
Tentang empat persoalan lainnya yang berhubungan dengan pasal-pasal: 1, 2, 3, 4, dan 9 dari Penpres No. 7/1959, kita dapat memerincinya secara lebih jelas menjadi:
Soal yang bersangkutan dengan pasal 9 dari Penpres, yakni tentang asas dan tujuan partai yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan negara, serta program partai yang tidak bermaksud merombak asas dan tujuan negara, sebenarnya sudah tertampung dalam soal yang bersangkutan dengan pasal 2 dari Penpres, yang menyatakan: harus menerima dan mempertahankan asas dan tujuan Negara Kesatuan RI menurut UUD ’45, atau secara singkatnya bisa juga dikatakan: harus menerima dan mempertahankan UUD ’45.
Dengan memerinci persoalannya seperti di atas ini, kiranya menjadi lebih mudah untuk menilai atau memahami kebijaksanaan yang telah ditempuh oleh Comite Central Partai dalam menghadapi Penpres No. 7/1959. Sebab dengan mengemukakan persoalannya secara demikian itu kita dapat dengan mudah membandingkan kebijaksanaan yang telah diambil oleh Comite Central Partai kita itu dengan keputusan-keputusan Kongres Nasional ke-6 Partai kita.
Bukankah Kongres Nasional ke-6 Partai kita telah mengambil putusan-putusan yang terang dan jelas mengenai UUD ’45 dan Republik Proklamasi, mengenai Pancasila, mengenai Manifesto Politik Presiden Sukarno (sekarang: Manifesto Politik RI dan Perinciannya) dan mengenai penggunaan jalan damai dan demokratis?
Di dalam salah satu resolusinya yang berjudul: “PKI Menerima UUD ’45 dan Pancasila Untuk Memperkuat Front Nasional dan Mencapai Masyarakat Adil dan Makmur”, dinyatakan: “Kongres Nasional ke-6 PKI berpendapat bahwa putusan Partai yang sudah sejak sebelum Kongres Nasional ke-6 menerima dan memperjuangkan Pancasila baik di dalam maupun di luar Konstituante, serta putusan Partai untuk kembali ke UUD ’45 dan menerima Manifesto Politik Presiden Sukarno adalah sesuai dengan Konstitusi dan Program Partai sebelum maupun sesudah diperbarui. Karena itu Kongres selanjutnya memutuskan supaya dalam menghadapi perkembangan situasi di masa datang putusan-putusan Partai tersebut menjadi pegangan untuk memperkuat front nasional, memperkuat perjuangan untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis sebagai langkah penting untuk mencapai masyarakat adil dan makmur”.
Tentang alasan apa sebabnya Kongres Nasional ke-6 Partai kita mendukung dekrit untuk kembali ke UUD ’45, di dalam Resolusi Laporan Umum CC Kepada Kongres Nasional Ke-6 dikatakan: “Dengan adanya pendekritan tersebut telah ditutup kemungkinan bagi elemen-elemen reaksioner untuk menimbulkan perpecahan-perpecahan nasional yang lebih jauh setelah Konstituante tidak dapat mengesahkan UUD ’45. Juga telah dapat dicegah kompromi-kompromi yang memalukan dan merugikan rakyat antara kekuatan tengah yang pro UUD ’45 dengan mereka yang kontra UUD ‘45”.
Mempertahankan UUD ’45 berarti juga mempertahankan Republik Proklamasi. Tentang pendirian Partai kita yang mempertahankan Republik Proklamasi ini, Kawan Ketua D.N. Aidit di dalam Laporan Umum kepada Kongres Nasional ke-6 memberikan uraian sebagai berikut:
“Mempertahankan Republik Proklamasi berarti mempertahankan prinsip, bahwa untuk kejayaannya rakyat Indonesia harus bersatu, bahwa kedaulatan ada pada rakyat, bahwa rakyat menjalankan kedaulatannya dengan melewati Dewan-dewan pilihan rakyat dan bahwa semua penduduk adalah sama di hadapan Undang-undang. PKI mempertahankan jiwa dan semangat Republik Proklamasi karena Republik Proklamasi selama Revolusi Rakyat tahun 1945-1948 terbukti adalah Republik yang revolusioner, alat perjuangan yang penting dalam mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian, demokrasi, dan persatuan seluruh rakyat dengan tidak memandang perbedaan keturunan, suku bangsa, laki-laki atau wanita, agama, filsafat, dan keyakinan politik. Mempertahankan Republik Proklamasi berarti mempertahankan republik, di mana di dalamnya dijamin kebebasan beragama dan dihormati keyakinan politik yang tidak bertentangan dengan jiwa Revolusi Agustus 1945 dan di mana-mana badan-badan keagamaan dipisahkan dari negara.
“PKI tetap mempertahankan Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang daerahnya meluputi seluruh wilayah Hindia Belanda dulu. Dalam negara kesatuan ini dijamin adanya otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah-daerah. PKI mempertahankan isi daripada pasal-pasal mengenai ekonomi yang dimuat dalam UUD ’45 yang bertujuan untuk melikuidasi ekonomi kolonial”.
Mengenai penilaian Partai kita terhadap Manifesto Politik RI, Kongres Nasional ke-6 Partai di dalam resolusinya yang berjudul “Jadikan Manifesto Politik Presiden Sukarno Pegangan Dalam Membantu dan Menyokong Kabinet Kerja”, antara lain menyatakan: “Manifesto Politik ini yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus 1959, merupakan dokumen penting bagi rakyat Indonesia dalam melanjutkan revolusi nasionalnya yang belum selesai”.
Adapun mengenai penggunaan jalan-jalan damai dan demokratis, baik di dalam Konstitusi maupun Program Partai yang dihasilkan oleh Kongres Nasional ke-6 ada dinyatakan bahwa “Jika tergantung pada kaum Komunis, jalan damailah yang dipilih”. Sedangkan mengenai jalan yang demokratis, apalagi jika istilah demokratis di sini khususnya dimaksudkan sesuatu yang berdasarkan dan sesuai dengan kemauan serta perasaan rakyat banyak, maka partai yang menyandarkan kekuatannya dan kemenangan cita-citanya kepada kekuatan dan perjuangan rakyat banyak, seperti halnya dengan Partai kita, partai yang demikianlah yang paling bisa memberikan jaminan bahwa setiap jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuannya adalah jalan yang demokratis. (Tepuk tangan).
Akhirnya, tentang menjadikan pembangunan suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian bangsa Indonesia sebagai tujuan sudah jelas bahwa hal ini tidak memerlukan penyesuaian apapun dengan tujuan Partai kita, karena memang sudah sesuai. Sebab masyarakat sosialis dan Komunis sebagai tujuan Partai kta yang akan kita wujudkan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan perkembangan sosial dan ekonomi Indonesia serta sesuai dengan kehendak rakyat Indonesia, adalah justru merupakan pelaksanaan daripada masyarakat adil dan makmur yang benar-benar didasarkan atas konsepsi yang ilmiah.
Kawan-kawan!
Dengan mengingat kembali kepada putusan-putusan Kongres Nasional ke-6 Partai seperti yang dikutip di atas, kiranya menjadi jelas, bahwa kebijaksanaan yang telah diambil oleh Comite Central sehingga Partai kita berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Partai yang memenuhi ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960 sepenuhnya sesuai dengan putusan-putusan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Kongres Nasional ke-6 Partai kita yang bersejarah itu.
Sesudah pada pokoknya Partai kita menerima untuk mengadakan penyesuaian di dalam Konstitusi Partai dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959, maka tinggallah kita berusaha merumuskan dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya apa yang dikehendaki oleh Penpres No. 7/1959 itu dan memasukkannya di dalam Konstitusi Partai. Rumusan yang sekarang diajukan kepada Kongres ini untuk dimintakan persetujuan dan pengesahannya telah diusahakan sedapat-dapatnya supaya sesuai dengan jiwa dan semangat putusan-putusan Kongres Nasional ke-6 Partai seperti yang antara lain dikutip di atas.
Sebagaimana sudah diterangkan di atas ada empat pasal dari Penpres No. 7/1959 yang seluruh atau sebagian dari isinya menghendaki supaya dicantumkan di dalam Konstitusi Partai. Rumusan dari 4 pasal itu kita masukkan di dalam Anggaran Dasar atau Preambul Konstitusi dalam keseluruhannya sebagai berikut:
“Revolusi Agustus 1945 bertujuan menghancurkan imperialisme dan menghapuskan sisa-sisa feodalisme, untuk membentuk negara Republik Indonesia yang merdeka penuh, demokratis, bersatu, makmur, dan maju, UUD ’45 adalah pencerminan daripada tujuan-tujuan Revolusi Agustus 1945.
“Tetapi Revolusi Agustus 1945 belumlah selesai, karena tujuan-tujuan objektifnya belum tercapai. Manifesto Politik RI dan perinciannya adalah suatu program bersama menuju penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya.
“Karena PKI telah mengambil bagian yang sangat aktif dalam Revolusi Agustus 1945 dan terus akan mengambil bagian yang sangat aktif dalam menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya, maka asas dan tujuan PKI tidak bertentangan dengan asas dan tujuan negara Republik Proklamasi dan programnya tidak bermaksud untuk merombak asas dan tujuan negara tersebut. PKI menerima dan mempertahankan UUD ’45 yang dalam pembukaannya memuat Pancasila sebagai dasar-dasar negara, dan bertujuan membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian bangsa Indonesia. PKI mendasarkan program kerjanya atas Manifesto Politik RI dan perinciannya yang sudah ditetapkan oleh Sidang Pertama MPRS sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara. PKI dalam memperjuangkan tujuannya menggunakan jalan-jalan damai dan demokratis. Ini adalah yang dikehendaki dan diperjuangkan dengan sekuat tenaga oleh PKI.
“Penggunaan jalan-jalan damai dan demokratis ini pada tingkatan terakhir akan ditentukan pertama-tama oleh tindakan-tindakan kaum imperialis dan kaum reaksioner di dalam negeri sendiri. Seperti halnya tujuan pembebasan Irian Barat tidak akan dapat dicapai dengan jalan damai selama kaum imperialis Belanda mempertahankan pendudukannya di sana dengan jalan kekerasan, juga tujuan mempertahankan dan menegakkan republik tidak dapat dilaksanakan dengan jalan-jalan damai jika kaum kontra-revolusioner di dalam negeri dengan bantuan kaum imperialis melakukan tindakan-tindakan kekerasan dengan melancarkan pemberontakan seperti pemberontakan ‘PRRI dan ‘Permesta’.”
Teori Marxisme-Leninisme memberikan pengertian yang terang kepada kita tentang apa arti negara dan apa arti revolusi, termasuk juga apa arti revolusi belum selesai. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian teori Marxisme-Leninisme yang kita miliki, kiranya rumusan soal-soal yang bersangkutan dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 seperti di atas dalam keseluruhannya dapat dipahami dengan sedalam-dalamnya oleh kita semua.
Di dalam Laporan Umum sudah diterangkan bahwa kaum reaksioner juga menggunakan Pancasila untuk menyerang PKI dengan mengatakan seakan-akan Pancasila itu bertentangan dengan PKI dan oleh karena itu harus dilenyapkan.
Berhubung dengan penyesuaian Konstitusi Partai dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959, kaum reaksioner juga mengatakan bahwa PKI menerima untuk memasukkan Pancasila di dalam Anggaran Dasar hanyalah sebagai “taktik” belaka. Istilah taktik di sini mereka pakai dalam arti kata: “tipuan”. Mereka mengatakan, bahwa PKI tidak mungkin menerima Pancasila karena filsafat materialisme adalah bertentangan dengan filsafat Pancasila.
Memang ada juga orang yang suka mengatakan Pancasila sebagai filsafat atau dasar filsafat negara RI. Tetapi kalau kaum reaksioner yang mengatakan ini, maka yang mereka maksudkan hanyalah sila yang pertama saja. Empat sila lainnya tidak mereka hitung sama sekali. Oleh karena itu, kalau kaum reaksioner menggunakan istilah yang muluk-muluk seperti “filsafat” atau “dasar filsafat negara”, dan sebagainya, mengenai Pancasila maka dalam praktek maksud mereka yang sebenarnya tidak lain kecuali menggunakan Pancasila sebagai kedok dalam menjalankan politik pecah-belah mereka.
Dalam hubungan inilah orang bisa merasakan betapa tepat dan kenanya ucapan Presiden di dalam Resopim yang mengatakan: Pancasila adalah alat pemersatu! Pancasila bukan alat pemecah-belah! Dengan Pancasila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Pancasila untuk mengadu-domba antara kita dengan kita. Jangan mempergunakan Pancasila untuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan kaum Komunis, kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan kaum Komunis. Siapa yang main-main dengan Pancasila untuk maksud-maksud pengadu-dombaan itu, – ia adalah orang yang sama sekali tak mengerti Pancasila, atau orang yang durhaka kepada Pancasila atau orang yang …… kepalanya sinting! (Tepuk tangan).
Oleh karena itu, jika hendak dikatakan juga Pancasila sebagai filsafat – filsafat dalam arti kata yang dipakai umum sehari-hari – maka ia tidak bisa berarti lain daripada filsafat persatuan, atau jika hendak dikatakan sebagai dasar negara atau dasar filsafat negara, maka ia lebih tepat untuk dikatakan sebagai dasar politik negara RI, yaitu dasar republik kesatuan dan dasar politik persatuan daripada negara RI.
Mungkinkah PKI menolak, atau hanya pura-pura menerima dan mempertahankan Pancasila, padahal Pancasila itu menurut Presiden, jadi, menurut “penggalinya” sendiri, mempunyai arti seperti yang dijelaskan di dalam Resopim itu?
Di dalam Preambul Konstitusi atau Anggaran Dasar Partai antara lain diterangkan: “Untuk persatuan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa dan minoritas keturunan asing, seperti keturunan Arab, Eropa, dan Tionghoa, dan yang menganut berbagai kepercayaan agama, PKI memperjuangkan pelaksanaan politik hak sama bagi semua suku bangsa dengan tidak memandang perbedaan besar atau kecil, dan maju atau terbelakangnya, dan pelaksanaan politik hak sama bagi semua warga negara dengan tidak memandang asal keturunan dan kepercayaan agamanya”.
Jika orang suka membandingkan penjelasan Presiden tentang Pancasila di dalam Resopim dengan politik persatuan PKI yang dijelaskan di dalam Preambul Konstitusi atau Anggaran Dasarnya seperti yang kedua-duanya dikutip di atas ini, maka memang tidak salah untuk menyatakan orang-orang yang mengatakan bahwa PKI menerima Pancasila itu “tipuan belaka”, sebagai “orang yang …… kepalanya sinting”.
Kawan-kawan!
Demikianlah penjelasan-penjelasannya mengenai perubahan di dalam Konstitusi, atau lebih tepatnya perubahan di dalam Preambul Konstitusi atau Anggaran Dasar yang berhubungan langsung dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959.
Perubahan-perubahan lainnya di dalam Anggaran Dasar pada umumnya bersifat perubahan redaksional sekadar untuk lebih menjelaskan maksud atau menyempurnakan perumusan yang semula. Antara lain perubahan-perubahan itu diadakan pada bagian-bagian sebagai berikut:
Pada bagian yang menerangkan tujuan Partai tentang sistem Demokrasi Rakyat, diberi keterangan sebagai sistem pemerintahan Gotong-Royong dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat; tentang Sosialisme, diberi keterangan sebagai sistem masyarakat tanpa pengisapan atas manusia oleh manusia, sedangkan tentang Komunisme diberi keterangan sebagai sistem masyarakat adil dan makmur sebagai tingkatan yang lebih tinggi dan kelanjutan dari Sosialisme. Keterangan-keterangan ini diberikan untuk menjelaskan, bahwa sistem Demokrasi Rakyat adalah sistem pemerintahan front persatuan dari kelas-kelas, dari golongan-golongan rakyat yang anti-imperialisme dan anti-feodalisme, sistem pemerintahan yang dibangun atas demokrasi yang ditujukan untuk semua golongan rakyat dan demokrasi yang mengenai semua lapangan di bawah pimpinan kelas buruh, belum menghapuskan sama sekali kapitalisme karena masih merupakan peralihan ke Sosialisme; bahwa ciri yang pokok dari Sosialisme ialah dihapuskannya sistem pengisapan atas manusia oleh manusia, yang berarti dihapuskannya sampai ke akar-akarnya dan untuk selama-lamanya sistem kapitalisme, dan bahwa baru nanti dalam Komunisme sistem masyarakat adil dan makmur bisa dicapai sesudah Sosialisme mencapai tingkatan perkembangan yang sedemikian rupa sehingga mampu menyediakan syarat-syarat materiil yang berlimpah-limpah untuk kehidupan manusia.
Dengan memberikan keterangan mengenai sistem Demokrasi Rakyat sebagai sistem pemerintahan Gotong-Royong berarti, bahwa ada dua macam pemerintahan Gotong-Royong. Ada pemerintahan Gotong-Royong dalam bentuk kekuasaan Demokrasi Rakyat, dan ada pemerintahan Gotong-Royong sebelum kekuasaan Demokrasi Rakyat. Perbedaan dari kedua macam pemerintahan Gotong-Royong ini terletak dalam perbedaan tingkatan berlakunya pimpinan kelas buruh dalam masing-masing pemerintahan tersebut.
Pada bagian yang menerangkan tentang watak revolusi Indonesia, selain diadakan perubahan redaksional yang bersifat penyempurnaan perumusan sehingga bisa lebih memperjelas maksudnya, juga dimasukkan “kaum kapitalis birokrat” sebagai sasaran revolusi. Penambahan ini dianggap perlu berhubung dengan kenyataan, bahwa perjuangan kaum buruh dan rakyat pada umumnya melawan kaum kapitalis birokrat sudah merupakan praktek sehari-hari, terutama pada tahun-tahun belakangan ini. Kawan Ketua D.N. Aidit di dalam Laporan Umum menerangkan tentang sifat-sifat dari kaum kapitalis birokrat ini dengan menyatakan: “……… kaum kapitalis birokrat ialah mereka yang menjadi kapitalis dengan menggunakan kedudukannya dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara atau hubungannya dengan pembesar-pembesar dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara. Mereka menggunakan birokrasi, dan sekarang terutama menggunakan keadaan bahaya sebagai perisai untuk mendapatkan dan memperkuat posisinya sebagai kapitalis. Sama dengan kaum komprador (agen-agen modal monopoli asing), mereka adalah anti-demokrasi, anti-organisasi rakyat, anti-persatuan nasional (anti-Nasakom, anti-gotong-royong, anti-Komunis), berusaha mempererat hubungan ekonomi, politik dan militer dengan negeri-negeri imperialis serta bekerja sama dengan kaum tuan tanah untuk menindas kaum tani”.
Pada bagian yang menerangkan tentang tugas Partai dalam perjuangan untuk perdamaian dan untuk menyokong perjuangan anti-imperialis dari rakyat-rakyat negeri-negeri jajahan dan tergantung, dimasukkan uraian tentang ciri-ciri zaman sekarang seperti yang dirumuskan di dalam Pernyataan Moskow 1960. Dengan penambahan ini, bukan saja tugas-tugas internasional dari gerakan Komunis sedunia menjadi lebih terang bagi kita, tetapi juga perspektif kemenangan Sosialisme dan Komunisme yang meliputi seluruh dunia.
Kawan-kawan!
Itulah perubahan yang kita adakan dalam Preambul Konstitusi atau Anggaran Dasar yang memerlukan sekadar penjelasan.
Jika perubahan-perubahan di dalam Anggaran Dasar kita adakan berhubung dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959, atau diadakan untuk menyesuaikan dengan bagian-bagian yang diubah berhubung dengan ketentuan-ketentuan Penpres itu, maka beberapa perubahan yang kita adakan di dalam peraturan-peraturan Konstitusi atau Anggaran Rumah Tangga sama sekali bukanlah karena keperluan untuk penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 atau Penpres No. 13/1960.
Perubahan yang kita adakan pada Anggaran Rumah Tangga Bab I dan meliputi seluruh pasal-pasalnya, yaitu pasal 1 sampai pasal 4, adalah perubahan-perubahan yang kita adakan dengan maksud untuk menghindarkan salah paham yang masih ada di pihak orang-orang di luar Partai mengenai pasal-pasal yang bersangkutan dengan bendera dan lagu Partai, dan untuk menghindarkan kekeliruan di kalangan anggota Partai sendiri mengenai pengucapan Sumpah Partai. Di dalam pasal-pasal mengenai bendera dan lagu Partai kita tambahkan Sang Merah Putih dan Indonesia Raya – bendera dan lagu nasional kita.
Juga urut-urutan pasalnya diubah menjadi: pasal 1, tentang Bendera, pasal 2, tentang Lagu, dan baru pasal 3, tentang Lambang Partai. Adapun perubahan mengenai pasal 4, tentang Sumpah Partai, hanyalah berupa pemindahan dari bawah ke atas keterangan mengenai kapan Sumpah Partai itu diucapkan, untuk menghindari kekeliruan, yaitu supaya keterangan tersebut tidak turut diucapkan sebagai bagian Sumpah Partai. Kita tetap berpendapat, bahwa pengucapan Sumpah Partai baik pada saat seseorang diterima menjadi calon anggota maupun pada saat seseorang calon anggota disahkan menjadi anggota Partai, lebih-lebih jika dilakukan dengan cara-cara yang tepat, mempunyai arti pendidikan yang penting bagi yang bersangkutan di dalam usaha menanamkan moral Komunis di dalam jiwa dan semangatnya seperti yang terkandung di dalam bunyi Sumpah Partai. Oleh karena itu, usul-usul dan pertimbangan-pertimbangan untuk mengubah ketentuan ini tidak dapat kita terima.
Perubahan pada pasal 8 ayat b, yaitu mengganti perkataan “atau” dengan perkataan “dan”, serta menghapuskan perkataan-perkataan: “(dokter, advokat, dan lain-lain)”, dimaksudkan untuk menghindarkan kekeliruan bahwa kaum intelektual adalah sama dengan kaum pekerja merdeka, dan bahwa yang termasuk dalam kaum pekerja merdeka itu hanyalah terutama para dokter dan advokat. Padahal yang dimaksudkan dalam ayat b pasal 8 ini, ialah bahwa kedudukan kaum intelektual kita samakan dengan kedudukan kaum pekerja merdeka, dan bahwa yang bisa termasuk dalam kaum pekerja merdeka itu tidak hanya para dokter dan advokat saja, tetapi bisa juga yang lain-lainnya, seperti tukang jahit atau tukang cukur rambut yang mempunyai alat-alat dan tempat kerja sendiri.
Kawan-kawan!
Ada satu usul lagi perubahan yang penting yang datang menyusul. Usul perubahan ini baru diputuskan di dalam Sidang Pleno ke-4 CC beberapa hari yang lalu. Usul perubahan tersebut ialah mengenai pasal 48, khususnya mengenai Comite Daerah Besar Partai. Usul ini merupakan perubahan pada susunan badan pimpinan CDB dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kemampuan memimpin dari pimpinan Partai di Daerah-daerah Besar.
Sebagaimana diketahui, selama ini susunan badan pimpinan organisasi Partai Daerah Besar ialah berupa Pleno, Dewan Harian, dan Sekretariat CDB. Ketiga-tiga badan pimpinan ini dipimpin langsung oleh Sekretaris dan Wakilnya.
Berkat hasil-hasil pembangunan Partai menurut plan yang membikin Partai terus tumbuh dan berkembang dalam tempo yang secara relatif cepat, maka pekerjaan dan tugas-tugas Partai di daerah juga berkembang menjadi bertambah banyak dan luas mengenai politik dan teknis-administratif, baik ke dalam maupun ke luar Partai. Hal ini semua telah menempatkan kedudukan Sekretaris dan Wakilnya serta Sekretariat CDB menjadi kurang sesuai lagi dengan tugas dan tanggung jawab yang dihadapinya. Dua hal yang bisa ditimbulkan oleh keadaan semacam ini, yaitu: pekerjaan dan tugas-tugas politik menjadi dihadapi dan dipecahkan oleh Sekretariat CDB, yang semestinya menjadi tugas Dewan Harian, dengan akibat-akibatnya sampai batas-batas tertentu, pekerjaan-pekerjaan teknis-administratif menjadi terlantar, atau sebaliknya, pekerjaan dan tugas-tugas politik yang harus dihadapi dan dipecahkan oleh Sekretaris dan Wakilnya bersama-sama di dalam Dewan Harian, sampai batas-batas tertentu, menjadi terlantar karena Sekretaris dan Wakilnya sudah menjadi terlalu banyak dibebani oleh tugas-tugas dan tanggung jawab mengenai pekerjaan-pekerjaan teknis-administratif dari Sekretariat CDB.
Untuk mengatasi perkembangan keadaan seperti diterangkan di atas ini dan berhubung dengan syarat-syaratnya, terutama berupa kader-kader Partai, juga menurut perhitungan sudah bisa dipenuhi, maka diusulkan untuk menambah satu bentuk badan pimpinan di antara Dewan Harian dan Sekretariat CDB. Ini bisa dilakukan dengan membentuk Comite Kerja Dewan Harian CDB. Kedudukan Comite Kerja Dewan Harian CDB ini bisa dibandingkan dengan kedudukan Dewan Harian Politbiro CC.
Untuk jelasnya susunan badan pimpinan CDB itu menjadi sebagai berikut:
CDB dalam Sidang Plenonya memilih Dewan Harian, Comite Kerja Dewan Harian, Sekretariat CDB, Sekretaris Pertama, Wakil Sekretaris Pertama dan satu sampai tiga orang Sekretaris. Sekretaris Pertama dan Wakilnya bersama Sekretaris-sekretaris merupakan Comite Kerja Dewan Harian Sekretariat CDB, kecuali dalam hal yang merupakan perkecualian, tidak dipimpin oleh Sekretaris Pertama melainkan oleh Wakil Sekretaris Pertama atau salah seorang Sekretaris yang dipillih menjadi Kepala Sekretariat dan seorang Wakil Kepala Sekretariat yang dipilih di antara anggota Sekretariat.
Dengan adanya Comite Kerja Dewan Harian ini, maka Sekretariat CDB bisa lebih memusatkan perhatiannya kepada pekerjaan praktis sehari-hari terutama pekerjaan-pekerjaan yang lebih banyak bersifat teknis-administratif atas putusan-putusan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Comite Kerja Dewan Harian, sedangkan Comite Kerja Dewan Harian sendiri bisa lebih memusatkan perhatian kepada pekerjaan-pekerjaan dan tugas-tugas yang lebih bersifat politik, selama di antara dua Sidang Dewan Harian. Comite Kerja Dewan Harian ini, jika dianggap perlu berhubung dengan perkembangan pekerjaan dapat juga dibentuk pada Comite-comite Partai tertentu yang langsung di bawah CDB atas putusan CC berdasarkan usul CDB yang bersangkutan.
Kawan-kawan!
Demikianlah seluruh usul-usul perubahan, baik yang mengenai Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga. Ada juga disampaikan beberapa banyak usul-usul kecil, yang setelah dipertimbangkan sebaiknya tidak perlu dimasukkan di dalam Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga. Usul-usul kecil itu, khususnya yang mengenai Anggaran Rumah Tangga akan bisa ditampung di dalam bentuk petunjuk-petunjuk kerja seperti misalnya: mengenai ukuran gambar Palu-Arit di dalam bendera, mengenai lambang Partai, dan mengenai cara-cara pelaksanaan dari berbagai ketentuan dari Anggaran Rumah Tangga.
Perubahan-perubahan di dalam Konstitusi Partai baik yang secara langsung dikehendaki oleh Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960 maupun yang tidak telah kita adakan. Perubahan-perubahan itu telah kita usahakan merumuskannya dengan sebaik-baiknya sehingga semestinya tidak ada alasan atau sekurang-kurangnya sulit untuk dijadikan alasan bagi kaum reaksioner untuk memfitnah Partai kita. Sekalipun demikian kita sekali-kali tidak boleh mengharapkan bahwa kaum reaksioner tidak akan memfitnah atau mengganggu-gugat Partai kita dalam hubungan dengan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Partai. Sebab seperti dikatakan oleh Ketua kita, Kawan D.N. Aidit, di dalam Laporan Umum: “Komunis yang mengira bahwa Partai dan dirinya tidak akan diganggu oleh kaum reaksioner adalah Komunis yang tidak realis, tidak tahu diri, dan Komunis demikian akan mengeluh, putus asa dan mundur jika datang gangguan, menjadi terkejut dan bersikap kalap”. Yang menjadi kewajiban kita dalam hal ini ialah pertama, mengusahakan selalu dan sedapat-dapatnya jangan sampai kita bertindak ceroboh sehingga memudahkan kaum reaksioner mengganggu dan menimbulkan kesulitan-kesulitan terhadap kita, dan kedua, dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan gangguan-gangguan yang sudah dapat diperhitungkan terlebih dulu itu, kita harus mendidik dan mempersiapkan diri supaya bisa dengan tabah, gigih, dan pandai melawan serta mengalahkan gangguan-gangguan dan kesulitan-kesulitan itu. Kita pasti diganggu dan mendapat rintangan-rintangan dari semua kaum reaksioner. Karena itu kita harus selalu siap dan jangan sembarangan. Jadi jika ada gangguan, maka ia sudah kita perhitungkan lebih dulu. Itulah sebabnya orang Komunis tetap bergembira meskipun menghadapi gangguan. Diganggu ia tetap gembira, tidak diganggu ia tambah gembira. (Tepuk tangan riuh – tawa).
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau Konstitusi Partai kita adalah program politik dan program organisasi yang pokok dari Partai kita. Dengan perkataan lain, ia juga merupakan garis politik dan garis organisasi yang pokok dari Partai. Di dalam Anggaran Dasar dimuat keterangan singkat tentang sifat dan teori Partai, tentang watak, tenaga-tenaga penggerak, tenaga pokok, tenaga pimpinan, tugas-tugas dan ciri-ciri yang menonjol dari revolusi Indonesia, tentang politik pokok dari Partai, tentang kritik-selfkritik, tentang garis massa dan tentang prinsip-prinsip organisasi dari Partai. Di dalam Anggaran Rumah Tangga dimuat ketentuan-ketentuan pokok yang mengatur kehidupan intern Partai berdasarkan dan dijiwai prinsip-prinsip sentralisme-demokratis, kritik-selfkritik dan garis massa dari Partai.
Sebagai program politik dan organisasi yang pokok dari Partai, sudah tentu di dalam praktek Konstitusi Partai kita itu ada bagian-bagiannya yang sudah berjalan sebagaimana mestinya, di samping ada yang kurang atau belum berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi kalau ada bagian-bagian yang kurang atau belum berjalan sebagaimana mestinya, maka sebabnya bukanlah karena salah atau kurang tepatnya bagian-bagian itu melainkan karena masih memerlukan waktu, pengertian dan kemampuan untuk menjalankannya. Menjadi kewajiban semua Comite Partai dari atas sampai yang paling bawah dan semua kader serta anggota Partai ialah untuk menjaga dan mengusahakan supaya bagian-bagian dari Konstitusi yang sudah berjalan bisa terus berjalan dan berjalan semakin baik, sedangkan bagian-bagian yang kurang atau belum berjalan supaya bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Kebenaran Konstitusi Partai kita sebagai program politik dan organisasi yang pokok atau sebagai garis politik dan garis organisasi dari Partai semakin dalam kita yakini berkat pengalaman yang diberikan oleh praktek maupun berkat semakin meningkatnya pengertian teori yang kita miliki.
Kita ambil satu contoh saja, misalnya yang menyangkut soal teori.
Di dalam Anggaran Dasar kita menyatakan bahwa: “Pemerintah Demokrasi Rakyat bukanlah kekuasaan proletariat, melainkan kekuasaan rakyat, ialah kekuasaan bersama dari semua kelas revolusioner anti-imperialisme dan anti-feodalisme; dan ia tidak melaksanakan perubahan-perubahan sosialis melainkan perubahan-perubahan demokratis”. Kita yakin sepenuhnya kebenaran rumusan ini secara teori, bukan saja karena sudah ada praktek yang membuktikannya, tetapi juga berdasarkan ajaran Lenin sendiri. Sudah sejak tahun 1905, Lenin dalam bukunya “Dua Taktik Sosial-Demokrasi di Dalam Revolusi Demokratis” meramalkan adanya bentuk kekuasaan seperti yang kita rumuskan di dalam Anggaran Dasar itu. Lenin menerangkan bahwa bentuk kekuasaan sebagai hasil kemenangan yang menentukan di dalam revolusi demokratis melawan tsarisme ialah kekuasaan rakyat di bawah pimpinan kelas buruh. Kekuasaan rakyat yang demikian ini, kata Lenin, akan “dapat melaksanakan pembagian kembali milik tanah secara radikal untuk keuntungan kaum tani, menegakkan demokrasi yang konsekuen dan penuh, termasuk pembentukan Republik, membasmi segala ciri-ciri penindasan daripada perbudakan Asia, bukan di desa saja tetapi di dalam kehidupan di pabrik juga, meletakkan dasar bagi perbaikan yang mendalam dalam kedudukan kaum buruh dan bagi kenaikan dalam tingkat hidup mereka………” Tetapi Lenin dengan tegas menyatakan bahwa kekuasaan rakyat dengan pimpinan kelas buruh demikian ini, bukanlah kekuasaan proletariat atau kekuasaan sosialis. Kemenangan di dalam revolusi demokratis dengan pembentukan kekuasaan rakyat di bawah pimpinan kelas buruh merupakan jaminan bagi peralihannya secara damai ke revolusi sosialis. Meskipun demikian, Lenin juga menegaskan bahwa kemenangan yang demikian ini sekali-kali belum akan menjelmakan revolusi borjuis-demokratis menjadi revolusi sosialis, karena revolusi demokratis tak akan langsung melangkahi batas-batas hubungan-hubungan sosial dan ekonomi borjuis. (Bandingkan dengan tulisan Lenin “Dua Taktik”, penerbitan Yayasan “Pembaruan”, halaman 63-64).
Demikianlah juga halnya dengan revolusi nasional-demokratis kita. Ia berhari depan Sosialisme, tetapi ia tidak akan melangkah ke revolusi sosialis sebelum tugas-tugasnya di dalam tingkatan revolusi nasional-demokratis diselesaikan. Dan hanya kekuasaan Demokrasi Rakyat, yaitu kekuasaan rakyat di bawah pimpinan kelas buruh yang dapat menjamin penyelesaian sampai ke akar-akarnya tugas-tugas ini, sehingga terjamin peralihannya ke sosialisme.
Kawan-kawan!
Kita sudah cukup yakin, bahwa sukses yang gemilang yang kita capai dengan maju melompat di dalam pembangunan Partai kita adalah berkat kebenaran garis politik dan garis organisasi yang dirumuskan di dalam Konstitusi, Program dan dokumen-dokumen lainnya dari Partai kita.
Saya ingat pada satu semboyan yang mengatakan: Satu-satunya senjata kelas buruh yang paling ampuh ialah organisasi.
Partai kita adalah Partai kelas buruh. Oleh karena itu, senjata yang paling ampuh dari Partai kita adalah juga: organisasi.
Saya yakin bahwa dengan kesetiaan dan ketaatan kita di dalam menjalankan ketentuan-ketentuan Konstitusi Partai telah dan akan terus lebih membesarkan dan membulatkan organisasi Partai kita. Dengan organisasi Partai yang besar, yang meliputi seluruh penjuru tanah air, yang terkonsolidasi di lapangan politik dan ideologi dan berhubungan seerat-eratnya dengan massa rakyat, kita bukan saja akan dapat memberikan sumbangan yang lebih besar lagi bagi persatuan dan kemenangan perjuangan rakyat Indonesia, tetapi juga bagi persatuan dan kemenangan gerakan rakyat progresif dan gerakan Komunis di seluruh dunia. (Tepuk tangan). Dengan organisasi Partai yang demikian itu, apapun juga kesulitan yang dihadapi, kemenangan pasti di pihak kita. (Tepuk tangan).
Marilah kita dengan lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, dan lebih tekun meneruskan pembangunan Partai kita! (Tepuk tangan).
Hiduplah PKI, Partai yang kita junjung tinggi dan kita cintai! (Tepuk tangan riuh dan lama).