“Menuju republik Indonesia” (April 1924)
Disiplin revolusioner mempunyai persamaan dengan disiplin militer dalam hal, bahwa putusan mesti dilaksanakan. Tapi kedua disiplin itu berbeda dalam hal, bahwa disiplin revolusioner itu bukanlah “ketaatan-mati”. Sedangkan Komando Pusat Militer tidak menghendakkan dari para prajurit, bahwa mereka mesti mengerti perintah yang dikeluarkan, maka bagi Pusat Pimpinan Revolusioner adalah syarat yang pertama-tama bahwa para anggota harus dengan sempurna mengerti sepenuhnya tentang putusan yang mereka mesti kerjakan itu ! Tidak saja arti dari putusan itu tapi setiap anggota juga mesti memahami keharusan untuk pengabdian ikhlas terhadap pelaksanaan dan penyelesaian putusan tsb, sekalipun itu seandainya bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Sesuatu putusan revolusioner didapatkan setelah perundingan yang masak-masak dari persoalannya. Dalam perundingan tsb, setiap anggota mempunyai hak yang sepenuh-penuhnya untuk mengeluarkan pendiriannya dan memperrahankannya dan menentang pendapat anggota lainnya yang disetujuinya dengan tiada pandang bulu, atau menyokong pendapat yang disetujuinya sendiri. Pada pungutan suara ada hak padanya untuk memberikan suaranya secara bebas, sehingga dia dapat menggunakan pengaruh dirinya sepenuh-penuhnya atas setiap putusan partai yang diambil. Tapi, seandainya, sekalipun setelah dia ber-oposisi, tapi jumlah anggota yang terbanyak mengambil suatu putusan yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri, maka dia harus tunduk pada putusan yang diambil itu dan sebagai anggota ataupun pemimpin dia harus menjalankan putusan tsb. Dengan pengabdian yang tulus dan ikhlas.
Jika tidak demikian tidaklah mungkin dihimpun dan dipusatkan kekuatan yang bulat-padu dan massal revolusioner dari partai. Sesuatu partai dimana setiap anggotanya tetap bersitegang-leher bergantung kepada pendapat masing-masing sendiri-sendiri saja dan mensabot pelaksanaan dari putusan partai, tidak akan memiliki daya dan kekuatan sesuatu apapun. (dikutip dari halaman 19).
Massa Aksi 1926
Hal. 46
Disiplin & Demokrasi
............... Pertukaran susunan negara feodalistis dengan kapitalistis yang cepat dan tidak menurut kemauan alam menyebabkan bangsa Indonesia berubah cepat caranya berfikir. Tetapi perubahan cara berfikir ini biasanya tercecer oleh perubahan ekonomi. Umunya bangsa kita hidup dengan penghidupan lahir modern di zaman kapitalistis, tapi caranya berfikir masih kuno, masih tinggal di zaman dahulu seperti menganut Mahabrata, pelbagai kepercayaan dan tahayul kepada hantu, jin, kesaktian gaib, batu keramat dll, masih terus seperti kanak-kanan dan berfikiran fantastis.
Sebagaimana perbedaan tingkat dalam industrialisasi demikian pulalah perbedaan fikiran penduduk di berbagai daerah Indoonesia. Kita tunjukkan saja perbedaan kemajuan fikiran antara penduduk Jawa dan saudara-saudara kita di Halmahera atau antara saudara-saudara di Surabaya dan Semarang yang sadar itu dengan penduduk desa yang tidak berindustri. Dimana kapitalisme tumbuh serta berurat dan berakar, dimana mulailah hidup rasionalisme dan fikiran yang sehat serta lenyaplah dengan perlahan-lahan kepercayaan kepada segala tahayul dan sulap. Jadi psykologi dan ideologi jiwa dan akal rakyat Indonesia sejalan dengan kecerdasan kapitalisme yang senantiasa berubah-rubah. Yang lama lenyap dan yang baru menjadi cerdas.
Sukar sekali membawa sekalian perbedaan fikiran yang sedang dalam transformasi itu kepada satu cita-cita yang sama membangun dan tak berubah. Karena itu pekerjaan yang berat sekali bagi kaum revolusioner akan membawa seluruh rakyat Indonesia kepada garis-garis yang sesuai dan selaras dengan aksi-aksi Marxistis. Ia mudah tergelincir menjadi tindakan cari untung, anarki dan mempercayai jimat-jimat........
Satu partai revolusioner telah gabungan orang-orang yang bersamaan pandangan dan perbuatannya dalam revolusi. Dan sebaik-baiknya perbuatan revolusioner tiap-tiap anggota bersamaan satu dengan lainnya dan dipusatkan.
Buat menghidangkan sesuatu perasaan yang kurang baik dari tiap-tiap anggota partai mestilah tiap-tiap orang diberi hak bersuara mengemukakan dan mempertahankan keyakinannya dengan seluas-luasnya. Dan sesuatu keputusan partai mestilah dianggap sebagai hasil permusyawaratan dan pertimbangan bersama-sama yang matang dari seluruh anggota. Tiap-tiap permusyawaratan hendaknyalah dijalankan dengan secara demokratis yang sesungguhnya. Tiap-tiap tanda yang berbau demokrasi dan aristokrasi mesti dicabut hingga keakar-akarnya. Tetapi birokrasi dan aristokrasme dalam partai tak dapat dihapuskan dengan “maki-makian” atau dengan meninju meja tetapi, dengan membiasakan bertukar fikiran yang merdeka dan kerja bersama-sama dari semua anggota. Tiap-tiap keputusan partai mesti diambil menurut suara yang terbanyak. Jika satu keputusan sudah diterima oleh suara yang terbanyak mestilah suara yang tersedikit meskipun bertentangan dengan keyakinannya “tunduk” kepada putusan dan dengan jujur menjalankan keputusan itu. Jika tidak begitu niatnya tak akan pernah satu partai mencapai tenaga yang revolusioner. Putusan yang “setengah betul”, tetapi dengan gembira dikerjakan oleh seluruh barisan lebih baik dari pada keputusan yang “bagus sekali” tetapi dikhianati oleh seluruh anggota.
Partai mesti mempunyai “peraturan besi”, barulah ia kuasa memusatkan perbuatan partai. Partai mesti mempunyai alat-alat revolusioner untuk memeriksa dan memperbaiki sekalian perbuatan anggota. Belum lagi mencukupi, bila seorang “mengakui setuju” dengan sesuatu keputusan atau peraturan partai. Ia mesti “membuktikan dengan perbuatan” bahwa ia menjalankan keputusan itu dengan betul dan setia terhadap partai. Perbuatan itu biasanya berupa seperti mencari kawan, dalam surat-surat kabar partai, kursus, serikat pekerja dan mengerjakan administrasi dan organisasi partai. Jika ia tak memenuhi hal itu atau “terbukti”, bahwa ia tidak setiap kepada partai, mestilah dijalankan disiplin. Lebih baik ia keluar dari partaidari pada ia merusak partai atau memberikan teladan busuk kepada anggota-anggota yang lain, sebagai seorang revolusioner pemalas.
Tujuan politik, ekonomi dan sosial yang revolusioner dari satu partai untuk sesuatu negeri yang tertentu dan jalan yang ditempuh bersama, diterangkan dengan “program nasional” yang revolusioner. Ialah penunjuk jalan bagi partai dan mesti diakui, dijalankan, dipertahakan dan di-kembang-kembangkan oleh tiap-tiap anggota. Perihal program nasional kita dan sifat-sifatnya yang umu sudah cukup.
Tugas dan organisasi Partai.
Partai itu menjalankan tujuan dan pelopor (Van-guarde) pergerakan di segala tingkatan revolusi. Penglihatannya lebih jauh dan senantiasa berjuang dibarisan depan sekali da karena itu ia menjadi “kepala dan jantung” yang revolusioner...........
..................... Yang berjuang dinegeri-negeri kolonial itu terutama sekali kaum buruh dan tani revolusioner.
Di Indonesia borjuasi bumiputera tak dapat memimpin, moril dan materiil. (hal. 51-52).
Agitasi itu mesti didasarkan kepada penghidupan massa yang sebenarnya. Tak cukup dengan meneriakkan kemerdekaan saja. Kita harus menunjukkan kemerdekaan dengan alasan yang sebenarnya. Kita harus menerangkan semua penderitaan rakyat sehari-hari seperti gaji, pajak, kerja berat, kediaman bobrok, perlakuan orang atas yang menghina dan kejam. Seorang agitator yang cakap setiap waktu harus sedia memecahkan sekalian soal yang bersangkutan dengan penghidupan materiil Pak Kromo dengan benar dan revolusioner. Juga harus senantiasa bersedia menarik dan memimpin pak-pak kromo itu kepada aksi politik dan ekonomi yang memperbaiki kebutuhan materiil mereka. Tak boleh kita harapkan, masssa akan masuk ke dalam perjuangan karena didorong cita-cita saja.
Massa (di timur atau di barat) hanya berjuang sebab kebutuhan materiil yang terpenting. Dengan perjuangan ekonomi seperti pemogokan atau pemboikotan serta ditunjang oleh demontrasi politik, kita akan membawanya kepada tujuan yang penghabisan !
Segala agitasi mestilah cocok dengan keadaan ditiap-tiap daerah daerah. Penerangan terhadap seorang buruh industri tak boleh disamakan dengan seorang tani, sebab keduanya mempunyai kebutuhan materiil yang berlainan. Seorang tani di Jawa pun tak boleh disamakan dengan seorang petani di Sumetera sebab keduanya mempunytai soal-soal tanah dan ekonomi yang berlainan.
Jika agitasi itu benar nyata dan mengenal segala kebutuhan rakyat yang tergencet-gencet pada tiap-tiap daerah di Indonesia dan bilamana program tuntutan dan semboyan-semboyan kita “sungguh” difahamkan, dan dirasai oleh seluruh lapisan penduduk dan jika pemimpin partai liat, tangkas dan cerdas mempergunakan sekalian pertentangan yang ada di dalam masyarakat Indonesia, niatnya perhubungan yang perlu “dengan” pengar uh yang diingini “atas” dan akhirnya kepercayaan yang dibutuhkan “dari” massa didapat oleh partai ......................
......... Kekuatan-kekuatan partai yang revolusioner tidak dapat diperoleh dengan pembicaraan-pembicaraan akademistis di dalam partai atau menggunakan kesempatan saja terhadap bangsa kita yang sengsara dan dihina-hinakan, tetapi dengan senantiasa mendorongkan partai itu ke dalam perjuangan ekonomi dan politik yang besar ataupun yang menciptakan “disiplin” yang diingini dan memberi pengaruh yang tak dapat ditinggalkan tas dan kepercayaan yang dibutuhkan dari: massa, dan lain dari itu kelihatan, kecerdasan dalam perjuangan. Itulah syarat-syarat yang akan membawa kita ke kemenangan. Bagaimana sekalipun rupa organisasi itu di dalam satu koloni seperti Indonesia kaum buruhlah yang paling aktif dan radikal. Organisasi tak boleh menghalang-halangi keaktifan itu. Sebaliknya ia mesti tahu mempergunakannya dan dapat menghidup-hidupkannya. Organisasi itu semestinya jadi gabungan dan pemusatan segala keaktifan kaum buruh.
Semestinya diikhtiarkan supaya kaum buruh sebanyak-banyaknya duduk dalam partai dan memegang pimpinan. Partai revolusioner kita akan bertenaga untuk hidup yang sebesar-besarnya dan sesehat-sehatnya bilamana benih-benih partai ditanam pada tiap-tiap pusat industri.
Jika satu partai revolusioner sungguh ingin menjadi pemimpin massa di Indonesia terlebih dulu partai itu sendiri harus dipimpin sebaik-baiknya. Organisasi partai ialah kesimpulan dari beberapa susunan partai. Dengan [erkataan lain boleh dikatakan jadi “tali nyawa” dari partai, jadi yang “seperlu-perlunya”, misalnya seperti penyusunan, latihan, pendidikan bagi pemimpin dan anggota-anggotanya. Tambahan pula partai mesti berhubungan rapat dengan masa terutama dalam saat yang penting, dengan segala golongan rakyat dari seluruh kepulauan Indonesia. Dengan tidak berhubungan seperti itu, takkan ada pimpinan yang revolusioenr. (hal. 54/56)
Kutipan-Kutipan Thesis, 10/VI 1946
Golongan apakah yang lebih pantas lagi dalam masyarakat buat menjalankan perubahan masyarakat kapitalistis itu menjadi masyarakat sosialistis (anti-kapitalistis) selainnya dari pada golongan yang sehari-hari diisap dan ditindas dalam pekerjaannya dalam semua perusahaann kapitalistis? Dalam perusahaan kapitalistis, yang menghasilkan barang besar-besaran dengan alat mesin modern dan administrasi secara modern pulalah terdapat proletariatt modern. Disinilah proletariatt diikatkan pada mesin modern, diorganisir dan di disiplin secara modern, scientific menurut ilmu.
Di dalam perusahaan modern inilah sesuatu partai pekerja harusnya mencari cara buat dijadikan motive force, kodrat penggerak revolusi sosial. Tingkat pertama yang baiknya ditempuh oleh pekerja-Murba dalam dunia organisasi ialah pakbon. Sebagian (tak semuanya) pekerja yang insyaf akan keadaan hidupnya mempersatukan diri buat maksud yang sama (lama kerja, hak mogok dll). Dari pakbon sebagai organisasi buruh tingkat pertama inilah partai pekerja seharusnya mencari calon buat anggota-anggotanya. Dari anggota pakbon-lah disaring para anggota partai pekerja, ialah pelopor, kodrat-penggerak, motive-force dalam revolusi sosial. Tak pula perlu banyak asal saja cerdas, jujur, aktiv dan bisa memimpin atau mempengaruhi seluruhnya pakbon tadi.
Syahdan dalam gerakan rakyat berperang, maka kita lihat pertama kader-opsir, yang memimpin tentara tetap. Disekitarnya tentara-tetap di bawah pimpinan kader-opsir itu kita lihat reserve dan seluruhnya rakyat.
Memang para saudagar kecil bangsa Indonesia terdesak oleh saudagar asing. Majikan perusahaan kecil Indonesia (perusahaan batik umpamanya terdesak majikan perusahaan asing). Semuanya pedagang kecil, tukang warubg kecil, sampai penjual sate dan gado-gado, disampingnya warga-kota yang kecil seperti jurutulis, tukang, intelegensia-miskin, yang semuanya kita namai saja warga-miskin, terdesak sungguh oleh kapital asing. Tetapi tiada langsung terdesaknya. Mereka berada di luar kebun, tambang, pabrik, kereta dan perkapalan asing. Mereka tiada diikat oleh mesin, administrasi, organisasi dan disiplinnya kalau mereka dijadikan motive-force dalam gerakan revolusioner. Setengah atau satu lusin diantara mereka yang cerdas, jujur dan berani, yang terikat oleh filsafat materialisme dialektis dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat tentulah patut diterima di dalam partai. Tetapi umumnya mereka warga-miskin ini berhasrat dan berfilsafat hidup yang berlainan dari pada proletariatt modern. Memasukkan mereka terlampau banyak ke dalam partai niatnya akan memperlemah dasar tujuan partai majority, lebih dari setengahnya banyak warga kecil dala, partai mudah membelokkan partai kelapangan anarkisme atau opportunisme, putsch atau kontra-revolusi. Majority sebagian besar dari pada anggota sesuatu partai pekerja buat menjaga kesehatannya partai itu harus terdiri dari proletariat-industri. Para pekerja industri beratlah yang sepatutnya mendapat perhatian pertama buat dijadikan anggota partai pekerja.
Indonesia belum sampai ketingkat perindustrian-berat dan baru berada pada permulaan industri enteng, seperti perusahaan kain, kertas, tinta dan pena. Tetapi perkebunan, pertambangan, pengangkutan, serta perdagangan sudah dijalankan secara modern sekali dan mempunyai sifat internasional. Kepada perusahaan yang paling modern mesinnya, yang paling up to date (baru) administrasinya, yang paling penting hasilnya buat dalam dan luar Indonesia dan akhirnya kepada buruh yang paling banyak terpusat, paling tersusun-terdisiplin, jadinya mereka yang paling merasa pula isapan dan tindas-menindaslah perhatian dan usaha yang pertama seharusnya ditujukan.
Perusahaan lain-lainnya pun mesti mendapat perhatian sepenuh-penuhnya pula. Perusahaan itu, ialah perusahaan besi dan bengkel seperti bengkel manggarai di Jakarta. Haruslah pula dimasuki ratusan kebun modern dan pabrik kecil-kecil dimana-mana. Perusahaan kereta api, perkapalan, kantor, sekolah. (hal.31-32)..............
Menurut filsafat materialisme yang bersandar pada dialektisme, pertentangan, maka pikiran revolusioner itu melantun (terugkaatsen, rebound) kembali kepada matter, kebendaan, seperti penghidupan, produksi, distribusi: akhirnya kepada staat dan politik. Pada tingkat pertama keadaan hidup mempengaruhi jiwa (psychology). Pada tingkat kedua jiwa tadi hendak mempengaruhi, bahkan membentuk baru keadaan hidup, membongkar staat dan produksi-distribusi (ekonomi) lama dan membangunkan yang baru. Jiwa semacam ini dinamai revolusioner.
Ringkasnya dimusim krisislah bisa diharapkan tentara revolusioner yang besar, giat-berlatih secara massa-aksi seperi mogok: demonstrasi yang mempunyai maksud yang pasti-terbatas disertai oleh tuntutan pasti-terbatas pula (clear-cut-aim). Dalam latihan itu kelak bisa ternyata beberapa jauhnya rakyat Murba yang beraksi itu bisa dipimpin dengan selamat, ialah supaya pengorbanan bisa sekecil-kecilnya dan hasil yang diperoleh adalah sebesar-besarnya. (hal.35)
Disiplin itu mudah dijalankan kalau memang sebagian besar anggotanya sendiri terdiri dari proletariat industri modern yang sudah paham benar atas materialisme dialektis. Susah atau mustahil dijalankan kalau sebagian besar anggotanya terdiri dari borjusi kecil (tengah-cilik & non Murba lain-lain).
Lebih mudah disuruh maju diwaktu krisis, kalau terlampau banyak ber-anggota warga-miskin, yang umumnya condong kepada fasisme atau anarkisme itu. Lebih mudah disuruh mundur diwaktu kemakmuran, kalau terlampau banyak ber-anggota warga miskin dan tengah, karena mereka umumnya condong kepada opportunisme (hal. 36) – lihat & pahamkan: keterangan istilah Murba.
Dari “Uraian Mendadak” – 7 NOVEMBER 1948
(Hal. 26, 27, 28, 29 dan 31)
Partai. Sifat “ Partai Murba” ialah menggalan rakyat Murba. Dan saudara sekalian, yang akan menjadi kader, yang bekerja buat dan untuk Murba, dari Murba. Saudara yang akan memimmpin gerakan seluruh Murba di Indonesia buat melanjutkan perjuangan kita. Jadi bukan kader terpisah dari Murba, yang terpisah dari rakyat, tetapi yang di tengah-tengah Murba. Maka harus ada kontak rapat dengan Murba, ialah buruh dan tani.
Apabila kita mendapat kepercayaan penuh, baru kita bisa menamakan diri “ Partai Murba”. Apa syarat buat mendapat kepercayaan, autoriteit Murba buruh dan tani? Dengan membawa isme-isme saja dan berdebat-debat habis-habisan saja, kita belum lagi menjadi pemimpin Murba. Kita terjun kebawah. Dari bawah kembali keatas buat merundingkan apa pengalaman kita di bawah. Kalau kita tidak bisa mendapat kontak jiwa dengan jiwa, kita tidak akan mendapat kepercayaan: kita tidak bisa menjalankan disiplin; tidak bisa menasehati Murba; Murba tak mau dipanggil, kalau diserang musuh, karena kita tiada mendapat kepercayaan penuh dari Murba.
Buat mendapatkan kepercayaan penuh itu, haruslah kita senantiasa berhubungan dengan Murba, sepaya mengerti benar-benar kepentingan Murba sehari-hari, walaupun rupanya perkara kecil saja.
Soal tempat: Kita namakan partai kita Partai Murba. Tetapi kalau pusat atau markasnya akal-kita berada ditengah-tengah rombongan rumah yang indah permai di dalam kota, atau kita cuma berdebat tentang isme-isme itu saja antara penduduk kota terpelajar dan hidup makmur saaja, kita tidak akan mendapat kontak dengan kaum Murba.
Jadi supaya kita sehari-hari bisa mendapat kontak dengan Murba, kita perlu campur dan berkumpul dengan mereka. Kalau kita membimbing kaum Murba mesin, maka carilah pabrik dimana Murba menggerakkan mesin buat hidupnya sehari-hari. Pergilah kekebun atau bekerjalah dikebun. Tempat itu yang kita cari. Jangan tempat terasing menghindarkan pergaulan dengan mereka itu.tidak bisa kita selami jiwa mereka, tidak bisa kita ketahui soal hidup mereka itu, kalau tidak bisa mendapat kepercayaan dan perkataan kita akanmelajang diatas kepala mereka. Mungkin kita bisa membikin mereka ketawa atau menangis, tetapi tidak bisa menggerakkan mereka, mundur kalau terpaksa, maju kalau perlu.
Tempat Murba ialah dibengkel, dipabrik,dipelabuhan, dimana-mana kaum gembel berkumpul dan juga kaum intelek, juga diantara mereka yang sekarang menjadi gembel, buat mengadakan propaganda dan agitasi.
Soal illegal dan legal! Kalau negara menjamin demokrasi dan menjamin hak berkumpul, mengadakan pers, tidak melarang atau menyerobot pabrik kertas atau mengangkapi orangnya, karena kalimat yang tidak enak didengar oleh yang berkuasa, selama demokrasi itu berjalan ditas rel, kita pun akan menghormatinya. Tetapi kalau cuma tinggal diatas kertas saja, maka kitapun akan mengambil sikap menurut keadaan. Illegal dan legal, ialah soal bagaimana keadaan, bagaimana suasana dalam negara, bagaimana sifat undang-undang yang ada. Maka kalau semua belum terang walaupun terang tertulis, tetapi belum terang dijalankan, karena pelbagai alasan, maka kita berjalan seperti amphibi, berjumpa air seperti kapal, berjumpa darat seperti tank. Dalam keadaan demokrasi borjuis pun kita harus siap dengan kesanggupan kerja-illegal. Jadi soal legal dan illegal bukanlah soal kita sendiri semata-mata, melainkan juga soal dari lain pihak, soal tata-negara dan pelaksanaan undang-undang yang ada dalam negara. Dan kalau kita dalam keadaan semacam itu mesti mengadakan persiapan dan kalau perlu berjalan di bawah tanah, maka itu bukan salah kita, tetapi karena keadaan berjuang, dipaksakan oleh siasatnya perjuangan. Jangan dianggap illegal berbisik-bisik dalam gelap, bagaimana mengamuk dan mengadakan putch, berbisik-bisik bagaimana mengumpulakan tenaga dan membikin putch, tetapi walaupun berjalan di bawah tanah tetap berhubungan dengan Murba.
Tidak boleh kita lepas dari Murba, setiap waktu mengetahui kemauan dan semangat Murba. Jadi tidak berarti merangkak-rangkak di bawah tanah berbisik-bisik.......................
..............................Agitasi dan Propaganda: Artinya bukan pula menghasut terus-menerus. Memang orang bisa dihasut sampai marah dan sampai memukul, tetapi orang bisa membalik memukul diri kita sendiri. Kalau tak ada yang dipukul lagi mungkin kita sendiri yang kelak menjadi sasaran. Terutama kalau tak ada wujud yang lebih mulia. Kita bisa perdalam keyakinan itu atas dasar-dasar kehidupan sehari-hari. Kalau pergi ketempat buruh bbekerja di kereta api umpamanya, kita dasarkan propaganda kita atas penghidupan Murba-kereta api itu pula dll. Tak perlu kita mulai dengan mendewa-dewakan pemimpin ini atau itu. Cukuplah, kalau prinsip, cara-cara bekerja ataupun semangat serta sifat jujur-konsekuen salah seorang pemimpin yang dihormati. “ Berapa gaji, berapa orang keluarga, berapa kebutuhan sehari-hari, dan apa kekurangannya.” Inilah yang kita kemukakan. Dengan uraian atau pertanyaan yang sederhana berdasarkan pengalaman sehari-hari kita meningkat keatas melalui jenjang logika dan dialektika. Dengan demikian kita bisa menerangkan akibatnya blokade Belanda, politik infiltrasi Belanda dan politik adu-domba. Begitulah pula kita bisa sampai kepada akibatnya perjanjian Linggarjati dan Renville. Akhirnya kita sampai kepada politiknya partai ini atau itu, isme ini atau itu. Sendirinya kita akan sampai usul cochran.
Kita membikin agitasi buat membangunkan pengertian, membangunkan keyakinan, memberikan jalan melalui organisasi dan mementingkan organisasi: Bersatu kita teguh, berpecah kita jatuh. Dengan organisasi kita bisa menggerakkan Murba.
Kunjungilah kaum Murba. Janganlah bosan memberi pertolongan atau penerangan, juga kepada Murba-buta huruf. Kita memerlukan perhubungan (kontak). Dan kontak berarti bersama-sama menyelesaikan persoalan penghidupan sehari-hari. Perlihatkan perhatian penuh kepada kaum Murba. Berikanlahbantuan lahir-bathin kepada mereka dimana perlunya. Saudara sendiri mengerti apa artinya ramah-tamah bagi kaum Murba Indonesia. Pakailah semua kesempatan buat mengadakan kontak dengan sikap ramah-tamah dan semangat tolong-menolong.
Andaikata saudara berada pada suatu desa atau kampung yang terdiri dari 30 rumah. Bentuklah satu komite kecil untuk pembagian pekerjaan. A 10 rumah, B 10 rumah, dan C 10 rumah. Sekali seminggu atau lebih, datangilah rumah-rumah itu dan tanyakan keperluan penduduknya. Persoalkanlah keperluan hidup mereka sehari-hari. Mungkin akhirnya saudara sampai kepada minimum dan maximum program, kepada Linggarjati dan Renville.
Rundingkanlah dan putuskanlah dalam komite tadi segala sesuatu sebeumnnya saudara menjumpai mereka yang membutuhkan petunjuk. Pelajarilah apa yang dibutuhkan oleh rakyat Murba. Periksalah dimana terdapat barang yang berlebihan dan yang kekurangan diantara barang kepentingan hidup seperti beras, sayur, garam, minyak, pacul, parang dll