Sumber: Sosialisme Hari Ini dan Hari Esok Bangsa-Bangsa
Penerbit: Pustaka Marxis 1 , Depagitprop CCPKI, Jakarta 1963.
SETELAH berakhirnya perang dunia kedua, maka lahir banyak negeri sosialis dan bersamaan dengan itu lahir pula negeri-negeri merdeka yang baru. Ini menyebabkan makin melemahnya sistem kapitalis dunia.
Akibat penjajahan imperialis yang lama dan karena masih berkuasanya sistem ekonomi feodal di negeri-negeri yang baru merdeka, maka ekonomi negeri-negeri itu keadaannya masih terbelakang. Tugas sejarah yang dihadapi negeri-negeri itu ialah membebaskan diri dari cengkeraman ekonomi imperialis, melakukan perubahan-perubahan agraria dengan menghancurkan hubungan-hubungan ekonomi feodal, melenyapkan keterbelakangan, membangun ekonomi nasional dan memperbaiki taraf hidup rakyatnya. Hanya dengan kebebasan ekonomi dari ketergantungan pada imperialis dan dari keterbelakangan feodal, dapat diperkokoh kemerdekaan politik yang telah direbut.
Bentuk-bentuk ekonomi apakah yang dapat memikul tugas sejarah semacam itu? Borjuasi nasional di negeri-negeri bekas jajahan pada umumnya ekonominya lemah. Oleh karenanya mereka tak dapat memikul tugas ini. Dari sinilah timbul masalah ekonomi negara, dengan kapitalisme negara sebagai bentuknya.
Jadi, lahir dan berkembangnya kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka merupakan suatu hasil sejarah, sehubungan dengan perkembangan gerakan kemerdekaan nasional, dan dapat menjadi alat untuk melaksanakan tugas pengubahan demokratis, apabila kekuasaan politik yang mengomandoi ekonomi negara itu berada dalam tangan rakyat.
Terbentuknya kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka pada umumnya melalui 5 macam jalan:
1. Penyitaan kekayaan bekas pemerintah kolonial, yang dijadikan milik negara dari negara yang baru merdeka
2.
Pengambilalihan milik-milik asing, dengan atau tanpa ganti rugi, dalam berbagai bentuk
3.
Negara menanam kapital untuk membangun perusahaan-perusahaan baru.
4.
Monopoli negara atas lalu lintas peredaran barang dan uang (perdagangan dalam dan luar negeri, bank, pengangkutan, dan sebagainya).
5.
Perusahaan campuran – negara-swasta.
Kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka merupakan salah satu sektor ekonomi nasional, dan wataknya ditentukan oleh watak kekuasaan politik dari negara itu. Di negeri-negeri dimana kekuasaan politik berada di tangan bukan kelas proletar, maka kapitalisme negara itu tidak merupakan unsur ekonomi sosialis dan tidak berwatak sosialis. Tetapi, ia juga berbeda wataknya dengan kapitalisme monopoli negara di negeri-negeri imperialis.
Jadi, dalam menilai watak kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka, kita mesti melihat garis perbedaan dengan dua macam kapitalisme negara.
Di satu pihak kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka tidak sama dengan kapitalisme negara di negeri-negeri imperialis, yang lahir dan berkembang melalui kapitalisme monopoli dan kemudian membentuk kapitalisme monopoli negara, dan sepenuhnya mengabdi pada kepentingan-kepentingan kaum kapitalis monopoli. Sedangkan kapitalisme di negeri-negeri yang baru merdeka terbentuk melalui kekuasaan politik dan dapat mengabdi pada revolusi nasional demokratis.
Di lain pihak, kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka dewasa ini tidak sama dengan kapitalisme negara di negeri-negeri yang sedang menempuh masa peralihan dari kapitalisme ke sosialisme, karena kapitalisme negara di bawah syarat-syarat diktator proletariat merupakan salah satu unsur ekonomi sosialis dan merupakan salah satu bentuk pengubahan ekonomi kapitalis menjadi ekonomi sosialis.
Peranan kapitalisme negara di berbagai negeri yang baru merdeka mungkin tidak sama, demikian juga peranannya di dalam satu negeri mungkin tidak sama dalam berbagai saat. Sungguhpun demikian dapatlah kiranya digeneralisasi sebagai berikut:
Dalam berbagai derajat ia memainkan peranan positif karena:
1. Membatasi dan melemahkan kapital monopoli asing, mengenyahkan atau membersihkan akar ekonomi kolonial dari ekonomi nasional.
2. Dapat digunakan untuk memelopori pembangunan ekonomi nasional, terutama industri nasional dan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan kepada negeri-negeri imperialis, serta memperkokoh kebebasan nasional.
3. Dapat menstabilkan pasaran dalam negeri, memperluas lapangan kerja, mengakumulasi dana untuk pembangunan dan dapat memperbaiki taraf hidup rakyat.
4. Dengan kapitalisme negara dimungkinkan untuk melaksanakan rencana pembangunan ekonomi negeri.
Disamping segi-segi positif tersebut di atas, juga ada kemungkinan bahwa kapitalisme negara melakukan peranan yang negatif, ialah lebih bersandar kepada imperialis, dan dengan dalih kekurangan modal untuk pembangunan maka minta bantuan kepada negeri imperialis, serta melakukan tindakan-tindakan reaksioner di bidang ekonomi dan keuangan.
Kedua kemungkinan tersebut berpangkal pada watak rangkap daripada borjuasi yang berkuasa. Bila borjuasi yang berkuasa melakukan perlawanan terhadap imperialisme, maka kapitalisme negara dapat menjadi alatnya dan dengan demikian berwatak progresif. Sebaliknya apabila borjuasi yang berkuasa berkompromi dengan imperialisme, maka kapitalisme negara dapat menjadi sarang kapitalis birokrat dan sebagai alat reaksioner untuk menghantam kepentingan-kepentingan rakyat pekerja.
Jadi, dalam menilai wataknya, kita mesti melihat secara kongkrit kondisi-kondisi di setiap negeri pada saat yang kongkrit pula.
Dengan melihat watak rangkap kapitalisme negara di negeri-negeri yang baru merdeka – sebagai akibat watak rangkap kekuasaan politiknya – maka kita dapat melihat tiga perspektif perkembangannya:
1. Dalam proses kemajuan gerakan kemerdekaan nasional, kapitalisme negara dapat memainkan peranan positif untuk menunaikan tugas revolusi nasional demokratis.
2.
Dalam peralihan dari revolusi nasional demokratis ke revolusi sosialis, perusahaan-perusahaan negara berkembang menjadi sektor ekonomi sosialis.
3.
Di bawah tekanan imperialisme internasional dan akibat lemahnya perlawanan rakyat pekerja, kapitalisme negara melacurkan diri pada imperialisme dan feodalisme, menjadi kapitalisme birokrat. Dalam keadaan demikian ia menjadi sasaran revolusi.
Mengenai perusahaan-perusahaan negara di Indonesia, dengan memahami segi-segi positifnya, maka adalah tepat sikap yang diambil oleh rakyat pekerja Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan perusahaan-perusahaan negara, dengan bentuknya kapitalisme negara pada tingkat sekarang, dan mencegah serta melawan daya upaya sementara kalangan untuk menywastakannya. Demikian juga adalah tepat tuntutan mengenai perbesar produksi, perbaikan nasib buruhnya, pendemokrasian ketatalaksanaannya atau pengurusannya, dan keharusan adanya kontrol masyarakat.
Dengan adanya kontrol masyarakat yang baik dapat dicegah pemborosan, korupsi, dan birokrasi; dapat diawasi penyetoran keuntungannya kepada negara untuk memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya kepada keuangan negara dan pada dana pembangunan, dan dengan demikian dapat meringankan beban pajak-pajak rakyat.